Dosen Pengampuh :
Dwi Dasa Suryantoro, S.H., M.H
Disusun Oleh :
Nama : Muzemmil
Prodi : Hukum Keluarga Islam
Emai : Ajamuzemmil4@gmail.com
NIM : 2020.123.00.03.0623
Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Kesimpulan ...............................................................................................18
B. Saran .........................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu lingkungan Peradilan
di bawah Mahkamah Agung yang menyelesaiakan sengketa antara seorang
atau badan hukum Perdata akibat dikeluarkannya keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara. Objek gugatan dalam Peradilan Tata Usaha
Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dalam Peradilan Tata Usaha
Negara dimulai dengan didaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara pada tempat Tergugat berkedudukan. Dalam Proses Pemeriksaan
dalam Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan dalam dua proses pemeriksaan
yaitu sebelum pemeriksaan pokok perkara yang mencakup rapat
permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan serta pemeriksaan pokok
perkara
Dalam Pemeriksaan Persiapan tersebut hakim dapat melakukan
musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruang sidang,
bahkan dapat pula dilakukan di ruang kerja hakim tanpa memakai toga
Peradilan Tata Usaha Negara yang sudah ada di Indonesia sejak tahun
1991, ternyata belum mampu menjalankan fungsi control bagi pemerintah.
Pemerintah waktu itu masih sewenang-wenang dan PTUN Nampak seolah tak
bermanakna sama sekali, terbukti akhirnya Pemerintah harus di jatuhkan oleh
gerakan reformasi mahasiswa karena kuatnya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Reformasi di Indonesia sekarang ini, ternyata masih banyak
tuntutan-tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Dalam bentuk lisan pendapat dinyatakan dengan demontrasi-
demonstrasi , sedangkan secara tertulis dilakukan dengan pendapat-pendapat
yang dilakukan baik melalui media cetak, elektronik dan bahkan media sosial.
Dengan masih banyaknya tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat
1
membuktikan agenda agenda reformasi belum sepenuhnya terwujud baik
dalam penegakan hukum, hak asasi manusia, maupun pemberantasan korupsi.
Peradilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu pemegang kekuasaan
kehakiman di Indonesia dibentuk tujuannya salah satu adalah untuk
menciptakan pemerintahan yang bersih , berwibawa dan bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, serta untuk mengontrol tindakan sewenang- wenang
yang dilakukan oleh Pemerintah dengan dalih kepentingan umum bagi rakyat.
Dengan demikian Peradilan Tata Usaha Negara haruslah mampu
mewujudkan tuntutan agar hukum mampu berinteraksi serta mengakomodir
kebutuhan dan perkembangan dibuat untuk membangun masyarakat (social
engineering).2 Agar sesuai dengan tujuan pembentukan hukum itu sendiri.
Artinya Peradilan Tata Usaha Negara mampu membuat dan membentuk
karakter masyarakat yang mampu melawan adanya kewenang- wenangan
pemerintah khususnya tindakan- tindakan yang berupa pembuatan keputusan
dengan dalih kepentingan umum, yang mengabaikan rasa keadilan dan
kesataraan kedudukan dimata hukum sebagaimana amanah UUD 1945
2. Rumusan Masalah
1. Pemeriksaan Persiapan
2. Prosedur Dismissal
3. Pemeriksaan Acara Singkat
4. Pemeriksaan Acara Biasa
5. Pemeriksaan Acara Cepat
3. Tujuan
1. Agar kita dapat mengetahui tentang pemeriksaan dan prosedur sengketa
PTUN
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang diberi kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau Badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(vide: Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara). Keputusan tata usaha Negara yang menjadi pangkal
sengketa di PTUN menurut ketentuan Pasal 1 angka (4) UU Nomor 9 Tahun
2004 adalah berupa :
1) Penetapan tertulis yang dikeluarkan pejabat/atau badan tata usaha;
2) berupa tindakan tata usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
3) bersifat kongkrit
4) individual dan
5) final artinya mempunyai akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata
Selain yang bersifat positif sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka (9)
diatas, juga termasuk menjadi obyek sengketa di PTUN adalah keputusan
yang bersifat negative sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 5
Tahun 1986, khususnya ayat (3) dirubah dengan UU Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan
2. Pemeriksaan Persiapan
Pengertian dan Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara
3
melengkapi gugatan yang kurang jelas. Dalam pemeriksaan persiapan
sebagaimana dimaksud tersebut, hakim wajib :
4
Penerapan Pemeriksaan Persiapan Dalam Peradilan Tata Usaha Negara
3. Prosedur Dismissal
Proses dismissal ternyata tidak ditemukan dalam UU Peratun yang mana
dalam ketentuan Pasal 62 UU Peratun disebutkan sebagai “rapat
permusyawaratan”. Terminologi proses dismissal muncul dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang Nommor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut SEMA 2 tahun 1991) pada
Romawi II, yang menyebutkan “prosedur dismissal”. Selain itu, dalam
perkembangannya dalam praktik di Pengadilan dan literatur terdapat variasi
penyebutan diantaranya disebut dengan proses dismissal, dismissal process,
dismissal prosedur atau dismissel process. Pada dasarnya dalam menentukan
bahwa Ketua Pengadilan diberi kewenangan dalam menetapkan suatu
1
Pratiwi, P. R. S., & Landra, P. T. C. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN
DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA.
