Anda di halaman 1dari 36

PERANAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA

DALAM MENJAGA KETERTIBAN DAN KEADILAN DI


INDONESIA

Disusun Oleh :
Afwa Prasetyo (233300516039)

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya
tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan saya mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Hukum dengan judul “Peranan
Hukum Pidana dan Hukum Perdata dalam Menjaga ketertiban dan keadilan di
Indonesia”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada, DR.DRS.TB. Mochamad Ali Asgar, S,H.,M.H,SI.,M.M. Selaku Dosen
Pengantar Ilmu Hukum Universitas Nasional. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, 25 Januari 2024

(Afwa Prasetyo)

2
DAFTAR ISI

PERANAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA DALAM MENJAGA


KETERTIBAN DAN KEADILAN DI INDONESIA ........................................................ 1

KATA PENGANTAR.................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 8

C. Konsep hukum pidana dan perdata ................................................................ 13

a. Hukum Pidana ........................................................................................... 13

Pengertian Konsep Dasar Hukum Pidana ..................................................... 21

b. Hukum Perdata .......................................................................................... 24

BAB III ANALISIS KASUS ........................................................................................ 28

Hukum Pidana dan Hukum Perdata dalam Menjaga Ketertiban dan Keadilan di
Indonesia .......................................................................................................... 29

I. Peran Hukum Pidana .................................................................................. 30

• Contoh Kasus Hukum pidana...................................................................... 30

II. Peran Hukum Perdata ................................................................................. 31

• Contoh Kasus Hukum perdata .................................................................... 31

BAB IV HASIL ANALISIS KASUS ............................................................................ 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 36

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. “Tatanan” adalah suatu


sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti yang terkadang dikatakan sebuah peraturan.
Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengandung semacam kesatuan yang
kita pahami melalui sebuah sistem.
Pernyataan bahwa hukum merupakan sebuah tatanan perbuatan manusia
tidak berarti bahwa tatanan hukum hanya berkenaan dengan perbuatan manusia;
bahwa tidak ada hal lain kecuali perbuatan manusia yang masuk ke dalam isi dari
peraturan-peraturan hukum. Pernyataan “Tatanan sosial tertentu yang memiliki
karakter hukum merupakan suatu tatanan Hukum,” tidak mengandung pertimbangan
moral bahwa tatanan sosial ini baik atau adil. Ada tatanan hukum yang dari sudut
pandang tertentu, tidak adil. Hukum dan Keadilan adalah dua konsep yang berbeda.
Upaya untuk membebaskan konsep hukum dari ide keadilan bukanlah persoalan
mudah, sebab kedua konsep tersebut selalu dicampuradukan di dalam pemikiran
politik yang tidak ilmiah dan juga didalam pembicaraan umum, dan karena
pencampuradukan kedua konsep ini berkaitan dengan kecenderungan ideologis
untuk membuat hukum positif tampak adil. Hukum yang dibedakan dari keadilan
adalah hukum positif.
Hukum dibentuk untuk menjaga keseimbangan kepentingan masyarakat,
sehingga tercipta ketertiban dan keadilan yang dapat dirasakan oleh semua orang
dalam masyarakat yang bersangkutan. Bahkan dalam mazhab sejarah dinyatakan
bahwa keseluruhan hukum sungguh-sunguh terbentuk melalui kebiasaan dan
perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.
Hukum berakar pada sejarah, di mana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan
dan kebiasaan warga masyarakat. Menurut aliran utilitis (utilitariannisme) yang
dipelopori oleh Jeremy Bentham, bahwa hukum yang baik adalah hukum yang dapat
memenuhi prinsip memaksimalkan kebahagiaan dan meminimalkan rasa sakit dalam
masyarakat. Eksistensi dan peranan hukum itu merupakan perwujudan lebih lanjut
dari tujuan hakiki dari setiap negara, yaitu menciptakan kesejahteraan dan keamanan
bagi warga masyarakatnya. Menurut konsep negara kesejahteraan (welvaartstaat),
negara harus ikut campur tangan secara aktif dalam menyelenggarakan
kesejahteraan warga masyarakat. Bahkan hukum pun harus ikut campur tangan
dalam mengatur penyelenggaraan berbagai upaya kesejahteraan, seperti kesehatan,
pendidikan dan kebutuhan publik lainnya. Dalam hukum terdapat asas everyone equal
before the law (semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum). Ini berarti
semua orang berhak mendapatkan keadilan yang seyogyanya dijamin oleh hukum itu
sendiri, sebab keadilan itu merupakan inti dan hakikat hukum. Kepentingan warga
negara terutama untuk mendapatkan keadilan seyogyanya dijamin kelangsungannya
oleh hukum yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Dalam negara hukum yang mencita-citakan keadilan telah dimainkan menjadi negara
undang-undang yang menekankan ketertiban semata. Asas tersebut di atas juga
dianut oleh Undang-undang Dasar Tahun 1945 dalam pasal 27 ayat (1) yang
menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada pengecualiannya. Ketentuan dalam Undang-undang dasar ini jelas sekali, bahwa
hukum tidak membeda-bedakan semua warga negara dalam wilayah Republik
Indonesia, meskipun kenyataannya ada lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat
Indonesia. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu asas hukum tersebut di atas
terlaksana dengan baik. Banyak hambatan yang menyebabkan asas hukum itu tidak
terlaksana dengan baik. Menyikapi kondisi yang demikian itu, Esmi Warassih
mengatakan bahwa dalam kenyataannya hukum sering disalahguhnakan terutama
untuk mempertahankan status quo dan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu.
Kecenderungan seperti ini semakin kuat disebabkan oleh paradigma pembangunan
hukum yang digunakan selama ini lebih berorietasi kepada kekuasaan.
Pendahuluan Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan
kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan
fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum
menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem
kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai. Tingkat
perkembangan masyarakat tempat hukum diberlakukan mempengaruhi pola
penegakan hukum, karena dalam masyarakat modern yang bersifat rasional dan
memiliki tingkat spesialisasi dan differensiasi yang tinggi penggorganisasian penegak
hukumnya juga semakin kompleks dan sangat birokratis. Kajian secara sistematis
terhadap penegakan hukum dan keadilan secara teoritis dinyatakan efektif apabila 5
5
pilar hukum berjalan baik yakni: instrument hukumnya, aparat penegak hukumnya,
faktor warga masyarakatnya yang terkena lingkup peraturan hukum, faktor
kebudayaan atau legal culture, factor sarana dan fasilitas yang dapat mendukung
pelaksanaan hukum.
Setiap manusia memiliki hasrat untuk hidup secara teratur, serasi, selaras
dengan masyarakat dan mendambakan sebuah masyarakat yang patuh terhadap
hukum berlaku. Oleh karena itu hukum dalam bentuk apapun ada pada setiap
masyarakat manusia dimanapun juga dimuka bumi ini. Bagaimanapun primitifnya dan
bagaimanapun modernya suatu masyarakat pasti mempunyai hukum. Oleh karena
itu, keberadaan (esksitensi) hukum sifatnya universal. Hukum tidak bisa dipisahkan
dengan masyarakat, tetapi justru mempunyai hubungan timbal balik. Tujuan hukum
adalah terciptanya suatu kedamaian yang didasarkan pada keserasian antara
ketertiban dan ketentraman. Tujuan hukum ini tentunya akan tercapai apabila
didukung oleh tugas hukum, yakni keserasian antara kepastian hukum dengan
kesebandingan hukum, sehingga akan menghasilkan suatu keadilan. Dengan
demikian peran hukum dalam masyarakat menjadi suatu ang urgen seperti yang
dikatakan oleh Surjono Soekanto, paling tidak hukum mempunyai 3 (tiga) peranan
utama dalam masyarakat, yakni;
1) sebagai sarana pengendalian sosial
2) sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial
3) sebagai sarana untuk menciptakan keadaan tertentu.

