Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara


Dosen Pengampu: Benito Ashie Kodiyat MS,S,H ,MH

Oleh :

Kelompok 6

- Muhammad Ardiansyah Harahap (2006200362)


- Muhammad Ma’ruf siddiq (2006200363)
- Sabina Tiffani (2006200364)
- Revan Dio Pratama Damanik (2006200365)
- Adha Renaldi Selian (2006200367)
- Fredi Kurniawan (2006200322)

KELAS G1

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya, yang berjudul “Peradilan tata usaha negara”.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan
pengetahuan kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Sehubungan dengan
hal ini, kritik dan saran dari Bapak dosen pengampu yang bersifat membangun tentu kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa
Meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Medan, 7 Desember 2021


3

DAFTAR ISI

PERADILAN TATA USAHA NEGARA


........................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR
..................................................................................................................................................
........... 2
DAFTAR ISI
..................................................................................................................................................
............................ 3
BAB I
..................................................................................................................................................
.......................................... 4

PENDAHULUAN
..................................................................................................................................................
.................. 4
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................................................................................ 4
B. Rumusan
Masalah.....................................................................................................................................
................. 5

C. Tujuan
..................................................................................................................................................
............................. 6
BAB II
..................................................................................................................................................
........................................ 7
PEMBAHASAN
..................................................................................................................................................
..................... 7

2.1 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara


............................................................................................ 7
2.2 Perkecualian Yg Tidak Termasuk Dalam Pengertian Keputusan Tata Usaha negara.. 8

2.3 Macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara


................................................................................... 9

2.4 Syarat-syarat Pembuatan Keputusan Tata Usaha


Negara......................................................... 10
2.5 Sejarah Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
.................................................................. 10
2.6 Apa Tujuan Dan Fungsi Didirikan-nya Peradilan Tata Usaha Negara
.............................. 13
2.7 Bagaimana Prosedur Beracara Dipengadilan Tata Usaha Negara
..................................... 15
BAB III
..................................................................................................................................................
.................................. 17

3.1 Kesimpulan
..................................................................................................................................................
......... 17
3.2
Saran.........................................................................................................................................
................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................................................................................
...... 18

BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ketetapan atau keputusan Tata Usaha Negara merupakan keputusan istimewa yang dibuat
untuk menyelesaikan hal-hal yang konkret. Berbeda dengan peraturan yang bersifat
perundangan, ketetapan atau KTUN bersifat individual di mana objek yang dikenai adalah
tertentu dan disebutkan secara tegas. Ketetapan/KTUN untuk dapat berlaku, ia harus
mempunyai kekuatan hukum. Dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditentukan
oleh peraturan dasarnya Ketetapan/KTUN akan menjadi Ketetapan yang sah sehingga
dengan sendirinya mempunyai kekuatan hukum. Ketetapan/KTU yang tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pembentukannya akan menjadi Ketetapan/KTUN
yang tuna atau cacat sehingga menjadi keputusan yang tidak sah.

Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara Indonesia merupakan suatu
kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat secara
maksimal. Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan kesejahteraan
bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat dicapai dengan
melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dalam melaksanakan
pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur
pemerintah memainkan peranan yang sangat besar. Konsekuensi negatif atas peran
pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti
korupsi, penyalahgunaan kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang,
pemborosan dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan
sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat

1.2. Rumusan Masalah

1.Apa pengertian Keputusan Tata Usaha Negara ?


2.Apa saja yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara ?

3.Apa saja macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara ?

4.Apa saja syarat-syarat pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara ?

5.Bagaimana sejaraha pembentukan peradilan tata usaha negara?


6.Apa tujuan dan fungsi didirikanya peradilan tata usaha negara?

7.Bagaimana prosedur beracara di pengadilan tata usaha negara

1.3.Tujuan
1.Mengetahui pengertian Keputusan Tata Usaha Negara.

2.Menjelaskan perkecualian yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha
Negara.

