Anda di halaman 1dari 57

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Disusun oleh :
Glenn Brillian P.H.F H1B014008
Fanny Fazriany K1B016004
Nadhilah Idzni Majdina K1B016006
Fifit Rismayanti K1B016013
Irjun Nanda K1B016040

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PURWOKERTO
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia” ini dengan tepat waktu. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan bacaan yang bermanfaat dan
dapat menambah wawasan kebangsaan bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini,
maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Fatoni Achmad, M.Pd.I, selaku dosen pengampu mata kuliah
Pancasila kami.
2. Kedua orang tua yang selalu mendoakan kami di setiap aktivitas kami.
3. Teman-teman Matematika Unsoed 2016 yang selalu menjadi rekan kami dan
mewarnai setiap hari-hari kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari yang sempurna , oleh karna
itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini dibuat, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin .

Purwokerto , 27 Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

1.2. Tujuan ......................................................................................................... 1

1.3. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................

2.1. Pengertian dan Ciri Negara Hukum ........................................................... 3

2.2. Pengertian dan Sejarah HAM ..................................................................... 11

2.3. HAM dalam Hukum Indonesia .................................................................. 18

2.4. HAM dalam Hukum Internasional ............................................................. 30

2.5. Hambatan HAM ......................................................................................... 51

2.6. Upaya Peningkatan HAM .......................................................................... 53

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 56


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia adalah negara hukum tidak hanya berdasarkan pada
kekuasaan belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945. Hal ini berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa
ada kecualinya. Pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara hukum juga
mempunyai konsekuensi, bahwa Negara Indonesia menerapkan hukum sebagai
ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi
warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi setiap tindakan yang
dilakukan oleh warga negaranya. Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur,
antara lain pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus
berdasar hukum atau peraturan perundang-undangan, adanya jaminan terhadap hak
asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam negara, adanya pengawasan
dari badan-badan peradilan. Berkaitan dengan unsur di atas, adanya jaminan
terhadap hak asasi manusia (HAM), dapat diartikan bahwa di dalam setiap
konstitusi selalu ditemukan adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (warga
negara).
Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan menghormati hak
asasi manusia, melindungi dan menegakkannya di negara masing-masing.
Kewajiban ini tidak saja bersifat positif yaitu untuk ditegakkan atau
diimpelementasikan. Dalam hal pengimpelementasian ini, terutama terhadap hak-
hak asasi yang bersifat universal dan memiliki keberlakuan universal sebagaimana
yang dirumuskan dalam deklarasi hak-hak asasi manusia.

1.2. Tujuan
1) Meningkatkan pengetahuan mengenai Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2) Memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Kewarganegaraan.
1.3. Rumusan Masalah
1) Bagaimana definisi dan ciri-ciri negara hukum?
2) Bagaimana definisi dan sejarah Hak Asasi Manusia?
3) Bagaimana kedudukan HAM dalam Hukum Indonesia?
4) Bagaimana kedudukan HAM dalam Hukum Internasional?
5) Apasajakah hambatan dan upaya penegakan HAM?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Ciri Negara Hukum


2.1.1. Pengertian Hukum dan Negara Hukum
Hukum adalah alat-alat negara yang menggunakan kekuasaan hanya
berdasarkan sebuah hukum yang berlaku dimana perilakunya ditentukan oleh
hukum tersebut. Negara hukum didasarkan atas keyakinan bahwa kekuasaan negara
harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan juga baik. Ada dua unsur utama
dalam negara hukum, yaitu hubungan antara yang memerintah dengan yang
diperintah dengan didasarkan pada norma obyektif dan norma obyektif tersebut
harus memenuhi syarat formal serta dapat dipertahankan berhadapan dengan ide
hukum. Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya pemerintah dan lembaga-
lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hukum
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan
menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan
bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum.
Dalam negara hukum, tentunya keberadaan hukum menjadi sangat krusial.
Hukum dijadikan landasan dalam setiap tindakan yang dilakukan negara dan
aparaturnya. Setidaknya ada empat alasan mengapa sebuah negara menjalankan
tugas dan fungsinya berdasarkan hukum, yaitu :
1. Demi suatu kepastian hukum.
2. Adanya tuntutan perlakuan yang sama.
3. Legitimasi demokrasi, dan
4. Tuntutan akal budi.
Dalam negara hukum, alat-alat negara akan menggunakan kekuasaannya
sejauh berdasarkan hukum yang berlaku dan dengan cara yang sudah ditentukan
dalam hukum tersebut. tujuan suatu perkara dalam negara hukum adalah agar
dijatuhi putusan sesuai dengan kebenaran. Tujuan suatu perkara adalah untuk
memastikan adanya kebenaran, maka semua pihak berhak untuk melakukan
pembelaan dan menggunakan bantuan hukum.
2.1.2. Unsur-unsur Negara Hukum
Sebagai negara hukum, tentunya mempunyai beberapa unsur yang
menunjang diberlakukannya secara efektif dasar bernegara sesuai dengan hukum
yang berlaku. Adapaun unsur-unsur negara hukum diantaranya adalah :
1. Adanya penghargaan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya.
2. Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut.
3. Pemerintahan dijalankan berdasar peraturan perundang-undangan.
4. Adanya peradilan administrasi ketika terjadi sebuah perselisihan antara rakyat
dengan Pemerintahnya.

2.1.3. Ciri Negara Hukum


Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum jika memenuhi ciri-ciri
dibawah ini, yaitu :
1. Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku.
2. Kegiatan negara berada dibawah kendali dan kontrol kekuasaan kehakiman
yang efektif dan mandiri.
3. Berdasarkan sebuah undang-undang yang menjamin akan adanya hak asasi
manusia.
4. Menuntut adanya pembagian kekuasaan.
Sedangkan A.V Dicey dari kalangan ahli hukum anglo-saxon memberi cirri-
ciri Negara Hukum sebagai berikut :
 Supremasi hukum,dalam arti tidak boleh ada kesewenangan sehingga seseorang
hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
 Kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi rakyat biasa maupun bagi
pejabat.
 Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
Sebuah komisi yang terdiri dari 106 hakim dari 16 negara di wilayah asia
tenggara dan pasifik yang tergabung dalam “international commission of julists”
pada konferensinya di Bangkok tanggal 15-19 februari memutuskan ciri-ciri
pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law yang dinamis. Ciri-ciri tersebut
adalah :
1. Perlindungan kostitusional dalam arti bahwa konstitusi selain dari pada
menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara procedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Kebebasan untuk menyampaikan pendapat.
4. Pemilihan umun yang bebas.
5. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposis.
6. Pendidikan civic (kewarganegaraan).

2.1.4. Macam-Macam Negara Hukum


1. Tipe Negara Hukum Liberal
Negara hukum liberal ini merupakan negara hukum di mana warga
negara dan pemegang kekuasaan harus tunduk pada peraturan negara.
Dalam hal ini negara liberal menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai
telah membuat sebuah kesepakatan dalam bentuk hukum, selain ini orang
yang menjabat harus memenuhi kriteria tertentu. Tipe ini menuntut negara
bersifat pasif, yaitu seluruh unsur negara harus tunduk pada peraturan-
peraturan negara.
2. Tipe Negara Hukum Formil
Negara hukum formil terbentuk dengan adanya kesepakatan antara
rakyat dengan pemerintah atas adanya negara hukum. Tindakan pemerintah
dibatasi oleh undang-undang yang berlaku. Negara Hukum formil sering
juga disebut negara demokrasi yang berlandaskan hukum.
3. Tipe Negara Hukum Materil
Negara hukum Materil merupakan perkembangan lebih lanjut dari
negara hukum formil, yaitu tindakan penguasa harus berdasarkan undang-
undang tetapi dalam hal mendesak, demi kepentingan warga negara
dibenarkan bertindak menyimpang atas dasar asas oppurtunitas
(keuntungan).
2.1.5. Negara Hukum Indonesia
1) Landasan Yuridis Negara Hukum Indonesia
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum sekarang ini
tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945 perubahan ketiga yang
berbunyi “negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan dimasukkannya
landasan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya
dasar hukum serta menjadi amanat negara bahwa negara Indonesia adalah dan
harus merupakan negara hukum. Sebelumnya,landasan negara hukum Indonesia
kita temukan dalam begian penjelasan umum UUD 1945 tentang system
pemerintahan negara sebagai berikut :
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum,tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
b. System konstitusional. Pemerintah berdasarkan system konstitusi
(hukum dasar),tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan
supremasi hukum,untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak
ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Negara hukum
akan terlihat dengan cirri-ciri adanya :
c. Jaminan perlindungan hak asasi manusia.
d. Kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka
e. Legalitas dalam arti hukum,yaitu baik penyelenggaraan negara maupun
warga negara dalam bertindak berdasarkan atas dan melalui hukum
(mpr,2012).
Konsepsi negara hukum Indonesia dapat kita masukkan dalam konsep
negara hukum materiil atau welfare state. Hal ini dapat kita ketahui dari
perumusan mengenai tujuan bernegara sebagaimana dalam pembukaaan UUD
1945 alenia IV. Negara juga memiliki dasar dan sekaligus tujuan,yaitu
mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Perwujudan Negara Hukum di Indonesia
Operasionalisasi dari konsep negara hukum Indonesia dituangkan dalam
konstitusi negara,yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum negara yang
menempati posisi sebagai hukum dasar dan tertinggi dalam tatanan hukum (legal
order) Indonesia. Dibawah UUD 1945 terdapat berbagai aturan hukum/peraturan
perundang-undangan yang bersumber dan berdasarkan pada UUD 1945. Legal
order merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tersusun secara hirerakis.
System hukum terdiri atas berbagai peraturan hokum, sebagian komponen-
komponennya dan saling berinteraksi satu sama lain guna mencapai tujuan
hukum itu.
System hukum Indonesia tersusun berdasarkan hukum tertinggi negara,
yaitu UUD negara republik Indonesia 1945 kemudian dijabarkan ke dalam
peraturan hukum yang lebih rendah sehingga bersifat hirerarkis pyramidal.
System hukum Indonesia itu sekarang ini sebagaimana tergambar dalam undang-
undang No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang ini menggantikan UU NO.10 tahun 2004 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan.
Jenis dan hirerarki peraturan perundangna,menurut pasal 7 undang-undang
no.12 tahun 2011 sebagai berikut :
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut :
 Sistemnya,yaitu system konstitusional.
 Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi. (pasal 27 ayat 1 UUD 1945).
 Adanya organ pembentuk undang-undang (DPR).
 System pemerintahannya adalah presidensial.
 Kekuasaan kehakiman yang merdeka bebas dari kekuasaan lain
(eksektuif).
 Norma hukumnya bersumber pada pancasila sebagai dasar negara dan
adanya hirerarki jenjang norma.
 Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bengsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan
kehidupan bangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaa,perdamaian abadi dan keadilan sosial.
 Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (pasal 28 A-
J UUD 1945).
Ada 4 kaidah penuntut hukum yang mengalir dari dasar negara pancasila.
Pertama,hukum Indonesia yang dibuat haruslah bertujuan membangun dan
menjamin integrasi negara dan bangsa Indonesia. Kedua, hukum Indonesia yang
dibuat haruslah berdasarkan demokrasi dan nomokrasi. Ketiga,hukum Indonesia
yang dibuat haruslah ditujukan untuk membangun keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia. Empat,hukum Indonesia yang dibuat haruslah didasarkan pada
toleransi beragama yang berkeadaban (mahfud md,2007).