Hukum merupakan salah satu instrumen penting dalam kehidupan


bermasyarakat. Hukum memiliki fungsi untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat agar tercipta ketertiban dan keadilan. Dalam konteks Indonesia, hukum
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945). Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara
hukum. Hal ini berarti bahwa Indonesia berlandaskan pada hukum dan segala
tindakan di dalam negara harus berdasarkan hukum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas adapun rumusan masalah yang ingin
dicapai yaitu:

6
1) Untuk mengetahui bagaimana peran dari hukum pidana dan perdata untuk
menjaga ketertiban di indonesia
2) Untuk mengetahui bagaimana peran hukum pidana dan perdata untuk menjaga
keadilan di indonesia

7
BAB II
PEMBAHASAN

C. Posisi Hukum yang Semestinya dalam Masyarakat


Pekerjaan rumah yang masih harus dikerjakan oleh Indonesia sebagai suatu
negara hukum adalah bagaimana agar hukum itu membumi, artinya sungguhsungguh
dapat menyejahterakan masyrakat dan yang pada akhirnya menyadari bahwa kita
bernegara hukum untuk membuat rakyat merasa bahagian hidup dalam negara
hukum Indonesia. Unsur rakyat sangat penting dalam sebuah negara, karena secara
konkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar negara itu dapat berjalan dengan
baik. Harus disadari bahwa memposisikan hukum sungguh-sungguh sebagai
penyeimbang kepentingan manusia Indoensia sangat tergantung dari kemauan politik
(political will) pemerintahnya (dalam hal ini pemerintah Indoensia) yang baik dan
berpihak kepada semua manusia Indonesia. Pemerintah dalam hal ini mulai dari
pemerintah pusat sampai dengan pemrintah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/
kota. Tentu yang diharapkan adalah adanya pemerintah yang baik, yaitu pemerintah
berpihak kepada rakyatnya dan hal tersebut harus terlihat dalam undang-undang yang
dibuat, yaitu undang-undang yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan
bagi rakyatnya. Untuk pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota keberpihakan
itu harus terlihat dari pertauran daerah yang dapat memberdayakan kesejahteraan
dan keadilan masyarakatnya. Pemerintahan yang baik sering diterjemahkan dengan
“Good Government” yaitu suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang
diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani (civil society) dan sektor
swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses
dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok masyarakat mengutamakan
kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan di antara mereka. Indikator pemerintahan yang baik adalah jika produktif
dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat,
baik dalam aspek produktivitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan
spiritualitasnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia
serta sense of nationality yang baik. Dalam katian dengan undang-undang yang
berpihak kepada masyrakat harus juga dicermati proses pembuatannya yang matang.
Hasil penelitian Gunnar Myrdai (1970) di negara-negar berkembang menyimpulkan
faktor yang berdiri di belakang kelembekan suatu negara atau ketidak disiplinan sosia

