Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“ PEMERIKSAAN SENGKETA DALAM PERADILAN TATA USAHA


NEGARA ”
Mata Kuliah : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Dosen Pengampuh :
Dwi Dasa Suryantoro, S.H., M.H

Disusun Oleh :

Nama : Muzemmil
Prodi : Hukum Keluarga Islam
Emai : Ajamuzemmil4@gmail.com
NIM : 2020.123.00.03.0623

Prodi Hukum Keluarga Islam ( HKI )


Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Huda (STAINH)
Peleyan Kapongan Situbondo
Tahun 2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Pemeriksaan Sengketa Dalam Peradilan Tata Usaha Negara dengan sebaik-
baiknya, meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat beserta salam
kami curahkan kepada Rasulullah S.A.W.
Dalam menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang
terbaik. Tetapi kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah kami yang akan datang.

Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih


kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah
memberikan dorongan, semangat dan masukan.

Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar belakang ...........................................................................................1


B. Rumusan masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara.................................................. 2


B. Pemeriksaan Persiapan.............................................................................. 3
C. Prosedur Dismissal.................................................................................... 5
D. Pemeriksaan Acara Singkat....................................................................... 7
E. Pemeriksaan Acara Biasa.......................................................................... 9
F. Pemeriksaan Acara Cepat..........................................................................15

BAB III PENUTUP ............................................................................................17

A. Kesimpulan ...............................................................................................18
B. Saran .........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu lingkungan Peradilan
di bawah Mahkamah Agung yang menyelesaiakan sengketa antara seorang
atau badan hukum Perdata akibat dikeluarkannya keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara. Objek gugatan dalam Peradilan Tata Usaha
Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dalam Peradilan Tata Usaha
Negara dimulai dengan didaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara pada tempat Tergugat berkedudukan. Dalam Proses Pemeriksaan
dalam Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan dalam dua proses pemeriksaan
yaitu sebelum pemeriksaan pokok perkara yang mencakup rapat
permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan serta pemeriksaan pokok
perkara
Dalam Pemeriksaan Persiapan tersebut hakim dapat melakukan
musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruang sidang,
bahkan dapat pula dilakukan di ruang kerja hakim tanpa memakai toga
Peradilan Tata Usaha Negara yang sudah ada di Indonesia sejak tahun
1991, ternyata belum mampu menjalankan fungsi control bagi pemerintah.
Pemerintah waktu itu masih sewenang-wenang dan PTUN Nampak seolah tak
bermanakna sama sekali, terbukti akhirnya Pemerintah harus di jatuhkan oleh
gerakan reformasi mahasiswa karena kuatnya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Reformasi di Indonesia sekarang ini, ternyata masih banyak
tuntutan-tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Dalam bentuk lisan pendapat dinyatakan dengan demontrasi-
demonstrasi , sedangkan secara tertulis dilakukan dengan pendapat-pendapat
yang dilakukan baik melalui media cetak, elektronik dan bahkan media sosial.
Dengan masih banyaknya tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat

1
membuktikan agenda agenda reformasi belum sepenuhnya terwujud baik
dalam penegakan hukum, hak asasi manusia, maupun pemberantasan korupsi.
Peradilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu pemegang kekuasaan
kehakiman di Indonesia dibentuk tujuannya salah satu adalah untuk
menciptakan pemerintahan yang bersih , berwibawa dan bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, serta untuk mengontrol tindakan sewenang- wenang
yang dilakukan oleh Pemerintah dengan dalih kepentingan umum bagi rakyat.
Dengan demikian Peradilan Tata Usaha Negara haruslah mampu
mewujudkan tuntutan agar hukum mampu berinteraksi serta mengakomodir
kebutuhan dan perkembangan dibuat untuk membangun masyarakat (social
engineering).2 Agar sesuai dengan tujuan pembentukan hukum itu sendiri.
Artinya Peradilan Tata Usaha Negara mampu membuat dan membentuk
karakter masyarakat yang mampu melawan adanya kewenang- wenangan
pemerintah khususnya tindakan- tindakan yang berupa pembuatan keputusan
dengan dalih kepentingan umum, yang mengabaikan rasa keadilan dan
kesataraan kedudukan dimata hukum sebagaimana amanah UUD 1945
2. Rumusan Masalah
1. Pemeriksaan Persiapan
2. Prosedur Dismissal
3. Pemeriksaan Acara Singkat
4. Pemeriksaan Acara Biasa
5. Pemeriksaan Acara Cepat
3. Tujuan
1. Agar kita dapat mengetahui tentang pemeriksaan dan prosedur sengketa
PTUN