5
gugatan tidak diterima ataupun tidak berdasar, pada poin a-e Pasal 2 PERMA
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi
Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif. Penetapan tersebut
berisi pertimbangan hukum Ketua Pengadilan terhadap suatu gugatan
Penggugat yang dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, yang
berdampak gugatan tersebut tidak dapat diteruskan dalam pemeriksaan di
persidangan. Selain itu, menurut SEMA 2 Tahun 1991 dan Buku II mengenai
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara,
dalam teknis pelaksanaannya Ketua Pengadilan dapat menunjuk seorang
Hakim sebagai Raportir. Selanjutnya atas penetapan yang dibuat oleh Ketua
Pengadilan, kedua belah pihak yakni Penggugat dan Tergugat dipanggil
dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan untuk hadir mendengarkan
penetapan dismissal. Berdasarkan pemanggilan tersebut, penetapan tidak
lolos dismissal gugatan yang dibuat oleh Ketua Pengadilan dibacakan kepada
kedua belah pihal melalui persidangan di pengadilan. Terhadap penetapan
Ketua Pengadilan tersebut dapat diajukan perlawanan denfan tenggang waktu
14 (empat belas) hari setelah diucapkan dan diperiksa Pengadilan melalui
acara singkat. Jika suatu gugatan dunyatakan lolos dismissal, maka
selanjutnya Ketua Pengadilan meneruskan gugatan tersebut untuk diperiksa
dalam persidangan. Dalam rangka pemeriksaan di persidangan, Ketua
Pengadilan menetapkan penunjukkan susunan Majelis Hakim, yang
selanjutnya diberikan wewenang Pasal 63 UU Peratun untuk melaksanakan
agenda pemeriksaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 63 UU Peratun.
pemeriksaan persiapan dilakukan dalam rangka melengkapi gugatan
Penggugat yang kurang jelas dan dilaksanakan secara tertutup. Dalam hal ini
hanya Penggugat, Majelis Hakim dan juga Tergugat diminta kehadirannya
dengan tujuan untuk meminta data atau penjelasan dalam rangka
penyempurnaan gugatan Penggugat. Dalam kondisi tertentu Majelis Hakim
dapat meminta keterangan kepada siapa saja, selain Badan/Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersangkutan untuk mendapatkan data-data atau
informasi yang diperlukan untuk mematangkan gugatan. Ketentuan tersebut
6
sangat penting, karena pemeriksaan persiapan merupakan kekhususan dalam
rangka mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang penggugat dalam
mendapatkan informasi atau data yang diperlukan dari Badan atau Pejabat
TUN. Selain itu pemeriksaan persiapan diadakan mengingat penggugat di
Pengadilan Tata Usaha Negara pada umumnya adalah masyarakat yang
mempunyai kedudukan lemah bila dibandingkan dengan tergugat sebagai
Pejabat Tata Usaha Negara. Ketentuan UU Peratun tidak mensyaratkan
pelaksanaan pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan siding, bahkan
dapat pula dilakukan di daam ruang kerja Hakim dan tanpa menggunakan
toga. Saran perbaikan dalam pemeriksaan persiapan diantaranya surat kuasa
Penggugat, pemeriksaan Kartu Advokat, Berita Acara Sumpah Advokat (jika
dikuasakan kepada kuasa), gugatan berdasarkan Pasal 56 UU Peratun, yang
berisi ketetapan odentitas Tergugatm kejelasan objek sengketa, kewenangan
pengadilan, uraian kronologis gugatan dan tuntutan Penggugat. Dalam
pelaksanaan pemeriksaan persiapan, berdasarkan Pasal 63 ayat (2) UU
Peratun, diberikan waktu 30 (tiga puluh) hari, namun ketentuan tersbut tidak
berlaku secara mutlak, sepaanjang dipandang perlu dan terdapat alasan yang
kuat Hakim dapat memperpanjang waktu pemeriksaan persiapan. Lain hal
nya jika Penggugat sudah diberikan waktu yang cukup, namun tidak
melakukan perbaikan gugatan sebagaimana disarankan, Hakim dapat
menyatakan gugatan tidak dapat diterima2
4. Pemeriksaan Acara Singkat
Pemeriksaan dengan Acara Singkat sebenarnya pernah dikenal dalam
Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering (Rv), hukum acara perdata yang
berlaku di Raad van Justitie pada masa Hindia Belanda, namun tidak
diberlakukan setelah Indonesia merdeka. Tujuan dari pemeriksaan Acara
Singkat adalah prosedur penyelesaian sengketa di Pengadilan yang
perkaranya memiliki urgensi untuk segera diputus karena jika melebihi waktu
tertentu dapat menyebabkan putusannya menjadi tidak bermanfaat. Adapun
2
Riri, S. (2023). Eksistensi dalam Mengoptimalisasikan Pelaksanaan Proses Dismissal dan
Pemeriksaan Persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara: Prosedur Dismissal, PTUN, Gugatan.
