Anda di halaman 1dari 16

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Acara Tata

Usaha Negara

Dosen Pengampu: Muchlisin, SH., MH.

Oleh Kelompok 5:

Nalendra Pinasti Pertiwi Asyhari 20382012098

Naurisya Suudiyah 20382012099

Moh Febriyanto 20382011088

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah Swt. yang telah
memberi rahmat, hidayah serta kelancaran kepada saya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara”, meskipun dalam penyusunanya mengalami sedikit kesulitan
yang alhamdulillah dengan mudah teratasi dengan bantuan Allah Swt. yang
diperantarakan referensi-referensi terkait.

Selawat serta salam tetap kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw. yakni
sebagai utusan Allah, suri tauladan kita yang telah membuat sebuah perubahan
atau reformasi dengan misi dan visinya yaitu pencerahan didalam kehidupan
manusia sebagai Rahmatan Lil ‘alamin.

Makalah ini disusun dalam untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum
Acara Tata Usaha yang diampu oleh Muchlisin, SH., MH..

Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh
karenanya, kami kelompok 5 selaku penulis sangat mengharapakn kritik dan saran
dari para pembaca sebagai perbaikan dan sekaligus menjadi bekal ke depannya
dalam penyusunan makalah atau karya ilmiah selanjutnya. Dan juga kami sangat
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat untuk kami kelompok 5 dan juga
khususnya untuk para pembaca.

Pamekasan, 27 Maret 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................II

DAFTAR ISI..........................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................1
C. Tujuan Masalah .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara .......................3


B. Asas – asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara .....................4
C. Dasar Hukum pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara .........7
D. Perbedaaan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dan Hukum
Acara Perdata ........................................................................................8

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................11

A. Kesimpulan ...........................................................................................11
B. Saran .....................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PATUN) adalah bidang
hukum yang mengatur prosedur atau cara-cara yang harus diikuti dalam
menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang berkaitan dengan tata
kelola pemerintahan atau administrasi negara. PATUN tentu bertujuan
untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, dan kecepatan dalam
penyelesaian sengketa tata usaha negara.

Latar belakang lahirnya PATUN di Indonesia berasal dari kebutuhan


untuk memiliki mekanisme hukum yang efektif dan efisien dalam
menyelesaikan sengketa administrasi negara. Hal ini terkait dengan peran
negara sebagai pengatur, penyelenggara, dan pemberi pelayanan publik
yang berimplikasi pada adanya potensi konflik antara pemerintah dan
warga negara atau antara warga negara sendiri.

Sebelum adanya PATUN, penyelesaian sengketa tata usaha negara di


Indonesia diatur oleh hukum perdata dan hukum pidana. Namun,
ketentuan-ketentuan dalam kedua bidang hukum tersebut tidak selalu
sesuai dengan sifat dan karakteristik sengketa tata usaha negara. Sebagai
contoh, dalam sengketa administrasi negara, kepentingan publik lebih
diutamakan daripada kepentingan pribadi, sehingga diperlukan mekanisme
penyelesaian yang berbeda dengan sengketa perdata atau pidana.

Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menyampaikan serta
menjelaskan pokok – pokok bahasan yang berkaitan dengan hukum acara
peradilan tata usaha negara yaitu tentang pengertian serta pendapat para
ahli, asas – asas, dasar hukum, dan perbedaan hukum acara peradilan tata
usaha negara dengan hukum acara perdata.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari hukum acara peradilan tata usaha negara. ?

1
2. Apa saja asas – asas hukum acara peradilan tata usaha negara. ?
3. Apa saja dasar hukum pada hukum acara peradilan tata usaha negara.?
4. Jelaskan perbedaaan hukum acara peradilan tata usaha negara dengan
hukum acara perdata.?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hukum acara peradilan tata usaha
negara.
2. Untuk mengetahui asas – asas hukum acara peradila tata usaha
negara.
3. Untuk mengetahui dasar hukum pada hukum acara peradilan tata
usaha negara.
4. Untuk mengetahui perbedaaan hukum acara peradilan tata usaha
negara dengan hukum acara perdata.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.


Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu lingkup peradilan
yang ada di Indonesia dan diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dan warga negaranya, yakni meliputi sengkata yang timbul
sebagai akibat dan adanya tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap
melanggar hak-hak warga negara. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara merupakan hukum yang mengatur cara menegakkan hukum materil,
dengan demikian hukum acara tersebut berisi mengenai suatu tata cara.
Sedangkan pengertian hukum acara peradilan tata usaha negara adalah
hukum yang berisi mengenai ketentuan tata cara beracara di Pengadilan Tata
Usaha Negara. Baik secara hukum formal maupun hukum materil, keduanya
merupakan unsur dari peradilan. Peradilan tanpa hukum materil akan
lumpuh, sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan, sebaliknya peradilan
tanpa hukum formal akan liar, sebab tidak ada batas-batas yang jelas dalam
melakukan wewenangnya.1
Menurut Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan
Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara). Dengan kata lain
hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di Peradilan Tata
Usaha Negara serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait
dalam proses penyelesaian sengketa tersebut.2
Hukum acara menurut Sjachran Basah8 merupakan hukum formal,
karena ia merupakan salah satu unsur dari peradilan, demikian juga dengan
hukum materialnya. Peradilan tanpa hukum material akan lumpuh, sebab

1
Bernat Panjaitan, “Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara (Tun) Pada Peradilan Tata Usaha
Negara (Ptun),” Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 3, No. 2. (September, 2015), 1-2.
2
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. 3, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1994), 1-2

3
tidak tahu apa yang akan dijelmakan, sebaliknya peradilan tanpa hukum
formal akan liar, sebab tidak ada batas-batas yang jelas dalam melakukan
wewenangnya.3

B. Asas – Asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.


Asas dalam hukum acara peradilan tata usaha negara terbagi menjadi
dua bagian sebagai berikut :

1. Asas-Asas Terkait Formalitas Beracara di Pengadilan.


a. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Sebagai Ultimuum Remedium
pengertian dari Ultimuum Remedium sendiri adalah alat terakhir, atau
dalam artian senjata pamungkas. Artinya adalah senjata tersebut
digunakan hanya jika senjata lainnya tidak berhasil, sedangkan maksud
daripada Penyelesaian Sengketa TUN di Pengadilan Sebagai Ultimuum
Remedum adalah bahwa yang diutamakan dalam menyelesaikan sengketa
tersebut adalah dengan mekanisme internal dari pemerintahan melalui
prosedur administratif. Penyelasaiannya baru dapat ditempuh apabila
pihak tetap tidak puas atas penyelesaian sengketa d internal pemerintahan
melalui upaya administratif. Asas ini juga berhubungan dengan nilai-nilai
atau prinsip Negara Hukum Pancasila, yakni dengan mengutamakan
gotong royong dan penyelesaikan sengketa secara kekeluargaan atau
musyawarah ketimbang di pengadilan sebagai upaya terakhir. 4
b. Kepentingan Menggugat/Mengajukan Permohonan (Geen Belang Geen
Actie/Point D’Interet Point D’action) Asas tesebut secara terminologis
berarti pihak yang berkepentingan maka ialah yang berhak menggugat.
Berasal dari Bahasa Perancis yang berarti “Titik Kepentingan, Titik Aksi"
dan Bahasa Belanda yang berarti “Tiada Kepentingan, Tiada Gugatan”.
Diantara golongan-golongan yang berkepentingan untuk mengajukan
gugatan atau permohonan di peradilan TUN adalah:
 Orang atau Badan Hukum yang berkepentingan langsung,

3
Sjachran Basah, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi
(HAPLA), (Jakarta: Rajawali Pers, 1989), 1.
4
Rizky Pratama, “Asas-Asas Hukum Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,”
Jurnal Penelitian Multidisiplin. Vol.2 No.1 (Februari 2023), 19.

