Anda di halaman 1dari 29

HUKUM TATA NEGARA

“HUKUM POSITIF BIDANG KEAGAMAAN DENGAN HUKUM


ISLAM”

Dosen pengampu : Adv. Agus Saputra ,S.H,M.H.C,Ht

DISUSUN OLEH :

SEPTI KHAIRUNNISAH (SHK2022010)

YOGA PRANATA ( SHK2022012)

YUSRIL INDAR YORDAN (SHK2022013)

PROGRAM HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MA’ARIF SAROLANGUN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafa‟atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Tata Negara dengan judul
“Hukum Positif Bidang Keagamaan Dengan Hukum Islam”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari dosen pengajar untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sarolangun, Desember 2023

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Kerangka Teori ............................................................................................... 4

BAB II PENGERTIAN JUDUL………………………………………………… 5

BAB III METODE PENULISAN……………………………………………..... 9

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN…………………………………….. 10

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………… 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum adalah aturan yang berlaku dilapisan masyarakat dengan tujuan


mewujudkan kehidupan yang damai terhadap sesama manusia. Hukum tidak hanya
melihat tentang bagaimana manusia menjalani kehidupan, tetapi juga mengarahkan
manusia agar menjaga ekosistem alam semesta. Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) terbentuk dengan karakter utamanya mengakui pluralitas dan kesetaraan antar
warga bangsa. Sebagai warga bangsa, perlu kiranya mengakui, menghormati keberagaman,
dan kesetaraan merupakan pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat pada pencapaian
kemajuan peradaban1

Hukum didefinisikan sikap yang mengakar kuat dan terkondisikan secara historis
terhadap hakikat hukum dan aturan hukum dalam masyarakat dan ideologi politik,
organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum.2 Hukum di Indonesia saling memiliki
keterikatan sehingga hubungan antar hukum yang satu dengan hukum lainnya mesti
dipahami dengan baik sebagai alternatif yang paling kuat terhadap kekuatan persatuan
bangsa.

Menjalankan roda sistem hukum yang baik, musyawarah dapat melibatkan tenaga
kesejahteraan sosial, dan masyarakat.3 Hukum positif maupun hukum Islam menganjurkan
pelaksanaan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Hukum diposisikan sebagai
penengah yang kemudian disebut sebagai demokrasi yang sangat di agungkan dalam
sejarah pemikiran manusia tentang tatanan sosio- politik yang ideal. Bahkan demokrasi
dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik
dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh.4
Pembahasan yang diangkat tentu tidak terlepas dari tujuan hukum itu sendiri disamping
memperhatikan latar belakang dan kebutuhan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian hukum positif dibidang keagamaan?


2. Pengertian hukum Islam ?

1
Trubus Rahardiansah P, Pengantar Ilmu Politik: Paradigma, Konsep Dasar dan Relevansinyauntuk Ilmu
Hukum, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2006), 211.
2
Inu Kencana Syafie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), (Jakarta: BumiAksara,
2003), 2
3
M. Nasir Jamil, “Anak Bukan Untuk Dihukum”, Cet. 2, (Sinar Grafika Offset, Jakarta: SinarGrafika,
2013), 140.
4
Hendra Nurtjahjo,S.H.,M.Hum, Filsafat Demokrasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 1

iv
C. Kerangka Teori

Kerangka teori yang akan dipakai oleh penulis adalah teori


perbandingan hukum, Menurut H.C Gutteridge, pada hakikatnya Perbandingan Hukum
merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan dengan jalan membanding-bandingkan
sistem hukum yang satu dengan yang lain. Perbandingan adalah salah satu sumber
pengetahuan yang sangat penting.5

Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan


metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan
dievaluasi. Pendekatan dalam bidang ilmu hukum ini telah mengembangkan sebuah
cabang studi hukum baru yang dinamakan dengan “Perbandingan Hukum” dengan
menggunakan metode berdasarkan penelitian terhadap hukum dari berbagai negara dengan
teknik perbandingan.