8
yang meluas itu, yaitu perundang-undangan yang terburuburu (sweeping legislation).
Perundangundangan yang demikian itu dimaksudkan untuk memodernisasikan
masyarakat dengan segera, berhadapan dengan keadaan masyarakat yang
umumnya diwarisi, yaitu otoritarianisme, paternalisme, partikularisme dan banyak
ketidakteraturan lainnya. Perundang-undangan tersebut dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan rakya banyak yang sengsara, tatapi yang tidak memberikan
hasil yang banyak seperti tercantum pada maksud dikeluarkannya peraturan tersebut.
Hal yang menarik dari penelitian Gunnar Myrdai itu adalah bahwa Indonesia pernah
juga mengalami yang namanya perundang-undanganyang terburu-buru (sweeping
legislation), menurut pengamatan penyusun makalah ini, ketika masa presiden B.J.
Habibie disebut-sebut sebagai presiden yang paling produktif lam menghasilkan
udnang-undang, pada hal hanya menjabat presiden kurang lebih 16 bulan. Demikian
juga DPRI RI masa bakti 1999-2004 disebut-sebut sebagai DPR yang paling produktif
menghasilkan undangundang. Pertanyaan yang tersisa adalah apakah semua produk
peraturan perundangundangan tersebut berpihak kepada kepentingan masyarakat
secara luas. Pasca produk peraturan peraturan perundangundangan yang segudang
itu, yang trjadi adalah kepentingan masyrakat kelompok marginal dan kelompok
miskin tetap terabaikan. Kondisi mereka secara ekonomi, sosial dan budaya tidak
beranjak. Mereka tetap menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
setidak-tidaknya hak-hak asasi manusia di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Dalam
pandangan Satjipto hukum itu dapat dilihat sebagai indstitusi sosial. Arinya, dengan
mengidentifikasi hukum sebagai institusi sosial, maka kita akan mengamati hukum
lebih dari pada suatu sistem peraturan belaka, melainkan juga bagaimana ia
menjalankan fungsi-fusngsi sosial dalam dan untuk masyarakatnya, seperti
mengintegrasikan perilaku dan kepentingan para anggota masyarakat. Di sini, hukum
harus berfungsi ganda. Di satu sisi berguas menjamin kebebaan individu untuk meraih
tujuan dirinya, yakni mengejar kemanfaatan dan menghindari kerugian. Di lain sisi,
hukum memikul tugas untuk mengorganisir tujuan dan kepentingan individu, agar
terkait serasi dengan kepentingan orang lain. Tekanan Rudolf von Jhering (1818-
1892) pada kepentingan sebagai sesuatu yang menentukan dalam hukum, khusunya
kepentingan masyarakat, mengantar dia pada interessenfrisprudenz. Kepentingan
masyarakatlah yang menjadi inti hukum. Lalu apa yang menjadi kepentingan
masyarakat itu? Menurut Jhering, ada empat kepentingan, baik yang egoistis maupun
yang bersifat moral. Yang bersifat egoistis adalah pahala dan manfaat. Ini biasanya
9
didominasi motif-motif ekonomi. Sedangkan yang moralitas adalah kewajiban dan
cinta. Jadi, hukum bertugas menata secara seimbang dan serasi antar kepentingan-
kepentingan tersebut. Roscou Pound merumuskan ada 12 (duabelas) tujuan hukum.
Salah satunya mengatakan, hukum dipahamkan orang sebagai sehimpunan atau
sistem khaisdah yang dipikukan atas manusia di dalam masyarakat oleh satu kelas
yang berkuasa untuk sementara, buat memajukan kepentingan kelas itu sendiri, baik
dilakukan dengan sadar maupun tidk sadar. Lebih lanjut dikatakan, interprestasi
ekonomis dari hukum ini banyak bentukntya. Di dalam satu bentuk yang idealistis,
yang dipikirkannya adalah pengembangan satu gagasan ekonomi yang tidak dapat
dihindarkan. Di dalam satu bentuk sosiologis-mekanis, pikirannya dihadapkan kepad
perjuangan kelas atau satu perjuangan untuk hidup di lapangan per ekonomian, dan
hukum adalah akibat dari pekerjaan tenaga atau hukum yang terlibat atau
menentukan perjuangan serupa itu. Di dalam bentuk positivistis-analitis, hukum
dipandang sebagai perintah dari pemegang kedaulatan, tetapi perintah itu seperti
yang ditentukan isi ekonomisnya oleh kemauan kelas yang berkuasa, pada gilirannya
ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri. Eksistensi dan peranan hukum
sesungguhnya merupakan perwujudan lebih lanjut dari, tujuan berdirinya negara.
Tujuan hakiki dari setiap negara dalah menciptakan kesejahteraan dan keamanan
bagi warganya. Untuk mencapai tujuan ini, adalah pemerintah yang harus melakukan
perlindungan dan pengaturan terhadap kegiatan-kegiatan masyarakat. Perlindungan
dan pengaturan terhadap negara dan khususnya kegiatankegiatan masyarakat
selanjutnya dituangkan dalam undang-undang sebagai panduan dalam kehidupan
berbangsa, bernegara dan masyarakat. Idealnya hukum yang diciptakan itu berpihak
kepada kepentingan masyrakat sehingga tercipta keadilan, ketertiban dan kepastian
hukum yang oleh Satjipto Rahadjo lebih cenderung menggunakan istilah kepastian
undang-undang dari pada kepastian hukum. Untuk mewujudkan tujuan hukum
sebagaimana dimaksudkan oleh Jeremy Bentham, John Stuart Mill dan di Indonesia
Satjipto Rahadjo yaitu untuk kebahagiaan masyarakat, maka harus dilakukan
reformasi hukum untuk mengatasi krisis hukum yang sedang terjadi di Indonesia.
Reformasi belum mampu membenahi aparat penegak hukum dan menghasilkan
peraturan hukum yang lebih adil. Bagi Indonesia perlu memperkuat politik hukumnya,
aga hukum nasional tidak tergias begitu saja oleh berbgai instrumen international.
Mengacu pada pendapat Moch. Mahfud MD yang mengatakan bahwa politik hukum
adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh
10
pemerintah Indonesia yang meliputi pembangunan hukum yang berintikan pembuatan
dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar sesuai dengan kebutuhan dan
pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk pengegasan fungsi lembaga
dan pembinaan para penegak hukum merupakan pedoman dalam menyikapi era
globalisasi. Dengan demikian, politik hukum dapat dikatakan sebagai kebijakan
negara untuk membangun sistem hukum yang akan diberlakukan di masa sekarang
maupun masa mendatang sesuai dengan kebutuhannya. Masa sekarang yang
dimaksud adalah masa ketika bangsa-bangsa di dunia dihadapkan pada globalisasi.
Wujud konkrit dari politik hukum adalah arti sempit adalah pembentukan kelembagaan
dan pranata hukumnya mengenai suatu hal tertentu dan khusus. Hukum merupakan
sisterm berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan suatu kesatuan yang utuh yang
terdiri dari bagianbagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa sistem hukum adalah suatu kesatuan yang
terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerjasama
untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.kesatuan tersebut diterapkan terhdap
kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asa hukum dan pengertian
hukum.lebih lanjut dikatakan bahwa masing-masing bagian harus dilihat dalam
kaitannya dengan bagian-bagian lain dan dengan keseluruhannya, seperti gambar
mozaik yaitu suatu gambar yang dipotongpotong menjadi bagian kecil-kecil untuk
kemudian dihubungkan lagi sehingga tampak utuh kembali gambar semula. Masing-
masing bagian tidak berdiri sendiri lepas hubungannya dengan yang lain, tetapi kait
mengkait dengan bagian lainnya. Tiap bagian tidak mempunyai arti di luar kesatuan.
Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan atau kontradiksi
antar bagian. Kalau sampai terjadi konflik, maka akan diselesaikan oleh dan di dalam
sistem hukum itu sendiri. Dalam kaitan dengan peranan hukum Indonesia di era
globalisasi yang tengah kita hadapi, maka gagasan hukum progresif dapat dijadikan
acuan. Gagasan hukum dan ilmu hukum progresif pertam-tama di dasari oleh
keprihatinan terhadap kontribusi rendah ilmu hukum di Indonesia dalam turut
mencerahkan bangsa ini untuk kelaur dari krisis, termasuk krisis di bidang hukum.
Tetapi ilmu hukum progresif tidak bisa hanya dikaitkan pada keadaan sesaat tersebut.
Ilmu hukum progrresif melampui pikiran sesaat dan arena itu juga memiliki nilai ilmiah
tersendiri, artinya ia bisa diproyeksikan dan dibicarakan dalam konteks keilmuan
secara universal. Karena itu, ilmu hukum progresif dihadapkan kepada dua medan
(front) yaitu Indonesia dan dunia. Ilmu hukum tidak bisa bersifat steril dan
11
mengisolasikan diri dari sekalian perubahan yang terjadi di dunia. Ilmu pada dasarnya
harus selalu mampu memberikan pencerahan terhadap komunitas yang dilayani.
Untuk memenuhi peran itulah, maka ilmu hukum dituntut untuk menjadi progresif. Ilmu
hukum normati dan berbasis negara dan pikiran abaad sembilan belas misalnya,
niscaya tidak akan berhasil mencerahkan masyarakat abad ke-dua pulun dengan
sekalian perubahan dan perkembangannya. Sebagaimana dikatakan Soetanyo
Wignjosoebroto, bahwa dalam kehidupan berskala global dewasa ini yang akan
terwujud adalah sautu global society yang justru tidak akan bergerak ke sautu
keragaman. Global society bukanlah suatu global state yang terkontrol secara sentral.
Global state lebih tepat kalau dikatakan sebagai “masyarakat pasar” yang bisa disebut
a global economy. Global society menyaksikan terbebaskannya jutaan manusia dari
ikatan-ikatan aturan hukum nasional yang pada waktu yang lalu dikembangkan
sebagai mekanisme kontrol di tangan sentral pengausa-penguasa negara. Sementara
itu, perkembangannya sebagai global economy telah membuka berbagai perbatasan
yang teritorial maupun kultural. Dalam hal ini, mengingat kebenaran yang dikatakan
John Naisbitt bahwa the bigger the economy, the more powerfull it’s smallest
players..., to create the new rules the expanding global economic orcfer, maka di
tengah sistem ekonomi yang semakin mengglobal dan tiadanya global state yang
memegang kekuasaan pengatur yang sentral ini akan terjadilah otonomi pengaturan
pada skala mikro, untuk kalangan sendiri. Di sini hukum serba baku dan dibuat oleh
kekuasaan-kekuasaan sentral yang boleh diduga (sekalipun dalam rentang waktu
yang sulit dikatakan) akan semakin berkurang, sedangkan kesempatan-kesempatan
kontraktual de novo, khususnya antar kontraktor yang bukan negara (non-stateactors)
akan lebih banyak terjadi. Jika kemudian terjadi silang sengketa dalam hubungan
kontraktuai yang tiak bersanksi hukum negara itu, penyelesaian akan dilakukan lewat
alternative sipute resolution, mulai dari yang bermodel renegosiasi atau mediasi
sampai pada arbitrasi. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti itu
mulai banyak dipilih daripada penyelesaian-penyelesaian adjudikatif lewat litigasi-
litigasi di badanbadan peradilan nasional. Car adjudikasi lewat badan-badan peradilan
yang biasanya kental dengan berbagai acara yang serba formal dan prosedur serta
banyak makan waktu, boleh diduga akan banyak mundur untuk akhirnya digantikan
oleh cara-cara penyelesaian yang lebih luwes. Intinya bahwa saat era globalisasi ini,
suatu persoalan hidup yang dipandang relevan sebagai urusan hukum tidak hanya
akan menjadi obyek aturan hukum negara tetapi juga akan diintervensi oleh berbagai
12
macam norma lain mulai dan moral dan tradisi setempat sampai pada konvensi dan
kovenan internasional.