2.1.6. Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia


Negara Hukum haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa negara itu
melindungi dan menjamin Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan demikian
jelas sudah keterkaitan antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana
Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap
warganya.
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl, yang
kemudian ditinjau ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi
yang diselenggarakan di Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai
berikut:
 Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu
konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
 Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
 Pemilihan Umum yang bebas;
 Kebebasan menyatakan pendapat;
 Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
 Pendidikan Kewarganegaraan.

2.2. Pengertian dan Sejarah HAM


2.2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap
manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Mustafa Kamal Pasha
(2002) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah hal-
hak dasar yang dibawa sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah
Allah SWT.
Adapun definisi Hak Asasi Manusia menurut beberapa ahli :
1. Austin-Ranney, HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara
jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah.
2. A.J.M. Milne, HAM adalah hak yang dimiliki oleh semua umat manusia di
segala masa dan di segala tempat karena keutamaan keberadaannya sebagai
manusia.
3. John Locke, Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya, hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga
sifatnya suci.
4. Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak
yang dipunya manusia yang sudah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
5. Menurut Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan HAM atau hak-hak asasi
manusia adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai manusia
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh
siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
6. UU No. 39 Tahun 1999, Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999. HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kesadaran akan hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa
semua manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat dan martabat yang sama.
Dengan pengakuan akan prinsip tersebut maka setiap manusia memiliki hak dasar
yang disebut Hak Asasi Manusia.
Pengakuan terhadap HAM memiliki dua landasan, yaitu:
a. Landasan yang langsung dan pertama, yakni kodrat manusia , bahwa kodrat
manusia adalah sama derajat tanpa membedakan ras, agama, suku, bahasa,
dan sebagainya.
b. Landasan yang kedua dan yang lebih dalam, yakni Tuhan yang menciptakan
manusia. Bahwa semua manusia adalah makhluk dari pencipta yang sama
yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu dihadapan Tuhan manusia adalah
sama kecuali nanti pada amalnya.
Adapun tiga hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
Ketiga hak tersebut merupakan hak yang fundamental dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun macam-macam hak asasi manusia dapat digolongkan sebagai
berikut :
a. Hak asasi pribadi, yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan
pribadi manusia. Contohnya : hak beragama, hak menentukan jalan hidup,
dan hak bicara.
b. Hak asasi politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik.
Contohnya : hak mengeluarkan pendapat, ikut serta dalam pemilu,
berorganisasi.
c. Hak asasi ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan
perekonomian. Contohnya : hak memiliki barang, menjual barang,
mendirikan perusahaan/berdagang, dan lain-lain.
d. Hak asasi budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan
bermasyarakat. Contohnya : hak mendapat pendidikan, hak mendapat
pekerjaan, hak mengembangkan seni budaya, dan lain-lain.
e. Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dah pemerintahan, yaitu hak yang
berkaiatan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contohnya : hak
mendapat perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi pejabat
pemerintah, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain.
f. Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contohnya :
dalam penyelidikan, dalam penahanan, dalam penyitaan, dan lain-lain.

2.2.2. Ciri Khusus HAM


Hak asasi manusia atau HAM mempunyai beberapa ciri-ciri khusus jika
dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Berikut ciri khusus hak asasi manusia :
a. Tidak dapat dicabut, HAM tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
b. Tidak dapat dibagi, semua orang berhak untuk mendapatkan semua hak,
baik itu hak sipil, politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya.
c. Hakiki, HAM merupakan hak asasi semua manusia yang sudah pada saat
manusia itu lahir.
d. Universal, HAM berlaku bagi semua orang tanpa memandang status, suku,
jenis kelamin, atau perbedaan yang lainnya. Persamaan merupakan salah
satu dari berbagai ide hak asasi manusia yang mendasar

2.2.3. Sejarah Hak Asasi Manusia


Para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM didasari pada lahirnya
Magna Charta, yang kemudian di ikuti dengan lahirnya Bill of Rights yang
perkembangannya lebih konkret. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan
munculnya The American Declaration of Independence, selanjutnya pada tahun
1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi
melahirkan dasar The Rule of Law. Konsep pemikiran HAM telah dikenal oleh
Bangsa Indonesia terutama sejak tahun 1908 lahirnya Budi Utomo.
Berikut sejarah singkat perkembangan HAM Internasional dan di
Indonesia :
1) Sejarah HAM Internasional
a. Magna Charta (1215)
Menurut pakar barat, lahirnya HAM diawali dengan tercetusnya Magna
Charta pada tahun 1216 di Inggris, sedangkan menurut Abu ‘Ala Maududi
(1998) sebenarnya jauh sebelum Magna Charta, konsep Islam tentang HAM
terlebih dahulu dikenal yaitu dalam Piagam Madina sejak 624 M, bahkan
dengan substansi yang lebih komprehensif dibandingkan Magna Charta.
Dalam piagam Magna Charta dijelaskan bahwa raja yang semula
memiliki kekuasaan absolut menjadi dibatasi dan dapat diminta pertanggung
jawabannya di muka hukum, sehingga raja tidak kebal hukum
Sejak lahirnya piagam ini maka dimulailah babak baru bagi pelaksanaan
HAM yaitu jika raja melanggar hukum ia harus diadili dan
mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Hal ini
menunjukkan bahwa sejak itu sudah mulai dinyatakan bahwa raja terikat
dengan hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, namun kekuasaan
membuat undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangannya.
b. Petition of Rights (1628)
Pada tahun 1628 di Inggris terjadi pertentangan raja Charles I dengan
parlemen sehingga melahirkan Petition of Rights yang berisi ketentuan
bahwa penetapan pajak dan hak istimewa harus dengan izin parlemen dan
siapapun tidak boleh ditangkap tanpa tuduhan-tuduhan yang sah.
c. Bill of Right (1689)
Perjuangan HAM yang lebih nyata terjadi ketika Raja William III
menanda tangani Bill of Rights sebagai hasil dari perlawanan terhadap Raja
James II dalam suatu revolusi tahun 1688 yang dikenal dengan The Glorious
Revolution of 1688.
Dalam Bill of Right antara lain ditetapkan bahwa penetapan pajak,
pembuatan Undang-Undang dan kepemilikkan tentara harus seijin
parleman. Parlemen berhak mengubah keputusan raja, mempunyai
kebebasan berbicara dan berpendapat, dan kembalinya Kerajaan Inggris ke
pemerintahan Parlementer.
Dengan hadirnya Bill of Rights telah menghasilkan asas persamaan yang
harus diwujudkan betapapun berat resiko yang akan dihadapi, sebab hak
kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.
d. Deklarasi Kemerdekaan Amerika (1776)
Perkembangan sejarah HAM selanjutnya ditandai dengan kemunculan
The American Declaration of Independence di Amerika Serikat yang lahir
dari semangat paham Monesquieu dan Rousseau. Jadi sekalipun di negara
kedua tokoh HAM itu yakni Inggris dan Perancis belum lahir rincian HAM,
namun di Amerika telah muncul. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga sangat tidak
masuk akal bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
e. Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen (1789)
Perkembangan HAM selanjutnya pada tahun 1789 di Perancis
dirumuskan Deklarasi HAM dan Warga Negara yaitu suatu naskah dimana
hak asasi manusia ditetapkan lebih rinci lagi yang kemudian menghasilkan
dasar-dasar negara hukum. Dalam dasar-dasar ini antara lain dinyatakan
bahwa adanaya kemerdekaan mengemukakan pendapat, bekerja, berserikat,
hak milik, hak hidup dan tidak boleh terjadi penangkapan dan penahanan
yang semena-mena, juga termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah atau
ditahan tanpa surat perintah penangkapan, yang dikeluarkan oleh pejabat
yang sah.
f. The Four Freedom (1941)
Pada abad ke-20 hak-hak politik dianggap kurang sempurna, dan
mulailah dicetuskan hak-hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya.
Rumusan tentang hak yang sangat terkenal adalah The Four Freedom yang
merupakan hasil pemikiran Presiden Amerika Serika Franklin D. Roosevelt
tahun 1941.
The Four Freedom berisi :
a. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat.
b. Kebebasan beragama.
c. Kebebasan dari ketakutan.
d. Kebebasan dari kemiskinan.
g. The Universal Declaaration of Human Rights
Pada tahun 1948 lahir pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi
manusia yang diterima secara aklamasi oleh negara-negara uang tergabung
dalam PBB. Deklarasi ini merupakan standar umum yang menyatakan
bahwa hak asasi manusia secara internasional haruslah dilindungi.
Deklarasi ini merupakan pernyataan umum pertama dari masyarakat
dunia tentang hak asasi manusia dan di dalamnya termuat 30 pasal.
Deklarasi ini kemudian mengilhami lahirnya berbagai perjanjian
internasional, instrumen hak asasi manusia di tingkat regional, konstitusi
masing – masing negara, dan UU di masing – masing negara yang terkait
dengan isu – isu hak asasi manusia.

2) Sejarah HAM di Indonesia


Periode perkembangan HAM di Indonesia dipaparkan sebagai berikut:
a. Periode 1908-1945
Konsep pemikiran HAM telah dikenal oleh Bangsa Indonesia terutama
sejak tahun 1908 lahirnya Budi Utomo, yakni di tahun mulai timbulnya
kesadaran akan pentingnya pembentukan suatu negara bangsa (nation state)
melalui berbagai tulisan dalam suatu Majalah Goeroe Desa. Konsep HAM
yang mengemuka adalah konsep-konsep mengenai hak atas kemerdekaan,
dalam arti hak sebagai bangsa merdeka yang bebas menentukan nasib
sendiri (the rights of self determination). Namun HAM bidang sipil, seperti
hak bebas dari diskriminasi dalam segala bentuknya dan hak untuk
mengeluarkan pikiran dan pendapat mulai juga diperbincangkan.
Perkembangan HAM di Indonesia selanjutnya tumbuh seiring dengan
kemunculan berbagai organisasi pergerakan yang intinya sebagaimana
diperjuangkan oleh Perhimpunan Indonesia yaitu hak menentukan nasib
sendiri. Pada masa-masa selanjutnya, pemikiran tentang demokrasi asli
Bangsa Indonesia yang antara lain dikemukakan Hatta, makin memperkuat
anggapan bahwa HAM telah dikenal dan bukanlah hal baru bagi Bangsa
Indonesia. Perkembangan pemikiran HAM mengalami masa-masa penting
manakala terjadi perdebatan tentang Rancangan UUD oleh BPUPKI.
b. Periode 1945-1959
Hak asasi barulah mendapatkan tempat yang penting utamanya pada
masa KRIS 1949 dan UUDS 1950, karena kedua UUD atau konstitusi itu
memuat HAM secara terperinci. Hal itu disebabkan KRIS 1949 dibuat
setelah lahirnya Declaration of Human Right 1948, sedangkan UUDS 1950
adalah perubahan dari KRIS 1949 melalui UU Federal No. 7 tahun 1950.
Dapat dikatakan bahwa baik pemikiran maupun aktualisasi HAM pada
periode ini mengalami peningkatan karena :
1) semakin banyaknya tumbuh partai politik dengan beragam ideologinya
masing-masing;
2) kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati
kebebasannya;
3) Pemilihan Umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam
suasana kebebasan, fair dan demokratis;
4) Parlemen atau Dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari
kedaulatan rakyat menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai wakil-wakil
rakyat dengan melakukan kontrol atau pengawasan;
5) Wacana dan pemikiran tentang HAM memperoleh iklim yang kondusif.
c. Periode 1959-1966
Memasuki periode kedua berlakunya UUD 1945 yaitu sejak
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, gagasan atau konsepsi Presiden
Soekarno mengenai demokrasi terpimpin dilihat dari sistem politik yang
berlaku yang berada di bawah kontrol/kendali Presiden. Dalam perspektif
pemikiran HAM, terutama hak sipil dan politik, sistem politik demokrasi
terpimpin tidak memberikan keleluasaan ataupun menenggang adanya
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.
Di bawah naungan demokrasi terpimpin, pemikiran tentang HAM
dihadapkan pada pembatasan yang ketat oleh kekuasaan, sehingga
mengalami kemunduran (set back) sebagai sesuatu yang berbanding terbalik
dengan situasi pada masa Demokrasi Parlementer.
d. Periode 1966-1998
Pemberontakan G30S/PKI tanggal 30 September 1966 yang diikuti
dengan situasi chaos mengantarkan Indonesia kembali mengalami masa
kelam kehidupan berbangsa. Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar
yang dijadikan landasan hukum bagi Soeharto untuk mengamankan
Indonesia. Gagasan mengenai HAM dianggap sebagai paham liberal yang
tidak sesuai dengan Pancasila dan budaya timur. Komisi Hak Asasi Manusia
pun dibentuk pada tahun 1993. Akan tetapi, komisi tersebut tak dapat
berfungsi secara baik karena kondisi politik pada waktu itu. Banyak
pelanggaran HAM terjadi kala itu, bahkan diduga ada pelanggaran HAM
berat yang terjadi waktu itu. Hal itu mendorong timbulnya reformasi sebagai
pengganti masa Orde Baru. Keadaan minimnya penghormatan dan
perlindungan HAM ini mencapai titik nadir pada tahun 1998 yang ditandai
oleh turunnya Soeharto sebagai Presiden.
e. Periode 1998-sekarang
Pada era reformasi, pemikiran tentang HAM mengalami kemajuan.
Berbagai dokumen HAM lahir, di antaranya adalah UUD 1945 hasil
amandemen.

