Oleh :
Kelompok 6
KELAS G1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya, yang berjudul “Peradilan tata usaha negara”.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan
pengetahuan kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Sehubungan dengan
hal ini, kritik dan saran dari Bapak dosen pengampu yang bersifat membangun tentu kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa
Meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
..................................................................................................................................................
........... 2
DAFTAR ISI
..................................................................................................................................................
............................ 3
BAB I
..................................................................................................................................................
.......................................... 4
PENDAHULUAN
..................................................................................................................................................
.................. 4
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................................................................................ 4
B. Rumusan
Masalah.....................................................................................................................................
................. 5
C. Tujuan
..................................................................................................................................................
............................. 6
BAB II
..................................................................................................................................................
........................................ 7
PEMBAHASAN
..................................................................................................................................................
..................... 7
3.1 Kesimpulan
..................................................................................................................................................
......... 17
3.2
Saran.........................................................................................................................................
................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................................................................................
...... 18
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ketetapan atau keputusan Tata Usaha Negara merupakan keputusan istimewa yang dibuat
untuk menyelesaikan hal-hal yang konkret. Berbeda dengan peraturan yang bersifat
perundangan, ketetapan atau KTUN bersifat individual di mana objek yang dikenai adalah
tertentu dan disebutkan secara tegas. Ketetapan/KTUN untuk dapat berlaku, ia harus
mempunyai kekuatan hukum. Dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditentukan
oleh peraturan dasarnya Ketetapan/KTUN akan menjadi Ketetapan yang sah sehingga
dengan sendirinya mempunyai kekuatan hukum. Ketetapan/KTU yang tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pembentukannya akan menjadi Ketetapan/KTUN
yang tuna atau cacat sehingga menjadi keputusan yang tidak sah.
Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara Indonesia merupakan suatu
kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat secara
maksimal. Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan kesejahteraan
bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat dicapai dengan
melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dalam melaksanakan
pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur
pemerintah memainkan peranan yang sangat besar. Konsekuensi negatif atas peran
pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti
korupsi, penyalahgunaan kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang,
pemborosan dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan
sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat
1.3.Tujuan
1.Mengetahui pengertian Keputusan Tata Usaha Negara.
2.Menjelaskan perkecualian yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha
Negara.
6.Mengetahui Apa tujuan dan fungsi didirikanya peradilan tata usaha negara?
7.Menjelaskan Bagaimana prosedur beracara di pengadilan tata usaha negara
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, sengketa Tata Usaha Negara itu selalu
merupakan akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu,
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah sangat penting untuk dipahami, karena
dengan memberikan pengertian yang lain tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan
Tata Usaha Negara, akan mempunyai akibat memberikan pengertian yang salah tentang
apa yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara.
Apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yang menentukan bahwa Keputusan
tata Usaha Negara adalah “ suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”
Jika diurai, apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, akan
ditemukan unsur-unsrunya sebagai berikut :
a.Penetapan tertulis;
Menurut Van Vollen Hoven dan Van der pot mengatakan bahwa ketetapan adalah suatu
perbuatan hukum yangbersifat sebelah pihak dalam lapangan pemerintah dilakukan olh
suatu badan pemerintah berdasarkan kekuasaan yang istimewa.
2.2 .Perkecualian Yang Tidak Termasuk Dalam Pengertian Keputusan Tata Usaha
Negara
e.Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
f.Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia.
g.Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Menurut Van Der Wel menyatakan bahwa keputusan tata usaha Negara terdiri dari:
3.Ketetapan Kilat (Eenmalig) dan Ketetapan yang Tetap atau Permanen (Blijvend)
Ketetapan Eenmalig adalah ketetapan yang hanya berlaku sekali atau ketetapan sepintas
lalu atau ketetapan yang bersifat kilat (Vluctige Beschikking). Sedangkan Ketetapan
Permanen adalah ketetapan yang memiliki masa berlaku yang lama
Menurut WF. Prins, ada 4 macam ketetapan kilat:
Adapun syarat-syarat dalam pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara agar menjadi sah
menurut hukum (Rechtsmatig) ini mencakup syarat materiil dan syarat formiil :
1.Syarat-syarat Materiil
a.Organ pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang
d.Ketetapan harus dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan
tujuan ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
2.Syarat-syarat Formil
Bedasarkan ketentuan pasal 5 ayat 1 No. 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa Kekuasaan
Kehakiman di lingkungan Peradilan TUN dilaksanakan oleh Pengadilan TUN dan
Pengadilan Tinggi TUN. Pengadilan TUN dibentuk dengan Keppres (pasal 9) dan
Pengadilan Tinggi TUN dibentuk dengan UU (Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1986).
