Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK

ASAS LEGALITAS

Oleh:

Anggota Kelompok 3
Agustina Rahayu 2008016168
Aisha Ramadhany Darsono 2008016151
Devita Nur Azhara 2008016184
Fernando Batista Alonso Ayub 2008016190
Lusy Ana 2008016196
Mario imanuel putra werdy 2008016163
Marni 2008016191
Muhammad Davin Firza Ananda 2008016178
Nadila Dinda Safira 2008016183
Novi 2008016200
Sarwatul Muslimin 2008016197
Tasya Miranda 2008016193
Zakiyatun Nafsiyah 2008016166

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang
berjudul “Asas Legalitas” tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun dari berbagai
sumber sebagai hasil dari diskusi kelompok kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselesaikannya Makalah ini,antara lain:
1. Agustina Wati, SH, MH sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum
Administrasi Negara yang telah membimbing kami.
2. Teman – teman kelompok 3 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya dalam menyelesaikan laporan ini ;
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun makalah ini sangat
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah hasil
diskusi kelompok kami ini.

Samarinda, 25 September 2021


Hormat Kami,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan .................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3


1. Pengertian Asas Legalitas ......................................................... 3
2. Sejarah Asas Legalitas.............................................................. 4
3. Hubungan Asas Legalitas dengan Hukum Administrasi Negara
dan Hukum Pidana ................................................................... 6
4. Peran Asas Legalitas dalam Hukum Administrasi Negara......... 11
5. Dasar Hukum Asas Legalitas .................................................... 16

BAB III PENUTUP .................................................................................... 18


A. Kesimpulan .............................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Asas legalitas mengandung makna yang luas. Asas ini selalu dijunjung
tinggi oleh setiap negara yang menyebut dirinya sebagai negara hukum.
Legalitas adalah asas pokok dalam negara hukum, selain asas perlindungan
kebebasan dan hak asasi manusia. Setiap pelaksanaan dari wewenang yang
telah didapatkan pihak terkait harus berlandaskan asas legalitas. Mulai dari
pemberian wewenang tersebut sampai pada tahap pelaksanaan wewenang.
Asas legalitas menjadi sangat penting dalam negara-negara hukum salah
satunya Indonesia. Karena Indonesia sendiri merupakan negara hukum, ini
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (3) yang
menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, secara
sederhana Asas Legalitas dapat dimaknai sebagai asas yang harus mempunyai
dasar hukum atas segala tindakan atau keputusan yang dijalankan. Artinya,
segala bentuk tindakan atau keputusan dari pemerintah tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Atribusi yang merupakan salah satu sumber dari kewenangan juga
memiliki asas legalitas. Yang mana atribusi sendiri merupakan pemberian
wewenang oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintah yang
tentunya memiliki dasar hukumnya. Dalam hukum administrasi negara asas
legalitas sendiri menuntut setiap pelaksana melakukan tindakan harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Apalagi Indonesia sendiri
merupakan salah satu negara hukum dengan hukum tertulis atau Civil Low.
Tentunya segala tindakan yang berkaitan dengan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Asas legalitas juga secara tegas disebut dalam Pasal 5 Undang-undang
nomor 30 tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyebutkan
bahwa penyelengaraanadministrasi pemerintahan berdasarkan (a) asas
legalitas; (b) asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan (c) asas
umum pemerintahan yang baik.
Oleh karena itu, setiap pelaksanaan dari hukum administrasi negara
yang dijalankan oleh administrasi pemerintah penting dilandaskan pada dasar-
dasar hukum. Hal ini dikarenakan sebagai bentuk dari penerapan Asas

1
Legalitas. Menggunakan dasar hukum dalam landasan melakukan tindakan
dan mengambil keputusan juga bentuk perlindungan diri atau pihak terkait
dalam hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asas legalitas?
2. Bagaimana sejarah asas legalitas?
3. Apa hubungan asas legalitas dengan hukum administrasi negara dan
hukum pidana?
4. Apa peranan asas legalitas dalam hukum administrasi negara?
5. Apa dasar hukum yang mengatur asas legalitas?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian asas legalitas.
2. Mengetahui sejarah asas legalitas.
3. Memahami hubungan asas legalitas dengan hukum administrasi negara
dan hukum pidana.
4. Mengetahui peran asas legalitas dalam hukum administrasi negara.
5. Mengethaui dasar hukum yang mengatur asas legalitas.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah kita dapat menambah wawasan
dan memahami tentang asas legalitas.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Asas Legalitas
Asas legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan
memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga
melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan
informasi yang boleh dan dilarang.
Asas ini selalu dijunjung tinggi oleh setiap negara yang menyebut dirinya sebagai
negara hukum. Legalitas adalah asas pokok dalam negara hukum, selain asas
perlindungan kebebasan dan hak asasi manusia.
Selama ini asas legalitas memang lebih dikenal dalam hukum pidana, yang ditarik
dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi,
“Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum kecuali berdasarkan ketentuan pidana
menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu
sendiri”. Namun, selain dikenal dalam hukum pidana asas legalitas juga dikenal dalam
Hukum Administrasi Negara.
Di lapangan HAN/HTN, asas ini dikenal dengan istilah wetmatigheid van het
berstuur, yang mengandung arti setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar
hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan. Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Indroharto dalam bukunya Usaha Memahami Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara,
semula asas legalitas dalam konteks HAN/HTN hanya berkaitan dengan usaha melawan
hak raja-raja untuk memungut pajak dari rakyat kalau rakyat tidak diwakili dalam badan
perwakilan, atau kalau raja melakukan penahanan dan menjatuhkan pidana. Sekarang,
pengertian asas itu meluas hingga tentang semua wewenang dari aparat pemerintah yang
melanggar kebebasan atau hak milik warga masyarakat di tingkat manapun. Dengan asas
legalitas berarti tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka aparat pemerintah itu. Tidak akan memiliki wewenang