4
 Pihak lain yang memeiliki kepentingan proses (kepentingan
untuk berpekara di pengadilan) saja karena amanat undang-
undang.5
2. Asas-Asas Terkait dengan Penyelesaian Pokok Sengketa.
a. Asas Praduga Keabsahan/Rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid
atau praesumptio iustae causa), yaitu asas yang mengandung makna
bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap (sah) sampai
ada pembatalannya. Ketentuan tersebut Pasal 67 ayat (1) dan ayat (4)
UU No. 5 Tahun 1986 UUPTUN.
b. Asas Pembuktian Bebas, yaitu asas hakim yang menentukan apa yang
harus dibuktikan, beban pembuktian serta penilaian dari seuatu
pembuktian. Ketentuannya pada Pasal 107 UUPTUN.
c. Asas Hakim Bersifat Aktif (dominus litis), yaitu hakim harus bersifat
aktif untuk mencari kebenaran materil. Dalam peradilan TUN hakim
bersifat aktif selain mencari kebenaran materil juga untuk
menyeimbangkan kedudukan posisi penggugat dan tergugat.
d. Asas Putusan Pengadilan bersifat Erga Omnes, yaitu secara harfiah
mengikat bagi semua yang berarti putusan pengadilan bersifat
mengikat bagi semua pihak, baik pihak yang bersengketa maupun
diluar pihak yang besengketa. Berbeda dengan asas dalam peradilan
perdata yang hanya mengikat bagi pihak yang bersengketa saja (inter-
parties).
e. Asas Pengujian Marginale Toetsing, yaitu pengadilan dalam menguji
keabsahan suatu keputusan/tindakan administrasi pemerintahan hanya
mengedepankan penggunaan pengujian marjinal. Artinya hakim hanya
menguji dari segi hukumnya saja dan bukan dari segi tujuan atau
manfaat yang didapat.
f. Asas Tindakan Penguatan (Affirmative Action), yaitu tindakan -
tindakan sementara guna menguatkan posisi dari suatu golongan yang
dianggap sedikit lemah daripada golongan lainnya. Penggunaan asas

5
Rizky Pratama, 19.

5
ini dapat menggunakan contoh Konvensi Mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhdap Wanita yang telah diratifikasi
Undang-Undang No. 7 Tahun 1984.
g. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum, yaitu asas yang berarti bahwa
setiap orang dibolehkan untuk mengikuti dan mendengarkan
pemeriksaan. Ketentuannya diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU No. 48
Tahun 2009.
h. Asas Biaya Ringan, Sederhana dan Cepat, yaitu dimaknai dengan
biaya yang serendah mungkin sehingga dapat diakses oleh rakyat, baik
dari kalangan rendah maupun atas. Bahkan sebaliknya jika biaya
perkara yang diperlukan cukup tinggi maka rakyat akan enggan untuk
berperkara ke pengadilan. Asas sederhana memiliki pengertian proses
acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Semakin
sederhana proses acara maka semakin baik, dan sebaliknya jika
semakin sulit dipahami maka akan semakin menimbulkan beragam
penafsiran dari masyarakat sehingga kurang menjamin adanya
kepastian hukum.
i. Asas Mendengar Kedua Belah Pihak (audi et alteram partem), yaitu
dalam proses peradilan, para pihak yang berperkara harus diperlakukan
dan diberi kesempatan yang sama dan adil untuk membela dan
melindungi kepentingan yang bersangkutan.
j. Asas Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, asas ini berarti bahwa
dalam melaksanakan peradilan hakim itu pada dasarnya memiliki
kebebasan, yaitu kebebasan pada saat memeriksa, mengadili sampai
memutuskan perkara dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun,
termasuk kekuasaan diluar dari yudikatif.6
k. Asas Obejktivitas, asas yang memiliki pengertian hakim tidak
memihak namun memiliki artian di dalam memeriksa perkara dan
menjatuhkan putusan, hakim bersikap jujur atau adil, tidak bersikap

6
Rizky Pratama, 20

6
diskriminatif tetapi menempatkan para pihak yang berperkara setera di
depan hukum.7