D. Konsep hukum pidana dan perdata

Hukum pidana dan hukum perdata merupakan dua cabang hukum yang
memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan keadilan sosial di Indonesia.
Hukum pidana mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana. Hukum perdata mengatur tentang hak dan kewajiban antarindividu
atau antarkelompok dalam masyarakat.

a. Hukum Pidana

Pada dasarnya, kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan


untuk memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat
dalam melaksanakan aktifitas kesehariannya. Rasa aman yang dimaksudkan dalam
hal ini adalah perasaan tenang, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman ataupun
perbuatan yang dapat merugikan antar individu dalam masyarakat. Kerugian
sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait kerugian sebagaimana yang kita pahami
dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga.
Raga dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, jiwa
dalam hal ini mencakup perasaan atau keadaan psikis. dalam hukum pidana dikenal
juga sanksi berupa tindakan, akan tetapi tidak sifat pembalasan padanya, hanya saja
tujuannya adalah semata-mata sebagai prevensi khusus. Roeslan Saleh
menjelaskan, bahwa maksud tindakan adalah untuk menjaga keamanan dari pada
masayarakat 80 terhadap orang-orang yang banyak sedikit adalah berbahaya, dan
akan melakukan perbuatan pidana. Jadi antara pidana dan tindakan mempunyai
perbedaan, yakni sanksi yang berupa tindakan adalah bertujuan untuk perlindungan
masyarakat dan pengobatan, perbaikan, dan pendidikan, dengan demikian bukan
untuk menambah penderitaan bagi yang bersangkutan, walaupun tindakan itu masih
menimbulkan penderitaan, akan tetapi bukanlah yang menjadi tujuan. Sedangkan
pidana itu ditujukan selain pengenaan penderitaan yang bersangkutan, juga
merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku.
Pidana adalah sebuah konsep dalam hukum pidana, yang masih perlu
penjelasan lebih lanjut untuk dapat memahami arti dan hakekatnya, justru itu untuk

13
mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan luas mengenai arti dan hakekat pidana
tersebut, di bawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat ahli hukum mengenai
hal tersebut. Menurut Roeslan Saleh, pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud
suatu nestapa dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.
Selanjutnya Soedarto menegaskan bahwa, “pidana adalah nestapa yang dikenakan
oleh negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang, sengaja agar dirasakan sebagai nestapa”. Disamping itu Aruan
Sakidjo dan Bambang Poernomo, menjelaskan yaitu: Pidana adalah suatu reaksi atas
delik (punishment) dan berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan
(sifat negatif) oleh negara atau lembaga negara terhadap pembuat delik. Nestapa
hanya merupakan suatu tujuan yang terdekat saja, bukanlah suatu tujuan terakhir
yang dicita-citakan sesuai dengan upaya pembinaan (treatment).
Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda
strafrecht Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro
bahwa istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak pendudukan Jepang di Indonesia
untuk pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari
istilah hukum perdata untuk pengertian burgerlijkrecht atau privaatrecht dari bahasa
Belanda.
Salah satu alat dan cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah
memidana seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Menurut Djoko
Prakoso dan Nurwachid mengemukakan, bahwa pemidanaan berasal dari kata
“pidana” yang sering diartikan pula dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat
diartikan dengan penghukuman. Pada zaman pitagoras orang senantiasa mencari
dan memperdebatkan tujuan pemidanaan. Di dalam pitagoras, Plato sudah berbicara
tentang pidana sebagai sarana pencegahan khusus maupun pencegahan umum.
Demikian pula Seneca, seorang filosof Yunani yang terkenal, telah membuat formulasi
yaitu “Nemo Prudens Punit Quia Peccatum Est, Sidne Peccatur”, yang artinya adalah:
tidak layak orang memidana karena telah terjadi perbuatan salah tetapi dengan
maksud agar tidak terjadi lagi perbuatan salah. 92 Demikian pula dan sedemikian
besar penulis modern yang lain, selalu menyatakan bahwa: tujuan pemidanaan
adalah untuk mencegah dilakukannya kejahatan pada masa yang akan datang. Di lain
pihak Immanuel Kant dan Gereja Katolik sebagai pelopor menyatakan, bahwa
pembenaran pidana dan tujuan pidana adalah pembalasan terhadap serangan
kejahatan atas ketertiban sosial dan moral. Tujuan diadakan pemidanaan
14
diperlakukan untuk mempengaruhi sifat dasar dari hukum pidana. Franz Von List
mengajukan problematika sifat pidana di dalam hukum yang menyatakan bahwa
“Rechts guterschutz durch Rechts guterverletzung” yang artinya melindungi
kepentingan tetapi dengan menyerang kepentingan. Dalam konteks itu pula dikatakan
oleh Hugo De Groot “Malum Passionis (gouding ligiteer) propter malum actionis” yang
artinya penderitaan jahat menimpa disebabkan oleh perbuatan jahat. Selanjutnya
Roeslan Saleh menjelaskan bahwa, tujuan hukum terutama adalah untuk
mempertahankan ketertiban masyarakat. Dari uraian di atas, tampak adanya
pertentangan mengenai tujuan pemidanaan, yakni antara mereka yang berpandangan
pidana sebagai sarana pembalasan atau teori absolut dan mereka yang menyatakan
bahwa pidana mempunyai tujuan positif atau teori tujuan, serta pandangan yang
menggabungkan dua tujuan pemidanaan tersebut (teori penggabungan) yang
beranggapan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan yang plural yang merupakan
gabungan antara pandangan “pembalasan” dan pandangan “kegunaan”, sehingga
pandangan ini sering kali disebut sebagai aliran integratif. Pandangan ini
menganjurkan adanya 93 kemungkinan untuk mengadakan artikulasi terhadap teori-
teori pemidanaaan yang mengintegrasikan beberapa fungsi sekaligus “retribution” dan
yang bersifat “utilitarian” misalnya pencegahan dan rehabilitasi, yang kesemuanya
dilihat sebagai sasaran-sasaran yang harus dicapai oleh suatu rencana pemidanaan.
Oleh karena itu Muladi menegaskan, bahwa “pidana dan pemidanaan terdiri dari
proses kegiatan terhadap pelaku tindak pidana yang dengan suatu cara tertentu
diharapkan untuk dapat mengasimilasikan kembali narapidana ke dalam masyarakat.
Secara serentak, masyarakat menuntut agar kita memperlakukan individu tersebut
dengan suatu yang juga dapat memuaskan permintaan atau kebutuhan pembalasan”.
Pengertian hukum pidana, banyak dikemukakan oleh para sarjana hukum,
diantaranya adalah Soedarto yang mengartikan bahwa:
Hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada
perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa
pidana.

Selanjunya Soedarto menyatakan bahwa sejalan dengan pengertian hukum


pidana, maka tidak terlepas dari KUHP yang memuat dua hal pokok, yakni:
1) Memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan orang yang diancam pidana,
artinya KUHP memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang memungkinkan
15
pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi di sini seolah-olah negara menyatakan
kepada umum dan juga kepada para penegak hukum perbuatan-perbuatan
apa yang dilarang dan siapa yang dapat dipidana.
2) KUHP menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh
orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu.

Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana, tetapi juga
apa yang disebut dengan tindakan, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
perbuatanperbuatan yang merugikannya.

Satochid Kartanegara, mengemukakan Bahwa hukuman pidana adalah


sejumlah peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung
larangan-larangan dan keharusankeharusan yang ditentukan oleh Negara atau
kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan pidana, larangan atau
keharusan itu disertai ancaman pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak
negara untuk melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, melaksanakan pidana.

Selanjutnya Prof. Moelyatno, S.H mengartikan bahwa hukum pidana adalah


bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan untuk
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yangtelah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana mengenai pidana itu dapat dilksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang
juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Hukum Pidana dalam arti
subjektif tersebut, oleh Professor Simons telah dirumuskan sebagai:

16
overtrading door de Staat of eenige andere openbare rechtsgemeenschap voor
den overtreder een bijzonder leed “straf” verbonden is, van de voorschriften,
doorwelke de voorwarden voor dit rechtsgevolg worden aangewezen, en van de
bepalingen, krachtens welke de straf wordt opgelegd en toegepast”.

Yang artinya: “Keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusankeharusan,


yang atas pelanggarannya oleh Negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum
lainnya telah dikaitkan dengan suatupenderitaan yang bersifat khusus berupa suatu
hukuman, dan keseluruhan dari peraturan-peraturan di mana syarat-syarat mengenai
akibat hukum itu telah diatur serta keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
mengatur masalah penjaTuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri”.

