Anda di halaman 1dari 17

SUBJEK, OBJEK DAN KEWENANGAN PTUN SERTA ASAS HUKUM ACARA

PTUN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara PTUN

Dosen Pengampu : Bapak Faris Ahmad Jundhy, S.SY., M.H.

Disusun Oleh ;

Rihan Pratama 33030200030


Salsabila Putri W 33030210082
Ela Shakila 33030210083

Zidane Dzaki Aroe 33030210115

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SALATIGA

2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
NYA sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “SUBJEK, OBJEK
DAN KEWENANGAN PTUN SERTA ASAS HUKUM ACARA PTUN” ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada sang revolusioner Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang.

Dikesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Faris
Ahmad Jundhy, S.SY., M.H. yang telah memberi penugasan ini sehingga dapat memperluas
pengetahuan kami sesuai bidang studi yang tengah kita tekuni, serta rekan- rekan yang telah
berpartisipasi dan membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah yang ditulis
ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
nantikan.

Semoga apa yang akan kami sampaikan melalui tulisan kami dapat dipahami dan
menambah wawasan kita semua, aamiin.

Salatiga, 4 April 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................... 4
C. TUJUAN............................................................................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
A. Subjek Dan Obyek PTUN.............................................................................................................. 5
B. Asas Hukum Acara PTUN.......................................................................................................... 10
C. Kewenangan PTUN ..................................................................................................................... 13
BAB III ................................................................................................................................................. 15
PENUTUP............................................................................................................................................ 15
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 15
B. SARAN ............................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut pasal 4 UU Nomor9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor
5 Tahun 1986 tentang Perdilan Tata Usaha Negara, mengatakan “Peradilan Tata Usaha
Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
terhadap sengketa Tata Usaha Negara.” Gagasan awal dibalik berdirinya PTUN
adalah dalam rangka menegakkan negara hukum, dimana manusia dan masyarakat
yang ada di dalamnya berhak memiliki jaminan perlindungan hukum dan HAM.
Melalui mersamaan hak di mata hukum, masyarakat yang merasa dirugikan akibat
keputusan TUN dapat menggugat melalui sengketa dalam bidang TUN. Dengan begitu
terciptalah keadilan dalam per1samaan hak warga negara atau masyarakat.
Yang menjadi objek dalam hukum administrasi adalah kekuasaan pemerintah,
maka dengan adanya peradilan TUN dan fungsinya diharapkan dapat menjadi kontrol
yuridids terhadap tindakan dan keputusan pemerintah guna menghindari
penyalahgunaan wewenang. Lalu, subjek yang berperkara dalam sengketa-sengketa
TUN adalah seorang, masyarakat atau badan usaha yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh keputusan TUN, dengan badan atau pejabat TUN yang menjadi tergugat
dalam hal tersebut.
Keberadaan peadilan TUN adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman
yang bertugas memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN. Yang
berdasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik.

B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa saja yang menjadi subjek dan objek dari Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara?
B. Apa saja yang menjadi Asas-Asas Hukum Acara PTUN?
C. Apa saja Wewenang yang dimiliki dalam Hukum Acara PTUN?

C. TUJUAN
A. Mengetahui subjek dan objek yang menjadi pembahasan dalam HAPTUN.

B. Memahami aa saja asas dalam HAPTUN.

C. Memahami wewenang apa saja yang dimiliki HAPTUN.

1 Enrico Simanjutak, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Transformasi Dan Refleksi, Sinar Grafika, 2021,
hlm. 4-6.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subjek Dan Obyek PTUN


Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka (10) Undang – Undang No. 51 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
menyebutkan bahwa sengketa TUN merupakan sengketa yang timbul dalam bidang TUN yang
mana dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata dengan badan maupun pejabat TUN baik
di pusat maupun daerah, sebagai akibat yang dikeluarkannya Keputusan TUN termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku (Pasal 1
Angka (10) UU No. 51 Tahun 2009).

Sebelum membahas mengenai subjek dan obyek sengketa TUN, alangkah baiknya
perlu membahas terlebih dahulu siapa yang dapat menjadi subyek sengketa TUN dikarenakan
dalam UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN jo UU No. 9 Tahun 2004 jo UU No. 51 Tahun
2009 yang tidak mengenal prinsip action popularis,2 yaitu suatu prinsip yang memberikan hak
menggugat kepada setiap orang atau setiap penduduk.