3.Mengetahui macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara.

4.Mengetahui syarat-syarat pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara.


5.Menjelaskan Bagaimana sejaraha pembentukan peradilan tata usaha negara?

6.Mengetahui Apa tujuan dan fungsi didirikanya peradilan tata usaha negara?
7.Menjelaskan Bagaimana prosedur beracara di pengadilan tata usaha negara
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 .Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, sengketa Tata Usaha Negara itu selalu
merupakan akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu,
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah sangat penting untuk dipahami, karena
dengan memberikan pengertian yang lain tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan
Tata Usaha Negara, akan mempunyai akibat memberikan pengertian yang salah tentang
apa yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara.

Apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yang menentukan bahwa Keputusan
tata Usaha Negara adalah “ suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Jika diurai, apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, akan
ditemukan unsur-unsrunya sebagai berikut :

a.Penetapan tertulis;

b.Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;


c.Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan;

d.Bersifat konkret, individual, dan final;

e.Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.


Pengertian ketetapan menurut R. Soegijatno Tjakranegara.SH., ketetapan ialah tindakan
hukum yang sepihak dalam bidang pemerintahan dilakukan oleh alat perlengkapan negara
berdasarkan kewenangan khusus.

Menurut Van Vollen Hoven dan Van der pot mengatakan bahwa ketetapan adalah suatu
perbuatan hukum yangbersifat sebelah pihak dalam lapangan pemerintah dilakukan olh
suatu badan pemerintah berdasarkan kekuasaan yang istimewa.

2.2 .Perkecualian Yang Tidak Termasuk Dalam Pengertian Keputusan Tata Usaha
Negara

Setelah diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, Pasal 2


menentukan bahwa tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah
sebagai berikut :

a.Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.


b.Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.

c.Keputusan Tata Usaha Negarayang masih memerlukan persetujuan.


d.Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
(KUHAP) atau Peraturan Perundang-Undangan lain yang bersifat hukum pidana.

e.Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
f.Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia.

g.Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.

2.3 Macam-Macam Keputusan Tata Usaha Negara

Menurut Van Der Wel menyatakan bahwa keputusan tata usaha Negara terdiri dari:

1.De Rechtsvastellende Beschikkingen


2.De Constitutieve Beschikkingen, yang terdiri atas:

– Belastande Beschikkingen (Keputusan yang memberi beban)


– Begunstigende Beschikkingen (Keputusan yang menguntungkan)

– Statusverleningen (Penetapan status)

3.De Afwijzende Beschikkingen (Keputusan Penolakan)


1.Ketetapan Positif dan Ketetapan Negatif
Ketetapan Positif merupakan ketetapan yang menimbulkan hak/ dan kewajiban bagi yang
dikenai ketetapan. Sedangkan Ketetapan Negatif merupakan ketetapan yang tidak
menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yng telah ada. Adapun ketetapan negatif
ini dapat berbentuk:

a.Pernyataan tidak berkuasa (Onbevoegd-Verklaring)


b.Pernyataan tidak diterima (Nietontvankelijk Verklaring)
c.Atau suatu penolakan (Afwijzing)

2.Ketetapan Deklaratoir atau Ketetapan Konstitutif

Ketetapan Deklaratoir merupakan ketetapan yang hanya menyatakan bahwa hukumnya


demikian (Rechtsvastellende Beschikking). Sedangkan ketetapan konstitutif adalah
ketetapan dalam membuat hukum (Rechtsheppend)

3.Ketetapan Kilat (Eenmalig) dan Ketetapan yang Tetap atau Permanen (Blijvend)

Ketetapan Eenmalig adalah ketetapan yang hanya berlaku sekali atau ketetapan sepintas
lalu atau ketetapan yang bersifat kilat (Vluctige Beschikking). Sedangkan Ketetapan
Permanen adalah ketetapan yang memiliki masa berlaku yang lama
Menurut WF. Prins, ada 4 macam ketetapan kilat:

1.Ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi (teks) ketetapan lama

2.Suatu ketetapan negatif

3.Penarikan atau pembatalan suatu ketetapan

4.Suatu pernyataan pelaksanaan (Uitvoerbaarverklaring)

2.4 Syarat-syarat pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara

Adapun syarat-syarat dalam pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara agar menjadi sah
menurut hukum (Rechtsmatig) ini mencakup syarat materiil dan syarat formiil :

1.Syarat-syarat Materiil
a.Organ pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang

b.Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak (Wilsverklaring), maka ketetapan tidak


boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis (Geen Jurisdische Gebreken In De
Wilsvorming)

c.Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu

d.Ketetapan harus dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan
tujuan ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

2.Syarat-syarat Formil

a.Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan


berhubung dengan cara yang dibuatnya ketetapan harus dipenuhi

2.5 .Sejaraha pembentukan peradilan tata usaha negara


Pengadilan TUN Palembang merupakan salah satu pilar negara hukum di Indonesia dalam
fungsinya melaksanakan kekuasaan kehakiman khususnya untuk menyelesaikan sengketa
yang terjadi dalam ranah adminitrasi negara/penyelenggara urusan pemerintahan di
wilayah hukum Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia keberadaan PTUN pada
umumnya dan PTUN Palembang khususnya merupakan amanat dari Undang-undang No
14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Ketentuan pasal 10 ayat 1 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi, selanjutnya pada ayat 2 ditegaskan bahwa badan Peradilan yang
berada dibawah Mahkamah Agung meliputi Badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan TUN.
Peradilan TUN sendiri menurut sejarahnya pertama kali dibentuk di Perancis kemudian
diikuti oleh Belanda, sedangkan di Indonesia pemikiran untuk membentuk Peradilan TUN
sudah dimulai sejak tahun 1948 melalui pasal 66 Undang-undang No. 19 Tahun 1948
tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman yang menyebutkan bahwa Jika
dengan Undang-undang atau berdasar atas Undang-undang tidak ditetapkan badan-badan
kehakiman lain untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara dalam soal tata usaha
pemerintahan, maka PT dalam tingkatan pertama dan MA dalam tingkatan kedua
memeriksan dan memutus perkara-perkara itu. Namun demikian oleh karena Menteri
Kehakiman pada saat itu belum sempat menetapkan saat berlakunya Undang-undang
tersebut berdasar pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun1948 sampai berlakunya
konstitusi RIS 27 Desember 1949, maka undang-undang ini tidak sempat diberlakukan.
Kemudian pada tahun 1960 berdasarkan TAP MPRS No. II/MPRS/1960 diamanatkan
supaya segera dibentuk Peradilan Administrasi Negara. Tindak lanjut dari amanat TAP
MPRS tersebut maka diterbitkan UU No 19 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengakomodir keberadaan Peradilan Tata Usaha
Negara yaitu melalui pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa Peradilan administrasi
merupakan salah satu bagian dalam lingkungan Peradilan di Indonesia. Salah satu upaya
mewujudkan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud ketentuan
pasal 7 tersebut, maka pada tanggal 16 Februari 1965. Menteri Kehakiman RI melalui surat
kep. No. J.58/12/17 membentuk Panja Penyusunan RUU Peradilan Administrasi yang
kemudian disahkan dalam sidang Pleno Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN)
pada tanggal 10 Januari 1966 akan tetapi draf final RUU tersebut tidak pernah disampaikan
oleh pemerintah kepada DPRGR.