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang diberi kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau Badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(vide: Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara). Keputusan tata usaha Negara yang menjadi pangkal
sengketa di PTUN menurut ketentuan Pasal 1 angka (4) UU Nomor 9 Tahun
2004 adalah berupa :
1) Penetapan tertulis yang dikeluarkan pejabat/atau badan tata usaha;
2) berupa tindakan tata usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
3) bersifat kongkrit
4) individual dan
5) final artinya mempunyai akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata
Selain yang bersifat positif sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka (9)
diatas, juga termasuk menjadi obyek sengketa di PTUN adalah keputusan
yang bersifat negative sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 5
Tahun 1986, khususnya ayat (3) dirubah dengan UU Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan
2. Pemeriksaan Persiapan
Pengertian dan Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara

Pemeriksaan Persiapan diatur dalam pasal 63 Undang-undang Nomor 5


Tahun 1986 yang menyatakan sebelum pemeriksaan pokok sengketa
dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk

3
melengkapi gugatan yang kurang jelas. Dalam pemeriksaan persiapan
sebagaimana dimaksud tersebut, hakim wajib :

1. Memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan


melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30
hari
2. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersangkutan
3. Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum
menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan
bahwa gugatan tidak dapat diterima - Terhadap putusannya tidak
dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Maksud disediakannya acara Pemeriksaan Persiapan adalah guna
mengimbangi dan mengatasi kesulitan Penggugat memperoleh informasi atau
data yang berada dalam kekuasaan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara. Hal ini
diperlukan mengingat kedudukan antara Penggugat dengan Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara berada pada posisi yang tidak seimbang. Dengan
disediakannya Acara Pemeriksaan persiapan diharapkan posisi tersebut akan
seimbang, yakni dengan cara memberikan kesempatan kepada Hakim untuk
meminta penjelasan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat,
bahkan Pejabat Tata Usaha Negara lainnya yang dipandang perlu ataupun
mendengar keterangan siapa saja yang dianggap perlu oleh Hakim, juga
mengumpulkan surat-surat yang dianggap perlu oleh Hakim. Segi positif
adanya Acara Pemeriksaan Persiapan ini akan menimbulkan keyakinan awal
bagi penggugat, bahwa setidak-tidaknya dari segi kewenangan absolut dan
kewenangan relative serta syarat-syarat gugatan diyakini telah terpenuhi,
sehingga gugatan tidak perlu diragukan dan dikhawatirkan kemungkinan
dieksepsi oleh tergugat
Meskipun demikian Majelis Hakim masih diberikan kewenangan untuk
menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) baik
seluruhnya maupun sebagian, kendati gugatan telah lolos dari dismissal
proses

4
Penerapan Pemeriksaan Persiapan Dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Sebelum dilakukan pemeriksaan persiapan, surat gugatan yang masuk


akan dilakukan penelitian administratif oleh panitera, wakil panitera atau
panitera muda pengganti untuk mengetahui dipenuhinya syarat-syarat dari
surat gugatan tersebut yaitu dilihat dari segi formalnya saja. Kepada Hakim
diberi kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan persiapan sebelum
memeriksa pokok sengketa. Wewenang hakim ini untuk mengimbangi dan
mengatasi kesulitan seseorang sebagai Penggugat dalam mendapatkan
informasi atau data yang diperlukan dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara,
mengingat Penggugat dan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara kedudukannya
tidak sama.4 Dalam melakukan pemeriksaan setempat tidak perlu
dilaksanakan oleh Majelis Hakim yang lengkap, cukup oleh seorang Hakim
Anggota yang khusus ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan setempat
yang dituangkan dalam bentuk penetapan1

3. Prosedur Dismissal
Proses dismissal ternyata tidak ditemukan dalam UU Peratun yang mana
dalam ketentuan Pasal 62 UU Peratun disebutkan sebagai “rapat
permusyawaratan”. Terminologi proses dismissal muncul dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang Nommor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut SEMA 2 tahun 1991) pada
Romawi II, yang menyebutkan “prosedur dismissal”. Selain itu, dalam
perkembangannya dalam praktik di Pengadilan dan literatur terdapat variasi
penyebutan diantaranya disebut dengan proses dismissal, dismissal process,
dismissal prosedur atau dismissel process. Pada dasarnya dalam menentukan
bahwa Ketua Pengadilan diberi kewenangan dalam menetapkan suatu
1
Pratiwi, P. R. S., & Landra, P. T. C. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN
DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA.