Subjek sengketa TUN adalah orang atau badan hukum perdata dan Badan atau Pejabat
TUN, awalnya subjek sengketa TUN telah diatur dalam Pasal 1 Angka (2) Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 1986, akan tetapi kemudian dilakukan perubahan yaitu diatur dalam Pasal 1
Angka (8) Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –
Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang mana disebutkan bahwa “Badan atau Pejabat TUN adalah
badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.3

Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa tolak ukur subjek TUN adalah
individu maupun badan hukum perdata di satu pihak dan badan atau TUN di pihak lainnya.

2
Indroharto, Usaha Memahami Undang – Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1993), hal. 43.
3
Abdullah, Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca Amandemen, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), hal. 418.

5
Oleh karena itu, para pihak dalam sengketa TUN adalah individu maupun badan hukum perdata
dan badan atau pejabat TUN.4

Adapun yang dimaksud dengan Badan hukum perdata dalam Undang – Undang No. 5
Tahun 1986 adalah “badan atau perkumpulan atau organisasi atau korporasi dan sebagainya
yang didirikan menurut ketentuan hukum perdata yang merupakan badan hukum
(rechtsperson) murni dan tidak memiliki dual function. Badan hukum tersebut bisa diakui
dalam Peradilan TUN dan dapat menjadi subjek hukum dengan memenuhi syarat dalam
jurisprudensi AROB. Menurut jurisprudensi AROB untuk adanya suatu perkumpulan yang
dianggap sebagai badan hukum perdata maka diperlukan tiga macam syarat yaitu

a. Adanya lapisan anggota – anggota; hal tersebut dapat dilihat dari


pengadministrasian anggota – anggotanya
b. Merupakan suatu organisasi dengan suatu tujuan tertentu; sering diadakan rapat
anggota, diadakan pemilihan pengurus, adanya kerja sama antara para anggota
dengan tujuan fungsionalnya secara kontinyu
c. Ikut dalam pergaulan lalu lintas hukum; umpama rundingan – rundingan dengan
instansi pemerintah selalu sebagai suatu kesatuan, mengajukan gugatan atau
keberatan sebagai suatu kesatuan.

Apabila terdapat kasus suatu LSM menggugat pemerintah, maka kemudian Majelis
Hakim Peradilan TUN Jakarta dalam putusannya pada tanggal 12 Desember 1994 menyatakan
bahwa “sebuah organisasi lingkungan hidup, bisa mengajukan gugatan terhadap kasus yang
tidak bersifat pribadi atau kelompok. Organisasi lingkungan bisa mewakili kepentingan umum
terhadap rusaknya lingkungan”.

Sebagai Jabatan TUN yang memiliki kewenangan pemerintah, sehingga dapat menjadi
tergugat dalam sengeta TUN dapat dikelompokan:5

a. Instansi resmi pemerintahan yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala


Eksekutif;

4
Sri Wahyuni, “Kewenangan, Subjek dan Objek Sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)”, Journal of
Law, Vol. 2 No. 1 (2023), hal. 41.

5
A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Refika Aditama, 2005), hal. 5.

6
b. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan eksekutif
yang berdasrkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan;
c. Badan-badan hukum Privat yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan;
d. Instansi-instansi yang merupakan kerjasama antara pemerintahan dan pihak swasta
yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan;
e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan

Selanjutnya dalam Pasal 1 Point 12 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang
dimaksud dengan Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang
digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut,
dihubungkan dengan subjek PTUN, maka yang termasuk dalam subjek PTUN adalah sebagai
berikut:

1. Pihak Penggugat, yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara Pengadilan
Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukum, orang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan TUN
oleh Badan atau Pejabat TUN di pusat maupun di daerah, hal tersebut diatur dalam
Pasal 53 Ayat (1) jo Pasal 1 angka (4) Undang – Undang No. 5 Tahun 1986.
2. Tergugat, adalah Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang
kemudian diatur dalam Pasal 1 Angka (6) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986.
3. Pihak ketiga yang berkepentingan, hal tersebut kemudian diatur dalam ketentuan
Pasal 83 Undang – Undang No. 5 Tahun 1986 yang mana menyatakan bahwa :
“Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam
sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat
masuk dalam sengket TUN, dan bertindak sebagai pihak yan membela haknya, atau
peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.” (Ayat 1)
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dikabulkan atau ditolak
oleh pengadilan dengan putusan yang diantumkan dalam berita acara.” (Ayat 2)
“Permohonan banding terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam

7
ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama – sama dengan
permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.” ( Ayat 3)

Kemudian dalam Pasal 118 Ayat (1) menyatakan bahwa “Apabila pihak ketiga yang
belum pernah ikut serta atau diikut serta selama waktu pemeriksaan sengketa yang
bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap
pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada pengadilan yang mengadili sengketa tersebut
pada tingkat pertama”.6

Pasal – pasal tersebut di atas mengatur kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum
perdata ikut serta dalam pemerikssaan perkara yang sedang berjalan.