2.3. HAM dalam Hukum di Indonesia


2.3.1. Hak Asasi Manusia dalam Pancasila
Hak-hak asasi manussia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan
UUD 1945 dan terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan
hukum dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar filsafat negara Republik
Indonesia serat pedoman hidup bangsa Indonesia, terdapat pula ajaran pokok warga
negara Indonesia. Yang pertama ialah perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD
tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia. Oleh sebab itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1) Sila ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk
agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.
2) Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara
pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan
hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang.
3) Sila persatuan indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara
warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai
dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama
lainnya dalam semangat persaudaraan.
4) Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan,
bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga
negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan,
paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi
masyarakat.
5) Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik
perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi
kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.

2.3.2. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945


Berbagai instrumen HAM di Indonesia antara lain termuat dalam :
1. Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
1) Pembukaan UUD 1945
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
 Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala
bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
 Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial……”
2) Batang Tubuh UUD 1945
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27
sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :
 Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
 Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
 Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
 Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).
Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia tercantum
dalam Bab X A Pasal 28 A sampai dengan 28 J, sebagaimana tercantum
berikut ini :
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya. **)
Pasal 28 B
1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.**)
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28 C
1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia. **)
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.**)

Pasal 28 D
1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja “)
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **
Pasal 28 E
1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran. memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggakannya, serta berhak kembali.**)
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.**)
Pasal 28 G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan
untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan alau perlakuan yang
rnerendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suara
politik dari negara lain. **)
Pasal 28 H
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapalkan lingkungan hid up yang baik dan sehal serfa berhak
memperoleh pefayanan kesehatan **)
2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.**)
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
**)
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.**)
Pasal 28 I
1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. **)
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif **)
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, Terutama pemerintah.**)
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan. **)
Pasal 28 J
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.**)
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
2. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Instrumen ini ditetapkan pada tanggal 13 November 1998. Dalam
ketetapan MPR tersebut disebutkan antara lain :
1) Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.
2) Menugaskan kepada Presiden dan DPR untuk meratifikasi (mengesahkan)
berbagai instrumen hak asasi manusia internasional selama tidak bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945.
3) Membina kesadaran dan tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara
untuk menghormati, menegakkan hak dan menyebarluaskan hak asasi
manusia melalui gerakan kemasyarakatan.
4) Melaksanakan penyuluhan, pengkajian, pemantauan dan penelitian serta
menyediakan media tentang hak asasi manusia yang ditetapkan dengan
undang-undang
5) Menyusun naskah hak asasi manusia dengan sistematis dengan susunan:
 Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia
dan,
 Piagam hak asasi manusia
6) Isi beserta uraian naskah hak asasi manusia sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari ketetapan ini.
7) Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu langgal 13
November 1998.

3. Piagam hak asasi manusia di Indonesia dalam Ketetapan MPR Nomor


XVII/MPR/1998
1) Pembukaan
Bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan
sebagai pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam
ketaatan kepada-Nya. Manusia dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggung
jawab serta kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, dan martabat
kemuliaan kemanusiaan, serta menjaga keharmonisan dalam kehidupan.
Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.
Selanjulnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul
sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
Bahwa didorong oleh jiwa dan semangat proklamasi kemerdekan Republik
Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan
kewajiban manusia, yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal,
dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasiladan Undang-
Undang Dasar 1945.
Bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, telah mengeluarkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human
Right). Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai
tanggungjawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi
tersebut.
Bahwa perumusan hak asasi manusia pada dasarnya dilandasi oleh
pemahaman suatu bangsa terhadap citra, harkat dan martabat diri manusia itu
sendiri. Bangsa Indonesia memandang bahwa manusia hidup tidak terlepas dari
Tuhannya, sesama manusia dan lingkungannya.
Bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui dan
menjamin serta menghormati hak asasi manusia orang lain juga sebagai
kewajiban. Oleh karena itu, hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia
terpadu dan melekat pada diri manusia sebagai pnbadi, anggota keluarga,
anggota masyarakat, anggota suatu bangsa dan warga negara, serta anggota
masyarakat bangsa-bangsa.
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, demi terwujudnya masyarakat
Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka bangsa Indonesia
menyatakan piagam hak asasi manusia.
2) Piagam Hak Asasi Manusia
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia terdiri dari 10 bab, yaitu :
Bab I : Hak untuk hidup (pasal 1)
Bab II : Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 2)
Bab III : Hak mengembangkan diri (pasal 3-6)
Bab IV : Hakkeadilan(7-12)
Bab V : Hak kemerdekaan (pasal 13 – 19)
Bab VI : Hak atas kebebasan informasi (pasal 20 – 21)
Bab VII : Hak keamanan (pasal22-26)
Bab VIII : Hak kesejahteraan (pasal 27 – 33)
Bab IX : Kewajiban (pasal 34 – 36)
Bab X : Perlindungan dan kemajuan (pasal 37 – 44)
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 23 September 1999. Isi pokok HAM
menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, terdiri atas 11 bab dan
penjelasan, yaitu :
Bab I : Pendahuluan (pasal 1).
Bab II : Asas-asas dasar (pasal 2 – 6)
Bab III : Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia (pasal 9 -66)
Bab IV : Kewajiban dasar manusia (pasal 67 – 70)
Bab V : Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (pasal 71 – 72)
Bab VI : Pembatasan dan larangan (pasal 73 – 74)
Bab VII : Komisi nasional hak asasi manusia (pasal 75 – 99)
Bab VIII : Partisipasi masyarakat (pasal 100 – 103)
Bab IX : Peradilan hak asasi manusia (pasal 104)
Bab X : Ketentuan peralihan (pasal 105)
Bab XI : Ketentuan penutup (pasal 106)

2.3.3. Lembaga Penegakan HAM


Seiring dengan perkembangan tuntutan pelaksanaa hak asasi manusia dan
masyarakat dari tekanan Internasional maka pemerintah Indonesia berupaya
menegakkan HAM. Untuk itu telah dibentuk lembaga lembaga resmi oleh
pemerintah. Namun demikian peran serta masyarakat telah dibentuk lembaga
lembaga penegak HAM terutama LSM pro demikian demokrasi dan HAM . adapun
lembaga lembaga HAM tersebut adalah;
1. Komisi Nasional hak sasi manusia
Pada awalnya komisi nasional (komnas ham ) HAM DIBENTUK
BERDASARKAN Keppres no 50 tahun 1993 sebagai respon terhadap tuntutan
masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakkan
ham di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya undang undang no 39 tahun 1999
tentang hak asasi manusia yang didalamnya mengatur tentang komnas ham.
a. Komnas Ham mempunyai tujuan;
1) Membantu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan
hak asasi manusia.
2) Meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia yang seutuhnya dan kemampuan
berpatisipasi berbagai kehidupan
b. Fungsi komnas ham
Untuk mencapai tujuan tersebut komnas ham memiliki fungsi :
 Fungsi pengkajian
a) Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrument
internasional dengan tujuan memberikan syarat syarat mengenai
aksesi atau ratifikasi
b) Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang
undangan untuk memberikan rekomondasi mengenai pembentukan,
perubahan dan pencabutan peraturan perundang undangan yang
berkITn dengan hak asasi manusia
c) Penertiban hasil pengkajian dan penelitian
d) Studi pustaka, studi lapangan dan study banding dinegara lain
mengenai hak asasi manusia
e) Pembahasan berbagai masalah yang berkaitandengan perlindungan
,penegakkan dan pemakaian hak asasi manusia
f) Kerja sama pengkajian penelitian dengan organisasi., lembaga atau
pihak lainnya baik di tingkat nasional regional maupun internasional
dalam bidang hak asasi manusia
 Fungsi penyuluhan
a) Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada
Masyarakat Indonesia
b) Upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak asasi
manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta
berbagai halangan lainnya dalam bidang hak asasi manusia
 Fungsi pemantauan
a) Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia kepada masyarakat
Indonesia
b) Penyelidikan terhadap pihak pihak atau korban maupun pihak pihak
yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya
c) Pemanggilan terhadap pihak pihak atau korban maupun pihak pihak
yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya
d) Pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengarkan kesaksiannya dan
kepada saksi pengadu dimintai penyerahan barang bukti yang
diperlukan
e) Peninjauan tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu
f) Pemangilan terhadap pihak pihak terkait untuk memberikan
keterangan secara tertulis atau penyerahan dokumen yang diperlukan
sesuai dengan persetujuan ketua pengadilan
g) Pemerikaan di tempat terhadap rumah bangunan dan tempat tempat
lainnya yang diduduki atau pemilik pihak pihak terkait dengan
persetujuan ketua pengadilan
h) Memberikan pendapat berdasarkan persetujuan ketua pengadilan
terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan
bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran ham dalam
masalah public dan acuan pemeriksaan oleh pengadilan yang
kemudian pendapat komnas ham tersebut wajib diberlakukan oleh
hakim kepada pihak pihak terkait
 Fungsi mediasi
a) Perdamaian kedua belah pihak
b) Penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negoisasi, mediasi
,konsultasi dan penilaian para ahli
c) Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya melalui pengadilan
d) Penyampaian rekomondasi atas Sesutu pelanggaran ham kepada
pemerintah untuk ditindak lanjuti penyelesainnya
e) Penyampaian rekomondasi atas sesuatu kasus pelanggaran Ham
kepada DPR RI untuk ditindak lanjuti.
c. Kelengkapan HAM
(1) Siding paripurna
(2) Sub komisi
d. Keanggotaan komnas HAM
Keanggotaan komans ham berjumlah 35 orang dengan masa jabatan 5 tahun
dan setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya unyuk satu kali masa
jabatan. Anggota komnas ham dipilih oleh DPR RI berdasarkan ususlan dari
komnas ham dan diremikan oleh Presiden selaku kepala Negara.
e. Hak dan kewajiban anggota Komnas HAM
1) Menyampaikan usulan dan pendapat kepada siding paripurna
2) Memberikan saran dalam pengambilan keputusan dalam siding
paripurna dan sub komisi
3) Mengajukan dan memilih calon ketua dan wakil ketua komnas ham
dalam siding paripurna
4) Mengajukan bakal calon anggoat komnas ham dan siding paripurna
untuk penggantian periode dan antar waktu
f. Kewajiban anggota komnas ham
1) Mentaati peraturan perundang undangan yang berlaku dan keputusan
komnas ham
2) Berpartisipasi aktif sungguh sungguh untuk tercapainya tujuan
komnas ham
3) Menjaga kerahasiaan keterAangan yang sifatnya rahasia yang ia
dapatkan berdasarkan kedudukannya sebagai anggota komnas ham.
2. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
a. Dasar pembentukan
Komnas ham anti kekerasan terhadap perempuan dibentuk berdasarkan
Keppres no 181 tahun 1998, dengan maksud melindungi kaum perempuan
dari segala bentuk tindakan kekerasan
b. Tujuan
1) Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap
perempuan
2) Mengembangkan situasi yang kondusif bpenghapusan bentuk
kekerasan terhadap perempuan
3) Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekersan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan
c. Kegiatan komnas ham anti kekerasan terhadap perempuan
1) Penyebarluasan pemahaman bentuk kekerasan , pencegahan,
penanggulangan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan
2) Pengkajian dan penelitian tehadap berbagai instrument PBB
mmengenai perlindungan hak asasi terhadap perempuan
3) Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan memberikan pendapat , saran dan pertimbangn kepada
pemerintah
4) Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya
kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat
5) Pelaksanaan kerja sama regional dan internasional dalam upaya
penegakkan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan

3. Pengadilan HAM
Pengadilan hak assi manusia diatur dalam undang undang no 26 tahun 2000.
a. Dasar pembentukan pengadilan HAM
Pengadilan ham adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak
asasi manusia yang berat. Pengadilan ham dibentuk di lingkungan peradilan
umum. Dasar pembentukannya adalah undang undang no 26 tahun 2000 yang
ditetapkan pada tanggal 23 nopember tahun 2000. Pelanggaran hak asasi
manusia yang berat adalah ;
 Kejahatan genosida
Yang dimaksud kejahatan genosida adalah perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan dan memusnakan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis ,kelompok agama denga
cara;
1) Membunuh anggota kelompok
2) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
angota anggota kelompok
3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan sec ara fisik baik seluruhnya maupun sebagian
4) Memaksakan tindakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran
didalam kelompok, atau
5) Memindahkan secara paksa anak anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain
 Kejahatan kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan secara langsung
terhadap penduduk sipil ,berupa;
1) Pembunuhan
2) Pemusnahan
3) Perbudakan
4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang wenang yang melanggar/ asas asas ketentuan pokok hokum
internasional
6) Penyiksaan
7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk bentuk
kekerasan seksual lain yang setara
8) Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin, atau alas an lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hokum internasional
4. Lembaga Bantuan Hokum
Lembaga bantuan hokum adalah organisasi independen yang memberi
bantuan dan pelayanan hokum kepada masyarakat . lembaga ini biasanya dikelola
secara mandiri oleh para aktivis yang mempunyai kepedulian tinggi untuk
memajukan penegakkan keadilan. Mereka membantu para korban kejahatan HAM
atau pihak pihak pihak lain yang tertindas oleh ketidak adilan.
 Peran lembaga hokum
1) Sebagai relawan yang membantu kepada pihak pihak yang membutuhkan
bantuan dibidang hokum
2) Sebagai pembela dalam menegakkan keadilan dan kebenaran
3) Sebagai pembela dan melindungi hak hak asasi manusia
4) Sebagai penyuluh dan penyebar informasi dibidang hokum dan hak asasi
manusia LBH di dalam menjalankan tugasnya bersifat pengabdian dan
profesional
 Bersifat pengabdian karena perbuatannya adalah sematamata
mengabdikan dan untuk kepentingan hokum dan HAM
 Bersifat profesonal karena tindakan dan perbuatannya sesuai dengan
bidang keahliannya, yakni mengerjakan pekerjaannya yang di landasi
oleh pengetahuan atau pendidikan dibidang hokum dan HAM

5. Biro Konsultasi Dan Bantuan Hokum Perguruan Tinggi


Salah satu tridarnma perguruan tinggi adalah pengabdian masyarakat.
Perguruan tinggi yang mempunyai fakultas hokum melaksanakan tridarmanya
antara lain dengan membentuk biro konsultasi dan bantuan hokum. Peran biro
konsultasi dan bantuan hokum :
1) Sebagai kantor, pusat kegiatan untuk memberikan layanan kepada semua
pihak yang ingin berkonsultasi dan meminta bantuan dibidang
2) Pelaksanaa program tridarma perguruan tinggi dibidang hokum dan HAM
3) Wahana pelatihan pembelaan dan penegakkan hokum dan ham

2.3.4. Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia


Meskipun di Indonesia telah ada ber agai peraturan hokum dan lembaga yang
memberikan jaminan perlindungan terhadap HAM ,namun ternyata belum menjamin
bahwa hak asasi manusia benar benar dilaksanakan. Dalam kehidupan sehari hari
kita jumpai banyak kasus pelanggaran terhadap hokum, untuk menetukan suatu kasus
pelanggaran hokum tergolong pelanggaran HAM atau bukan , harus diketahui cirri
cirinya . secara umum kategori kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat
adalah;
1. Pembunuhan besar besaran / genosida
2. Rasialisme
3. Terorisme
4. Pemerintah totaliter
5. Pengrusakan kualitas lingkungan
6. Kejahatan kejahatan perang
Jika suatu kasus pelanggaran hokum memiliki cirri cirri tersebut maka dapat
digolongkan sebagai pelanggaran HAM, jika tidak maka tergolong sebagai
pelanggarab hokum pidana biasa.
Contoh pelanggaran HAM :
1) Tahun 1991; kerusuhan di perumahan santa Cruz , dilli, akibatnya 200 orang
meninggal
2) Tahun 1993 ; kasus meninggalnya aktifis buruh perempuan, marsinah tanggal 8
mei 1993
3) Tahun 1994 ; pembrendelan majalah tempo, editor dan detik
4) Tahun 1995 ; kasus tanah toraja dan kerusuhan di flores
5) Tahun 1996 ; kasus tanah balongan, sengketa antara penduduk setempat dengan
pebrik muara enim mengenai pencemaran linkungan, sengketa tanah manis
mata, kasus waduk nipah di Madura, dimana koraban jatuh ntertembak ketika
mereka meprotes penggusuran tanah mereka, penyerangan terhadap pendukung
PDI pro megawati pada tanggal 27 juli, kerusuhan sambas- sangualedo.
Peristiwa ini terjadi tanggal 20 desember 1996
6) Tahun 1997; kasus tanah kemayoran, kasus pelaku dukun santet di jawa timurs
7) Tahun 1998 ; kerusuhan mei di beberapa kota meletus, termasuk di Jakarta
peristiwa terjadi tanggal 13-15 mei 1998, kasus tewasnaya beberapa mahasiswa
tri sakti di Jakarta dua hari sebelum kerusuhan mei, kasus tewasnya beberapa
mahasiswa dalam demonstrasi menentang siding istimewa 1998 peristiwa ini
terjadi pada tanggal 13-14 1998 dan dikenal dengan tragedy semanggii
8) Tahun 1999; meninggalnya tengku Bantaqiya dan muridnya diaceh, peristiwa ini
terjadi pada tanggal 24 juli 1999, meninggalnya seorang mahasiswa dan
beberapa orang sipil dalam demonstrasi penolakan RUU penanggulangan
keadan bahaya terjadi tanggal 23-24 nopember 1999, dikenal denganperistiwa
semanggi II, penyerangan terhadap rumah sakit Jakarta pada tanggal 21 oktober
1999