5
gugatan tidak diterima ataupun tidak berdasar, pada poin a-e Pasal 2 PERMA
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi
Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif. Penetapan tersebut
berisi pertimbangan hukum Ketua Pengadilan terhadap suatu gugatan
Penggugat yang dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, yang
berdampak gugatan tersebut tidak dapat diteruskan dalam pemeriksaan di
persidangan. Selain itu, menurut SEMA 2 Tahun 1991 dan Buku II mengenai
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara,
dalam teknis pelaksanaannya Ketua Pengadilan dapat menunjuk seorang
Hakim sebagai Raportir. Selanjutnya atas penetapan yang dibuat oleh Ketua
Pengadilan, kedua belah pihak yakni Penggugat dan Tergugat dipanggil
dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan untuk hadir mendengarkan
penetapan dismissal. Berdasarkan pemanggilan tersebut, penetapan tidak
lolos dismissal gugatan yang dibuat oleh Ketua Pengadilan dibacakan kepada
kedua belah pihal melalui persidangan di pengadilan. Terhadap penetapan
Ketua Pengadilan tersebut dapat diajukan perlawanan denfan tenggang waktu
14 (empat belas) hari setelah diucapkan dan diperiksa Pengadilan melalui
acara singkat. Jika suatu gugatan dunyatakan lolos dismissal, maka
selanjutnya Ketua Pengadilan meneruskan gugatan tersebut untuk diperiksa
dalam persidangan. Dalam rangka pemeriksaan di persidangan, Ketua
Pengadilan menetapkan penunjukkan susunan Majelis Hakim, yang
selanjutnya diberikan wewenang Pasal 63 UU Peratun untuk melaksanakan
agenda pemeriksaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 63 UU Peratun.
pemeriksaan persiapan dilakukan dalam rangka melengkapi gugatan
Penggugat yang kurang jelas dan dilaksanakan secara tertutup. Dalam hal ini
hanya Penggugat, Majelis Hakim dan juga Tergugat diminta kehadirannya
dengan tujuan untuk meminta data atau penjelasan dalam rangka
penyempurnaan gugatan Penggugat. Dalam kondisi tertentu Majelis Hakim
dapat meminta keterangan kepada siapa saja, selain Badan/Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersangkutan untuk mendapatkan data-data atau
informasi yang diperlukan untuk mematangkan gugatan. Ketentuan tersebut

6
sangat penting, karena pemeriksaan persiapan merupakan kekhususan dalam
rangka mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang penggugat dalam
mendapatkan informasi atau data yang diperlukan dari Badan atau Pejabat
TUN. Selain itu pemeriksaan persiapan diadakan mengingat penggugat di
Pengadilan Tata Usaha Negara pada umumnya adalah masyarakat yang
mempunyai kedudukan lemah bila dibandingkan dengan tergugat sebagai
Pejabat Tata Usaha Negara. Ketentuan UU Peratun tidak mensyaratkan
pelaksanaan pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan siding, bahkan
dapat pula dilakukan di daam ruang kerja Hakim dan tanpa menggunakan
toga. Saran perbaikan dalam pemeriksaan persiapan diantaranya surat kuasa
Penggugat, pemeriksaan Kartu Advokat, Berita Acara Sumpah Advokat (jika
dikuasakan kepada kuasa), gugatan berdasarkan Pasal 56 UU Peratun, yang
berisi ketetapan odentitas Tergugatm kejelasan objek sengketa, kewenangan
pengadilan, uraian kronologis gugatan dan tuntutan Penggugat. Dalam
pelaksanaan pemeriksaan persiapan, berdasarkan Pasal 63 ayat (2) UU
Peratun, diberikan waktu 30 (tiga puluh) hari, namun ketentuan tersbut tidak
berlaku secara mutlak, sepaanjang dipandang perlu dan terdapat alasan yang
kuat Hakim dapat memperpanjang waktu pemeriksaan persiapan. Lain hal
nya jika Penggugat sudah diberikan waktu yang cukup, namun tidak
melakukan perbaikan gugatan sebagaimana disarankan, Hakim dapat
menyatakan gugatan tidak dapat diterima2
4. Pemeriksaan Acara Singkat
Pemeriksaan dengan Acara Singkat sebenarnya pernah dikenal dalam
Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering (Rv), hukum acara perdata yang
berlaku di Raad van Justitie pada masa Hindia Belanda, namun tidak
diberlakukan setelah Indonesia merdeka. Tujuan dari pemeriksaan Acara
Singkat adalah prosedur penyelesaian sengketa di Pengadilan yang
perkaranya memiliki urgensi untuk segera diputus karena jika melebihi waktu
tertentu dapat menyebabkan putusannya menjadi tidak bermanfaat. Adapun
2
Riri, S. (2023). Eksistensi dalam Mengoptimalisasikan Pelaksanaan Proses Dismissal dan
Pemeriksaan Persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara: Prosedur Dismissal, PTUN, Gugatan.
Jurnal Penelitian Multidisiplin, 2(1), 124-127.