Objek sengketa TUN adalah suatu Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
TUN. Keputusan TUN merupakan sebuah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat TUN yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, hal tersebut tertuang
dalam Pasal 1 Ayat (9).

Unsur – unsur pengertian istilah KTUN sebagai objek sengketa TUN menurut UU No.
5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 jo UU No. 51 Tahun 2009 yaitu sebagai berikut :

a. Penetapan tertulis, terutama menunjukkan pada isi, bukan bentuk keputusan yang
dikeluarkan. Persyaratan ini untuk memudahkan dalam pembuktian. Jadi nota atau
memo dapat disamakan dengan penetapan tertulis dengan syarat: 1) Badan atau
Pejabat TUN mana yang mengeluarkannya; 2) Maksud serta mengenai hal apa isi
tulisan tersebut; 3) Kepada siapa tulisan tersebut ditujukan dan apa yang ditetapkan
di dalamnya;
b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN;
c. Berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. Bersifat kongkrit, individual, dan final;
e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Selain ketentuan Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua UU
Peradilan TUN, perlu juga dipahami bahwa KTUN tidak hanya tertulis, namun sikap diamnya

6
Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Yogyakarta: Reviva Cendekia, 2014), hal. 23 – 24.

8
badan atau pejabat TUN juga bisa dijadikan objek dalam sengketa TUN, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986.

Terdapat beberapa Keputusan TUN yang tidak termasuk ke dalam pengertian


Keputusan menurut Undang – Undang No. 5 Tahun 1986 Jo UU No 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUN yaitu yang disebut pada Pasal 2;7

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;


b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikuluarkan berdasrkan ketentuan Kitab
Undang undang Hukum pidana dan Kitab undang undang Hukum acara Pidana atau
peraturan perundang-undangan lain yang bersifat perdata;
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di Pusat maupun di daerah mengenai
hasil pemilihan umum.

Demikian juga yang ditentukan dalam pasal 49 UU No 1986 Pengadilan TUN tidak
berwenang memeriksa dan memutuskan Keputusan – Keputusan TUN yang dikeluarkan:

a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar
biasa yang membahayakan, berdarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasrkan peraturan
perundangan yang berlaku.

Lebih lanjut Pasal 53 ayat (1) dan (2) UU N0. 9/2004 menjadi dasar dilakukannya
pengujian terhadap objek sengketa tersebut (toetsingsgronden) serta dapat menjadi dasar hakim
untuk menilai suatu keputusan TUN yang digugat ke PTUN, apakah keputusan TUN tersebut
memang mengandung unsur melawan hukum atau tidak, yang untuk kemudian hakim akan
memutuskan apakah keputusan TUN tersebut akan dibatalkan atau tidak. Selain itu, pada ayat
(2) juga diuraikan alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan suatu gugatan ke
PTUN, alasan-alasan tersebut meliputi: “Keputusan TUN yang digugat bertentangan dengan

7
Elidar Sari, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Lhokseumawe: CV. Biena Edukasi, 2014), hal. 24.

9
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Keputusan TUN yang digugat bertentangan
dengan asas-asas pemerintahan yang baik.8

Berdasarkan pasal tersebut, PTUN berperan dalam mengontrol badan atau pejabat-
pejabat TUN dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai upaya mewujudkan
pemerintahan yang baik yang berlandaskan prinsip-prinsip Asas-asas Umum Pemerintahan
yang Baik (AAUPB). Dalam UU No. 30/2014, asas-asas tersebut meliputi: “ Kepastian hukum,
Kemanfaatan merupakan manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara
Ketidakberpihakan, Kecermatan, Tidak menyalahgunakan kewenangan, Keterbukaan,
Kepentingan umum dan Pelayanan yang baik.9

B. Asas Hukum Acara PTUN


Hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai
persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara perdata
(Penjelasan Umum angka (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara), meskipun proses pemeriksaan di Peradilan Tata Usaha Negara memiliki
kekhususan jika dibandingkan dengan pemeriksaan di Peradilan Umum untuk perkara perdata.
Kekhususan hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara menurut Hadjon10, terletak pada asas-
asas yang melandasinya yaitu:
1) Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechmatigheid praesumptio iustae
cause).
Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu
harus dianggap rechmatiq (benar) sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini,
gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang digugat
(Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang PTUN).11
2) Asas Pembuktian Bebas.