2.3.5. Perkembangan Hukum Positif tentang HAM di Indonesia


Perkembangan legislasi HAM Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan demokratisasi dan pengaruh instrumen HAM internasional. Berbagai
instrumen hukum internasional di bidang HAM barang tentu berpengaruh secara
signifikan terhadap legislasi HAM di Indonesia. Di samping itu, perkembangan
positivisasi HAM di Indonesia juga tidak lepas dari sistem politik/konfigurasi politik
yang dianut oleh Negara ini. [12] Untuk memudahkan identifikasi dan uraian
instrument HAM Indonesia, maka uraiannya dibagi dalam beberapa era yakni
dimulai dari era Orde Lama hingga era Orde Reformsi. Sementara itu, pergulatan
pemikiran tentang HAM oleh founding fathers tidak diuraikan di sini.
1) Era Orde Lama
Melalui UUDS Tahun 1950, di dalamnya dimasukkan sebanyak 36 pasal
tentang HAM. Salah satu keistimewaan UUDS ini adalah dalam salah satu
pasalnya (pasal 21) dicantumkan tentang hak untuk melakukan demonstrasi dan
mogok kerja oleh para buruh sebagai alat memperjuangkan hak-haknya terhadap
majikannya. Namun, UUDS ini tidak berumur panjang, sebab pada tanggal 5
Juli 1959 Presiden Soekarno kembali memberlakukan UUD 1945.
Di era ini, pelanggaran HAM secara signifikan banyak sekali terjadi. Hal
ini dimungkinkan berdasarkan Penpres No. 11/1963 tentang Pemberantasan
Kegiatan Subversi. Penpres tersebut telah membatasi gerak dan kreasi seseorang
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pada era ini ada satu Konvensi HAM
yang diratifikasi, yaitu Konvensi Hak Politik Wanita (Convention on the
Political Rights of Women), melalui UU No. 68/1958.[13]
2) Era Orde Baru
Di era Orde Baru (Orba), kondisi penghormatan dan pemajuan HAM
boleh dikatakan berjalan di tempat. Bahkan banyak yang menengarai
perkembangan HAM di era ini sangat suram. Sebut saja peristiwa petrus
(penembakan misterius), penculikan dan penghilangan orang yang
“membahayakan” kekuasaan, pembatasan berserikat, pemberangusan pers, dsb.
menjadi catatan atas suramnya perkembangan HAM saat itu. Di tengah
suramnya perjalanan HAM, pada waktu itu ada tiga konvensi HAM yang
disahkan, yaitu:
 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
dengan UU No. 7/1984.
 Konvensi Hak Anak dengan Keppres No. 36/1990
 Konvensi Internasional Menentang Apartheid dalam Olahraga dengan
Keppres No. 48/1993.
Kuatnya pemerintahan Presiden Soeharto, menyebabkan kritikan dan
kecaman terhadap pelanggaran HAM di Indonesia tidak memberikan pengaruh
yang besar bagi dirinya. Namun, tahun 1993 rezim ini mulai menunjukkan
perubahan sikap terhadap HAM, yaitu dengan membentuk Komisi Nasional Hak
Asasi manusia (Komnas HAM) melalui Keppres No. 50/1993. Perubahan sikap
itu disebabkan oleh: 1) pengaruh perubahan konstelasi politik dunia yang
ditandai melemahnya komunisme dan semakin kuatnya dominasi Barat, dan 2)
isu pelanggaran HAM di Irian Jaya dan Timor Timur yang pada saat itu telah
menjadi isu internasional.[14]
3) Era Reformasi
Menjelang berakhirnya abad 20, perbincangan HAM dan demokrasi
semakin menguat. Perlindungan dan penegakan HAM di suatu negara menjadi
penilaian yang cukup signifikan dalam pergaulan internasional. Sebagai salah
satu bagian dari masyarakat Internasional, Indonesia juga tidak bisa terhindar
darinya. Positivisasi HAM di Indonesia berseiring dengan perubahan politik
dalam negeri dan pengaruh tekanan internasional akibat peristiwa dugaan
pelanggaran HAM berat. Dengan berakhirnya rezim Orba oleh kekuatan
reformasi, maka cukup banyak instrumen hukum dalam penghormatan dan
pemajuan HAM yang dibuat. Bukan hanya meratifikasi berbagai konvensi
internasioal, namun UUD 1945 juga diamandemen dengan memasukkan prinsip-
prinsip HAM yang sifatnya universal. Berbeda dengan pergulatan pemikiran
para founding fathers, MPR di era ini mulus-mulus saja memasukkan prinsip-
prinsip HAM dalam UUD 1945. Prinsip-prinsip HAM tersebut terumus pada
pasal 28A hingga pasal 28J UUD Tahun 1945 (amandemen).
Pada era ini, banyak instrumen HAM internasional yang diratifikasi,
seperti:
a) Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam lainnya dengan UU
No. 5/1999.
b) Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Rasial dengan UU No.
29/1999.
c) Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak
untuk Berorganisasi dengan Keppres No. 83/1998.
d) Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan UU No.
19/1999.
e) Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
dengan UU No. 21/1999.
f) Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan
Bekerja dengan UU No. 20/1999.
g) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
dengan UU No. 11/2005.
h) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dengan UU No.
12/2005.
Sebagai cermin dari kesungguhan negara Indonesia dalam menghormati,
melindungi, dan memajukan HAM bagi warganegaranya, kemudian disahkan
sejumlah UU seperti:
a) UU No. 8/1999 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat;
b) UU No. 39/1999 tentang HAM;
c) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM;
d) Amandemen berbagai UU untuk diselaraskan dengan prinsip-prinsip HAM,
seperti UU Parpol, UU Kekuasaan Kehakiman, pencabutan Penpres No.
11/1963, dsb.
e) Diluncurkan Rencana Aksi Nasional HAM (RAN-HAM) dalam rangka
memberikan jaminan bagi peningkatan pemajuan dan perlindungan HAM di
Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat istiadat, budaya, dan
agama bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.
Secara normatif, hal yang cukup menggembirakan dalam perlindungan
HAM di Indonesia adalah diterbitkannya UU No. 39/1999 tentang HAM dan
UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut Penjelasan Umum UU No.
39/1999, posisi hukum UU tersebut “adalah merupakan payung dari seluruh
peraturan perundang-undangan tentang HAM. Oleh karena itu, pelanggaran baik
langsung maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata,
dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
UU No. 39/1999 secara rinci mengatur tentang: hak untuk hidup dan hak
untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak
memperoleh keadilan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak
atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut
serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan
beragama. Semua hak itu terumus dalam Bab III di bawah judul HAM dan
Kebebasan Dasar Manusia (Pasal 9 - Pasal 66).
UU No. 39/1999 juga mengatur tentang Kewajiban Dasar Manusia. Dalam
Pasal 69 ayat (2) dirumuskan bahwa: “Setiap HAM seseorang menimbulkan
kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain
secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukannya”. Bahkan dalam Pasal 71
disebutkan bahwa masalah itu bukan hanya tugas pemerintah saja, namun
pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan dan memajukan HAM.
Di samping perkembangan HAM dalam instrumen hukum nasional yang
menggembirakan tersebut, dalam catatan ELSAM ada ironi terkait dengan
legislasi HAM di tingkat daerah. ELSAM mencatat, otonomi daerah berdasarkan
UU No 22/1999 yang telah diganti dengan UU No 32 /2004 ternyata berdampak
banyaknya produk hukum daerah, terutama Peraturan Daerah (Perda) dianggap
bermasalah.[15] Oleh karena itu, Perda-Perda yang demikian itu perlu ada
perhatian tersendiri mengingat Perda merupakan satu kesatuan yang tidak bias
dilepaskan dari sistem peraturan perundang-undang Indonesia.