3
yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakat.
Asas legalitas juga bisa dipakai sebagai dasar untuk menguji tindakan pemerintahan.
Asas legalitas mengandung arti bahwa penyelenggaraan administrasi
pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan
yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Konsekuensinya, keputusan atau
tindakan badan atau pejabat pemerintahan tidak bisa dilakukan semena-mena. Pertanyaan
yang bisa muncul, apakah asas legalitas itu dilaksanakan secara absolut? Mengutip
pandangan Van Wijk dan Konijnenbelt, Indroharto mengatakan asas legalitas tak
mungkin dilaksanakan secara multak. ‘Adalah hal yang tidak mungkin dilaksanakan
bahwa untuk setiap perbuatan pemerintahan itu diharuskan adanya dasar legalitasnya
secara absolut. Karena hal itu tidak menghasilkan apa-apa’. Apalagi dalam praktik,
banyak pejabat pemerintahan melakukan tindakan hanya berdasarkan petunjuk atasan,
edaran atau instruksi.

2. Sejarah Asas Legalitas


Terkait dengan asas legalitas, maka kiranya perlu diketahui mengenai sejarah
terbentuknya suatu konsep mengenai asas legalitas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi yang terjadi di masa lampau, sehingga kita dapat mengerti maksud dan tujuan
dirumuskannya asas legalitas. Sebelum menjelaskan panjang lebar terkait dengan sejarah
asas legalitas, perlu kiranya ditegaskan pula kegunaan dari asas legalitas, hal ini sebagai
titik acuan untuk menelusuri sejarah daripada asas legalitas itu sendiri, maka menurut
Mahrus Ali dalam bukunya menyatakan sebagai berikut:
Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang sangat fundamental.
Asas legalitas dalam hukum pidana begitu penting untuk menentukan apakah suatu
peraturan hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi,
apabila terjadi suatu tindak pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan hukum
yang mengaturnya dan apakah aturan yang telah ada tersebut dapat diberlakukan terhadap
tindak pidana yang terjadi. Singkatnya, asas legalitas berkaitan dengan waktu berlakunya
hukum pidana.
Karena sebagai fundamental berlakunya suatu aturan pidana, asas legalitas
merupakan penentu atau kesahan, mengatur suatu perbuatan yang telah ditetapkan

4
sebagai tindak pidana di dalam substansi hukum pidana. Hal ini sangat urgen, karena
sebagai dasar fundamental untuk mencapai keadilan serta kepastian hukum dalam bidang
hukum pidana.
Selanjutnya Mahrus Ali, dalam bukunya menjelaskan secara historis tentang asas
legalitas, yaitu sebagai berikut:
Secara historis urgensi asas legalitas dilatarbelakangi oleh orientasi pemikiran
mengenai perlunya perlindungan hukum bagi kepentingan rakyat dari potensi
kesewenang-wenangan penguasa atau raja yang memiliki kekuasaan yang absolut di
masa lampau. Asas legalitas atau nullum delictum nulla poena sine praevia lege pertama
kali dikemukakan oleh Paul Johann Anslem von Feuerbach (1775-1833), seorang pakar
hukum pidana Jerman di dalam bukunya, “Lehrbuch des Peinlichen Rechts” pada tahun
1801.
Masih pada bukunya Mahrus Ali, mengutip pendapat dari Bambang Poernomo
dalam pidato pengukuhan guru besarnya menyatakan bahwa:
Apa yang dirumuskan oleh Feuerbach mengandung arti yang sangat mendalam,
yang dalam bahasa Latin berbunyi, “nulla poena sine lege; nulla poena sine crimine;
nullum crimen sine poena legali. Ketiga frase tersebut kemudian dikembangkan oleh
Feuerbach menjadi adagium nullum delictum, nulla poena sine praevia legi poenali. Jadi,
yang merupakan latar belakang lahirnya suatu konsep, yakni asas legalitas ialah untuk
melindungi kepentingan masyarakat dari potensi kesewenang-wenangan penguasa atau
raja yang memiliki kekuasaan absolut. Oleh karena itu, dengan lahirnya asas legalitas ini,
maka keadilan serta kepastian hukum kemungkinan besar akan tercapai.
Asas legalitas dirumuskan oleh Feuerbach dalam bahasa Latin, maka sangatlah
mungkin ada yang beranggapan bahwa rumusan itu berasal dari hukum Romawi kuno.
Sesungguhnya adagium ini maupun asas legalitas tidak dikenal dalam hukum Romawi
kuno. Asas legalitas dirumuskan dalam bahasa Latin semata-mata karena bahasa Latin
merupakan bahasa dunia hukum yang digunakan pada waktu itu.
Sebenarnya, asas legalitas yang dirumuskan oleh Feuerbach dalam bahasa Latin,
hanya sebuah peristilahan saja, namun maksud dan tujuannya sama dengan hukum
Romawi kuno.