v
BAB II
PENGERTIAN JUDUL

A. Pengertian Hukum Positif

Secara etimologis istilah hukum di adopsi oleh bahasa Indonesia yang berasal
dari bahasa arab hukm. Sementara itu, dalam bahasa inggris adalah law yang berasal
dari bahasa inggris kuno lagu yang kemudian menjadi lag yang memiliki arti sebagai
sesuatu yang tetap. Sedangkan istilah legal yang merupakan kata sifatnya di adopsi
dari kata legalis (latin) yang berasal dari lex yang juga berarti hukum.5

Hukum positif disebut juga ius constitutum yang berarti kumpulan asas
dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara
umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan
dalam negara Indonesia.6 Setiap masyarakat di dunia ini masing-masing mempunyai
bahasa dan hukumnya sendiri. Setiap bahasa memiliki tata bahasanya sendiri,
begitupun hukumnya yang memiliki tata hukum sendiri. Tata hukum yang berlaku
pada waktu tertentu dalam suatu wilayah negara tertentu itulah yang disebut
hukum positif. Lebih rinci lagi hukum positif adalah hukum yang berlaku sekarang
bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.7

Meski demikian, konsepsi hukum pun masih problematis, kalau bukan


dilematis. Satu hal yang pasti, isu ini masih membutuhkan pendalaman lebih lanjut.8
Masyarakat yang berbudaya selalu menghasilkan hukumnya masing- masing dan
menghasilkan tipe dan jenis hukumnya sendiri. Setiap masyarakat selalu mencitrakan
hukumnya sesuai dengan budaya kemasyarakatan masing- masing. Karenaya, setiap
masyarakat selalu menghasilkan tradisi hukum yang berbeda dengan masyarakat
lainnya, misalkan tradisi hukum civil law dan common law memiliki perbedaan
karakteristik yang disebabkan kedua tradisi hukum tersebut berkembang dan tumbuh
dalam kehidupan kebudayaan masyarakat yang berbeda.9

Dewasa ini, belum ditemukan sebuah definisi hukum yang dapat dijadikan
sebuah rujukan, baik para filsuf maupun para sarjana hukum, sehingga siapapun

5
L.B. Curzon, Juresprudence, (London: MacDonald and Evans, 1979), 23
6
I. Gede Pantja Astawa, Dinamika Hukum dan ilmu Perundang-Undangan di Indonesia,(Bandung:
PT. Alumni, 2008), 56
7
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum: Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan
Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 23
8
Pranoto Iskandar, Yudi Junadi, Memahami Hukum di Indonesia, Sebuah Korelasi antara Politik,
Filsafat dan Globalisasi, (Cianjur: IMR Press, 2011), 8-9
9
Syofyan Hadi, Hukum Positif dan The Living Law: Eksistensi dan Keberlakuannya Dalam
Masyarakat, (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, DiH Jurnal Ilmu Hukum Volume 13 Nomor 26,
2017), 259

vi
berhak atas pendapatnya terhadap hukum. Peneliti sendiri berpendapat tentang
hukum yaitu sebuah sistem aturan yang perlu mendapat perawatan agar dapat
dirasakan kehadirannya dengan baik oleh tiap kalangan karena merupakan
sekumpulan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.

Kesadaran hukum dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum,


dan efektivitas hukum.10 Penerapan hukum di Indonesia terlihat kaku oleh kalangan
hukum yang menerapkan. Hal ini tidaklah mengherankan karena Negara Indonesia
adalah Negara hukum yang tiap-tiap hukum yang ada dan di akui harus dalam bentuk
tulisan (asas legalitas). Tetapi perlu kita pahami bersama di samping pemberlakuan
asas legalitas bergandengan tangan dengan asas diskresi (kebijakan). Artinya adalah
jika asas legalitas tidak memungkinkan untuk digunakan karena keadaan yang ada,
maka yang dapat digunakan adalah asas diskresi (kebijakan). Apapun bentuknya,
harapan bersama bahwa penerapan hukum berdasarkan asas salus populis suprema
lex exto yang artinya hukumtertinggi adalah keselamatan rakyat.