7
pemeriksaan Acara Singkat dipimpin oleh Hakim Tunggal, yang mana dalam
melakukan pemeriksaan terhadap para pihak dapat dilakukan secara lisan, dan
terhadap putusan yang diberikan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali upaya
hukum yaitu kasasi, namun putusan tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu
meski diajukan upaya hukum tersebut. Perlawanan terhadap putusan
pengadilan dengan acara singkat diajukan ke pengadilan yang memutus
dengan acara singkat, paling lambat tujuh hari setelah putusan verstek
diberitahukan kepada TergugatTerhadap putusan di tingkat pertama dengan
acara singkat tidak dapat diajukan permohonan banding dan hanya dapat
diajukan permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memutus
perkara dengan acara singkat dalam waktu 14 hari terhitung setelah putusan
diberitahukan, dan terhadap putusan kasasi tidak dapat diajukan upaya hukum
peninjauan kembali. Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata, pemeriksaan singkat telah diatur dalam Pasal 83 sampai dengan
Pasal 90. Perkara yang dapat diperiksa melalui Acara Singkat harus diajukan
secara khusus, serta memiliki materi yang meliputi:
a. pelaksanaan suatu putusan pengadilan atau suatu putusan instansi lain
yang mempunyai kekuatan eksekutorial;
b. kewajiban seorang notaris untuk membuat suatu akta yang menurut
keadaannya tidak dapat ditunda;
c. penyegelan barang atau pembukaan penyegelan barang; atau
d. perkara perdata lainnya yang menurut kepentingan para pihak
memerlukan tindakan sementara dengan segera, dan menyebabkan
putusan perkara tersebut tidak mempunyai manfaat bagi pihak yang
berperkara apabila diperiksa dengan acara biasa. Namun demikian, jika
Pengadilan berpendapat perkara yang demikian tidak memiliki urgensi
untuk diperiksa dengan Acara Singkat, maka pengajuan pemeriksaan
dengan Acara Singkat dapat ditolak dan akan diperiksa melalui Acara
Biasa3
3
Afriana, A. (2015). Penerapan Acara Singkat dan Acara Cepat dalam Penyelesaian
Sengketa Perdata di Pengadilan: Suatu Tinjauan Politik Hukum Acara
Perdata. ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata, 1(1), 31-43.

8
Adapun Tata cara pemeriksaan acara dingkat sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dilaksanakan oleh mejelis hakim dalam sidang yang