5
Perumusan asas legalitas oleh Feuerbach dikaitkan dengan teorinya yang terkenal
vom psychologischen zwang, yang berarti untuk menentukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang dalam suatu undang-undang pidana, bukan hanya perbuatan-perbuatan itu saja
yang harus dituliskan dengan jelas dalam undang-undang pidana, tetapi juga macam-
macam pidana yang diancamkan. Hal ini dimaksudkan agar orang yang akan melakukan
perbuatan pidana dapat mengetahui terlebih dahulu apa pidana yang diancamkan. Dengan
demikian, diharapkan ada perasaan takut dalam batin orang tersebut untuk melakukan
perbuatan yang dilarang. Teori ini dimaksudkan untuk membatasi hasrat manusia berbuat
jahat.
Menurut teori tersebut, rumusan asas legalitas tidak hanya menentukan perbuatan-
perbuatan pidana saja, namun juga disertai dengan sanksi-sanksi pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap perbuatan-perbuatan pidana yang telah dirumuskan di dalam undang-
undang. Sehingga, seseorang mengetahui akan sanksi pidana yang dijatuhkan apabila
melakukan perbuatan-perbuatan yang diancam pidana dalam undang-undang pidana.
Berkaitan dengan sejarah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang
merupakan produk hukum Belanda, sebab Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda,
maka KUHP yang berlaku di Indonesia hingga sekarang ini ialah warisan dari produk
hukum kolonial Belanda. Asas legalitas merupakan dasar dari berlakunya suatu aturan
hukum pidana, KUHP berlaku didasarkan pada asas legalitas yang dirumuskan di dalam
pasal 1 ayat (1) KUHP.

3. Hubungan Asas Legalitas dengan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana
Asas Legalitas dengan Hukum Administrasi Negara.
Asas legalitas memiliki makna yang cukup luas, namun secara sederhanaasas
legalitas dapat dimaknai sebagai asas yang harus mempunyai dasar hukum atas segala
tindakan atau keputusan yang dijalankan. Artinya, segala bentuk tindakan atau keputusan
dari pemerintah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku. Asas legalitas
juga secara tegas disebut dalam pasal 5 UU No. 30 tahun 2004 tentang Administrasi
Pemerintahan yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan
berdasarkan:
a) Asas legalitas

6
b) Asas perlindungan terhadap hak asasi manusia
c) Asas umum pemerintahan yang baik.

Oleh karena itu, setiap pelaksanaan dari hukum administrasi negara yang
dijalankan oleh administrasi pemerintah penting dilandaskan pada dasar-dasar hukum.
Hal ini dikarenakan sebagai bentuk dari penerapan asas legalitas. Menggunakan dasar
hukum dalam landasan melakukan tindakan dan mengambil keputusan juga bentuk
perlindungan diri atau pihak terkait dalam hukum.
Dalam hukum administrasi negara, asas legalitas sendiri menuntut setiap
pelaksana melakukan tindakan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Apalagi Indonesia sendiri merupakan salah satu negara hukum dengan hukum tertulis
atau Civil Law. Asas legalitas bersandar pada pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945 yang menyebutkan: “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Tentunya segala tindakan yang berkaitan dengan urusan kenegaraan dan
pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Asas legalitas dalam
bidan hukum administrasi negara sangat penting. Dalam ruang lingkup ini asas legalitas
memiliki makna yang sering disebut dalam bahasa Belanda “Dat het bestuur aan de wet is
onderworpen” atau dapat diartikan bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang.
Selain itu juga, sering dikatakan sebagai “Het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle
(algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten” yang berarti
bahwa asas kegalitas menentukan semua ketentuan yang mengikat warga negara harus
didasarkan pada undang-undang.
Asas legalitas menurut H.D. Stour adalah “Het legaliteitsbeginsel beoogt de
rechtspositue van de burger jegens de overheid te waarborgen” artinya adalah asas
legalitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan kedudukan hukum warga negara
terhadap pemerintah. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas legalitas berarti
didasarkan hukum tertulis, yaitu pertama, hukum sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat mencakup semua aspek kehidupan yang sangat luas dan kompleks, sehingga
tidak mungkin seluruhnya tertulis pada umumnya bersifat statis, tidak cepat mengikuti
gerak pertumbuhan, perkembangan dan perubahan masyarakat yang harus diembannya.
Lemahnya hukum tertulis sama dengan lemahnya penerapan asas legalitas, karena
itu penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan perlu persyaratan lain agar kehidupan