Selanjutnya sebagai upaya mewujudkan terbentuknya Peradilan TUN di Indonesia maka


Presiden RI pada tanggal 13 Mei 1972 melalui surat No. R.07/PUN/V/1972 menyampaikan
RUU Peradilan Tun kepada DPR RI, akan tetapi pembahasan RUU tersebut tidak
terselesaikan. Sepuluh tahun kemudian tepatnya tanggal 31 Mei 1982. Pemerintahan yang
diwakili Menteri Kehakiman Ali Said, SH kembali menyampaikan RUU Peratun ke DPR,
namun oleh karena beberapa hal terkait materi RUU Peratun yang merupakan lembaga
baru dalam sistem hukum di Indonesia cukup kompleks, pembahasan RUU Peratun
tersebut tidak terselesaikan. Pada tanggal 16 April 1986 Presiden kembali menyampaikan
RUU Peratun Kepada DPR RI melalui surat No. R.04/PU/IV/1986 untuk mendapatkan
persetujuan dan akhirnya setelah dilakukan pembahasan di DPR, maka pada tanggal 29
Desember 1986 diUndangkanlah UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peratun.

Bedasarkan ketentuan pasal 5 ayat 1 No. 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa Kekuasaan
Kehakiman di lingkungan Peradilan TUN dilaksanakan oleh Pengadilan TUN dan
Pengadilan Tinggi TUN. Pengadilan TUN dibentuk dengan Keppres (pasal 9) dan
Pengadilan Tinggi TUN dibentuk dengan UU (Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1986).
Pelaksanaan dari dua ketentuan tersebut diundangkanlah UU No. 10 tahun 1990 tentang
pembentukan PT TUN Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang serta Keppres No. 52 Tahun
1990 tentang pembentukan Pengadilan TUN di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan
Ujung Pandang pada tanggal 30 Oktober 1990.

Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang dibentuk berdasarkan pasal 1 Keppres No.52
tahun 1990 dan pada awal berdirinya berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat 3 Keppres No. 52
tahun 1990 wilayah hukumnya meliputi seluruh Kab/Kotamadya di Propinsi Sumsel,
Jambi, Bengkulu dan Lampung. Setelah diterbitkan Keppres No. 22 tahun 1994 tentang
Pembentukan PTUN Bandar Lampung, Samarinda dan Denpasar dan Keppres No. 2 tahun
1997 tentang pembentukan PTUN Banda Aceh, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu,
Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogya, Mataram dan Dili, wilayah hukum PTUN Palembang
hanya meliputi seluruh Kabupaten/Kotamadya di Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
PTUN Palembang saat ini menempati gedung bekas Kanwil ditjen Pemasyarakatan yang
telah direnovasi sesuai DIP No. 080/XM/3/1989 tahun anggaran 1989/1990 yang
penggunaannya diresmikan oleh Menteri Kehakiman ISMAIL SALEH, SH pada tanggal
20 Desember 1990 dan efektif mulai beroprasi sejak diterbitkan PP No. 7 tahun 1991
tentang penerapan UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada tanggal
14 Januari 1991, dan yang menjabat selaku Ketua PTUN Palembang pertama kali adalah
Ny. JENNY C. RATULANGI, SH sedangkan Panitera/Sekertaris dijabat oleh
SJAIBATULHAM IBRAHIM, SH.
Demikian berdasarkan kilasan sejarah dibentuknya PTUN setelah hampir kurang lebih 43

Tahun melalui proses yang panjang sejak disusunnya UU No. 19 Tahun 1948 dibentuklah
Pengadilan Tata Usaha Negara palembang yang saat ini telah melayani kepentingan para
pencari keadilan (justiciabelen) selama hampir lebih kurang delapan belas (18) tahun.