B. Pengertian Hukum Islam

Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk
menuju kepada Allah Swt.11 Menurut fuqaha‟ (para ahli hukum Islam), syariah atau
syariat berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt melalui Rasulnya untuk
hambanya, agar mereka menaati hukum itu atas dasar iman, baik yang berkaitan
dengan aqidah, amaliyah (ibadah dan muamalah), dan yang berkaitan dengan akhlak.

Kata syariat dengan pengertian diatas, diambil kata tasyri‟ yang berarti
membuat peraturan perundang-undangan, baik yang bersumber dari wahyu agama,
yang dinamakan tasyri samawi, maupun yang bersumber dari pemikiran manusia,
atau disebut tasyri’ wadh’i.12 Syariat Islam adalah syariat yang paling lengkap, yang
mengatur kehidupan keagamaan kemasyarakatan melalui ajaran Islam tentang
aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak.13

C. Sumber-Sumber Hukum Islam

Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja, tetapi merupakan sebuah aturan-
aturan untuk diterapkan didalam sendi kehidupan manusia. Umumnya banyak
ditemui permasalahan dibidang agama yang sering kali membuat pemikiran umat

10
Suharso dan Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, (Semarang : WidyaKarya,
2009), 437

11
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi Vol. 17 No. 2 tahun 2017), 24
12
Muhammad Sallam Madkur, Al-Madkhal lil Fiqih Al-Islamy, (Cairo: Dar An-Nahdhah Al-
Arabiyah, 1960), 9
13
Muhammad Sallam Madkur, Al-Madkhal lil Fiqih Al-Islamy, (Cairo: Dar An-Nahdhah Al-
Arabiyah, 1960), 10

vii
muslim cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah diperlukan sumber hukum Islam
sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:14

a. al-Qur‟an

Menurut M.Quraish Shihab, al-Qur‟an secara harfiyah berarti bacaan yang


sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah Swt yang tepat, karena tiada suatu
bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Alquran, bacaan sempurna lagi mulia.15

Q.S al-Isra ayat 88, Allah Swt berfirman:16

Terjemahnya :

“Katakanlah,”Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat


yang serupa (dengan) al-Qur‟an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”

Al-Qur‟an merupakan kitab dan pedoman hidup bagi orang muslim, sehingga
al-Qur‟an dijadikan sebagai salah satu sumber dalam penetapan hukum.

b. Hadits

c. Ijma

d. Qiyas

D. Eksistensi Hukum Islam

Eksistensi hukum Islam di Indonesia sudah ada sejak agama Islam masuk di
Indonesia.

pembinaan hukum nasional sampai sekarang ini untuk mengisi kekosongan hukum
dalam hukum positif dan hukum Islam berperan sebagai sumber nilai yang
memberikan kontribusi terhadap aturan hukum yang dibuat dengan sifatnya yang
umum, tidak memandang perbedaan agama, maka nilai-nilai hukum Islam dapat

14
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi Vol.17 No.2 Tahun 2017), 24-25
15
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), 3
16
Q.S al-Isra ayat 88

viii
berlaku pula bagi seluruh warga negara Indonesia.17

Ada tiga katagori hukum yang berlaku dalam pergaulan masyarakt Islam:

1. Syariat

2. Fiqh

3. Siyasah syariah

Hukum Islam di tengah-tengah hukum nasional, pusat perhatian akan ditujukan pada
kedudukan hukum Islam terhadap perkembangan sejarahnya bersifat majemuk.18
Untuk lebih mengetahui eksistensi hukum Islam di Indonesia dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, menggunakan teori eksistensi yang dikemukakan
oleh Ichtijanto.