7
kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan dalam suatu negara hukum berjalan
dengan baik dan bertumpu pada keadilan. Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Efektivitas, artinya kegiatan harus mengenai sasaran yang telah ditetapkan.
2) Legimitas, artinya kegiatan adminisrasi negara jangan sampai menimbulkan heboh
karena tidak diterima oleh masuarakat setempat atau lingkungan yang bersangkutan.
3) Yuridikitas, adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat
administrasi negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas.
4) Legalitas adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan
administrasi negara yang tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang (tertulis)
dalam arti luas; bila sesuatu dijalankan dengan dalih "keadaan darurat", maka
kedaruratan itu wajib dibuktikan kemudian; jika kemudian tidak terbukti, maka
perbuatan tersebut dapat digugat di pengadilan.
5) Moralitas adalah salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat; moral
dan ethik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi; perbuatan tidak senonoh,
sikap kasar, kurang ajar, tidak sopan, kata-kata yang tidak pantas, dan sebagainya
wajib dihindarkan.
6) Efisiensi wajib dikejar seoptimal mungkin; kehematan biaya dan produktivitas wajib
diusahakan setinggi-tingginya.
7) Teknik dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk mengembangkan
atau mempertahankan mutu prestasi yang sebaik-baiknya.

Pelaksana dari hukum administrasi negara tentu memiliki kewenangan dalam


menjalankan tugas. Perlu diketahui bahwa wewenang tidak sama dengan kekuasaan. Jika
kekuasaan bisa diartikan sebagai hak formal untuk berbuat dalam kegiatan
pemerintah, namun dalam wewenang bukan hanya memiliki hak dalam berbuat, tetapi
juga kewajiban yang harus dilaksanakan. Agar setiap organ memiliki peran dan
fungsi berbeda sesuai dengan bidangnya, sehingga tidak sewenang-wenang. Kewenangan
itu sendiri tidak bisa di dapat secara langsung, harus melewati proses tertentu. Secara
teori, kewenangan bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh dengan 3
cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.

8
Atribusi merupakan pemberian wewenang langsung dari peraturan
perundang-undangan kepada organ pemerintahan, atribusi bersifat melekat terhadap
pejabat yang dituju. Misalnya pada UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 pasal
41 yang menegaskan “DPR dapat membentuk undang-undang untuk disetujui bersama
dengan presiden”. Artinya jelas disebutkan bahwa yang memiliki wewenang tersebut
adalah DPR dan memiliki asas legalitasnya karena tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
Delegasi juga merupakan sumber kewenangan dengan cara pelimpahan
wewenang. Jadi, satu organ pemerintahan melimpahkan wewenang yang telah didapatkan
kepada organ pemerintah lainnya. Hal ini hampir serupa dengan kekuasaan
desentralisasi. Seperti pemerintah pusat memberikan delegasi kepada pemerintahan
daerah untuk membuat peraturan daerah (Perda) termasuk keputusan berdasarkan
daerahnya masing-masing. Didalam delegasi ini tentu terjadinya juga peralihan tanggung
jawab, artinya jika pemerintah pusat telah memberikan delegasi kepada pemerintahan
daerah maka pemerintah pusat tidak lagi bertanggung jawab dan akan beralih
sepenuhnya pada pemerintahan daerah.
Berbeda dengan delegasi, mandat terjadi apabila satu organ pemerintah
mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain tetapi tetap mengatasnamakan
organ yang memiliki kewenangan asli. Dengan kata lain, mandat hanya sebagi pemberi
amanah atau perintah dalam menjalankan wewenang tersebut. Misalnya, Gubernur
memberikan instruksi kepada sekretarisnya untuk menandatangani surat keputusan
pencairan anggaran pendidikan. Dalam hal ini tidak ada peralihan tanggung jawab,
karena tanggung jawab sepenuhnya tetap berada pada Gubernur bukan sekretaris.
Bilamana hendak menggugat surat keputusan tersebut yang tergugat adalah Gubernur
bukan sekretaris, karena sekretasi hanya mendapatkan mandat yang tetap
mengatasnamakan Gubernur.
Sebagai contoh dari proses atribusi yaitu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara. Dalam UU No.39/2008 tentang kementerian negara
yang telah mengatur segala tugas dan pemberian wewenang dari hak dan kewajiban
dalam kementerian. Pemberian wewenang ini termasuk dalam proses atribusi karena
pemberiang wewenang seperti ini merupakan pemberian wewenang secara langsung oleh