2.6 Apa tujuan dan fungsi didirikanya peradilan tata usaha negara

a.Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara


(TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Dengan Berpedoman
Pada Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004
jo. Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 dan Ketentuan dan Ketenuan Peraturan
Perundang-undangan Lain yang Bersangkutan, Serta Petunjuk-Petunjuk Dari Mahkamah
Agung Republik Indonesia (Buku Simplemen Buku I, Buku II, SEMA, PERMA, dll);
b.Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang Berwenang;
c.Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta (PTUN Jakarta), Seiring Peningkatan Integritas Moral dan Karakter Sesuai Kode
Etik dan Tri Prasetya Hakim Indonesia, Guna Tercipta dan Dilahirkannya Putusan-Putusan
yang Dapat Dipertanggung jawabkan Menurut Hukum dan Keadilan, Serta Memenuhi
Harapan Para Pencari Keadilan (Justiciabelen);
d.Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Peradilan Guna
Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan,
Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai Tuntutan Undang-
Undang Dasar 1945;

e.Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi dan Tata Kerja


Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Sesuai Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5 Maret 1993 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN);
f.Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan Di Bidang Hukum dan
Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Agar Menjadi Hakim yang Profesional.

FUNGSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) :

a.Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik
Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun Administrasi Umum;
bMelakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim dan Pegawai
Lainnya;
c.Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.

2.7 Bagaimana prosedur beracara di pengadilan tata usaha negara


Perkara yang sudah didaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang oleh
Penggugat / Pemohon, maka selanjutnya tinggal menunggu panggilan sidang dari Panitera
Pengganti / Juru Sita Pengganti.
Pemanggilan oleh Panitera Pengganti / Juru Sita Pengganti kepada pihak Penggugat /
Pemohon dan Tergugat / Termohon dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum
sidang sudah sampai kepada yang bersangkutan, dan langsung disampaikan kealamat
Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon seperti yang tersebut dalam Surat Gugatan
/ Permohonan. Jika pada saat dipanggil para pihak tidak ditemukan di alamatnya,
maka Panggilan disampaikan melalui Kepala Desa / Lurah dimana para pihak bertempat
tinggal.
Selanjutnya, jika para pihak sudah dipanggil dan datang ke Pengadilan Tata Usaha Negara
Tanjung Pinang segera mendaftarkan diri di piket Meja Informasi yang tersedia untuk
menunggu antrian sidang.
TAHAPAN-TAHAPAN PENANGANAN PERKARA DI PERSIDANGAN :
Proses berpekara di Peradilan TUN pada intinya melalui tahap-tahap sebagai berikut :
Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan administrasi di Kepaniteraan
Dismissal Prosedur oleh Ketua PTUN (Pasal 62 UU No.5/1986)
Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63 UU No.5/1986)

Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat
jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
Pembacaan JAWABAN (Pasal 74 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat
jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
R E P L I K (Pasal 75 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik,
asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal
tersebut harus saksaina oleh Hakim.
D U P L I K (Pasal 75 Ayat 2 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)

Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik,
asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal
tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.
PEMBUKTIAN (Pasal 100 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Yang dapat dijadikan Alat bukti dalam Persidangan adalah sebagai berikut :
1.surat atau tulisan;
2.keterangan ahli;
3.keterangan saksi;
4.pengakuan para pihak;
5.pengetahuan Hakim.
KESIMPULAN (Pasal 97 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan
untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
P U T U S A N (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pembacaan PUTUSAN (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
1.Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
2.Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan
Pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan
dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
3.Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Materi Muatan Putusan (Pasal 109 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
1.Kepala Putusan Yang Berbunyi : ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
2.Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman, atau Tempat Kedudukan Para
Pihak Yang Bersengketa;
3.Ringkasan Gugatan dan Jawaban Tergugat Yang Jelas;
4.Pertimbangan dan Penilaian Setiap Bukti Yang Diajukan dan Hal Yang Terjadi Dalam
Persidangan Selama Sengketa Itu Diperiksa;
5.Alasan Hukum Yang Menjadi Dasar Putusan;
6.Amar Putusan Tentang Sengketa Dan Biaya Perkara;
6.Hari, Tanggal Putusan, Nama Hakim Yang Memutus, Nama Panitera, Serta Keterangan
Tentang Hadir atau Tidak Hadirnya Para Pihak.
Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
1.Gugatan Ditolak;

