Dosen Pengampu :
Tazkiah Asfia, SHI, M.H
Disusun Oleh :
Abid Chairullah
&
Muhammad Adri Tufail
Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan nikmat serta
rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam tetap tercurah limpahkan kepada Baginda alam, nabi besar Muhammad SAW, dan
juga para keluarga, para sahabat nya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umat
nya, Aamiin.
Mengingat kemampuan yang kami miliki masih sangat terbatas, kami menyadari di
dalam makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun materi. Oleh
karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan penulisan makalah ini. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini,
khususnya kepada dosen pengampu ibu tazkiah yang telah memberi tugas dan petunjuk kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kita semua.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Abstrak
Kriteria keputusan dalam tata usaha negara berperan penting dalam
menentukan apakah suatu tindakan atau kebijakan pemerintah sesuai dengan
hukum, etika, serta tujuan pembangunan negara. Sebagai negara hukum (rule
of law), Indonesia memiliki peraturan-peraturan yang mengatur tata usaha
negara, dan mencakup kriteria yang harus dipatuhi dalam pengambilan
keputusan.
Rumusan Masalah :
1. Apa yang dimaksud dengan objek dan subjek sengketa Tata Usaha
Negara (TUN).
2. Apa unsur-unsur yang meliputi Kriteria Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN).
Tujuan :
1. Memahami makna dari objek dan Subjek sengketa Tata Usaha Negara
(TUN).
2. Memahami unsur-unsur yangg terkandung dari Kriteria Keputusan Tata
Usaha Negara (KTUN).
Objek dan subjek Sengketa TUN
Objek sengketa Tata Usaha Negara (TUN) adalah Keputusan yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat TUN. Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkrit, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 ayat 9).
Adanya Objek Sengketa TUN merupakan syarat untuk timbulnya apa yang dinamakan dengan
sengketa tata usaha negara. Tidak semua KTUN dapat serta merta menjadi Objek Sengketa
TUN, sehingga perlu juga diketahui ciri ciri keputusan TUN yang dapat dijadikan Objek
Sengketa TUN, antara lain sebagai berikut:
1. Perbuatan hukum badan atau pejabat TUN itu merupakan perbuatan hukum dalam
bidang hukum publik. Bersifat sepihak.
2. Perbuatan hukum itu diperoleh berdasarkan wewenang yang sah.
3. Dengan maksud terjadinya perubahan hubungan hukum yang ada.
Namun demikian. selain dari karena adanya tindakan/perbuatan hukum badan atau pejabat
tata usaha negara dalam wujud/bentuk KTUN sebagaimana dijelaskan di atas, Objek Sengketa
TUN termasuk juga sesuatu sikap tertentu yang dapat disamakan dengan mengeluarkan suatu
penetapan/keputusan tertulis, yaitu:
1. Apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu
menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan TUN.
2. Jika suatu Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon,
sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang
undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat TUN tersebut dianggap
telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3. Dalam hal peraturan perundang undangan yang bersangkutan tidak menentukan
jangka waktu, maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya
permohonan, Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan dianggap telah
mengeluarkan keputusan penolakan1.
1.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan terakhir
kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Rozali Abdullah.2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Prof Dr. H. Marshaal NG,SH,MH, Dr. Hj. Sri Suatmiati,SH.,M.Hum, Dr. Angga Saputra, SH, M. 2002. Hukum Acara Tata Negara Indonesia.
Palembang: Tunas Gemilang Press.
Subjek Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pada umumnya dalam sengketa di
Pengadilan, selalu ada pihak-pihak yang berperkara begitu pula di bidang administrasi negara,
terdapat 2 (dua) subyek yang bersengketa yang lazimnya disebut sebagai:
1. Penggugat
2. dan Tergugat.
Mengenai siapa yang berhak menggugat atau pihak Penggugat dapat dilihat dalam
ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, yaitu Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, subyek
hukum tersebut dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang
tuntutannya berisi agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal
atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/ atau direhabilitasi. Penggugat
disini adalah orang atau Badan Hukum Perdata yang dirugikan atas dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara.
Mengenai Penggugat ini Indroharto menyatakan pendapatnya bahwa Penggugat adalah
Orang atau Badan Hukum Perdata yang dirugikan akibat dikeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara. Hal mana subyek hukum tersebut digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yakni
sebagai berikut:
1. Kelompok pertama adalah orang-orang atau Badan Hukum Perdata sebagai alamat
yang dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Di sini orang atau badan hukum
perdata tersebut secara langsung terkena kepentingannya oleh keluarnya Keputusan
Tata Usaha Negara yang dialamatkan kepadanya tersebut karena itu jelas ia berhak
mengajukan gugatan.
2. Kelompok kedua adalah orang atau Badan Hukum Perdata yang dapat disebut sebagai
pihak ketiga yang berkepentingan yang terdiri dari:
3. Kelompok ketiga adalah Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang lain, walaupun
demikian Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara tidak memberikan hak kepada
Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara.
Mengenai Tergugat dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yakni Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan dengan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. dapat diketahui bahwa yang dapat
menjadi Tergugat haruslah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan
pemerintahan dan mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara
yang menjadi obyek gugatan.
2
Ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian
Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad)
3
ndroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 166.
4
Ketentuan Pasal 1 angka 8 UU Peratun.
hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain.
Namun demikian, peraturan dimaksud adalah peraturan yang terkait dengan hukum publik.
Maksudnya adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum. Peraturan tersebut
sebagai acuan perbuatan hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk umum atau peraturan perundang-undangan yang merupakan ketentuan-
ketentuan yang bersifat hukum publik. Mengutip Mahkamah Agung , maksud dari uraian di
atas adalah keputusan tata usaha negara dan/atau tindakan yang bersumber dari kewenangan
terikat atau kewenangan bebas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
o Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata
usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata
o KTUN yang menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah
suatu penetapan tertulis yang menimbulkan suatu akibat hukum karena tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah dan memberikan kerugian atau potensi kerugian terhadap
pihak masyarakat
o KTUN merupakan objek perkara sengketa dalam peradilan tata usaha negara 4 . KTUN
harus memenuhi kualifikasi tertentu, yaitu bersifat konkret, individual, dan final 4 .
KTUN dapat mencakup tindakan faktual dan keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata
Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara
o Perluasan makna KTUN pada Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan memberikan perluasan obyek sengketa tata usaha negara
KTUN yang menjadi objek sengketa di PTUN adalah suatu penetapan tertulis yang
menimbulkan suatu akibat hukum karena tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan
memberikan kerugian atau potensi kerugian terhadap pihak masyarakat. KTUN harus
memenuhi kualifikasi tertentu, yaitu bersifat konkret, individual, dan final. Perluasan
makna KTUN pada Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan memberikan perluasan obyek sengketa tata usaha negara.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan terakhir kali
diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Rozali Abdullah.2005. Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Prof Dr. H. Marshaal NG,SH,MH, Dr. Hj. Sri Suatmiati,SH.,M.Hum, Dr. Angga Saputra, SH,
M. 2002. Hukum Acara Tata Negara Indonesia. Palembang: Tunas Gemilang Press.
Ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman
Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan
Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad)
Ndroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 166.
Ketentuan Pasal 1 angka 8 UU Peratun.