tertutup untuk umum kecuali pembacaan putusannya, dimana para
pihak dalam pemeriksaan acara singkat adalah sama dengan para pihak
dalam gugatan awal, Hanya penyebutannya saja yang berubah, dahulu
penggugat sekarang menjadi pahlawan , sementara dahulu tergugat
sekarang menjadi terelawan.
2. Tenggang waktu mengajukan perlawanan adalah 14 hari sejak
penetapan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk
umum olrh PTUN, atau apabila para pihak tidak hadir dalam
persidangan tersebut, maka tenggang waktu dihitung sejak
pemberitahuan penetapan kepada para pihak secara sah
3. Pemeriksaan dengan cara singkat cukup sebatas dalil dalil perlawanan
atas penetapan dismissal, tidak sampai memeriksa materi gugatannya
4. Pemeriksaan Acara Biasa
Pemeriksaan acara biasa diatur dalam pasal 152 hingga 182 kitab undang
undang Hukum Acara Pidana ( KUHP , dalam pemeriksaaan tersebut
biasanya untuk menanganai perkara kejahatan yang membutuhkan bukti yang
kompleks, Menurut indroharto pemeriksaan dengan acara biasa adalah proses
pemeriksaan normal yang seharusnya dilalui oleh setiap gugatan yang
diajukan ( Proses yang tidak diterapkan secara khusus).
Alur pemeriksaan di peradilan tata usaha negara dengan acara biasa
antara lain :
1. Gugatan diajukan melalui kepeneteraan pengadilan, Kepaniteraan
pengadilan lalu menyerahkan berkas kepada ketua peradilan tata usaha
negara untuk dilakukan proses dismissal
2. Pada proses dismissial, ketua peradilan tata usaha negara berwenang
memutuskan dengan suatu penetapan. Ketua peradilan tata usaha
negara berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang

9
dilengkapi dengan pertimbangan pertimbangan bahwa gugatan yang
diajukan ditanyakan tidak diterima atau tidak berdasar sebagaimana
dimaksud pada ketentuan pasal 62 undang – undang No. 5 Tahun
1986 tentang peradilan tata usaha negara ( PTUN )
3. Jika suatu gugatan lolos dismissial maka ketua PTUN akan
menetapkan majelis hakim untuk memeriksanya. Namun, Apabila
gugatan tersebut tidak lolos (di – dismissial ), pegugat yang keberatan
dengan penetapan dismissial dapat mengajukan upaya perlawanan
yang akan diperiksa oleh majelis hakim dengan acara singkat
4. Pada acara biasa ketua PTUN akan menunjuk Majelis hakim yang
jumlahnya ganjil biasanya tiga orang
5. Suatu tahapan yang harus dilakukan oleh Majelis hakim sebelum
pemeriksaan pokok sengketa dimulai , pemeriksaan ini dilakukan
untuk memperbaiki dan melengkapi gugatan penggugat, dalam waktu
30 hari, gugatan peggugat harus sudah sempurna untuk dilakukan
persidangan terbuka untuk umum
6. Tahapaan persidangan dimulai dengan pembacaan isi gugatan oleh
majelis hakim, setelah itu, Tergugat dapat menyampaikan jawabannya
kemudian penggugat dapat mengajukan replik, dan tergugat sudah
mengajukan duplik terhadap replik.
7. Pembuktian ( Tiap pihak mengajukan surat, ahli dan saksi )
8. Kesimpulan dari para pihak
9. Pembacaan Putusan

Terhadap putusan majelis hakim, pihak yang berkeberatan dapat


mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi tata usaha negara,
Apabila masih tidak puas pihak yang berkebaratan dapat mengajukan
upaya kasasi ke mahkamah agung

Ada juga aturan tentang ketidakhadiran para pihak dalam persidangan.


Jika penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari
pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan kedua tanpa

10
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil
dengan patut sanksimya adalah:

1. Gugatan dinyatakan gugur.

2. Penggugat harus membayar biaya perkara.

Namun, hal tersebut tidak menghilangkan hak penggugat untuk


memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang muka biaya
perkara. Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua
kali sidang berturut-turut dan atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun setiap kali telah dipanggil
dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta
atasan tergugat me-merintahkan tergugat hadir dan atau menanggapi
gugatan. Jika setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan dengan surat
tercatat penetapan tersebut di atas, tidak diterima berita baik dari atasan
tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan
hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut
acara biasa, tanpa hadirnya tergugat. Putusan terhadap pokok gugatan
dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi
pembuktiannya dilakukan secara tuntas. Dalam hal terdapat lebih dari
seorang tergugat dan seorang atau lebih di antara mereka atau kuasanya
tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, pemeriksaan sengketa itu dapat ditunda sampai
hari sidang yang ditentukan Hakim Ketua Sidang. Penundaan sidang itu
diberitahu-kan kepada pihak yang hadir, sedang terhadap pihak yang
tidakhadir oleh Hakim Ketua Sidang diperintahkan untuk dipanggil sekali
lagi. Apabila pada hari penundaan sidang tersebut tergugat atau kuasanya
masih ada yang tidak hadir, sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya.

a. Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya


hanya sampai dengan replik, asal disertai dengan alasan yang cukup
serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus

11
dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim. Perubahan yang
diperkenankan di sini adalah: Perubahan gugatan hanya dalam arti
menambah alasan yang menjadi dasar gugatan sampai dengan
tingkat replik
b. Penggugat tidak boleh menambah tuntutannya (petitum) yang akan
merugikan tergugat dalam pembelaannya
c. Yang diperkenankan adalah perubahan yang bersifat mengurangi
tuntutan semula.