Hukum pidana dalam arti subjektif itu mempunyai dua pengertian, yaitu:
a) Hak dari negara dan alat-alat kekuasaanya untuk menghukum, yakni hak yang
telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh
hukum pidana dalam arti objektif
b) Hak dari negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-
peraturannya dengan hukum.
Hukum pidana dalam arti subjektif di dalam pengertian seperti yang disebut terakhir
di atas, juga disebut sebagai ius puniendi.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa belanda yaitu dari
perkataan “Straafbaar Feit” yang diterjemahkan sebagai suatu perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa
pidana tertentu. Menurut Simons yang dikutip oleh Mustafa Abdullah, tindak pidana
adalah: “perbuatan salah dan melawan hukum, yang diancam pidana dan dilakukan
oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab” perbuatan Simons tersebut
menunjukkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: Perbuatan manusia
(handeling) tidak saja 50 perbuatan akan tetapi juga melalaikan atau tidak berbuat.
Misalnya apakah melalaikan atau tidak berbuat itu dapat disebut berbuat? Seseorang
yang tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan bertanggungjawab atas suatu
tindak pidana, apabila ia tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan
bertanggungjawab atas suatu tindak pidana, apabila ia tidak berbuat atau melalaikan
sesuatu, padahal kepadanya dibebankan suatu kewajiban hukum atau keharusan
17
untuk berbuat. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana.
Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan
bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan barang siapa
melanggarnya maka 52 akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan
kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib
dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang
dirumuskan dalam undangundang, melawan hukum, yang patut dipidana dan
dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan
mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai
kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan
perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai
kesalahan yang dilakukan. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah
demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Pertanggung
jawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada
tindak pidana dan secara subyektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk
dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya tindak pidana adalah
asal legalitas sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan.
Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai
kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seorang dikatakan
mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seorang
dikatakan mempunyai kesalahan merupakan hal yang menyangkut masalah
pertanggung jawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada
waktu melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan ia dapat dicela oleh
karena perbuatan tersebut.
Pengertian hukum pidana menurut para ahli:
1. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie
Menurut Jimly Asshiddiqie, Hukum Pidana adalah sistem aturan hukum yang
mengatur perilaku manusia dan menetapkan sanksi atau hukuman bagi
pelanggaran aturan tersebut.
18
Tujuan utama dari hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari
perbuatan kriminal dan menghukum pelaku kejahatan.
2. Prof. Dr. Bambang Sunggono
Bambang Sunggono mendefinisikan Hukum Pidana sebagai himpunan
peraturan yang mengatur tindakan atau perilaku yang dilarang oleh negara dan
menetapkan sanksi hukum bagi pelaku yang melanggar aturan tersebut.
3. Prof. Dr. Sujono, SH
Sujono menggambarkan Hukum Pidana sebagai himpunan aturan yang
mengatur tindakan yang dilarang oleh negara, disertai dengan ancaman sanksi
hukum bagi siapa saja yang melanggarnya.
4. W.L.G. Lemaire Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi
keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-
undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan,
bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang
menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk
melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan begaimana hukum itu dapat
dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut.
5. W.F.C. van Hattum Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas
dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat
hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban
hukum umum telah melarang dilakukannya 36 tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-
peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman.
6. Van Kan Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya norma-
norma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan
ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang
bengis dan sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah
ada. Tetapi tidak mengadakan norma baru. Hukum pidana sesungguhnya
adalah hukum sanksi (het straf-recht is wezelijk sanctie-recht). Pompe Hukum
19
pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap
perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya
pidana itu.
7. Hazewinkel-Suringa Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang
mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap
pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa
yang membuatnya.
8. Adami Chazawi 37 Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang
memuat/berisi ketentuanketentuan tentang:
1) Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan)
larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun
pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa
pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.
2) Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi
si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan
pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
3) Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara
melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim),
terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana
dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan
melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan
upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa
pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan
mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara
menegakkan hukum pidana tersebut.
9. Prof. Moeljatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
20
3) Menentukan dengan cara bagaimana mengenai pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
Moeljatno menjelaskan dari pengertian hukum pidana tersebut di atas
maka yang disebut dalam kesatu, adalah mengenai “perbuatan pidana”
(criminal act). Sedang yang disebut dalam kedua, adalah mengenai
“pertanggungjawaban hukum pidana” (criminal liability atau criminal
responsibility). Yang disebut dalam kesatu dan kedua merupakan “hukum
pidana materiil” (substantive criminal law), oleh karena mengenai isi hukum
pidana sendiri. Yang disebut dalam ketiga adalah mengenai bagaimana
caranya atau prosedurnya untuk menuntut ke muka pengadilan orang-orang
yang disangka melakukan perbuatan pidana, oleh karena itu hukum acara
pidana (criminal procedure). Lazimnya yang disebut dengan hukum pidana
saja adalah hukum pidana materiil.

Hukum Pidana adalah bagian penting dari sistem hukum yang berperan
dalam menjaga keteraturan sosial dan keadilan. Hal ini melibatkan banyak
prinsip dan konsep yang berlaku untuk melindungi masyarakat, menjaga hak
individu, dan memberikan sanksi yang sesuai kepada pelaku kejahatan sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum pidana yang telah ada.

Pengertian Konsep Dasar Hukum Pidana

Konsep dasar Hukum Pidana merupakan fondasi yang mendasari seluruh


sistem hukum pidana dalam suatu negara. Dalam konteks hukum pidana, terdapat
beberapa prinsip dan konsep yang penting untuk memahami cara hukum pidana
beroperasi, tujuan utamanya, serta aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan.
Berikut beberapa konsep dasar Hukum Pidana:

1) Legalitas (nullum crimen sine lege)


Prinsip legalitas adalah salah satu pilar utama dalam hukum
pidana. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dihukum
jika perbuatannya dianggap ilegal berdasarkan undang-undang yang

21
ada. Artinya, tidak ada tindakan kriminal tanpa adanya undang-undang
yang mengatur tindakan tersebut.
Legalitas memberikan perlindungan hukum bagi individu,
sehingga tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dalam menentukan apa
yang dianggap sebagai tindakan kriminal.

2) Kesalahan (culpa)
Konsep kesalahan dalam hukum pidana mengacu pada unsur
kesalahan yang harus ada dalam setiap tindakan kriminal. Hal ini berarti
bahwa seseorang tidak dapat dihukum secara pidana kecuali jika dapat
dibuktikan bahwa dia telah melakukan tindakan tersebut dengan
kesalahan atau sengaja. Dalam beberapa sistem hukum, ada
perbedaan antara kesalahan yang disengaja (dolus) dan kesalahan
yang tidak disengaja (culpa). Kesalahan adalah elemen penting yang
harus dibuktikan oleh pihak penuntut dalam suatu kasus pidana.

3) Hukuman (punitif)
Hukuman adalah salah satu tujuan utama dalam hukum pidana.
Hukum pidana memberikan sanksi atau hukuman kepada pelaku
kejahatan sebagai akibat dari perbuatannya. Tujuan hukuman bisa
bervariasi, termasuk balas dendam (retribusi), perlindungan
masyarakat, dan rehabilitasi pelaku. Hukuman - hukuman ini dapat
berupa denda, penjara, hukuman mati, atau hukuman lainnya sesuai
dengan beratnya pelanggaran hukum.

4) Perlindungan Masyarakat (proteksi)


Salah satu tujuan utama hukum pidana adalah melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan atau
membahayakan mereka. Hal ini berarti bahwa sistem hukum pidana
berperan untuk mengurangi ancaman kejahatan dan memberikan rasa
aman kepada masyarakat. Perlindungan masyarakat juga mencakup
tindakan preventif seperti penahanan sementara dan pemantauan
terhadap pelaku potensial.

22
5) Asas Proporsionalitas
Hukum pidana harus berlaku secara proporsional. Ini berarti
bahwa sanksi atau hukuman yang diberikan harus sebanding dengan
beratnya pelanggaran hukum. Prinsip ini menghindari penggunaan
hukuman yang terlalu berlebihan atau tidak sebanding dengan
kesalahan yang dilakukan.

6) Asas Kemanusiaan
Hukum pidana harus diimplementasikan dengan memperhatikan
hak asasi manusia. Ini berarti bahwa hukuman tidak boleh melanggar
hak-hak dasar individu, dan perlakuan terhadap narapidana harus
manusiawi. Hukum pidana harus menghormati martabat manusia dan
menjauhi penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi.