17
Saidah, Aktualisasi Hukum Islam di Indonesia, (STAIN Pare-Pare, Jurnal Hukum Diktum,Volume 11,
Nomor 2, Juli 2013), 147
18
Mardani, Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, (No.2 ApriI-Juni 2008), 175

ix
BAB III

METODE PENULISAN

Metode penulisan adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dapat
dideskripsikan, dibuktikan, dikembangkan dan ditemukan pengetahuan, teori, tindakan dan
produk tertentu sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah dalam kehidupan manusia.19 Oleh karena itu diperlukan untuk
memperoleh data atau informasi dalam penulisan ini diperlukan adanya metode
sebagaimana tercantum di bawah ini:

A. Jenis dan Pendekatan Penulisan

Penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana penulisan kualitatif


merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penulisan yang bertujuan untuk
menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-
dalamnya. Penulisan kualitatif mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan
kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan
analisis yang relevan dan diperoleh dari situasi yang alami. Dengan demikian, penulisan
kualitatif tidak hanya sebagai upaya mendeskripsikan data, tetapi deskripsi tersebut hasil
dari pengumpulan data yang sah yang dipersyaratkan kualitatif. Pada penulisan ini
menggunakan jenis deskriptif, jenis riset ini bertujuan membuat deskripsi secara
sistematis,faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.

19
Sugiyono, “Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi”, (Bandung: Alfabeta, 2015), 22.

x
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. ANALISA

Analisa data dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai permasalahan dalam


penelitian, lalu kemudian mencari dan menemukan penjelasan terkait permasalahan yang
ada dengan penyajian beberapa data yang telah diperoleh melalui referensi seperti buku-
buku, jurnal, kitab Undang-Undang, serta media massa lainnya dan diperkuat dengan cara
deskriptif, yaitu dengan menguraikan berupa penjelasan dan memberi gambaran sesuai
bentuk permasalahan dalam penelitian. Sehingga dari hasil permasalahan tersebut disusun
dalam bentuk kalimat ilmiah untuk memperoleh berupa jawaban permasalahan dalam
penelitian yang di lakukan.

B. PEMBAHASAN

1. Hukum Positif

Positif sebagai sistem filsafat muncul pada kisaran abad ke-19. Sistem ini didasarkan
pada beberapa prinsip bahwa sesuatu dipandang benar apabila ia tampil dalam bentuk
pengalaman, atau apabila ia sungguh-sungguh dapat dipastikan sebagai kenyataan, atau
apabila ia ditentukan melalui ilmu-ilmu pengetahuan apakah sesuatu yang dialami merupakan
sungguh-sungguh suatu kenyataan.

Hukum positif melihat bahwa yang terutama dalam melihat hukum adalah fakta
bahwa hukum diciptakan dan diberlakukan oleh orang-orang tertentu di dalam masyarakat
yang mempunyai kewenangan untuk membuat hukum. Sumber dan validitas norma hukum
bersumber pada kewenangan tersebut.

Dalam kaitannya dengan positivisme hukum (aliran hukum positif), dipandang perlu
memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan
hukum, yang seterusnya, antara das sein dan das sollen). Dalam kacamata positivis, tiada
hukum lain kecuali perintah penguasa (law is a command of the lewgivers). Bahkan, bagian
aliran hukum positif yang dikenal dengan nama Legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa
hukum itu identik dengan undang-undang.

Hukum positif dapat dibedakan dalam dua corak: 1) Aliran Hukum Positif Analitis
(Analitical Jurisprudence) atau biasa juga disebut positivisme sosiologis yang
dikembangkan oleh Jhon Austin, dan 2) Aliran Hukum Murni (Reine Rechtslehre) atau
dikenal juga positivisme yuridis yang dikembangkan oleh Hans Kelsen.20

20
Sukarno Aburaera dkk, Filsafat Hukum Teori dan Praktik (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2015), h. 107.

xi
1. Aliran Positif Sosiologis: Jhon Austin (1790-1859)

Hukum menurut Austin adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum itu
sendiri, menurut Austin terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu
sistem yang tetap, logis, dan tertutup. Dalam bukunya The province of Jurisprudence
Determinal, Austin menyatakan “A law is command which obliges a persons… Laws and
other commands are said to proceed from superiors, and to bind oroblige inferiors.”21

Lebih jauh Austin menjelaskan, pihak superior itulah yang menentukan apa yang
diperbolehkan. Kekuasaan dari superior itu memaksa orang lain untuk taat. Memberlakukan
hukum dengan cara menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang
diinginkannya. Hukum adalah perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil
atau sebaliknya.