Sebaliknya, tergugat juga dapat mengubah alasan yang mendasari


jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup
serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut
dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim. Penggugat dapat sewaktu
waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban.
Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu,
pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan
hanya apabila disetujui tergugat. Lebih lanjut akan dijelaskan dalam
penjelasan dibab selanjutnya tentang eksepsi

Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan


dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan baik
atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas
prakarsaHakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan
bertindak sebagai:

a. pihak yang membela haknya, atau


b. peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa

Kemungkinan masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN tersebut


meliputi:

1. Masuknya pihak ketiga dalam sengketa yang sedang berjalan


dilakukan atas dasar kemauan sendiri ingin mempertahankan atau

12
membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan
oleh putusan pengadilan.
2. Masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN yang sedang beijalan
karena permintaan salah satu pihak (penggugat atau tergugat) dengan
maksud agar pihak ketiga-itu selama proses bergabung dengan
dirinya untuk memperkuat posisi hukumnya dalam sengketa TUN
tersebut.
3. Masuknya pihak ketiga ke dalam sengketa TUN yang sedang beijalan
atau prakarsa Hakim yang memeriksa sengketa TUN tersebut.

Permohonan untuk masuknya pihak ketiga tersebut, dapat dikabulkan


atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam
berita acara sidang. Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan
sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi hams
bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir
dalam pokok sengket.

Sehubungan dengan gugatan yang diajukan oleh penggugat dalam


hukum acara PTUN tidak dikenal adanya rekonvensi dengan alasan:

1. Negara memiliki "exorbitante rechten" (hak-hak istimewa), sedang


penggugat tidak
2. Negara memiliki "monopoli van het phijsike geweld" (paksaan
secara fisik), sedangkan penggugat tidak.
3. Perkara administrasi negara pada hakikatnya tidak menunda
kegiatan pelaksanaan administrasi negara yang tindakannya
dipersoalkan.
4. Tidak adanya sita jaminan dan pelaksanaan yang dapat dijalankan
terlebih dahulu, walaupun masih ada upaya Hukum lain

Sehingga dengan demikian, jawaban tergugat sifatnya hanya untuk


menanggapi dalil-dalil gugatan penggugat, tidak diperkenankan
melakukan rekonvensi.

13
Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap
waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang
kewenangan absolut Pengadilan apabila hakim mengetahui hal itu, hakim
karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang
mengadili sengketa yang bersangkutan. Eksepsi tentang kewenangan
relatif Pengadilan diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok
sengketa, dan eksepsi tersebut haras diputus sebelum pokok sengketa
diperiksa. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan
hanya dapat diputus bersama dengan pokok sengketa

Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan


surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak
ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan
jawabannya. Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua
belah pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan oleh mereka
masing-masing

Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak


di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang
bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan
oleh mereka dalam sengketa. Dalam hal ini ditampakkan peranan Hakim
Ketua Sidang dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara
yang sifatnya aktif dan menentukan serta memimpin jalannya persidangan
agar pemeriksaan tidak berlarut-larut. Hakim diberikan kewenangan yang
besar dalam proses pemeriksaan sengketa TUN mengingat sengketa
tersebut berkaitan erat dengan kepentingan umum yang tidak boleh terlalu
lama dihambat oleh adanya sengketa tersebut. Dengan izin Ketua
Pengadilan, penggugat, tergugat, dan penasihat hukum dapat mempelajari
berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang bersangkutan di
Kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya. Kesempatan para pihak
untuk mempelajari berkas perkara tersebut dapat dilakukan sebelum,
selama atau sesudah pemeriksaan dan pemutusan perkara. Para pihak