Jurnal Penelitian Multidisiplin, 2(1), 124-127.
7
pemeriksaan Acara Singkat dipimpin oleh Hakim Tunggal, yang mana dalam
melakukan pemeriksaan terhadap para pihak dapat dilakukan secara lisan, dan
terhadap putusan yang diberikan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali upaya
hukum yaitu kasasi, namun putusan tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu
meski diajukan upaya hukum tersebut. Perlawanan terhadap putusan
pengadilan dengan acara singkat diajukan ke pengadilan yang memutus
dengan acara singkat, paling lambat tujuh hari setelah putusan verstek
diberitahukan kepada TergugatTerhadap putusan di tingkat pertama dengan
acara singkat tidak dapat diajukan permohonan banding dan hanya dapat
diajukan permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memutus
perkara dengan acara singkat dalam waktu 14 hari terhitung setelah putusan
diberitahukan, dan terhadap putusan kasasi tidak dapat diajukan upaya hukum
peninjauan kembali. Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata, pemeriksaan singkat telah diatur dalam Pasal 83 sampai dengan
Pasal 90. Perkara yang dapat diperiksa melalui Acara Singkat harus diajukan
secara khusus, serta memiliki materi yang meliputi:
a. pelaksanaan suatu putusan pengadilan atau suatu putusan instansi lain
yang mempunyai kekuatan eksekutorial;
b. kewajiban seorang notaris untuk membuat suatu akta yang menurut
keadaannya tidak dapat ditunda;
c. penyegelan barang atau pembukaan penyegelan barang; atau
d. perkara perdata lainnya yang menurut kepentingan para pihak
memerlukan tindakan sementara dengan segera, dan menyebabkan
putusan perkara tersebut tidak mempunyai manfaat bagi pihak yang
berperkara apabila diperiksa dengan acara biasa. Namun demikian, jika
Pengadilan berpendapat perkara yang demikian tidak memiliki urgensi
untuk diperiksa dengan Acara Singkat, maka pengajuan pemeriksaan
dengan Acara Singkat dapat ditolak dan akan diperiksa melalui Acara
Biasa3
3
Afriana, A. (2015). Penerapan Acara Singkat dan Acara Cepat dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata di Pengadilan: Suatu Tinjauan Politik Hukum Acara
Perdata. ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata, 1(1), 31-43.
8
Adapun Tata cara pemeriksaan acara dingkat sebagai berikut :
9
dilengkapi dengan pertimbangan pertimbangan bahwa gugatan yang
diajukan ditanyakan tidak diterima atau tidak berdasar sebagaimana
dimaksud pada ketentuan pasal 62 undang – undang No. 5 Tahun
1986 tentang peradilan tata usaha negara ( PTUN )
3. Jika suatu gugatan lolos dismissial maka ketua PTUN akan
menetapkan majelis hakim untuk memeriksanya. Namun, Apabila
gugatan tersebut tidak lolos (di – dismissial ), pegugat yang keberatan
dengan penetapan dismissial dapat mengajukan upaya perlawanan
yang akan diperiksa oleh majelis hakim dengan acara singkat
4. Pada acara biasa ketua PTUN akan menunjuk Majelis hakim yang
jumlahnya ganjil biasanya tiga orang
5. Suatu tahapan yang harus dilakukan oleh Majelis hakim sebelum
pemeriksaan pokok sengketa dimulai , pemeriksaan ini dilakukan
untuk memperbaiki dan melengkapi gugatan penggugat, dalam waktu
30 hari, gugatan peggugat harus sudah sempurna untuk dilakukan
persidangan terbuka untuk umum
6. Tahapaan persidangan dimulai dengan pembacaan isi gugatan oleh
majelis hakim, setelah itu, Tergugat dapat menyampaikan jawabannya
kemudian penggugat dapat mengajukan replik, dan tergugat sudah
mengajukan duplik terhadap replik.