2.4. HAM dalam Hukum Internasional


2.4.1. Tujuan dan Fungsi HAM dalam Hukum Internasional
Hukum internasional, dengan tegas hanya memfokuskan pada
kepentingan pribadi dan kelompok serta hubungan antara mereka dengan
pemerintah. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan internasional
untuk HAM dan kebebasan pribadi atas penyalahgunaan oleh pemerintah, dan
dalam hal tertentu juga atas kelakuan pribadi, kelompok pribadi dan organisasi
swasta lain, dan menjamin bagi mereka iklim hidup yang sesuai dengan martabat
manusia.
Dengan tujuan hukum internasional yang hanya memfokuskan pada 2
kategori yaitu kepentingan pribadi dan kelompok serta hubungan mereka dengan
pemerintah, sebenarnya kini telah menjadi “rancu”. Hal ini disebabakan karena
perbedaan antara hak-hak pribadi dengan hak-hak kelompok makin lama makin
“kabur”, oleh sebab sebuah hak dapat menunjukkan ciri khas kedua kategori.
Misalnya, hak untuk bebas berserikat mengandung unsur kebebasan pribadi
sekaligus sosial, dan kebebasan beragama menunjukkan ciri khas hak pribadi
maupun hak kolektif. Juga kriteria yang ada pada hak kebebasan membebani
negara dengan kewajiban untuk tidak mencampuri lingkungan kebebasan pribadi,
sementara kebijakan yang aktif memungkinkan beberapa hak-hak sosial, ekonomi
dan budaya menjadi dikurangi penikmatannya
2.4.2. Ciri Khas Hukum Internasional untuk Perlindungan Hak Asasi
Manusia (HAM)
1. Hukum internasional yang umum, hanya mengatur negara sebagai subjek
hukum internasional. Hukum internasional hak asasi manusia berbeda,
meskipun status individu sebagai subjek internasional belum diatur secara
sempurna, namun hukum internasional hak asasi manusia sudah mengakui
individu, sebagai subjek hukum internasional.
2. Sebagai subjek hukum internasional, individu, pada umumnya belum
berperan secara mandiri, karena jika terjadi kejahatan atau pelanggaran hak
asasi manusia, tnaka setidak-tidaknya negara, ditempatkan dalam entitas yang
bertanggung jawab atas terjadinya kejahatan dan pelanggaran hak asasi, atau
setidak-tidaknya, negara dap& dinilai telah lalai dalam kewajiban
internasionalnya mencegah kejahatan yang terjadi, atau sebaliknya negara
tempat terjadinya kejahatan dapat menuntut pihak-pihak yang melakukan
kejahatan.
3. Perkembangan hukum internasional, terutama setelah Perang Dunia ke-1,
telah memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum internasional
yang mandiri dalam tata hukum internasional. Pembentukan pengadilan
internasional Nuremberg dan Tokyo, telah mendudukan individu, sebagai
subjek hukum yang dituntut atas kejahatan perang yang dilakukannya.
Selanjutnya, individu dalam hukum internasional hak asasi manusia, dalam
perkembangannya juga dapat membela hak-haknya secara langsung, awalnya
berlaku menurut hukum masyarakat Erope dalam Konvensi Eropa, serta
berlaku dalam Konvensi Amerika.Individu dapat membela dirinya sendiri,
juga dikenal dalam hukum pegawai negeri internasional.
4. Pengakuan individu dalam hukum internasional hak asasi manusia, juga
dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan
Protokol Opsional Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, yang memberikan hak
petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikian juga hak buruh untuk
menyampaikan pengaduan yang diatur dalam konvensi ILO. Dapat dikatakan,
harapan yang besar muncul, disebabkan hukum internasional hak asasi
manusia secara konsisten mengatur kewajiban internasional bagi semua
negara untuk mempromosikan, menghormati, melindungi, memenuhi—
memfasilitasi dan menyediakan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak
sosial dan hak budaya setiap orang dan kelompok.
5. Sistem hukum internasional hak asasi manusia, juga telah mengakibatkan
munculnya kewajiban korporasi internasional bertindak sesuai dengan norma
dan standar hak asasi manusia.
Kesadaran akan hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat
kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan
oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan
merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat
berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak
asasi manusia.
2.4.3. Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional
Beberapa instrumen yang dapat di jadikan tolak ukur dalam peradilan
Internasional tentang hak asasi manusia yaitu sebagaimana terdapat dalam pasal 5
Undang-Undang Roma .Dalam pasal tersebut di jelaskan bahwa yurisdiksi
peradilan dibatasi kepada kejahatan yang sangat serius yang menjadi perhatian
internasional secara keseluruhan.
Dalam membahas masalah ini, adalah sangat penting untuk membedakan
antara 2 bentuk utama dari instrumen internasioanl HAM ( International Human
Rights Instrument), yaitu apa yang dikenal sebagai treaties (persetujuan) dan
declaration ( deklarasi), antara lain:
1. Instrumen yang secara legal mengikat (legally biding instrument). Di satu
pihak, terdapat instrumen-instrumen yang secara legal bersifat mengikat di
bawah hukum internasional instrumen-instrumen tersebut menunjukkan
secara legal keterikatan kewajiban-kewajiban bagi negara-negara yang
menjadi peserta melalui proses ratifikasi. Instrumen ini disebut sebagai
treaties (persetujuan), walaupun instrumen ini tidak jarang menunjuk suatu
diskripsi lain seperti covenants atau convention. Sebagai contoh, dapat
dimasukkan antara lain seperti Convention Against Torture, the Convention
Against Genocide dan The International Convenan on Civil and Political
Rigahts.
2. Instrumen yang tidak mengikat (non-biding instrument). Dipihak lain, ada
instrumen internasional yang tidak menunjukkan keterikatan kewajiban tetapi
mempunyai cirideclaratoier di dalamnya tercantum prinsip-prinsip dan nilai-
nilai penting yang telah diterima oleh masyarakat internasional, namun tidak
dengan sendirinya secara hukum mengikat di bawah hukum internasional.
Sebagaimana treties (persetujuan), tidak melibatkan proses ratifikasi di mana
bagi negara-negara yang menjadi pesertanya dan mewajibkan negara-negara
pesertanya untuk melaksanakan instrumen ini mempunyai berbagai nama,
namun yang menjadi istilah umumnya adalah “Declaration”. Dalam dunia
HAM deklarasi yang paling signifikan adalahDeclaration of Human Rights.
Walaupun deklarasi tidak secara legal mengikat, ini tidak berarti bahwa
mereka tidak penting. Deklarasi ini mengandung banyak beban moral dan
politik di kalangan masyarakat internasional dan merupakan alat yang efektif
dalam menekan negara-negara yang telah melanggar HAM yang serius1.
Deklarasi telah menjadi alat yang efektif untuk menigkatkan kewaspadaan
internasional terhadap standar HAM. Lebih daripada itu walaupun secara
hukum deklarasi tidak bersifat mengikat, beberapa standar yang tertuang
dalam deklarasi mempunyai ikatan status yang legal dengan constumari law
ini adalah dasar yang dimiliki oleh dari standar itu dan menghasilkan suatu
penerimaan dalam masyarakat internasional yang kemudian mengkristalisasi
ke dalam international costum(kebiasaan internasional).
Hukum internasional mengenai HAM ini tidak saja berlaku dalam keadaan
damai tetapi juga dalam situasi konflik bersenjata internasional ataupun non
internasional. Walaupun dalam situasi demikian, negara mempunyai hak
untuk menunda
Beberapa kunci pokok dari instrumen HAM adalah:
a) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights).
Deklarasi universal HAM (DUHAM) ini sebagai suatu standar umum
bagi prestasi semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar semua
individu dan setiap warga masyarakat yang terus mengikat semua deklarasi ini
mengembangkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan
melalui pengajaran dan pendidikan serta melalui langkah-langkah progresif
secara nasional dan internasional untuk menjamin pengakuan serta kepatuhan
yang universal yang efektif terhadapnya, di kalangan bangsa-bangsa dari negara-
negara anggota maupun di kalangan bangsa-bangsa di wilayah-wilayah yang
berada di bawah yuridiksinya. Bahwa bangsa-bangsa di PBB menegaskan
keyakinan mereka akan HAM yang mendasar adalah martabat dan harkat pribadi
manusia serta dalam hak-hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan dan telah
memutuskan untuk memperjuangkan kemajuan masyarakat serta standar-standar
kehidupan yang lebih baik dalam kebebasan yang besar bahwa, sesuai dengan
deklarasi universal HAM, cita-cita umat manusia yang bebas untuk menikmati
kebebasan dari ketakutan dan kemiskinan hanya dapat dicapai apabila tercipta
kondisi-kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial
dan
Sejak 1948, UDHR telah menjadi tolok ukur keberhasilan terhadap
semua deklarasi yang dikeluarkan oleh PBB, dan merupakan sumber utama
terhadap kegiatan nasional maupun internasional guna memajukan HAM.
UUDHR telah menjadi arah bagi semua pekerjaan di lapangan HAM dan
menyediakan semua landasan filosofis tertentu bagi semua konvensi dan
kovenan HAM. UDHR merupakan instrumen yang sering digunakan untuk
mengingatkan pemerintah agar memperhatikan penampilan HAM.
Deklarasi universal HAM (DUHAM) berisi 30 pasal yang terdiri dari
hak-hak fundamental dan kebebasan yang berlaku bagi semua manusia tanpa
diskriminasi. Pasal 2 mengandung prinsip-prinsip fundamental dari kesamaann
(equality) non-diskriminasi dalam penikmatan HAM dan kebebasan. Pasal 2
juga melarang semua bentuk diskriminasi, baik berdasarkan warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat, asal-usul atas status sosial,
kekayaan, kelahiran, atau status lainnya.
Pasal 3 membahas hak dasar untuk hidup, kemerdekaan, dan rasa aman
dari setiap orang yang merupakan tokoh terpenting bagi pelaksanaan hak-hak
yang lain. DUHAM mencakup 2 kelompok, yakni; pertama, sebagaimana
pengelompokan HAM pada umumnya, yakni hak-hak sipil dan hak-hak politik
yang melarang bentuk-bentuk campur tangan negara dalam kehidupan penduduk
dan menuntut negara untuk menghindari perbuatan semacam itu.
DUHAM juga mengandung hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, yaitu
hak-hak yang menuntut agar negara tidak menghindarkan diri dari beberapa
kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang positif dalam menjamin hak-
hak penduduk. Beberapa HAM yang masuk DUHAM ini adalah sebagai berikut:
Walaupun DUHAM bersifat non-binding declaration (deklarasi yang
tidak mengikat) namun hampir semua hak-hak tersebut di atas semenjak tahun
1948 tertuang dalam perjanjian internasional yang mengikat (binding
international treaties ).
b) Konvensi tentang Penyiksaan (the Troture convention).
Pada saat terjadi pelanggaran HAM, salah satu instrumen internasional
yang signifikan digunakan adalah the Convention againts Torture and Other
Cruel, Inhuman, Degrading Treatment or Punishment (disingkat menjadi “The
Torture Convention”) yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1984
dan mulai berlaku pada tahun 1987. Dalam melarang perbuatan
penyiksaan dan atau adanya aturan-aturan yang masih mengizinkan penyiksaan,
konvensi ini mempunyai ruang lingkup yang sempit. Konvensi ini tidak
mencakup penyiksaan yang dilakukan oleh lembaga atau perorangan di luar
pemerintahan. Konvensi ini hanya mencakupi segala tindakan yang dilakukan di
bawah tanggung jawab pejabat publik atau oleh orang lain yang bertindak dalam
kapasitas pejabat.
Pasal 1 konvensi ini memuat definisi yang rinci mengenai arti penyiksaan
antara lain berbunyi; “any act by which sever pain or suffering is inflicted,
including both physical and mental suffering” (setiap perbuatan yang dapat
menimbulkan rasa sakit dan penderita,termaksut penderita fisik dan mental).
Namun demikian, terdapat beberapa keadaan yang siginifikasi, antara lain:
 Penderita itu haruslah timbul secara sungguh-sungguh terjadi;
 Perbuatan itu harus dilakukan dalam suatu investigasi, atau dalam suatu
perbuatan yang didampingi oleh pejabat publik atau orang lain yang
bertindak dalam kapasitas pejabat publik;
 Rasa sakit atau penderita yang timbul karena sanksi hukum tidak termaksud
didalamnya.
Pasal 1 dari konvensi ini memberikan contoh bentuk keadaan yang
mengandung penganiyaan, di antaranya adalah perbuatan yang dilakukan untuk
memaksa memberikan informasi atau pengakuan dari seseorang atau pihak
ketiga di luar proses peradilan bahkan menghukum karena mencurigai seseorang
telah melakukan perbuatan yang tidak disukainya, atau melakukan intimidasi
dan paksaan kepada seseorang berlandaskan diskriminasi atau semacamnya.
Pasal 2, Ayat (1) dari konvensi meminta agar setiap negara peserta (state
party) untuk membuat aturan yang efektif guna mencegah perbuatan penyiksaan
dalam wilayahnya. Sedangkan pada Ayat (2) dijelaskan bahwa tidak ada
pengucilan dalam bentuk apapun, baik dalam keadaan perang, konflik, situasi
instabilitas politik dalam negeri atau bentuk lain dari keadaan darurat dapat
dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan.
Pasal 4 dari konvensi ini, menyebutkan bahwa setiap negara peserta dituntut
agar dalam hukum pidananya dicantumkan larangan untuk melakukan
penyiksaan dan juga berperan serta dalam penyiksaan dan harus diancam dengan
hukuman yang serius sejalan dengan penyiksaan yang dilakukannya.
Pada pasal 14 konvensi ini, menyelaskan bahwa korban dari penyiksaan
mempunyai hak yang dapat dituntutkan untuk mendapatkan rehabilitasi dan
kompensasi secepatnya. Konvensi tentang penyiksaan (torture convention)
disusun berdasarkan sistem yang berlaku secara internasional, yang berarti tidak
ada suatu tempat pun di negara peserta konvensi ini yang aman bagi pelaku
penyiksaan.
Untuk menentukan tempat HAM dalam hukum internasional harus dicari
kaitannya dengan terminologi yang berlaku. Salah satu pengertian yang perlu
digunakan adalah bahwa semua norma hukum internasional diarahkan untuk
menjamin rasa hormat kepada pribadi dan meningkatkan perkembangannya. Hal
ini dianggap sebagai kategori khusus yang disebut sebagai hukum humaniter
secara luas4.
Hukum humaniter secara luas ini mencakup semua norma internasional
mengenai konflik bersenjata, yang juga dimaksudkan untuk membatasi
penderitaan umat manusia yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Dalam
konteks ini, hukum humaniter dibagi ke dalam:
 Hukum tentang berperang (conduct of war). Hukum ini mengatur hak dan