9
peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang ini bersifat asli yang langsung
bersumber dari Undang-Undang dan berdasarkan hukum yang berlaku. Artinya
wewenang yang didapatkan oleh kementerian memang berlandaskan asas legilatas,
karena jelas terdapat dalam hukum tertulis dan bersifat legalitas, yaitu dapat dikatakan
sah di mata hukum.

Asas Legalitas dengan Hukum Pidana


Asas legalitas merupakan salah satu dari beberapa asas hukum yang paling tua
dalam sejarah peradaban umat manusia. Keberadaan asas ini tidak sulit untuk ditemukan
dalam berbagai ketentuan hukum nasional berbagai negara. Asas legalitas dipertahankan
sebagai perlindungan terhadap potensi kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan
hukum pidana. Asas legalitas dipertahankan sebagai perlindungan terhadap potensi
kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan hukum pidana. Di Indonesia asas
legalitas ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dalam bahasa belanda berbunyi “Geen feit is strafbaar dan uit kracht van eene
daaraan voorafgegane wettelijke strafbepaling” yang artinya “tidak ada suatu
perbuatan yang dapat dihukum, kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut
undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatan itu sendiri.
(Lamintang, 2007)
Dalam kerangka negara hukum seperti indonesia, keberadaan ini sangat krusial.
Asas legalitas ini dengan tegas disebut dalam konsideran Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana dalam huruf a yang berbunyi:Bahwa negara republik indonesia adalah
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan undang-Undang Dasar 1945 yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara
bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung tinggi
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” (M.Yahya Harahap, 2014)
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan
dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Berlakunya Hukum Pidana menurut
waktu menyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Jika suatu perbuatan (feit)
yang memenuhi rumusan delik yang dilakukan sebelum berlakunya ketentuan yang
bersangkutan, maka bukan saja hal itu tidak dapat dituntut tetapi untuk orang yang

10
bersangkutan sama sekali tidak dapat dipidana, itulah legalitas yang mengikat perbuatan
yang ditentukan secara tegas oleh undang-undang. Makna Asas Legalitas yang
tercantum di alam Pasal 1 ayat (1) KUHP dirumuskan di dalam bahasa Latin: ”Nullum
delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yang dapat diartikan harfiah dalam
bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan
pidana yang mendahuluinya”.
Indonesia yang menganut sistem hukum eropa kontinental, penerapan asas
legalitas ini mengalami beberapa permasalahan yang umumnya juga dihadapi oleh
negara lain dimana masyarakat berkembang selalu lebih cepat daripada perkembangan
hukum. Di Indonesia, pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif untuk pertama
kalinya dirumuskan dalam Pasal 43 ayat (1) UU tentang Pengadilan HAM yang
menyatakan:“Pelanggaran hak asasi yang berat, yang terjadi sebelum diundangkannya
undang-undang ini,diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.”Ketentuan
sebagaimana tersebut di atas dihadapkan pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999tentang HAM, yang melarang pemberlakuan secara retroaktif. Yang cukup
menarik adalah bahwa keberlakuan secara retroaktif dinyatakan dalam Penjelasan Pasal
4, yang menyatakanbahwa: “hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut dapat dikecualikan dalamhal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia
yang digolongkan ke dalam kejahatan kemanusiaan.”(Weda, 2013)

4. Peran Asas Legalitas dalam Hukum Adminstrasi Negara


Asas legalitas berperan penting dalam ilmu hukum administrasi negara. Di
lapangan hukum administrasi negara asas legalitas ini dikenal dengan istilah
wetmatigheid van het berstuur, yang mengandung arti setiap tindakan pemerintahan itu
harus ada dasar hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan. Asas legalitas
sebagai salah satu asas dalam hukum administrasi negara memiliki beberapa peran, yaitu
sebagai:
1) Kepastian Hukum
Asas legalitas memberikan peran utama sebagai kepastian hukum dalam
menjalankan fungsi pemerintahan. Bagaimana jika pelaksanaan administrasi dalam
negara tidak dilandasi peraturan tertulis? Pastinya banyak ketimpangan, kekacauan,