Pelaksanaan dari dua ketentuan tersebut diundangkanlah UU No. 10 tahun 1990 tentang
pembentukan PT TUN Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang serta Keppres No. 52 Tahun
1990 tentang pembentukan Pengadilan TUN di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan
Ujung Pandang pada tanggal 30 Oktober 1990.
Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang dibentuk berdasarkan pasal 1 Keppres No.52
tahun 1990 dan pada awal berdirinya berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat 3 Keppres No. 52
tahun 1990 wilayah hukumnya meliputi seluruh Kab/Kotamadya di Propinsi Sumsel,
Jambi, Bengkulu dan Lampung. Setelah diterbitkan Keppres No. 22 tahun 1994 tentang
Pembentukan PTUN Bandar Lampung, Samarinda dan Denpasar dan Keppres No. 2 tahun
1997 tentang pembentukan PTUN Banda Aceh, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu,
Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogya, Mataram dan Dili, wilayah hukum PTUN Palembang
hanya meliputi seluruh Kabupaten/Kotamadya di Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
PTUN Palembang saat ini menempati gedung bekas Kanwil ditjen Pemasyarakatan yang
telah direnovasi sesuai DIP No. 080/XM/3/1989 tahun anggaran 1989/1990 yang
penggunaannya diresmikan oleh Menteri Kehakiman ISMAIL SALEH, SH pada tanggal
20 Desember 1990 dan efektif mulai beroprasi sejak diterbitkan PP No. 7 tahun 1991
tentang penerapan UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada tanggal
14 Januari 1991, dan yang menjabat selaku Ketua PTUN Palembang pertama kali adalah
Ny. JENNY C. RATULANGI, SH sedangkan Panitera/Sekertaris dijabat oleh
SJAIBATULHAM IBRAHIM, SH.
Demikian berdasarkan kilasan sejarah dibentuknya PTUN setelah hampir kurang lebih 43
Tahun melalui proses yang panjang sejak disusunnya UU No. 19 Tahun 1948 dibentuklah
Pengadilan Tata Usaha Negara palembang yang saat ini telah melayani kepentingan para
pencari keadilan (justiciabelen) selama hampir lebih kurang delapan belas (18) tahun.
2.6 Apa tujuan dan fungsi didirikanya peradilan tata usaha negara
a.Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik
Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi Umum;
bMelakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan Pegawai
Lainnya;
c.Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.
Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat
jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
Pembacaan JAWABAN (Pasal 74 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat
jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
R E P L I K (Pasal 75 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik,
asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal
tersebut harus saksaina oleh Hakim.
D U P L I K (Pasal 75 Ayat 2 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik,
asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal
tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.
PEMBUKTIAN (Pasal 100 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Yang dapat dijadikan Alat bukti dalam Persidangan adalah sebagai berikut :
1.surat atau tulisan;
2.keterangan ahli;
3.keterangan saksi;
4.pengakuan para pihak;
5.pengetahuan Hakim.
KESIMPULAN (Pasal 97 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan
untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
P U T U S A N (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pembacaan PUTUSAN (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
1.Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
2.Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan
Pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan
dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
3.Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Materi Muatan Putusan (Pasal 109 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
1.Kepala Putusan Yang Berbunyi : ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
2.Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman, atau Tempat Kedudukan Para
Pihak Yang Bersengketa;
3.Ringkasan Gugatan dan Jawaban Tergugat Yang Jelas;
4.Pertimbangan dan Penilaian Setiap Bukti Yang Diajukan dan Hal Yang Terjadi Dalam
Persidangan Selama Sengketa Itu Diperiksa;
5.Alasan Hukum Yang Menjadi Dasar Putusan;
6.Amar Putusan Tentang Sengketa Dan Biaya Perkara;
6.Hari, Tanggal Putusan, Nama Hakim Yang Memutus, Nama Panitera, Serta Keterangan
Tentang Hadir atau Tidak Hadirnya Para Pihak.
Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
1.Gugatan Ditolak;
2.Gugatan Dikabulkan;
3.Gugatan Tidak Diterima;
4.Gugatan Gugur.
TAHAPAN PENANGANAN PERKARA TUN KHUSUS
1.Permohonan penyalahgunaan wewenang (Penyelesaian Perkara 21 hari kerja sejak sidang
pertama)
2.Permohonan Fiktif Positif (penyelesaian perkara 21 hari kerja sejak mengajukan
permohonan)
3.Gugatan Keterbukaan Informasi Publik (Penyelesaian perkara 60 hari kerja sejak majelis
Hakim ditetapkan)
4.Gugatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum (Penyelesaian perkara 30 hari kerja
sejak diterimanya gugatan)
Penyalahgunaan Wewenang (Pasal 21 UU 30 tahun 2014)
Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan
mencampuradukkan Wewenang
Fiktif Positif (pasal 53 UU 30 Tahun 2014
Keputusan dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan
hukum. Keputusan yang dicabut tidak mempunyai kekuatan hukum dan Pejabat
Pemerintahan menetapkan Keputusan pencabutan
Keterbukaan Informasi Publik (UU 14 tahun 2018)
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung
nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat,
didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun
nonelektronik
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum ( UU 2 Tahun 2012)
Instansi adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan
Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.Pengadaan Tanah
adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan
adil kepada pihak yang berhak.Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria dan hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, sengketa Tata Usaha Negara itu selalu
merupakan akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu,
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah sangat penting untuk dipahami, karena
dengan memberikan pengertian yang lain tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan
Tata Usaha Negara, akan mempunyai akibat memberikan pengertian yang salah tentang
apa yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara. Juga terdapat perkecualian dari
Keputusan Tata Usaha Negara. Dari penjelasan atau uraian diatas dapat dilihat bahwa ada
banyak macam-macam Keptusan Tata Usaha Negara dan berikut tentang persyaratan nya.
3.2 Saran
Semoga kedepannya pemerintah tidak akan salah dalam memberikan pengertian tentang
Keputusan Tata Usaha Negara sehingga, tidak lagi berakibat pada sengketa Tata Usaha
Negara di Negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Muh. Zainul Arifin. 2018. “Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Bungin
Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan.” Jurnal Thengkyang 1(1): 1–21.
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Halaman 1-
21.
Muhammad Zainul Arifin. 2015. “Freeport Dan Kedaulatan Bangsa.” Media Sriwijaya: 8.
https://www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa.
Muhammad Zainul Arifin. 2019. “Konsep Dasar Otonomi Daerah Di Indonesia Pasca
Reformasi.” Researchgate 1(1): 1–5.
https://www.researchgate.net/publication/332550338_KONSEP_DASAR_OTONOMI_DA
ERAH_DI_INDONESIA_PASCA_REFORMASI.
Muhammad Zainul Arifin, Firman Muntaqo. 2018. “Penerapan Prinsip Detournement De
Pouvoir Terhadap Tindakan Pejabat BUMN Yang Mengakibatkan Kerugian Negara
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.” NURANI,
VOL. 18, NO. 2, DESEMBER 2018 18(2): 177–94.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070.
Muhammad Zainul Arifin, Meria Utama. 2019. “Understanding The Role Of Village
Development Agency In Decision Making.” Kader Bangsa Law Review 1(1): 68–79.
http://ojs.ukb.ac.id/index.php/kblr/article/view/25.
Muhammad Zainul Arifin SH. MH Irsan, SH. M.Hum. 2019. “KORUPSI PERIZINAN
DALAM PERJALANAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA.” 5(2): 887–96.
http://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf.
Yunial Laily Mutiari, M Zainul Arifin, Irsan, and Muhammad Syahri Ramadhan. 2018.
“PERAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DALAM MEMFASILITASI
KEGIATAN INVESTASI ASING LANGSUNG TERHADAP PERUSAHAAN DI
INDONESIA.” Nurani 18(2): 215–25.