kewajiban negara yang sedang berperang dan membatasi pilihan metode
berperang dan alat-alat yang menimbulkan kerugian. Hal ini dapat dilihat
pada konvensi Den Haag tahun 1899 dan tahun 1907 yang sering disebut
sebagai “Hukum Den Haag”. Karena hukum ini juga bertujuan untuk
membatasi kerugian dan penderitaan akibat peperangan, maka ia
memperoleh sifat humaniter.
 Hukum perang humaniter dalam arti yang sebenarnya. Hukum ini
dimaksudkan untuk melindungi orang-orang tertentu sewaktu timbul konflik
bersenjata internasional (namun dapat juga non internasional pada taraf
tertentu), misalnya anggota tentara yang tidak lagi mungkin berperan karena
luka, sakit, atau menjadi tawanan perang dan orang-orang yang tidak ikut
serta dalam permusuhan.
Peraturan internasional yang pertama tentang HAM dibuat berkenaan
dengan pengapusan perbudakan, dengan demikian hal ini berkaitan dengan hak
kebebasan pribadi. Upaya untuk menghapus perdagangan budak dan melindung
kaum buruh juga memperlihatkan tumbuhnya perhatian dunia internasional akan
pentingya HAM.
Perbudakan dilarang dan dikutuk dalam bab tambahan perjanjinan
perdamaian Paris tahun 1814 antara Perancis dengan Inggris. Pada tahun 1885,
Akta Umum Konferensi Berlin tentang Afrika Tengah menegaskan bahwa “
perdagangan budak dilarang sesuai dengan dasar-dasar hukum internasional”.
Pada tahun 1926 lahirlah the League of Nations Conventions to Suppres the
Slave Trade and Slavely (Konvensi Liga Bangsa-bangsa untuk menghapus
perbudakan dan perdagangan budak). Pada 1956 lahirlahSupplementary
Convention on the Abolition of Slavery, the slave trade and Institutions and
Practices Similar to Slavery.
Jaminan internasional atas HAM tertentu dalam bentuk yang dilembagakan
pertama kali dijumpai sesudah perang dunia I dalam rangka terbentuknya
beraneka ragam perjanjian perdamaian dan dalam kaitannya dengan LBB yang
waktu itu baru dibentuk7. Negara-negara yang tergabung dalam Eropa Timur
dan Eropa Tengah mengikat diri dalam suatu perjanjian dan deklarasi untuk
menjamin kelompok minoritas yang mendiami wilayah mereka untuk menikmati
kebebasan pribadi tanpa diskriminasi menurut kebangsaan, bahasa, ras, dan
agama maupun hak untuk bebas beragama sejauh pelaksanaannya tidak
melanggar ketertiban umum dan moral yang baik8. Demikian pula kepada
mereka diberikan hak persamaan di hadapan hukum, kenikmatan terhadap hak-
hak sipil dan kewarganegarraan yang sama seperti yang diberikan kepada warga
negara lainnya. Kewajiban ini dianggap sebagai obligations d’interet
international.
Pada tahun 1946-1948 dibentukalah konvensi Genosida dibawah tekanan
kelompok-kelompok yahudi sebagai tanggapan terhadap ketakutan yang
ditimbulkan oleh diumumkannya kamar-kamar gas, dirumuskan dengan
persetujuan dari negara-negara besar-besar ketika itu. Konvensi ini dianggap
sebagai suatu mekanisme yang menentukan dalam pertarungan menentang
genosida dalam konvensi tersebut telah membuat suatu terobosan besar dalam
sejarah umat manusia.
Pertama-tama marilah kita perhatikan kandungan utama konvensi itu, agar
setelah itu kita dapat bertanya mengapa konvensi itu tidak memiliki suatu
dampaak yang sesungguhnya dalam masyarakat internasional sekarang ini.
Konvensi ini menyatakan bahwa genosida merupakan suatu kejahatan
internasional yang dapat dihukum baik dilakukan diwaktu perang atau di masa
damai10, genosida menentukan siapa yang dapat dihukum karna tidakan-
tindakan genosida dan pada akhirnya menentukan siapa yang akan
melakasankan hukuman itu.
Dalam defenisi konvensi itu menyatakan bahwa genosida berarti :
membunuh atau melakukan tindakan lain yang merusak terhadap anggota
kelompok, nasional, etnis, rasial atau agama. Suatu persyaratannya yang selalu
ada ialaha dolus, atau keinginanuntuk menghancurkan. Dari definisi ini timbul
pendapat bahwa konvensi itu tidak mengganggap ebagai genosida, baik
penghancuran kelompok,politik,atau genosida budaya ( menghancurkan
kebudayaan suatu kelompok manusia)11.
Konvensi ini telah menentukan empat buah mekanisme :
1) Diadili didepan pengadilan negara diwilayahnya telah dilakukan tindakan
genosida itu, akan tetapi iclas bahwa ini hanyalah suatu jaminan khayalan
semata-mata karna biasanya genosida itu dilakukan oleh pihak yang
berwenang dalam negara itu atau sekurang-kurangnya dengan ijin mereka
dan pihak yang berwenang dengan mudah sekali dapat berhasil dala “
menetralisasikan” pengadilan
2) Pergi pada suatu pengadilan kriminal internasional yang akan didirikan,
saying sekali sebagaimana dapat dibayangkan, pengadilan itu belum pernah
ada.
3) Pergi pada “ badan-badan Perserikan Bangsa-bangsa yang berwenanga”
untuk mengambil tindakan-tindakan yang ditentukan oleh piagam PBB.
4) mengajukan banding secara Unirateral kepada makhama pengadilan
internasional hanya dapat memastikan kesalahan yang mungkin dan
mengutuk negara yang bertanggung jawab akan tetapi tidak memiliki
kekuatan untuk mewajibkan pengutukan itu melalui tindakan-tindakan
pemaksaan
Sistem penegakan hukum konvensi itu menjadi demikian tidak
memadahinya. Karna mayoritas negara yang mengerjakannya lebih menyukai
untuk membela kedaulatan negara daripada keperluan menghukum para pelaku
tindak kriminal yang kejam itu mereka lebih suka untuk terus berada ditingkat
normative tanpa mengambil langkah selanjutnya yang perlu untuk mendampingi
kemajuan itu dengan kemanjun yang sama ditingkat pelaksanannya.
Sejak disepakatinya konvensi genosida tahun 1946-1948 telah terjadi
sejumlah, kejadian genosida yang serius, yang semuanya bukan karna kebetulan
terjadi didunia ketiga
1) Tahun 1960 di kongo, tentara nasional kongo telah membantai ratusan orang
Baluba dipropinsi kasai selatan, ketika terjadinya suatu krisis politik negeri
yang serius
2) Tahun 1965-1972 di Burudi,tutsi sungguhpun merupakan suatu kelompok
minoritas akan tetapi dominan secara politik, telah menghancurkan
kelompok hutu, suatu kelompok etnis mayoritas. Yang telah dihancurkan
antara 100.000 dan 300.000 orang Hutu telah dibunuh
3) Tahun 1971 di Pakistan timur tentara Pakistan telah membantai penduduk
daerah yang sekarang ini menjadi Banglades.
4) Tahun 1970 –1974 di Paruguay ribuan orang Indian ach dibunuh ketika
bertentangan dengan pihak yang berwenag dipemerintahan
5) Tahun 1971-1978 Rezim Idi Amin di Uganda telah membunuh ribuan orang
sipil, termasuk musuh politik, akan tetapi anggota kelompok etnis. ( Acholi
dan Lango) pembunuhan ini tidak pandang bulu sehingga melebihi
pengertian genosida yang biasa
6) Antara tahunan 1975-1978 di kamboja Khamer merah pol pot telah
menghancurkan dua juta orang, diantaranya beberapa kelompok etnis,atau
agama.seperti Champs ( suatu minoritas islam) para biksu Budha.
7) Pada tahun yang hampir bersamaan 1976-1978 di Iran para anggota
kepercayaanBahai telah ditindas dan dibunuh
8) Tahun 1960an – 1970an Brazil dengan berbagai cara telah melaksanakan
kebijaksanaan baik langsung maupun tidak langsung, menghancurkan
berbagai suku Indian yang memdiami wilayahnya
9) Tahun 1978 tindakan-tindakan genosida dilakukan di Equatorial Guinea
daerah khaturistiwa
10) Tahun 1982 pembunuhan massal terhadap orang-orang palestina telah
dilakukan di Lebanon oleh pasukan-pasukan Kristen Folongis di Kamp-
kamp di Palestina. Di sbra dan Shatila, dengan persetujuan dan tanpa
tindakan pencegahan bersenjata Israil
11) Tahun 1986-1987 di Srilanka tindakan kekerasan digenosida telah dilakukan
terhadap orang-orang tamil oleh mayoritas Singhala ( yang berikutnya juga
menjadi korba pembunuhan orang tamil), sampai diadakan perjanjian
dibawah pengawasn India tahun 1987, yang bagaimanpun hanya
mengurangi konfik rahasia itu.
Sebagaimana dapat dilihat dari contoh diatas, tindakan-tindakan genosida
itu terjadi terutama dalam masyarakat majemuk dan penuh konflik dimana
masalah-masalah ekonomi dan politik yang disebabkan oleh terbentukanya
negara, dimana tatanandan pemusataan kekuasaan ditimpahkan kepada
ketegangan dan perbedaan tradisional dikalangan berbagai kelompok dan Ras.
Dimana seringkali genosida dalam masyarakat-masyarakat ini mengikat suatu
pola pertumbuhan yang agak biasa, polarisasi tuntutan oleh kelompok minoritas
tuntutan reformasi yang terus menerus penggunaan perlawanan bersenjata atau
terorisme oleh kelompok-kelompok ini. Penindasan dan pembunuhan massal dan
pemusnahaan oleh pihak pemerintah yang berwenag-wenang.
2.4.4. Cakupan HAM dalam Hukum Internasional
Wewenang majelis umum di bidang penangan hak-hak asasi didasarkan
atas pasal 55c piagam yang berisikan penegasan atas penghormatan secara
universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok bagi semua
tanpa membedakan suku,kelamin,bahasa dan agama.pasal 55c ini diperkuat oleh
pasal 13 ayat 1b mengenai upaya majelis umum untuk mempermudah
pelaksanaan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok tersebut.selanjutnya
semua permasalahan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok ini dibahas
oleh salah satu komite utama majelis yaitu komite tiga yang menangani masalah-
masalah HAM,kemanusiaan,social dan kebudayaan.
Majelis umum juga dibantu oleh salah satu organ utama PBB yaitu dewan
ekonomi dan social yang dapat membuat rekomendasi-rekomendasi agar
terlaksananya penghormatan yang efektif terthadap hak-hak asasi dan kebebasan-
kebebasan pokok.disamping itu dewan ekonomi dan social dapat pula membentuk
komisi untuk memajukan hak-hak asasi dan juga komisi-komisi lainnya yang
diperlakukan untuk pelaksanaan tugas-tugasnya.diantara komisi-komisi yang
dibentuk dewan ekonomi dan social dan yang menangani masalah-masalah hak
asasi inin adalah komisi hak-hak asasi manusia (KHAM) dan komisi mengenai
status wanita.
Komisi hak-hak asasi manusia yang didirikan pada tahun 1946ini dan yang
beranggotakan 53 negara mempunyai tugas untuk menyiapkan rekomendasi-
rekomendasi dan laporan mengenai perjanjian-perjanjian internasional tentang
bhak-hak asasi,konvensi-konvensi dan deklarasi-deklarasi internasional mengenai
kebebasan-kebebasan sipil, informasi, perlindungan kelompok minoritas,
pencegahan diskriminasi atas dasar suku, kelamin, bahasa dan agama dan
masalah-masalah lain yang berkaitan dengan hak-hak asasi .untuk permasalahan
yang sama, komisi hak-hak asasi manusia (KHAM)juga membentuk suatu sub
komisi yang bernama sun komisi pencegahan diskriminasi dan perlindungan
minoritas (PDPM)yang beranggotakan 26 pakar independent yang diangkat oleh
pemerintah masing-masing .tugas sub komisi PDPM ini adalah untuk mencegah
segala macam diskriminasi mengenai hak-hak asasi dan kebebasan pokok dan
perlindungan kelompok minoritas,suku,bangsa,agama dan bahasa.
Khusus mengenai wanita,juga dibentuk pada tahun 1946 komisi mengenai
status wanita dengan tugas menyiapkan laporan-laporan mengenai promosi hak-
hak wanita di bidang politik,ekonomi,social dan pendidikan dan membuat
rekomendasi kepada dewan ekonomi dan social tentang masalah-masalah yang
membutuhkan perhatian segera di bidang hak-hak asasi manusia .seperti juga
halnya dengan KHAM,komisi ini beranggotakan wakil-wakil dari 45 negara yang
bertindak dalam kapasitas pribadi.
Disamping itu ada dua badan khusus PBB yang juga menangani masalah-
masalah yang berkaitan dengan hak-hak asasi .yang pertama adalah organisasi
buruh sedunia (ILO) .Organisasi ini termasuk organisasi yang tertua didirikan
pada tahun 1919 yang merupakan bagian perjanjian Versailles .Di tahun 1946
Organisasi tersebut menjadi salah satu badan khusus PBB.Organisasi
internasional ini bertugas untuk memperbaiki syarat-syarat bekerja dan hidup para
buruh melalui penerimaan konvensi-konvensi internasional mengenai buruh dan
membuat rekomendasi standar minimum di bidang gaji,jam kerja,syarat-syarat
pekerjaan dan jaminan social .
Badan khusus kedua adalah UNESCO yang didirikan pada tahun 1945
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pasal 1 ayat 3 piagam antara lain
meningkatkan kerjasama antar bangsa melalui pendidikan,ilmu pengetahuan dan
kebudayaan dan untuk meningkatkan secara universal peghormatan terhadap
peraturan hokum,hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok.
Konvensi penting yang diterima UNESCO adalah mengenai pemberatasan
diskriminasi di bidang pendidikan pada tahun 1962 yang membentuk komisi
konsultasi dan jasa-jasa baik.komisi tersebut bertugas untuk memeriksa
pengaduan Negara-negara anggota mengenai pelaksanaan konvensi .selanjutnya
dewan eksekutif UNESCO juga membentuk suatu prosedur pemeriksaan
pengaduan yang dating dari individu-individu dan organisasi-organisasi yang
merujuk pada pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak asasi terutama hak-hak
edukatif dan kebudayaan .
Menurut system PBB, dalam upaya pemajuan dan peningkatan HAM
dikenal tiga bidang utama yakni:
a. Upaya pembakuan standar internasional;
b. Kegiatan monitoring/pemantauan pelaksanaan HAM;
c. Jasa nasehat dan kerjasama teknik.
PBB melalui badan-badan bawahannya mempunyai peranan sentral dalam
pembakuan standar dengan mengesakan berbagai instrument/konvensi
HAM.kegiatan pemantauan dilakukan untuk mengetahui sejauhmana Negara-
negara anggota PBB memberikan jasa nasehatnya termasuk bantuan kerjasama
teknik dalam bentuk seminar,pelatihan dan penangan secara khusus beberapa
kategori HAM.dalam upaya pemantauan konvensi yang telah diratifikasi oleh
Negara, maka terdapat enam badan pemantauan instrument,yakni :
 Komite HAM :Memantau hak-hak sipil dan politik;
 Komite Ekonomi dan social budaya:memantau pelaksanaan hak-hak tersebut ;
 Komite penghapusan segala bentuk diskriminasi:khusus memantau mengenai
bentuk diskriminasi;
 Komite anti penyiksaan:yang memantau pelaksanaan konvensi anti penyiksaan;
 Komite penghapusan diskriminasi terhadap wanita:memantau diskriminasi
wanita;
 Komite hak-hak anak:khusus memantau pelaksanaan konvensi hak-hak anak .
Selain itu masih terdapat mekanisme lainnya di PBB seperti dibentuknya
beberapa kelompok kerja dan pelapor khusus serta utusan khusus untuk
menangani masalah-masalah HAM tertentu menurut temanya atau Negaranya .
demikianlah sungguh luas dan beranekaragam hak-hak yang
dimajukan,dikembangkan,dilawasi dan dilindungi oleh PBB dan beberapa badan
khusus demi tercapainya kehidupan umat yang harmonis,damai dan bersahabat.