Unsur pokok dalam hukum menurut Austin adalah Command dan Sanction.
Command diterjemahkan sebagai perintah. Command dipahami oleh Austin tercermin dalam
kalimat di bawah ini:

“Kalau anda mengekspresikan atau mengisyaratkan suatu hal yang harus saya
lakukan agar sebuah tindakan yang saya lakukan, dan anda menghampiri saya dengan
kemarahan jika saya tidak melakukan apa yang anda harapkan dari ekspresi atau isyarat
anda tersebut, maka ekspresi atau isyarat anda tersebut, merupakan command ”.22

Sanksi atau kepatuhan yang dipaksakan adalah “the evil” (tercermin dalam sikap
dan tindakan) yang muncul apabila sebuah perintah tidak dipatuhi. Sanksi itu dapat
berbentuk bahasa verbal (ungkapan) dan bahasa nonverbal (gerak tubuh, bahasa tubuh yang
bersifat psikologis).23

Austin pertama-tama membedakan hukum dalam dua jenis: 1) hukum dari Tuhan
untuk manusia (The divine laws), dan 2) hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang
dibuat oleh manusia dapat dibedakan lagi dalam dua hal: 1) hukum yang sebenarnya, dan 2)
hukum yang tidak sebenarnya. Hukum dalam arti yang sebenarnya ini (disebut juga hukum
positif) meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia
secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak
sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi
persyaratan sebagai hukum, seperti ketentuan dari suatu organisasi olahraga. Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur yaitu perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban
(duty), dan kedaulatan (sovereignty).

21
Sukarno Aburaera dkk, Filsafat Hukum, h. 108.
22
Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manulang, Pengantar, h. 66.
23
Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manulang, Pengantar..., h. 66.

xii
1. Aliran Positif Yuridis: Hans Kelsen (1881-1973)

Menurut Kelsen, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang non-yuridis, seperti
unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikiran inilah yang kemudian dikenal
dengan Teori Hukum Murni (Reine Rechtlehre) dari Kelsen. Jadi hukum adalah suatu sollens
katagorie (kategori keharusan/ideal), bukan seins katagorie (kategori factual).

Baginya, hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai
makhluk rasional. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum
itu seharusnya” (what the law ought to be). Tetapi “apa hukumnya itu Sollen Katagorie, yang
dipakai adalah hukum positif (ius consitusium), bukan yang dicita-citakan (ius
constituendum).

Pada dasarnya, pemikiran Kelsen sangat dekat dengan pemikiran Austin, walaupun
Kelsen mengatakan bahwa waktu ia mulai menegmbangkan teori-teorinya, ia sama sekali
tidak mengetahui karya Austin. Walaupun demikian, asal usul filosofis antara pemikiran
Kelsen dan Austin berbeda. Kelsen mendasarkan pemikirannya pada Neokantianisme,
sedangkan Austin pada utilitarianisme.

Kalsen dimasukkan sebagai kaum Neokantian karena dia menggunakan pemikiran


Kant tentang pemisahan bentuk dan isi. Bagi Kalsen, hukum berurusan dengan bentuk
(forma), bukan (materia). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Suatu
hukum dengan demikian dapat saja tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan
oleh penguasa.