8
Sarinah Kusnadi, “Analisis dan Evaluasi terhadap Putusan PTUN Bandung Perkara No.
92/G/2001/PTUN Bandung tentang Sengketa Kepegawaian”, Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 8 No. 3 (2006),
hal. 313.

9
Akbar, “Peran Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik”, Indonesian Journal
of International Law (IJIL), Vol. 1 No. 16 (1986), hal. 17.
10D I Pengadilan and Tata Usaha, “Asas-Asas Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara” (2004).
11 Kewenangan Pemerintah, “Immanuel Kant Dan Friedrich Julius Stahl Menyebutnya Dengan Istilah” (n.d.): 33–
53.

10
Hakim yang menetapkan beban pembuktian, sistem pembuktian
mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang terbatas. Menurut Pasal
107 UU Nomor 51 Tahun 2009 (UU Peradilan TUN) hakim dapat menentukan
apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, beserta penilaian pembuktian,
tetapi Pasal 100 menentukan secara limitatif mengenai alat-alat bukti yang
digunakan.
3) Asas Keaktifan Hakim
Asas Keaktifan Hakim Maksudnya adalah untuk menyeimbangkan
kedudukan para pihak dalam sengketa yaitu Tergugat (Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara) dan Penggugat (Orang atau Badan Hukum Perdata); Hakim
berperan lebih aktif dalam proses persidangan, guna mencari kebenaran
materiil. Keaktifan hakim dapat ditemukan antara lain dalam ketentuan Pasal
63 ayat (2) butir a dan b, Pasal 80, Pasal 85, Pasal 103 ayat (1), Pasal 107 UU
Nomor 51 Tahun 2009 (UU Peradilan TUN). Asas hakim aktif bermakna bahwa
hakim tidak hanya menunggu dan terikat pada dalil-dalil yang disampaikan para
pihak yang bersengketa. Asas ini didasarkan pada dua hal, yaitu untuk
mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak seimbang dan hakim dibebani
tugas untuk mencari kebenaran materiil.12
Perlu dipahami bahwa tergugat dalam sengketa tata usaha negara adalah
pemerintah/administrasi yang dilekati dengan kekuasaan/kewenangan
publik, exorbinate rechten atau hak istimewa serta monopoli van het physieke
gewel atau monopoli paksaan fisik. Sedangkan penggugat adalah perorangan
atau badan hukum perdata yang tidak memiliki kekuasaan/keistimewaan seperti
tergugat.
Dengan demikian, untuk mengimbanginya, jika penggugat mengalami
kesulitan untuk mendapatkan data yang diperlukan seputar keputusan tata usaha
negara (“KTUN”), maka hakim dapat memerintahkan penjelasan kepada badan
atau pejabat yang bersangkutan.13
4) Asas Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)

12Ibid.
13Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi Dan Peradilan Administrasi, Cet. 1. (Yogyakarta: FH UII Press.,
2009).

11
Sengketa tata usaha negara adalah sengketa hukum publik. Dengan
demikian putusan pengadilan tata usaha negara berlaku bagi siapa saja, tidak
hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa.14
5) Asas Gugatan
Pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan KTUN yang
dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat
sebagaimana terdapat pada pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a.
6) Asas Pengadilan Sebagai Upaya terakhir Untuk Mendapatkan Keadilan
Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), sengketa
administrasi sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi
(musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal
48 UU PTUN).
7) Asas Pemeriksaan dari Segi Rechtmatig, bukan Doelmatig
Pemeriksaan yang dilakukan oleh PTUN hanya terbatas pada
segi rechtmatigheid atau dari segi yuridis KTUN yang disengketakan. Hakim
dilarang menguji dari segi kebijaksanaan atau doelmatigheid meskipun hakim
tidak sependapat dengan keputusan yang dikeluarkan oleh badan/pejabat yang
bersangkutan.
Hakim PTUN hanya boleh menguji apakah suatu keputusan bertentangan atau
tidak dengan hukum. Artinya, hakim hanya menilai keputusan dari segi sah atau
tidaknya, bukan dari layak atau tidaknya suatu keputusan yang dikeluarkan oleh
badan/pejabat pemerintah.15
8) Asas Objektivitas
Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda
sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai
dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan
salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang di
sebutkan di atas, atau hakim atau panitera tersebut mempunyai kepentingan

14Ibid.
15SF Marbun, Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administratif Di Indonesia. (Yogyakarta: FH UII Press,
2003).