11
penyalahgunaan wewenang dan lain-lain, intinya dapat mengakibatkan pemerintahan
yang tidak stabil. Dengan adanya asas legalitas segala tindakan dalam administrasi
kenegaraan jadi lebih teratur, seperti pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan
perlindungan yang merupakan fungsi pemerintahan pasti akan lebih baik dengan
adanya asas legalitas.
Prof. van der Pot, menyatakan bahwa untuk sahnya suatu ketetapan administratif,
harus memenuhi persyaratan yang bersifat materiil dan persyaratan yang bersifat
formil.
Persyaratan materiil yaitu persyaratan yang berhubungan dengan kewenangan
bertindak, yaitu meliputi:
Alat negara yang membuat ketetapan harus berwenang. Dalam kehendak alat
negara yang membuat ketetapan tidak boleh ada kekurangan yuridis. Ketetapan harus
berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu. Ketetapan harus dapat dilakukan, dan
tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, menurut "isi dan tujuan" sesuai dengan
peraturan yang menjadi dasar ketetapan itu.
Persyaratan formil yaitu persyaratan yang berhubungan dengan bentuk dari
ketetapan itu sendiri, yang meliputi syarat-syarat yang ditentukan berhubungan
dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubung dengan cara dibuatnya
ketetapan harus dipenuhi. Ketetapan harus diberi bentuk yang ditentukan. Syarat-
syarat yang ditentukan berhubung dengan dilakukannya ketetapan harus dipenuhi.
Jangka waktu ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya
ketetapan dan diumumkannya ketetapan itu tidak boleh dilewati.
Apabila ketetapan itu telah memenuhi persyaratan seperti tersebut, maka
ketetapan itu sudah sah dan dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak
administrabele, meskipun mungkin terjadi kesalahan dari pihak alat administrasi
negara dalam membuat ketetapan tersebut. Hal ini perlu demi kepastian hukum serta
perlindungan pihak administrabele dari tindakan penguasa. Contohnya kepastian
hukum berdasarkan atas legalitas yaitu:
a) Pemecatan pegawai negeri tidak boleh berlaku surut. Pemecatan yang demikian
ini akan bertentangan dengan kepastian hukum.

12
b) Surat ijin tidak boleh ditarik kembali, bilamana kemudian itu ternyata bahwa ijin
tersebut diberikan karena sesuatu kesalahan/kekeliruan oleh instansi pemerintah
yang bersangkutan.
Mengenai kepastian hukum berada pasal 3 bagian b undang-undang No 30 Tahun
2014 tentang tujuan undang-undang administrasi negara.

2) Perlindungan hukum
Asas legalitas berperan sebagai perlindungan hukum artinya asas legalitas
menjadi dasar jaminan atas perlindungan hukum yang diberikan kepada para subyek
hukum baik badan hukum( recth persoon) ataupun masyarakat/manusia ( naturalijk
persoon). Badan hukum sebagai alat administrasi negara dan masyarakat sebagai
warga negara.
Perlindungan hukum yang baik dan ideal harusnya dituangkan dalam sebuah
aturan atau undang-undang. Dengan adanya pengaturan tertulis mengenai
perlindungan hukum masyarakat dan badan hukum akan mengerti mengenai hal apa
saja yang akan mengakibatkan peristiwa hukum.
Ketika pemerintah bertindak dalam kapasitasnya sebagai pejabat, maka tindakan
itu diatur dan tunduk pada hukum administrasi negara. Begitu pula ketika pejabat
jabat mendapat peristiwa hukum, maka pemerintah akan memberikan perlindungan
hukum karena siapa-pun harus mendapat perlakuan yang sama di mata hukum. Hal
ini berdasarkan atas pasal 3 bagian e undang-undang No.30 tahun 2014 tentang tujuan
undang-undang administrasi negara, yaitu untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap warga negara dan aparatur pemerintah. Contoh perlindungan hukum yang
berdasarkan atas legalitas:
Ketika seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) terjebak dalam masalah hukum saat
melaksanakan tugas, negara seharusnya hadir untuk membela dengan
mempertimbangkan asas praduga tak bersalah. Siapa pun harus diperlakukan sama di
depan hukum. Pemberian bantuan hukum diberikan dalam ruang lingkup
permasalahan hukum yang dialami oleh seseorang yang membutuhkan bantuan
karena keterlibatannya dalam masalah hukum, yaitu berupa tindakan yang dilakukan
oleh penasihat hukum berupa nasihat, pertimbangan, pengertian dan pengetahuan

13
hukum kepada ASN yang membutuhkan bantuan hukum terhadap permasalahan
hukum yang sedang dihadapi.
Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara semakin memperkukuh adanya kewajiban negara untuk memberikan
perlindungan, pendampingan dan bantuan hukum, dimana perlindungan dan bantuan
hukum diberikan kepada ASN yang membutuhkan bantuan hukum.