7) Prinsip Non-Retroaktif (Lex retro non agit)


Prinsip ini menyatakan bahwa undang-undang pidana yang
merubah status tindakan menjadi ilegal tidak dapat diterapkan secara
retroaktif kepada tindakan-tindakan yang telah terjadi sebelum undang-
undang tersebut disahkan. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat
dihukum untuk tindakan yang sah pada saat itu, meskipun tindakan
tersebut kemudian dianggap ilegal oleh undang-undang baru.

8) Prinsip Preskripsi
Prinsip ini menyatakan bahwa ada batas waktu tertentu yang
diberikan untuk mengajukan tuntutan pidana. Setelah batas waktu
tersebut berlalu, tuntutan pidana tidak dapat diajukan lagi. Prinsip ini
menghindari penuntutan yang tidak terbatas dalam waktu.

9) Prinsip Kesetaraan (Equality before the law)


Prinsip ini menyatakan bahwa hukum harus diterapkan dengan
adil dan setiap individu harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Hal
ini berarti bahwa tidak ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras,
agama, atau faktor lainnya dalam penegakan hukum pidana.

23
10) Prinsip Kebebasan (Presumption of Innocence)
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap individu dianggap tidak
bersalah sampai terbukti bersalah oleh pengadilan.

Hal ini memberikan hak kepada terdakwa untuk dianggap tidak bersalah dan
meletakkan beban bukti pada pihak penuntut untuk membuktikan kesalahannya.
Semua konsep dasar hukum pidana ini menjadi dasar bagi pembentukan sistem
hukum pidana yang adil dan berfungsi dalam suatu negara. Mereka membantu
menjaga keseimbangan antara perlindungan masyarakat, hak individu, dan keadilan
dalam penegakan hukum pidana.

b. Hukum Perdata

Hukum Perdata yang terangkum dalam Kitab Undang – Undang Hukum


Perdata (KUHPerdata atau Burgelijk Wetboek / BW) yang berlaku di Indonesia saat
ini merupakan produk pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan berdasarkan
asas konkordansi, artinya bahwa hukum yang berlaku di negeri jajahan (Hindia
Belanda) sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di Negeri Belanda. Kodifikasi
Hukum Perdata Belanda mulai berlaku di Indonesia dengan Stb. 1848, hanya
diberlakukan bagi orang – orang Eropa dan dipersamakan dengan mereka. Disamping
itu yang menjadi dasar hukum berlakunya KUHPerdata di Indonesia adalah Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945 berbunyi: “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada
masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UU ini”.
Tujuannya untuk mengisi kekosongan hukum (rechtvacum) di bidang Hukum Perdata.
Hukum muncul karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum mengatur hak
dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara
melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Hukum perdata yang
mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut “hukum perdata
material”, sedangkan hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan
dan mempertahankan hak dan kewajiban disebut “hukum perdata formal”. Hukum
perdata formal lazim disebut hukum acara perdata.[1]
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, manusia adalah sentral. Manusia
adalah penggerak kehidupan masyarakat karena manusia itu adalah pendukung hak
dan kewajiban. Dengan demikian, hukum perdata materiel pertama kali menentukan

24
dan mengatur siapakah yang dimaksud dengan orang sebagai pendukung hak dan
kewajiban itu.
Keadaan hukum perdata di Indonesia dari dahulu sampai dengan sekarang
tidak ada keseragaman (pluralisme). Setelah bangsa Indonesia merdeka dan sampai
saat ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasi tahun 1848 masih
tetap dinyatakan berlaku di Indonesia. Adapun dasar hukum berlakunya Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tersebut adalah Pasal 1 Aturan peralihan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selengkapnya berbunyi
“Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”, selain itu, hukum tertulis
(undang-undang) tidak pernah lengkap, jelas dan tuntas mengatur kehidupan
masyarakat,[2] sehingga seringkali tertinggal di belakang perkembangan masyarakat,
untuk itu undang-undang tersebut perlu selalu dikembangkan agar tetap aktual dan
sesuai dengan jaman (up to date).
Menurut Prof. Soebekti dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata, hukum
perdata dalam arti luas adalah meliputi semua hukum pokok uang mengatur
kepentingan perseorangan. Sementara Prof. Dr. Ny Sri Soedewi Mahsjhoen Sofwan,
S.H. menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukum perdata adalah hukum yang
mengatur kepentingan antarwarga negara perseorangan yang satu dengan warga
perseorangan yang lain.
hukum perdata mengatur kepentingan perseorangan tidak berarti semua
hukum perdata tersebut secara murni mengatur kepentingan perseorangan,
melainkan karena perkembangan masyarakat banyak bidang hukum perdata yang
telah diwarnai sedemikian rupa oleh hukum publik, misalnya bidang hukum
perkawinan, perburuhan, dan lain sebagainya. Perkataan “Hukum Perdata”
adakalanya dipakai dalam arti sempit, sebagai lawan dari hukum dagang. Seperti
dalam Pasal 102 Undang-Undang Dasar. Sementara, yang menitahkan pembukuan
(kodifikasi) hukum di negeri kita ini terhadap hukum perdata dan hukum dagang,
hukum pidana sipil, dan hukum pidana militer, hukum acara perdata, acara pidana,
dan susunan kekuasaan pengadilan.

Para ahli memberikan batasan hukum perdata sebagaimana berikut:


1. Van Dunne mengemukakan pengertian hukum perdata adalah “Suatu
peraturan yang mengatur tentang hal – hal yang sangat esensial bagi
25
kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan,
sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan
pribadi”

2. Vollmar, bahwa hukum perdata adalah “Aturan – Aturan atau norma – norma
yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan
pada kepentingan – kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang
tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang
– orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan
keluarga dan hubungan lalu lintas”

3. Sudikno Mertokusumo, mengartikan hukum perdata sebagai berikut “Hukum


antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang
satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam
pergaulan masyarakat. Pelaksannanya diserahkan masing – masing pihak”

4. Salim H.S, mengartikan hukum perdata adalah “Keseluruhan kaidah – kaidah


hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hubungan antara
subyek hukum satu dengan subyek hukum yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan”

Berdasarkan uraian di atas, Nampak jelas bahwa hukum perdata yang berlaku
di Indonesia beraneka ragam (pluralism), masih dipertahankan untuk mencegah
kekosongan hukum di bidang perdata. Disatu pihak untuk sebagaian penduduk
Indonesia masih tunduk pada hukum perdata barat dan sebagaian lagi tunduk pada
hukum adat.
Konsep Hukum perdata sebagai berikut:
• Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial dalam hukum perdata menciptakan kerangka kerja
hubungan antarindividu berdasarkan kesepakatan kontraktual. Konsep
ini menekankan pentingnya kebebasan berkontrak dan hak-hak individu
dalam menjalin hubungan perdata, menciptakan dasar bagi keadilan
dalam relasi-relasi hukum perdata.

26
• Teori Hak Subyektif
Hukum perdata juga ditekankan pada konsep hak subyektif, yang
mengakui hak-hak individu sebagai hal yang inheren. Teori ini
memberikan dasar untuk perlindungan hak-hak pribadi, termasuk hak
milik, hak kontrak, dan hak-hak subjektif lainnya, sebagai bagian
necessarily dari keadilan dalam hukum perdata.
• Teori Tanggung Jawab Hukum
Konsep tanggung jawab hukum dalam hukum perdata mengacu pada
kewajiban individu untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini
menciptakan dasar untuk penyelesaian sengketa perdata, di mana pihak
yang melanggar kontrak atau hak-hak individu dapat dihadapkan pada
tanggung jawab hukum dan dikenai sanksi yang sesuai.
• Prinsip Lex Specialis Derogat Legi Generali
Konsep ini menyatakan bahwa aturan hukum pidana yang khusus (lex
specialis) akan mengesampingkan aturan hukum perdata yang umum
(lex generali) dalam kasus-kasus tertentu. Prinsip ini menciptakan
batasan dan keterkaitan antara hukum pidana dan perdata dalam
penegakan hukum di Indonesia.
• Prinsip Non-Bis In Idem
Prinsip non-bis in idem menyatakan bahwa seseorang tidak dapat
dihukum lebih dari satu kali atas perbuatan yang sama. Konsep ini
menciptakan keseimbangan antara hukum pidana dan hukum perdata,
memastikan bahwa satu tindakan tidak dihukum secara ganda.