2.5. Hambatan HAM


a. Budaya Paternalistik
Budaya paternalistik masih hidup dan melekat pada sebagian besar
masyarakat kita. Khususnya di kalangan masyarakat perdesaan hal-hal yang
diucapkan oleh pimpinan formal maupun informal walaupun terkadang
pernyataan itu tidak sesuai dengan HAM, namun karena diucapkan oleh
pimpinan karismatik, lalu dianggap sebagai suatu kebenaran, dan masyarakat
tidak berani mengukapkan hal dan perasaannya, hak dan pemikiran, sehingga
menghambat pelaksanaan hak asasinya.
b. Kesadaran hukum yang rendah
Kesadaran hukum yang masih rendah, mengakibatkan keengganan
masyarakat untuk melaporkan adanya perlanggaran HAM di sekitarnya. Hal
ini disebabkan antara lain mereka tidak ingin mencampuri urusan orang lain,n
enggan menjadi saksi atau tidak ingin repot karena urusan orang lain. Dalam
hal tertentu keengganan menjadi saksi ini menyulitkan Polri dalam
mengungkapkan kasus-kasus kejahatan yang terjadi, sehingga Polri
cenderung untuk mengejar pengakuan tersangka, yang kadang-kadang upaya
mengejar pengakuan tersangka dilakukan dengan tindakan-tindakan
kekerasan.
c. Budaya loyalitas
Sikap loyalitas ini juga hidup subur di seluruh lapisan masyarakat, di sisi
lain loyalitas mengandung konotasi negatif yakni kepatuhan/kesetiaan yang
berlebih terhadap perintah atau petunjuk pimpinannya baik dalam satuan
organisasi resmi maupun organisasi nonformal. Seharusnya yang kita
kembangkan adalah komitmen terhadap tugas tanggung jawab masyarakat,
dalam arti harus ada keberanian anggota masyarakat untuk menentang
perintah pimpinannya apabila pimpinan tersebut tidak sesuai dengan aturan
hukum, moral, ketertiban dan keamanan, dan terutama tidak sesuai dengan
HAM.
d. Kesenjangan antara teori dan praktik hukum
Walaupun teori hukum dan hukum-hukum tertulis yang kita miliki belum
sempurna, namun sebenarnya dengan aturan-aturan yang ada pelanggaran
HAM seharusnya sudah dapat diminimalkan. Tetapi dalam praktik terlihat
bahwa belum tentu aturan-aturan yang baik itu dalam pelaksanaannya juga
baik. Para pelaksana hukum dalam hal ini kadang-kadang masih terlihat tidak
sepenuhnya mengaplikasikan secara tepat dan benar aturan-aturan tersebut.

2.6. Upaya Peningkatan HAM


1. Kebijakan
 Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu untuk
mewujudkan rasa keadilan, kepastian hukum dan penghormatan HAM.
 Mengembangkan perwujudan budaya hukum yang bertumpu pada
perlindungan terhadap HAM, disemua lapisan aparatur negara dan
masyarakat guna tegaknya negara hukum yang menjamin rasa keadilan
rakyat.
 Meningkatkan integritas moral dan kemampuan profesional aparatur
penegak hukum, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah dalam penegakan hukum serta perlindungan HAM.
2. Strategi
 Secara bertahap memperbaharui atau membuat produk hukum nasional yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip penghormatan dan perlindungan.
 Meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban penyelenggara negara,
aparatur pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat terhadap perlindungan
HAM.
 Meningkatkan budaya pengawasan dari masyarakat terhadap kinerja
aparatur pemerintah dalam menagnani permasalahan-permasalahan yang
berhubungan dengan perlindungan HAM.
3. Upaya-upaya
1) Sosialisasi Hukum dan HAM
Masalah hukum dan HAM bukan hanya terbatas pada pengertian dan
pemahaman, tetapi yang lebih penting adalah perubahan tata nilai,
perilaku dan budaya masyarakat dan aparat pemerintah yang
mencerminkan penghormatan dan perlindungan terhadap HAM. Upaya
ini memerlukan kerja keras yaitu dengan sosialisasi materi-materi HAM
kepada selruuh aparatur negara dan masyarakat luas secara berlanjut, dari
mulai sekolah, perguruan tinggi, ormas/LSM, dan komponen bangsa
lainnya.
2) Menyebarluaskan brosur-brosur tentang HAM, melalui jaringan pendidikan,
lembaga-lembaga pemerintah, organisasi sosial dan masyarakat umum.
3) Meningkatkan jaringan pengawasan terhadap pelanggaran HAM, melalui
sarana media cetak/elektronik, pengawasan fungsional ditiap instansi
pemerintah dan kontrol DPR,
4) Secara berlapis dan tingkat kecamatan, kota/kabupaten, provinsi dan tingkat
pusat, maka pemerintah harus membuka tempat-tempat pengaduan
pelanggaran HAM,sehingga setiap masalah dapat dideteksi dan
diidentifikasi secara dini.
5) Melaksanakan peradilan HAM secara transparan dan konsisten, guna
membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam
menegakan supremasi hukum di Indonesia
Dengan keluarnya UU No.39/1999 penghormatan dan perlindungan HAM
ditegakan di Indonesia yang akan menjadi salah satu pilar kokoh dalam rangka
mewujudkan masyarakat madani dan nnegara hukum yang demokratis, disamping
akan lebih meningkatkan pamor Indonesia dalam tata pergaulan bangsa-bangsa di
dunia.
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah sebagai
berikut:
1) Negara hukum adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan hukum, segala
tindakan penguasa selalu dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan segala
tindakan negara dibatasi hukum.
2) Negara hukum memiliki 3 ciri-ciri, yaitu: Supremacy of Law, Equality before the
law, dan Due Process of Law.
3) Hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia
dan bersifat universal, serta tidak memandanng apakah orang tersebut kaya atau
miskin, atau laki-laki maupun perempuan. HAM juga berarti hak-hak yang dimiliki
manusia semata-mata karena manusia.
4) HAM diatur pada UU HAM No 39 tahun 1999.
5) Negara Hukum dan HAM tidak bisa dipisahkan. Indonesia sebagai Negara Hukum
telah menetapkan pengertian HAM yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
Undang-undang nomor 39/1999.
6) Bentuk-bentuk pelanggaran HAM berat, antara lain dapat kita temukan pula di
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yaitu
meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Ubaidillah, Abdul Rozak dkk, 2000. Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi,


HAM & Masyarakat Madani). Penerbit IAIN Jakarta Press : Jakarta.

Adnan Buyung Nasution (2003). “Implementasi Perlindungan Hak Asasi Manusia Dan
Supremasi Hukum”. Makalah disampaikan pada: Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan
Berkelanjutan, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI Denpasar, 14-18 Juli
2003. Lihat http://www.docstoc.com/docs/17584105/Implementasi-
Perlindungan-Hak-AsasiManusia

Adnan Buyung, Nasution. Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia.


Anis Ibrahim (2008) Legislasi dan Demokrasi, Interaksi dan Konfigurasi Politik Hukum
dalam Pembentukan Hukum di Daerah. In-Trans Publishing, Malang.

Arthur J. Dyck (1994) Rethinking Rights and Responsibilities, The Moral Bonds of
Community. The Pilgrim Press, Cleveland, Ohio, hlm. 4-5. Sebagaimana
dikutip Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) “Hak Asasi
Manusia Tanpa Dukungan Politik, Catatan HAM Awal Tahun 2008 Lembaga
Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)”. Dalam http://www.docstoc.com/
docs/ 36648848/Hak-Asasi-Manusia-Tanpa-Dukungan-Politik.

Artidjo Alkostar (2004) Pengadilan HAM, Indonesia, dan Peradaban. PUSHM-UII,


Yogyakarta.

Asri Wijayanti “Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia”. Dalam


http://www.docstoc.com/docs/17537142/Sejarah-Perkembangan-Hak-Asasi-
Manusia.

Bagir Manan. 2001. Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia di Indonesia,


Alumni, Bandung.

Bambang Siswanto, Herry Soeprapto, Slamet Santoso, Tata Brata S, H. Chumaidi


Ahzar, Karsidi, Edy Pramono, Marsum Zarkasyi dan Puji Prayitno, Kuat. 2016.
Pendidikan Kewarganegaraan. Tim BPU Percetakan dan Penerbitan Unsoed.
(Hal 43-46)

Darji Darmodiharjo dan Shidarta (1995) Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Eddie Riyadi (2006) “Hak Asasi Manusia: Sebuah Telusuran Genealogis dan
Paradigmatik” Makalah dipresentasikan pada Training Hak Sipol dan Politik
Berperspektif Jender dengan materi “Hak Asasi Manusia: Sejarah, Prinsip dan
Isinya”, yang diselenggarakan oleh Lembaga Damar, Lampung, 18 September
2006.

Firdaus (2005) “Implikasi Pengaturan HAM dalam UUD terhadap Ius Constitutum”.
Dalam Muladi (Edt) Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya
dalam Perspektif Hukum dan masyarakat. Refika Aditama, Bandung.

Fitriani, Farah.2012.Makalah Hukum Hak Asasi Manusia. (on-line)


https://farahfitriani.wordpress.com/2012/03/06/makalah-hukum-hak-asasi-
manusiaaspek-hukum-internasional/ , Diakses pada tanggal 27 Mei 2018.

Hartati, Atik dan Sarwono.2011.Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/MA Kelas


X.

I Gede Arya B. Wiranata (2005) “Hak Asasi (Anak) dalam Realitas: Quo Vadis?”.
Dalam Muladi (Edt) Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya
dalam Perspektif Hukum dan masyarakat. Refika Aditama, Bandung.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) “Hak Asasi Manusia Tanpa
Dukungan Politik, Catatan HAM Awal Tahun 2008 Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM)”. http://www.docstoc.com/ docs/
36648848/Hak-Asasi-Manusia-Tanpa-Dukungan-Politik.

Moh. Mahfud MD (1998) Politik Hukum Indonesia. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Muh. Budairi Idjehar (2003) HAM versus Kapitalisme. Insist Press, Yogyakarta.
http://pamuncar.blogspot.co.id/2012/08/hak-asasi-manusia-dalam-pancasila.html
http://zuhdiachmad.blogspot.co.id/2010/05/ham-dalam-undang-undang-1945.html
http://anisibrahim18.blogspot.co.id/2010/07/telaah-yuridis-perkembangan-hukum.html

Anda mungkin juga menyukai