7. Pembuktian ( Tiap pihak mengajukan surat, ahli dan saksi )
8. Kesimpulan dari para pihak
9. Pembacaan Putusan
10
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil
dengan patut sanksimya adalah:
11
dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim. Perubahan yang
diperkenankan di sini adalah: Perubahan gugatan hanya dalam arti
menambah alasan yang menjadi dasar gugatan sampai dengan
tingkat replik
b. Penggugat tidak boleh menambah tuntutannya (petitum) yang akan
merugikan tergugat dalam pembelaannya
c. Yang diperkenankan adalah perubahan yang bersifat mengurangi
tuntutan semula.
12
membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan
oleh putusan pengadilan.
2. Masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN yang sedang beijalan
karena permintaan salah satu pihak (penggugat atau tergugat) dengan
maksud agar pihak ketiga-itu selama proses bergabung dengan
dirinya untuk memperkuat posisi hukumnya dalam sengketa TUN
tersebut.
3. Masuknya pihak ketiga ke dalam sengketa TUN yang sedang beijalan
atau prakarsa Hakim yang memeriksa sengketa TUN tersebut.
13
Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap
waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang
kewenangan absolut Pengadilan apabila hakim mengetahui hal itu, hakim
karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang
mengadili sengketa yang bersangkutan. Eksepsi tentang kewenangan
relatif Pengadilan diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok
sengketa, dan eksepsi tersebut haras diputus sebelum pokok sengketa
diperiksa. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan
hanya dapat diputus bersama dengan pokok sengketa
14
yang bersangkutan dapat membuat atau menyuruh membuat salinan atau
petikan segala surat pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri setelah
memperoleh izin Ketua Pengadilan yang bersangkutan
15
4. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal,
Bisanya pemeriksaan ini berlaku pada para pelanggar lalu lintas,
5. Tenggang waktu persidangan untuk terhadap jawaban dan pembuktian
bagi kedua belah pihak tidak melebihi 14 Hari
6. Setelah seluruh proses dilakukan, Hakim mengakhiri persidangan
dengan pembacaan putusan
Terhadap putusan hakim dapat diajukan upaya hukum oleh pihak yang
berkeberatan, Hukum acara atas pemeriksaan upaya hukum ( banding dan
kasasi ) adalah sama dengan hukum acara pemeriksaan upaya hukum pada
acara biasa
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari 3 pemeriksaan di atas ada perbedaan diantaranya sebagai berikut:
ACARA BIASA
1. Diawali dengan pemerikasaan persiapan dengan majelis hakim 3 orang
2. Tahap Penanganan Sengketa ; a. Prosedur dismissal, b. Pemeriksaan
Persiapan, c, Pemeriksaan disidang pengadilan
3. Bentuk Akhir : Putusan ( Vonis )
ACARA CEPAT
1. Dilakukan karena kepentingan mendesak dengan hakim tunggal
2. Dalam permohonan dikabulkan, pemeriksaan acara cepat dilakukan tanpa
melalui prosedur pemeriksaan persiapan
3. Bentuk akhir ; Putusan ( Vonis )
ACARA SINGKAT
1. Dilakukan terhadap perlawanan
2. Penundaan pelaksanaan TUN ( 21 ), tidak untuk memyelesaikan pokok
sengket
3. Bentuk akhir : penetapan
Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas masih banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Kami akan memperbaiki makalah ini dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat di pertanggung jawabkan maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan diatas.
17
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, P. R. S., & Landra, P. T. C. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
PERSIAPAN DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA.
Afriana, A. (2015). Penerapan Acara Singkat dan Acara Cepat dalam
Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan: Suatu Tinjauan Politik Hukum
Acara Perdata. ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata
Riri, S. (2023). Eksistensi dalam Mengoptimalisasikan Pelaksanaan Proses
Dismissal dan Pemeriksaan Persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara:
Prosedur Dismissal, PTUN, Gugatan. Jurnal Penelitian Multidisiplin
SARI, E., SH, M., & ISKANDAR, H. (2015). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
18