27
BAB III
ANALISIS KASUS

Peran dari lembaga Hukum untuk mewujudkan keadilan

Suatu perkara dapat terselesaikan secara efektif dan efisien tentu memerlukan suatu
pengaturan atau manajemen yang tepat dalam prosesnya. Termasuk di dalamnya
adalah proses berperkara di pengadilan yang akan berjalan dengan baik jika semua
unsur di dalamnya terlaksana sesuai dengan tugas dan fungsinya. Salah satu unsur
penting yang berpengaruh dalam proses berperkara di pengadilan adalah
pelaksanaan persidangan.
Dalam rangka mewujudkan cetak biru dan Visi Mahkamah Agung Republik
Indonesia untuk menjadi badan peradilan yang agung, maka Mahkamah Agung dan
seluruh badan peradilan di bawahnya telah melaksanakan reformasi birokrasi serta
telah mengambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan
sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan
efektif dan efisien.[1] Salah satu bentuk reformasi birokrasi yang terus digaungkan
oleh Mahkamah Agung adalah dalam hal peningkatan kualitas putusan hakim serta
profesionalisme seluruh lembaga peradilan yang ada dibawahnya.
Salah satu wujud peningkatan kualitas putusan hakim serta profesionalisme
lembaga peradilan yakni ketika hakim mampu menjatuhkan putusan dengan
memperhatikan tiga hal yang sangat esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit),
kepastian (rechsecherheit) dan kemanfaatan (zwachmatigheit).[2]
Mencari dan menemukan keserasian dalam hukum tidaklah sulit dan tidak juga
mudah. Kesulitan mencapai hukum yang ideal adalah dimana pihak-pihak yang
bersengketa atau berurusan dengan hukum merasa puas atau menerima hasil
putusan dengan lapang dada. Selain itu, hukum diharapkan dapat berkembang
dengan pesat mengikuti arus perkembangan zaman untuk mengatur segala
tindakan atau perbuatan yang berpotensi terjadinya perselisihan, baik perselisihan
kecil maupun besar. Membiarkan teori atau praktik berjalan sendiri-sendri tanpa saling
melengkapi akan mempengaruhi kinerja dari hukum itu sendiri. Tidak kalah penting
ketika hukum tertinggal oleh zaman, dimana arus perubahan terus terjadi mengikuti
laju pertumbuhan dari masyarakat, akan berdampak terhadap eksistensi hukum dan
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum.

28
Secara prinsip hukum diciptakan untuk memberikan kepercayaan kepada
masyarakat (manusia) terhadap kepentingan yang berbeda. Melalui hukum
diharapkan dapat terjalin pencapaian cita dari manusia (subyek hukum), sebagaimana
dikatakan oleh Gustav Radburch bahwa hukum dalam pencapaiannya tidak boleh
lepas dari keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Eksistensi hukum yang dimaksud
ialah baik hukum yang bersifat pasif (peraturan perundang-undangan) maupun
bersifat aktif (hakim di pengadilan). Mengingat begitu pentingnya asas keadilan,
kepastian hukum serta kemanfaatan dalam putusan yang dijatuhkan hakim sebagai
produk pengadilan, maka penulis merasa perlu menguraikan mengenai bagaimana
suatu putusan memiliki ketiga aspek tersebut sehingga kepentikan masyarakat
pencari keadilan tidak merasa terabaikan.
Putusan hakim yang mencerminkan kepastian hukum tentunya dalam proses
penyelesaian perkara dalam persidangan memiliki peran untuk menemukan hukum
yang tepat. Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak hanya mengacu pada undang-
undang saja, sebab kemungkinan undang-undang tidak mengatur secara jelas,
sehingga hakim dituntut untuk dapat menggali nilai-nilai hukum seperti hukum adat
dan hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat. Dalam hal tersebut hakim
wajib menggali dan merumuskannya dalam suatu putusan. Putusan hakim tersebut
merupakan bagian dari proses penegakkan hukum yang memiliki salah satu tujuan
yakni kebenaran hukum atau terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum yang
dituangkan dalam putusan hakim merupakan produk penegak hukum yang
didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis dari hasil proses
penyelesaian perkara dalam persidangan. Penerapan hukum harus sesuai dengan
kasus yang terjadi, sehingga hakim dituntut untuk selalu dapat menafsirkan makna
undang-undang dan peraturan lain yang dijadikan dasar putusan. Penerapan hukum
harus sesuai dengan kasus yang terjadi, sehingga hakim dapat mengkonstruksi kasus
yang diadili secara utuh, bijaksana dan objektif. Putusan hakim yang mengandung
unsur kepastian hukum akan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuandi bidang hukum. Hal ini dikarenakan putusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap bukan lagi pendapat hakim itu sendiri melainkan merupakan
pendapat dari institusi pengadilan yang akan menjadi acuan bagi masyarakat.
Hukum Pidana dan Hukum Perdata dalam Menjaga Ketertiban dan Keadilan di
Indonesia

29
Hukum pidana dan hukum perdata merupakan dua cabang hukum yang
memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan keadilan di Indonesia. Hukum
pidana berfungsi untuk mencegah, menanggulangi, dan memberikan hukuman
kepada pelaku kejahatan. Hukum perdata berfungsi untuk menyelesaikan sengketa
antara orang atau badan hukum yang didasarkan pada hak dan kewajiban masing-
masing pihak.

I. Peran Hukum Pidana

Hukum pidana memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan keadilan
di Indonesia. Hukum pidana berfungsi untuk mencegah, menanggulangi, dan
memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan.
Hukum pidana dapat berfungsi untuk mencegah kejahatan dengan cara
mengatur dan menetapkan perbuatan apa saja yang dilarang dan diancam dengan
hukuman. Hukum pidana juga dapat berfungsi untuk memberikan efek jera kepada
pelaku kejahatan, sehingga dapat mencegah mereka untuk melakukan kejahatan
kembali.
Hukum pidana juga dapat berfungsi untuk menanggulangi kejahatan yang telah
terjadi. Hukum pidana dapat digunakan untuk menangkap, mengadili, dan
menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan. Hukum pidana juga dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya kejahatan lanjutan, misalnya dengan
memberikan rehabilitasi kepada pelaku kejahatan.
Hukum pidana juga dapat berfungsi untuk memberikan hukuman kepada
pelaku kejahatan. Hukuman yang diberikan oleh hukum pidana bertujuan untuk
memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan, sehingga tidak mengulangi
perbuatannya. Hukuman juga bertujuan untuk memberikan kompensasi kepada
korban kejahatan.
• Contoh Kasus Hukum pidana

Seorang pria bernama A ditangkap oleh polisi karena melakukan pencurian


sepeda motor. A diadili di pengadilan dan divonis bersalah. A kemudian dijatuhi
hukuman penjara selama 1 tahun.

Seorang pria bernama B membunuh seorang pria bernama C. B ditangkap oleh


polisi dan diadili di pengadilan. B divonis bersalah dan dijatuhi hukuman mati.

30
Dalam kasus ini, hukum pidana berperan dalam menjaga ketertiban dan
keadilan dengan cara mencegah, menanggulangi, dan memberikan hukuman kepada
pelaku kejahatan. Hukum pidana telah berhasil mencegah A untuk melakukan
pencurian kembali, menanggulangi kejahatan yang telah dilakukan oleh A, dan
memberikan efek jera kepada A.