14
yang bersangkutan dapat membuat atau menyuruh membuat salinan atau
petikan segala surat pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri setelah
memperoleh izin Ketua Pengadilan yang bersangkutan

5. Pemeriksaan Acara Cepat


Pemeriksaan cepat dapat juga disebut tindak pidana ringan ( Tipiring )
sudah diatur dalam pasal 205 Sampai 210 KUHAP, Pada perkara yang satu
ini ini ancaman yang diterima tidak terlalu berat karena hanya mendapatkan
kurungan paling lama 3 ( Tiga ) bulan penjara dan denda paling banyak Rp.
7.500.
Pada dasarnya acara cepat adalah percepatan dari jalannya proses
pemeriksaan dan pemutusan pokok sengketa dengan cara mempersingkat
tenggang – tenggang dan menyederhanakan unsur – unsur yang terdapat
dalam acara biasa
Penggugat dapat mengajukan permohonan agar dilakukan pemeriksaan
denga acara cepat, dengan dasar adanya kepentingan penggugat yang sangat
mendesak atau adanya kegentingan yang memaksa

Alur pemeriksaan acara cepat, Antara lain :

1. Penggugat memohon kepada ketua PTUN dalam surat permohonan


( atau digabung dengan surat gugatan ) untuk melaksanakan
pemeriksaan acara cepat dengan alasan terdapat kepentingan penggugat
yang cukup mendesak atau adanya kegentingan yang memaksa
2. Dalam jangka waktu 14 hari setelah diterimanya permohonan tersebut,
Ketua PTUN harus mengeluarkan penetapan tentang dikabulkannya atau
tidaknya permohonan dengan cara cepat tersebut. Atas penetapan
tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum
3. Apabila permohonan tersebut dikabulkan, Ketua PTUN akan
menerbitkan penetapan yang berisi pengabulan permohonan
pemeriksaan dengan acara cepat. Namun jika permohonan tersebut tidak
dikabulkan, Pemeriksaan akan dilakukan dengan acara biasa

15
4. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal,
Bisanya pemeriksaan ini berlaku pada para pelanggar lalu lintas,
5. Tenggang waktu persidangan untuk terhadap jawaban dan pembuktian
bagi kedua belah pihak tidak melebihi 14 Hari
6. Setelah seluruh proses dilakukan, Hakim mengakhiri persidangan
dengan pembacaan putusan
Terhadap putusan hakim dapat diajukan upaya hukum oleh pihak yang
berkeberatan, Hukum acara atas pemeriksaan upaya hukum ( banding dan
kasasi ) adalah sama dengan hukum acara pemeriksaan upaya hukum pada
acara biasa

16
BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Dari 3 pemeriksaan di atas ada perbedaan diantaranya sebagai berikut:
ACARA BIASA
1. Diawali dengan pemerikasaan persiapan dengan majelis hakim 3 orang
2. Tahap Penanganan Sengketa ; a. Prosedur dismissal, b. Pemeriksaan
Persiapan, c, Pemeriksaan disidang pengadilan
3. Bentuk Akhir : Putusan ( Vonis )
ACARA CEPAT
1. Dilakukan karena kepentingan mendesak dengan hakim tunggal
2. Dalam permohonan dikabulkan, pemeriksaan acara cepat dilakukan tanpa
melalui prosedur pemeriksaan persiapan
3. Bentuk akhir ; Putusan ( Vonis )
ACARA SINGKAT
1. Dilakukan terhadap perlawanan
2. Penundaan pelaksanaan TUN ( 21 ), tidak untuk memyelesaikan pokok
sengket
3. Bentuk akhir : penetapan
 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas masih banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Kami akan memperbaiki makalah ini dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat di pertanggung jawabkan maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan diatas.

17
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, P. R. S., & Landra, P. T. C. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
PERSIAPAN DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA.
Afriana, A. (2015). Penerapan Acara Singkat dan Acara Cepat dalam
Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan: Suatu Tinjauan Politik Hukum
Acara Perdata. ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata
Riri, S. (2023). Eksistensi dalam Mengoptimalisasikan Pelaksanaan Proses
Dismissal dan Pemeriksaan Persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara:
Prosedur Dismissal, PTUN, Gugatan. Jurnal Penelitian Multidisiplin
SARI, E., SH, M., & ISKANDAR, H. (2015). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

18

Anda mungkin juga menyukai