Di sisi lain, Kalsen pun mengakui bahwa hukum positif itu pada kenyataannya dapat
saja menjadi tidak efektif lagi. Ini biasanya terjadi karena kepentingan masyarakat yang diatur
sudah ada, dan biasanya dalam keadaan demikian, penguasa pun tidak akan memaksakan
penerapannya. Dalam hukum pidana, misalnya, keadaan yang dilukiskan Kelsen seperti itu
dikenal dengan istilah dekriminalisasi dan depenalisasi, hingga suatu ketentuan dalam hukum
positif menjadi tidak mempunyai daya berlaku lagi, terutama secara sosiologis.24

1. Positif dan Idealisme

Dalam teori hukum, positivisme dan idealisme digambarkan saling bertentangan.


Teori-teori idealistik didasarkan pada pernsip-prinsik keadilan dan amat berkaitan dengan
“hukum yang seharusnya”. Filsafat hukum idealis menggunakan metode deduksi dalam
menarik hukum dari azas-azas yang didasarkan manusia sebagai makhluk etis rasional.

Sementara itu teori positivistik diilhami oleh pandangan-pandangan tentang hukum


yang bertentangan. Paham positivisme analitik tidak mempermasalahkan dasar kaidah-kaidah
hukum tetapi mengkonsintrasikan diri pada analisis konsep-konsep dalam hubungan-

24
Sukarno Aburaera dkk, Filsafat Hukum: Teori dan Praktik (III, Jakarta: Prenadamedia Group,2013), h. 106-
110.

xiii
hubungan hukum dengan pemisahan ketat antara kenyataan (das sein) dengan hal yang
diharapkan (das sollen). Karenanya ia dipisahkan dari keadilan dan etika. Namun demikian,
hukum alam hadir sebagai hukum yang ideal dan lebih tinggi untuk digunakan sebagai
standar keadilan. Akan tetapi karena didasarkan pada akal yang selalu berubah, ia tidak
bisa bertopang pada dirinya sendiri dan akhirnya hancur.

Positif pragmatis memandang fakta sosial sebagai unsur yang menentukan konsep
hukum, karena ia mementingkan hukum “yang seharusnya”. Ia menganggap bahwa hukum
tunduk kepada masyarakat, yang karenanya konsep hukum terus mengalami perubahan sesuai
dengan perubahan dalam masyarakat yang berubah lebih cepat dibandingkan hukum.

Positif merupakan korban ketegangan dan konflik. Positif analitik dan pragmatik
merupakan kubu-kubu yang terpisah dalam konsep-konsep hukum mereka. Perbedaan ini
disamping yang lainnya, membuat positivisme menjadi sebuah teori yang kontradiksi di
dalam dirinya sendiri.25

Hukum positif atau juga sering disebut sebagai ius constitutum, memiliki arti sebagai
hukum yang sudah ditetapkan dan berlaku sekarang di suatu tempat atau Negara
(Mertokusumo, 2007: 127-128). Indonesia dengan sistem civil law-nya menggunakan
perundang-undangan, kebiasaan dan yurisprudensi sebagai sumber hukum (Marzuki, 2014:
258). Oleh karena itu bisa dikatakan agama, adat dan norma kesusilaan juga menjadi bagian
dari hukum di Indonesia. Meskipun begitu, jika melihat di negara Indonesia, sumber hukum
yang berlaku berdasarkan TAP MPR No. III/ MPR/2000 adalah Pancasila, sedangkan urut-
urutan peraturan perundang- undangannya adalah (Marzuki, 2014: 85-86):

a. UUD 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali sejak 19


Oktober 1999

b. Ketetapan MPR

c. UU yang dibuat DPR bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945


dan TAP MPR

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

e. Keputusan Presiden

f. Peraturan Daerah

A. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Hukum

Membangun sebuah bangsa dapat dicapai melalui proses yang diawali dengan
kesadaran rakyatnya, baik secara individu maupun kelompok masyarakat yang berjalan

25
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, h. 62-63.

xiv
dengan landasan dan tujuan yang sama.26 Dalam studi sejarah hukum ditekankan mengenai
hukum suatu bangsa merupakan suatu ekspresi jiwa yang bersangkutan, dan oleh karenanya
senantiasa yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik
pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing sistem hukum.27

Hukum meliputi beberapa unsur, yaitu:

a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.

b. Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

c. Peraturan bersifat memaksa.

d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.28

Peraturan yang ada dilahirkan atas kesepakatan bersama. Kesepakatan yang ada
timbul akibat kesadaran hukum, bahwa ketetapan hukum adalah bersumber atas
kebutuhan, situasi dan kondisi masyarakat agar eksistensinyadapat dirasakan.