II. Peran Hukum Perdata

Hukum perdata juga memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan
keadilan di Indonesia. Hukum perdata berfungsi untuk menyelesaikan sengketa
antara orang atau badan hukum yang didasarkan pada hak dan kewajiban masing-
masing pihak.
Hukum perdata dapat berfungsi untuk menyelesaikan sengketa antara orang
atau badan hukum yang didasarkan pada hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hukum perdata dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa,
misalnya sengketa harta benda, sengketa perkawinan, sengketa waris, dan sengketa
perjanjian.
Hukum perdata juga dapat berfungsi untuk menegakkan keadilan. Hukum
perdata dapat digunakan untuk memberikan keadilan kepada setiap pihak yang
bersengketa. Hukum perdata dapat digunakan untuk menjamin bahwa setiap pihak
mendapatkan haknya dan tidak dirugikan.
• Contoh Kasus Hukum perdata
Seorang wanita bernama E dan seorang pria bernama F bersaudara.
Orangtua mereka meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. E
dan F bersengketa tentang pembagian harta warisan tersebut. E
kemudian menggugat F di pengadilan. Setelah melalui proses
persidangan, pengadilan memutuskan bahwa E berhak atas 50% harta
warisan dan F berhak atas 50% harta warisan.

Seorang pria bernama G dan seorang wanita bernama H menikah.


Namun, pernikahan mereka tidak berjalan dengan baik dan akhirnya
memutuskan untuk bercerai.

31
G dan H bersengketa tentang pembagian harta bersama, hak asuh
anak, dan nafkah anak. G kemudian menggugat H di pengadilan.
Setelah melalui proses persidangan, pengadilan memutuskan bahwa G
berhak atas 50% harta bersama, G dan H memiliki hak asuh anak
secara bersama, dan G harus memberikan nafkah anak sebesar Rp10
juta per bulan.

32
BAB IV
HASIL ANALISIS

Dari kasus-kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan hukum pidana dan
perdata dalam menjaga ketertiban dan keadilan di Indonesia dapat dilihat dari
beberapa aspek berikut:
Perlindungan terhadap kepentingan umum. Hukum pidana dan perdata dapat
digunakan untuk melindungi kepentingan umum, seperti keamanan, ketertiban, dan
kesejahteraan masyarakat. Misalnya, hukuman penjara yang dijatuhkan kepada
pelaku pencurian atau korupsi bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku
dan mencegah orang lain untuk melakukan tindakan serupa.
Penyelesaian sengketa. Hukum pidana dan perdata dapat digunakan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara individu atau badan hukum. Misalnya,
keputusan pengadilan yang memberikan hak asuh anak kepada ibu bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa perebutan hak asuh anak.
Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Hukum pidana dan perdata dapat
digunakan untuk melindungi hak-hak masyarakat, seperti hak anak, hak milik, dan hak
atas nama baik. Misalnya, keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa tanah
tersebut milik orang yang memiliki bukti kepemilikan yang sah bertujuan untuk
melindungi hak milik seseorang.

33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penerapan hukum pidana dan perdata yang tepat dapat memberikan manfaat
yang besar bagi masyarakat. Hukum pidana dapat digunakan untuk mencegah dan
memberantas kejahatan, sedangkan hukum perdata dapat digunakan untuk
menyelesaikan sengketa dan melindungi hak-hak masyarakat.
Peranan hukum pidana dan hukum perdata dalam menjaga ketertiban dan
keadilan di Indonesia sangat signifikan. Keduanya membentuk dasar hukum yang
menyeluruh untuk menangani berbagai aspek kehidupan masyarakat, memberikan
landasan bagi penegakan norma, penindakan terhadap pelanggaran, serta
penyelesaian sengketa. Dalam konteks hukum Indonesia, terdapat sejumlah
kesimpulan penting mengenai peran keduanya:
Pilar Utama Sistem Hukum. Hukum pidana dan hukum perdata bersama-sama
membentuk pilar utama sistem hukum Indonesia. Keduanya saling melengkapi untuk
menciptakan lingkungan hukum yang seimbang, adil, dan berfungsi ideal dalam
menjaga ketertiban dan keadilan.
Preventif dan Represif dalam Hukum Pidana Hukum pidana tidak hanya
berperan dalam memberikan sanksi atau hukuman terhadap pelaku tindak pidana
(represif), tetapi juga memiliki dimensi preventif. Melalui ketegasan penegakan
hukum, hukuman yang adil, dan efek jera, hukum pidana mampu mencegah timbulnya
kejahatan, menciptakan rasa aman, dan memelihara ketertiban masyarakat.
Perlindungan Hak dan Kepentingan Individu dalam Hukum Perdata Hukum
perdata menitik beratkan perlindungan terhadap hak dan kepentingan individu.
Dengan mengatur hubungan-hubungan hukum perdata, hukum ini menciptakan
kerangka kerja yang melindungi hak milik, hak kontrak, dan hak-hak subjektif lainnya,
mendukung terciptanya keadilan dalam kehidupan sehari-hari.
Keterkaitan dan Sinkronisasi Antara Keduanya, Terdapat keterkaitan yang erat
antara hukum pidana dan hukum perdata. Prinsip-prinsip seperti "lex specialis derogat
legi generali" dan "non-bis in idem" menjadi landasan untuk keterpaduan antara
hukum pidana dan perdata, menghindari tumpang tindih atau hukuman ganda yang
merugikan.

34
Tantangan dan Inovasi. Dinamika perkembangan masyarakat dan teknologi
menimbulkan tantangan baru dalam menjaga ketertiban dan keadilan. Oleh karena
itu, diperlukan inovasi dalam sistem hukum, termasuk penegakan hukum
computerized, penguatan pengawasan, dan penyesuaian regulasi untuk tetap relevan
dan efektif.
Keseimbangan untuk Mencapai Keadilan Sosial. Peran keseimbangan antara
hukum pidana dan hukum perdata sangat penting dalam mencapai keadilan sosial.
Keduanya harus berjalan seiring untuk mengatasi berbagai tantangan, memberikan
kepastian hukum, dan memastikan bahwa masyarakat hidup dalam lingkungan yang
adil dan teratur.
Keseluruhan, peran hukum pidana dan hukum perdata di Indonesia bukan
hanya sebagai alat penegakan norma, tetapi juga sebagai instrumen pembentuk
keadilan dalam kehidupan masyarakat. Pemahaman mendalam terhadap peranan
keduanya membantu menciptakan sistem hukum yang adaptif, responsif, dan mampu
menjawab berbagai perubahan dan kompleksitas dalam masyarakat advanced.

Untuk meningkatkan efektivitas penerapan hukum pidana dan perdata, perlu


dilakukan beberapa hal berikut:

• Penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Penegakan hukum yang tegas
dan konsisten akan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan dan
mencegah orang lain untuk melakukan tindakan serupa.
• Peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Masyarakat perlu memiliki
kesadaran hukum yang tinggi agar dapat memahami dan menaati hukum.
• Peningkatan kualitas aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum perlu
memiliki kualitas yang tinggi agar dapat menegakkan hukum secara profesional
dan adil.

35
DAFTAR PUSTAKA

P.N.H Simanjutak S.H., 2017, Hukum Perdata Indonesia, pernada media, jakarta;

Ahmad Bahiej, 2009, Hukum Pidana, Teras, Yogyakarta.

Satjipto Rahardjo, 2006, Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cet. II, Jakarta: Kompas.

Esmi Warasih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang:


Suryandaru Utama.
DR. Mudzakkir, S.H.M.H., Hukum Pidana dan Sistem Pemidanaan
Repository unissula, Hukum perdata.

Jurnal dinamika Hukum, Penegakan Hukum Di Indonesia.

Jurnal Hukum Pro Justitia, 2007, Volume 25 No. 3, Peranan Hukuim dalam
Mewujudkan Kesejahteraan masyarakat
Jurnal Universitas Islam Negri Alauddin, Hukum dan Kepentingan Masyarakat

Jurnal Universitas Jaya Baya, Perkembangan sistem peradilan Pidana di indonesia

36

Anda mungkin juga menyukai