3) Pencegahan Penyalahgunaan Wewenang


Dalam pencegahan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah,
diperlukan segala ketentuan yang mengatur tindakan tersebut. Pengaturan tersebut
harus dituangkan dalam bentuk peraturan tertulis (undang-undang) yang berlandaskan
pada asas legalitas.
Dengan dibuatnya peraturan tertulis segala ketentuan mengenai wewenang
aparatur pemerintah, batasan wewenang, dan sanksi yang diberikan kepada aparatur
pemerintah dapat diketahui dengan jelas. Hal ini juga membuat adanya kepastian
hukum sehingga aparatur pemerintah diharapkan dapat menggunakan wewenangnya
yang diberikan sebaik mungkin.
Asas legalitas memberikan peraturan mengikat sesuai dengan subyek hukumnya,
terutama aparatur pemerintah. Walaupun pada dasarnya tindakan pemerintah tidak
bisa diatur sepenuhnya dengan undang-undang. Namun setidaknya ada pengaturan
mendasar mengenai tindakan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan
wewenang oleh aparatur pemerintah. Contoh peranan asas legalitas dalam
pencegahan penyalahgunaan wewenang, yaitu:
Tentang mandat, mandat terjadi apabila satu organ pemerintah mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain tetapi tetap mengatas namakan organ yang
memiliki kewenangan asli. Dengan kata lain, mandat hanya sebagai pemberi amanah
atau perintah dalam menjalankan wewenang tersebut. Misalnya, Gubernur
memberikan instruksi kepada sekretarisnya untuk menandatangani surat keputusan
pencairan anggaran pendidikan. Dalam hal ini tidak ada peralihan tanggung jawab,
karena tanggung jawab sepenuhnya tetap berada pada Gubernur bukan sekretaris.
Asas legalitas memberikan perlindungan Berdasarkan pasal 1 ayat 24 dan pasal 17

14
ayat 1 undang-undang No. 30 Tahun 2014, dimana penanggung jawab tetaplah
Gubernur sebagai pemberi mandat.
Bentuk dan Sanksi mengenai penyalahgunaan wewenang diatur dalam pasal 80
undang-undang No.30 Tahun 2014 tentang sanksi administratif.

4) Pertanggungjawaban Pemerintah
Dalam menjalankan pemerintahan badan/ aparat negara harus bertindak sesuai
hukum yang ada. Karena pada setiap tindakan hukum itu mengandung makna
penggunaan kewenangan, maka di dalamnya tersirat adanya kewajiban
pertanggungjawaban, sesuai dengan prinsip “geen bevoegdheid zonder
verantwoordelijkheid” yang disebut di atas.
Tanggung jawab pemerintah terhadap warga negara atau pihak ketiga dianut oleh
hampir semua negara yang berdasarkan asas hukum. Contoh peranan asas legalitas
dalam pertanggung jawaban pemerintah, yaitu:
Dapat disebutkan beberapa negara yang secara tegas memberikan beban tanggung
jawab kepada pemerintah, berdasarkan yurisprudensi maupun ketentuan hukum
positifnya. Berdasarkan yurisprudensi conseil d’Etat, pemerintah atau negara dibebani
membayar ganti rugi kepada seorang rakyat atau warga negara yang menjadi korban
pelaksanaan tugas administratif. Berdasarkan yurisprudensi yang ditentukan oleh
House of Lords Inggris ditentukan bahwa raja atau pemerintah bertanggungjawab atas
konsekuensi-konsekuensi dalam timbul akibat kelalaian dan kecerobohan penjabat
pemerintah dalam menjamin keselamatan pelaksanaan tugas mereka. Di Amerika
baik pada tingkat federal maupun negara bagian, pemerintah dapat dibebani tanggung
jawab atas kesalahan tugasnya. Tuntutan diajukan terhadap pemerintah atas segala
kerugian harta benda maupun jiwa seseorang yang diakibatkan oleh kelalaian atau
pemerintah yang bertindak dalam rangka tugas atau kewajibannya. Beberapa negara
yang disebutkan itu di samping negara-negara lain yang tidak disebutkan secara jelas
menunjukkan kesamaan bahwa pemerintah dibebani tanggung jawab hukum dalam
pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Perbedaannya hanya terletak pada lembaga
peradilan yang memutuskan tuntutan dan gugatan terhadap kerugian yang disebabkan
oleh tindakan pemerintahan. Gugatan dan tuntutan atas kerugian akibat tindakan

15
pemerintah itu ditempuh melalui peradilan administrasi dan ada yang melalui
peradilan umum, tergantung pada hukum positif yang ada pada masing-masing
negara.
Mengenai pertanggungjawaban pemerintah dalam HAN diatur dalam pasal 1 ayat
16 Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang upaya administrasi.