12
langsung dan tidak langsung dengan sengketanya, sebagaimana penjelasan
pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN.

C. Kewenangan PTUN
Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki seorang
pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian kewenangan juga
menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan menurut kaedah-kaedah
formal, jadi kewenangan merupakan kekuasaan formal yang dimiliki oleh pejabat atau
institusi.16

Tugas dan wewenang PTUN dan dasar hukumnya termaktub dalam Undang-Undang.
Secara umum tidak jauh berbeda dengan pengadilan tingkat 1 pada sengketa atau perkara selain
tata usaha milik negara. Artinya, pada tingkat pertama ini PTUN bertugas menerima,
memeriksa, hingga mengambil keputusan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi pada tata
usaha milik negara di tingkat kota/kabupaten.

Ketentuan yang mengatur tugas dan kewajiban PTUN sebagai lembaga pengadilan
tingkat pertama adalah UU nomor 51 Tahun 2009 yang membahas tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Sesuai dengan tugas tersebut, berarti PTUN dapat menjalankan fungsi
pengadilan, administrative, pengelolaan barang, pengawasan internal, menyampaikan laporan
hasil evaluasi dan pembinaan.

Wewenang PTUN meliputi tugas dan kompetensi yang berhubungan dengan tata usaha
negara. Berikut adalah beberapa kewenangan PTUN:

1. Wewenang PTUN untuk menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa


tata usaha negara adalah untuk menangani perselisihan yang terkait dengan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan kebijakan negara.
Cara kerjanya adalah dengan menerima gugatan dari pihak yang merasa dirugikan,
melakukan pemeriksaan terhadap fakta dan bukti yang disampaikan, dan kemudian
memberikan putusan yang membawa penyelesaian atas sengketa tersebut.
2. Wewenang PTUN dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa yang tidak
tuntas di wilayahnya bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan yang belum selesai di
tingkat pertama. Jika sengketa tersebut masih memerlukan penyelesaian lebih lanjut,

16 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2013. Hal 99

13
maka PTUN akan mengirimkannya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)
di tingkat kota atau kabupaten.
3. PTUN memiliki wewenang khusus untuk membahas masalah pajak dan menyelesaikan
sengketa pajak di pengadilan khusus yang hanya tersedia di ibukota negara. Dalam hal
ini, PTUN akan memeriksa klaim atau perselisihan terkait dengan perpajakan dan
mengeluarkan keputusan berdasarkan hukum yang berlaku dalam bidang tersebut.
4. Wewenang PTUN untuk memeriksa dan mengambil keputusan tentang
penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian keuangan negara adalah
untuk menegakkan keadilan dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dalam
pengelolaan keuangan negara. PTUN akan melakukan pemeriksaan terhadap kasus-
kasus yang melibatkan dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut dan memberikan
keputusan yang sesuai.
5. PTUN memiliki wewenang untuk memeriksa dan mengambil keputusan tentang
kepemilikan hak atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah. Dalam hal ini, PTUN
akan menyelesaikan perselisihan terkait kepemilikan tanah berdasarkan hukum agraria
yang berlaku.
6. Wewenang PTUN untuk memeriksa dan mengambil keputusan tentang perkara gugatan
terhadap pejabat administrasi negara akibat penetapan tertulis yang merugikan
seseorang atau badan hukum perdata adalah untuk menegakkan keadilan dan
mengoreksi kesalahan birokrasi. PTUN akan meninjau dan menyelesaikan gugatan-
gugatan yang berkaitan dengan keputusan tertulis yang dianggap tidak adil atau
merugikan.
7. PTUN memiliki wewenang untuk mengadili perkara yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti sengketa terkait hutan,
air, dan tambang. Tujuannya adalah untuk menjamin pengelolaan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
8. Wewenang PTUN dalam menyidangkan perkara yang berkaitan dengan pelayanan
publik adalah untuk menyelesaikan masalah pengaduan terhadap pelayanan publik
yang dianggap tidak memuaskan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PTUN akan meninjau bukti, menerima pendapat dari kedua belah pihak, dan
mengeluarkan putusan yang mengikat.
9. PTUN memiliki wewenang dalam menyidangkan perkara yang terkait dengan
kepegawaian di instansi pemerintah, termasuk sengketa antara pegawai dan instansi