C. Dasar Hukum Pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.


Dasar hukum terbentuknya peradilan TUN dan yang menjadi tonggak
pelaksanaan Peradilan TUN telah terdapat dalam konstitusi Undang Undang
Dasar 1945 Pasal 24 dan 25 serta di jabarkan melalui Undang Undang
Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (2)
lembaran Negara tahun 2004 Nomor 8, tambahan lembaran Negara Nomor
4358), selanjutnya diubah dengan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.8
Selanjutnya dapat kita lihat ada beberapa ketentuan perundangan lain
guna melengkapi dan sebagai dasar berpijak dari PTUN, yaitu:
1. UU No 5 Tahun 1986 Jo UU No 9 Tahun 2004 jo UU No. 51 Tahun
2009 Tentang Perubahan Atas UU No 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara;
2. PP No. 7 Tahun 1991 tentang Penerapan UU No. 5 Tahun 1986 (LN
1991 No.8) pada tanggal 14 Januari 1991, sehingga PTUN dapat
efektif.
3. PP No. 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara
Pelaksanaannya pada Peradilan TUN;
4. Keputusan Mentri Keuangan RI No. 1129/KKM.01/1991 tentang Tata
Cara PembayaranGanti Rugi Pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN;
5. SEMA No.1 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksaan Ketentuan
Peralihan UU No.5 Tahun 1986;
6. SEMA No. 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa
Ketentuan dalam Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang PTUN;
7. MA No. 051/Td.TUN/III/1992.
8. MA No. 052/Td.TUN/III/1992.

7
Rizky Pratama, 21.
8
Sari dan Iskandar, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Medan: Cv. Biena Edukasi,
2014), 4.

7
9. Dan Peraturan-peraturan pelaksana lain. 9

D. Perbedaaan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Perdata.

Berikut beberapa perbedaan terkait hukum acara peradilan tata


usaha negara dan hukum acara perdata:

1. Objek Gugatan ada dasarnya Objek gugatan atau pangkal sengketa


TUN adalah KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN
yang mengadung perbuatan onrechtsmatig overheid daad (perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa), sedangkan dalam
hukum acara perdata adalah onrechtmatig daad (perbuatan melawan
hukum).
2. Kedudukan Para Pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan
seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihak penggugat dan
atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Sementara dalam hukum
acara perdata para pihak tidak terikat pada kedudukan sebagaimana
dalam peradilan TUN.10
3. Gugat Rekonvensi dikenal dalam peradilan perdata. gugatan yang
diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang
sedang berjalan antara mereka. Dalam gugatan rekonvensi posisi
penggugat menjadi tergugat rekonvensi, sementara tergugat menjadi
penggugat rekonvensi. Dalam hukum acara PTUN tidak mungkin
dikenal gugat rekonvensi, karena dalam gugatan rekonvensi berarti
kedudukan para pihak menjadi berbalik. Kedudukan para pihak dalam
hukum acara PTUN telah definitif, tidak dapat diubah-ubah.
Penggugat tetap merupakan individu atau badan hukum perdata,
sedang tergugat tetap merupakan badan atau pejabat TUN.
4. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan dalam hukum acara TUN
pengajuan gugatan dapat dilakukan hanya dalam tenggang waktu 90

9
Sari dan Iskandar, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 5.
10
Fence M Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cet, 1, (Gorontalo: Reviva
Cendikia, 2014), 15.

8
(sembilan puluh) hari, yang dihitung sejak saat diterimanya atau
diumumkannya KTUN. Sementara dalam hukum acara perdata,
tenggang waktu mengajukan gugatan, yang mengakibatkan gugatan
menjadi daluwarsa atau prematur tidaklah begitu dibandingkan dengan
hukum acara PTUN. Dalam hukum acara perdata memang dapat saja
gugatan dianggap daluwarsa, tetapi daluwarsanya gugatan itu karena
kelalaian penggugat. Berbeda dengan hukum acara PTUN,
daluwarsanya gugatan dapat terjadi karena ketidak tahuan
penggugat.11
5. Sistem Hukum Pembuktian dalam peradilan TUN sistem pembuktian
dilakukan dengan cara memperoleh kebenaran materil layaknya
peradilan pidana. Sementara dalam peradilan perdata sistem
pembuktian dilakukan dengan cara mencari kebenaran formal. Hal ini
dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 107 UU No 5 tahun 1986.
6. Jurusita dalam peradilan TUN tidak dikenal juru sita. Sementara
dalam peradilan perdata mengenal juru sita.
7. Pelaksanaan Serta Merta adalah suatu putusan pengadilan yang bisa
dijalankan terlebih dahulu, walaupun terhadap putusan tersebut
dilakukan upaya hukum banding. Dalam peradilan perdata mengenal
putusan serta merta (uitvoerbarr bij voorrad). Sementara dalam
peradilan TUN tidak diperkenankan putusan serta merta. Hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan Pasal 115 UU No 5 tahun 1986.
8. Sifat Erga Omnesnya Putusan Pengadilan dalam peradilan perdata
putusan hakim mengikat bagi pihak yang berperkara (erga omnes).
Sementara dalam peradilan TUN putusan hakim selain mengikat para
pihak yang berperkara, mengikat atau berlaku juga bagi siapa saja
diluar yang berperkara. Dengan kata lain, putusan PTUN bersifat
hukum publik.
9. Upaya Pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan dalam hukum acara
perdata, apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan

11
Fence M Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 16.

9
putusan secara sukarela, maka dikenal adanya upaya-upaya pemaksa
agar putusan tersebut dilaksanakan, misalnya; penyitaan, pengosongan
rumah dengan bantuan pihak kepolisian dan sebagainya. Tujuan dari
upaya paksaan ini adalah untuk memenhi putusan guna kepentingan
pihak yang dimenangkan. Sementara dalam hukum acara PTUN tidak
dikenal adanya upaya-upaya pemaksa. Hal ini disebabkan hakikat dari
putusan dalam hukum acara PTUN adalah bukan menghukum
sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata. 12

BAB III
PENUTUP

12
Fence M Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 20 – 21.

10
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang ada pada makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah rangkaian
peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus
bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara). Dengan kata lain hukum yang mengatur tentang cara-cara
bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak
dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian
sengketa tersebut.
2. Asas – asas hukum acara peradilan tata usaha negara terbagi
menjadi dua bagian yaitu asas-asas terkait formalitas beracara di
pengadilan dan asas-asas terkait dengan penyelesaian pokok
sengketa.
3. Dasar hukum terbentuknya peradilan TUN dan yang menjadi
tonggak pelaksanaan Peradilan TUN telah terdapat dalam konstitusi
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan 25 serta di jabarkan
melalui Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman Pasal 10 ayat (2) lembaran Negara tahun 2004 Nomor
8, tambahan lembaran Negara Nomor 4358), selanjutnya diubah
dengan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
4. Beberapa perbedaan HAPTUN dan Hukum Acara Perdata adalah
dalam hal objek gugatan, kedudukan para pihak, gugatan
rekonvensi, tenggang waktu mengajukan gugatn, jurusita, sistem
hukum pembuktian, pelaksanaan serta merta, sifat erga omnesnya
putusan pengadilan, dan dalam hal upaya pemaksaan.
.
B. Saran.
Kami mengharapakan kepada para pembaca agar memberikan kritik
serta masukan dalam hal kepenulisan yang telah ada pada makalah ini. Kami
kelompok 5 menyadari akan ketidak sempurnaan dalam penulisan makalah

11
ini. Dan juga kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat penggunaan kosa kata dan juga pengetikan yang kurang tepat.
Semoga pada makalah selanjutnya kelompok kami dapat memperbaiki
kesalahan pada makalah ini, serta dapat membuat makalah yang baik dan
tepat pada makalah selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
.
Panjaitan. Bernat, “Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara (Tun) Pada
Peradilan Tata Usaha Negara (Ptun).” Jurnal Ilmiah “Advokasi.” Vol. 3.
No. 2. September, 2015.
Abdullah. Rozali, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Cet. 3. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1994.
Basah. Sjachran, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan
Administrasi (HAPLA). Jakarta: Rajawali Pers, 1989.

Pratama. Rizky, “Asas-Asas Hukum Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara.” Jurnal Penelitian Multidisiplin. Vol. 2. No.1. Februari 2023.

Sari dan Iskandar, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Medan: Cv.
Biena Edukasi, 2014.
Wantu. Fence M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Cet. 1.
Gorontalo: Reviva Cendikia, 2014.

13

Anda mungkin juga menyukai