5. Dasar Hukum Asas Legalitas


Asas legalitas bersandar pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebutkan :
“Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Selama ini asas legalitas memang lebih dikenal dalam hukum pidana, yang ditarik
dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:
“Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum kecuali berdasarkan ketentuan
pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya
itu sendiri.”
Di lapangan HAN/HTN asas ini dikenal dengan istilah wetmatigheid van het
berstuur, yang mengandung arti setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar
hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Asas ini bisa ditarik dari Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara yang menyebutkan:
“Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
Menurut Indroharto dalam bukunya Usaha Memahami Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I: Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha
Negara, semula asas legalitas dalam konteks HAN/HTN hanya berkaitan dengan usaha
melawan hak raja-raja untuk memungut pajak dari rakyat kalau rakyat tidak diwakili
dalam badan perwakilan, atau kalau raja melakukan penahanan dan menjatuhkan pidana.
Sekarang, pengertian asas itu meluas hingga tentang semua wewenang dari aparat
pemerintah yang melanggar kebebasan atau hak milik warga masyarakat di tingkat

16
manapun. Dengan asas legalitas berarti tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka aparat pemerintah itu tidak akan
memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi
hukum warga masyarakat.
Asas legalitas juga bisa dipakai sebagai dasar untuk menguji tindakan
pemerintahan, sebagaimana bisa dibaca dari Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal ini menyebutkan bahwa alasan-alasan yang
dapat digunakan dalam gugatan adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Asas legalitas juga secara tegas disebut dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) yang menyebutkan:
Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan:
a. Asas legalitas
b. Asas perlindungan terhadap hak asasi manusia; dan
c. Asas umum pemerintahan yang baik.
Asas legalitas mengandung arti bahwa penyelenggaraan administrasi
pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan
yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Konsekuensinya, keputusan atau
tindakan badan atau pejabat pemerintahan tidak bisa dilakukan semena-mena.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asas legalitas adalah asas tiang penyangga dalam KUHP, sehingga setiap orang
yang ingin menegakkan hukum pidana harus memperhatikan keberadaan asas yang
terkandung dalam pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut. Pasal ini mengandung tiga unsur yaitu
(i) adanya peraturan sebelum tindak pidana dilakukan, (ii) larangan penggunaan analogi,
dan (iii) larangan berlaku surut.
Asas legalitas mengandung arti bahwa penyelenggaraan administrasi
pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan
yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Konsekuensinya,ialah keputusan
atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan tidak bisa dilakukan semena-mena. asas
legalitas tak mungkin dilaksanakan secara multak. ‘Adalah hal yang tidak mungkin
dilaksanakan bahwa untuk setiap perbuatan pemerintahan itu diharuskan adanya dasar
legalitasnya secara absolut. Karena hal itu tidak menghasilkan apa-apa’. Apalagi dalam
praktik, banyak pejabat pemerintahan melakukan tindakan hanya berdasarkan petunjuk
atasan, edaran atau instruksi.

B. Saran
KUHP adalah produk hukum peninggalan jaman kolonial yang beberapa pasal
diantaranya sudah tidak relevan lagi dengan situasi dan kondisi di indonesia. Di era
reformasi seperti sekarang ini, ada baikya jika unsur “ kesamaan di hadapan hukum”
seperti tertera dalam pasal 27 UUD 1945 ditegakkan dalam KUHP. KUHP sebagai
hukum yang berlaku bagi masyarakat umum, hendaklah dipisahkan dari ketentuan yang
mengatur kepentingan penguasa.
Sebagai seorang pemimpin negara, sudah selayaknya Presiden mendapat
perlindungan khusus, namun akan lebih baik dan lebih berwibawa, jika ketentuan yang
mengatur kepentingan Presiden ini dibuat dalam bentuk undang-undang tersendiri saja.

18
DAFTAR PUSTAKA

R. A. Regita Ramadhania. 2019. Pelaksanaan Hukum Administrasi Negara Dalam Kewenangan


Atribusi Berdasarkan Asas Legalitas.
Damar Apri Sudarmadi, S.ST.MP. 2017. Perlindungan Dan Bantuan Hukum Bagi Aparatur Sipil
Negara (ASN).
Dr. Ridwan HR. 2017. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Indroharto. 2004. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Harapan.
Mahrus Ali. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta Timur.
Pemerintah Indonesia. 2014. Undang-Undang No.30 tahun 2014 Tentang administrasi
Pemerintahan, Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 292. Sekretariat Negara. Jakarta.
Prof. Dr. Mr. S. Prajudi Atmosudirjo. 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Topo Santoso. 2020, Hukum Pidana Suat Pengantar. Depok: PT. RajaGrafindo Persada.

19

Anda mungkin juga menyukai