14
terkait. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan konflik secara adil dan mengedepankan
kepatuhan terhadap hukum ketenagakerjaan.
10. Wewenang PTUN dalam menyidangkan perkara yang berkaitan dengan perizinan dan
persetujuan pemerintah mencakup pengaduan terkait perizinan usaha, persetujuan
lingkungan, dan lainnya. PTUN akan mengevaluasi proses penerbitan perizinan serta
memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
11. PTUN memiliki wewenang untuk menyidangkan perkara yang berkaitan dengan
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dalam konteks tata usaha negara.
PTUN akan menilai kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia dalam
proses administrasi pemerintahan, dan memberikan keputusan yang melindungi hak-
hak tersebut.
Wewenang-wewenang di atas memberikan PTUN kewenangan yang cukup luas untuk
menyelesaikan berbagai sengketa yang terkait dengan tata usaha negara. Melalui proses
persidangan yang adil dan transparan, PTUN berperan dalam mewujudkan tegaknya hukum
dan keadilan dalam lingkup administrasi negara.

Dasar hukum PTUN berasal dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, yang diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 sebelum diamandemen pada 2009.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Subjek sengketa TUN ialah orang atau badan hukum perdata dan Badan atau
Pejabat TUN, awalnya subjek sengketa TUN telah diatur dalam Pasal 1 Angka (2) Undang
– Undang Nomor 5 Tahun 1986, akan tetapi kemudian dilakukan perubahan yaitu diatur
dalam Pasal 1 Angka (8) Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009 disebutkan bahwa
“Badan atau Pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan
Objek sengketa TUN adalah suatu Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
TUN. Keputusan TUN merupakan sebuah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat TUN yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan

15
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Terdapat beberapa asas dalam Hukum Acara PTUN, diantaranya : a. Asas praduga
rechtmatig, b. Asas Pembuktian Bebas, c. Asas Keaktifan Hakim, d. Asas Putusan
Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat, e. Asas Gugatan, f. Asas Pengadilan Sebagai
Upaya terakhir Untuk Mendapatkan Keadilan, g. Asas Pemeriksaan dari Segi Rechtmatig,
h. Asas Objektivitas.
Tugas dan wewenang PTUN tercantum dalam UU Nomor 51 tahun 2009 yang
membahas mengenai Peradilan Tata Usaha Negara, PTUN bertugas menerima, memeriksa,
hingga mengambil keputusan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi pada tata usaha milik
negara dan menjalankan fungsi pengadilan, administrative, pengelolaan barang, pengawasan
internal, menyampaikan laporan hasil evaluasi dan pembinaan.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini dapat kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada kritik dan saran yang ini disampaikan, bisa disampaikan kepada kami. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu masukan akan kami terima
sebagai upaya perbaikan.

16
DAFTAR PUSTAKA
A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Refika Aditama, 2005.
Indroharto, Usaha Memahami Undang – Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku
II, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.
Abdullah, Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca Amandemen,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Akbar, “Peran Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik”,
Indonesian Journal of International Law (IJIL), Vol. 1 No. 16, 1986.
D I Pengadilan and Tata Usaha, “Asas-Asas Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara” ,
2004.
Elidar Sari, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Lhokseumawe: CV. Biena Edukasi,
2014.
Kewenangan Pemerintah, “Immanuel Kant Dan Friedrich Julius Stahl Menyebutnya Dengan
Istilah” (n.d.)
Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi Dan Peradilan Administrasi, Cet. 1, Yogyakarta:
FH UII Press., 2009.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2013.
Sarinah, Kusnadi, “Analisis dan Evaluasi terhadap Putusan PTUN Bandung Perkara No.
92/G/2001/PTUN Bandung tentang Sengketa Kepegawaian”, Jurnal Sosiohumaniora,
Vol. 8 No. 3, 2006.

SF Marbun, Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administratif Di Indonesia,


Yogyakarta: FH UII Press, 2003.
Simanjutak Enrico, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Transformasi Dan Refleksi,
Sinar Grafika, 2021.
Wahyuni Sri, “Kewenangan, Subjek dan Objek Sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN)”, Journal of Law, Vol. 2 No. 1, 2023.

Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Reviva Cendekia, 2014.

17

Anda mungkin juga menyukai