2.Gugatan Dikabulkan;
3.Gugatan Tidak Diterima;
4.Gugatan Gugur.
TAHAPAN PENANGANAN PERKARA TUN KHUSUS
1.Permohonan penyalahgunaan wewenang (Penyelesaian Perkara 21 hari kerja sejak sidang
pertama)
2.Permohonan Fiktif Positif (penyelesaian perkara 21 hari kerja sejak mengajukan
permohonan)
3.Gugatan Keterbukaan Informasi Publik (Penyelesaian perkara 60 hari kerja sejak majelis
Hakim ditetapkan)
4.Gugatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum (Penyelesaian perkara 30 hari kerja
sejak diterimanya gugatan)
Penyalahgunaan Wewenang (Pasal 21 UU 30 tahun 2014)
Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan
mencampuradukkan Wewenang
Fiktif Positif (pasal 53 UU 30 Tahun 2014
Keputusan dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan
hukum. Keputusan yang dicabut tidak mempunyai kekuatan hukum dan Pejabat
Pemerintahan menetapkan Keputusan pencabutan
Keterbukaan Informasi Publik (UU 14 tahun 2018)
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung
nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat,
didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun
nonelektronik
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum ( UU 2 Tahun 2012)
Instansi adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan
Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.Pengadaan Tanah
adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan
adil kepada pihak yang berhak.Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria dan hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, sengketa Tata Usaha Negara itu selalu
merupakan akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu,
pengertian tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah sangat penting untuk dipahami, karena
dengan memberikan pengertian yang lain tentang apa yang dimaksud dengan Keputusan
Tata Usaha Negara, akan mempunyai akibat memberikan pengertian yang salah tentang
apa yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara. Juga terdapat perkecualian dari
Keputusan Tata Usaha Negara. Dari penjelasan atau uraian diatas dapat dilihat bahwa ada
banyak macam-macam Keptusan Tata Usaha Negara dan berikut tentang persyaratan nya.
3.2 Saran
Semoga kedepannya pemerintah tidak akan salah dalam memberikan pengertian tentang
Keputusan Tata Usaha Negara sehingga, tidak lagi berakibat pada sengketa Tata Usaha
Negara di Negara Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA
Muh. Zainul Arifin. 2018. “Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Bungin
Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan.” Jurnal Thengkyang 1(1): 1–21.
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Halaman 1-
21.
Muhammad Zainul Arifin. 2015. “Freeport Dan Kedaulatan Bangsa.” Media Sriwijaya: 8.
https://www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa.
Muhammad Zainul Arifin. 2019. “Konsep Dasar Otonomi Daerah Di Indonesia Pasca
Reformasi.” Researchgate 1(1): 1–5.
https://www.researchgate.net/publication/332550338_KONSEP_DASAR_OTONOMI_DA
ERAH_DI_INDONESIA_PASCA_REFORMASI.
Muhammad Zainul Arifin, Firman Muntaqo. 2018. “Penerapan Prinsip Detournement De
Pouvoir Terhadap Tindakan Pejabat BUMN Yang Mengakibatkan Kerugian Negara
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.” NURANI,
VOL. 18, NO. 2, DESEMBER 2018 18(2): 177–94.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070.
Muhammad Zainul Arifin, Meria Utama. 2019. “Understanding The Role Of Village
Development Agency In Decision Making.” Kader Bangsa Law Review 1(1): 68–79.
http://ojs.ukb.ac.id/index.php/kblr/article/view/25.
Muhammad Zainul Arifin SH. MH Irsan, SH. M.Hum. 2019. “KORUPSI PERIZINAN
DALAM PERJALANAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA.” 5(2): 887–96.
http://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf.
Yunial Laily Mutiari, M Zainul Arifin, Irsan, and Muhammad Syahri Ramadhan. 2018.
“PERAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DALAM MEMFASILITASI
KEGIATAN INVESTASI ASING LANGSUNG TERHADAP PERUSAHAAN DI
INDONESIA.” Nurani 18(2): 215–25.

Anda mungkin juga menyukai