Kemudian, agar hukum dapat dikenal dengan baik, haruslah diketahui ciri- ciri
hukum.

Ciri-ciri hukum sebagai berikut:

a. Terdapat perintah dan larangan.

b. Perintah dan/larangan tersebut harus dipatuhi setiap orang.

Secara praktisi, hukum terdapat dua bagian yaitu aktif dan pasif. Peranan kedua
bagian ini akan beroperasi sesuai bentuk laporan dan kejadian yang ada. Sifat hukum
adalah mengatur dan memaksa. Hukum positif merupakan peraturan-peraturan hidup
kemasyarakatan yang dapat memaksa orang agar mentaati tata-tertib dalam masyarakat
serta memberikan sanksi yang tegas berupa hukuman terhadap siapa saja yang tidak
mematuhinya. Sanksi harus diadakan berupa hukuman agar kaedah-kaedah hukum dapat
ditaati, karena tidak setiap orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum tersebut.29

26
Tirta Nugraha Mursitama Ph.D, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Peran dan Tanggung Jawab Organisasi
Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Pusat Penelitian danPengembangan Sistem Hukum
Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham RI, 2011), 2
27
Dr.Yoyon M Darusman S.H.,M.M, Dr. Bambang Wiyono S.H.,M.H, Teori dan Sejarah Perkembangan
Hukum, (UMPAM Press: Universitas Pamulang Tangerang Selatan Banten, 2011),4
28
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1989), 39

29
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1989), 40

xv
B. Fungsi dan Tujuan Hukum

Fungsi hukum adalah sebagai media pengatur interaksi sosial. Dalam pengaturan
tersebut terdapat petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan dengan harapan segala
sesuatunya berjalan tertib dan teratur.30 Dalam posisi masyarakat yang teratur, hukum
dijadikan sarana untuk mewujudkan keadilan sosial, serta diharapkan dapat bermanfaat
bagi kehidupan masyarakat.

Hukum selalu melekat pada manusia secara bermasyarakat. Sama halnya dengan
tujuan hukum, mengenai fungsi hukum juga beraneka ragam. Pada umumnya yang
dimaksud dengan fungsi adalah adalah tugas. Hukum berperan sedemikian rupa sehingga
segala sesuatunya berjalan dengan tertib dan teratur, sebab hukum menentukan dengan
tegas hak dan kewajiban mereka masing- masing.31

Hukum memiliki fungsi untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam


masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Lebih terperinci, fungsi
hukum dalam perkembangan masyarakat terdiri dari:

a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.

b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.

c. Sebagai sarana penggerak pembangunan.

d. Sebagai penentuan alokasi wewenang.

e. Sebagai alat penyelesaian sengketa.

f. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri. 32

Hakikatnya bahwa Fungsi hukum adalah sebagai pembatas kewenangan oleh


penguasa tertentu, serta pengatur hak dan kewajiban warga negara dalam melakukan upaya
hukum.

Tujuan Hukum dalam peranan di masyarakat mempunyai suatu tujuan. Mengenai


tujuan hukum tidak terlepas dari sifat hukum yang universal. Namun tetap menyadari ciri
khas dari masing-masing masyarakat atau bangsa. Sehingga tujuan hukum itu memiliki
karakteristik atau kekhususan karena pengaruh falsafah yang menjelma menjadi
ideologi masyarakat atau bangsa dan negara yang sekaligus berfungsi sebagai cita

30
Didiek R. Mawardi, Fungsi Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat, (STIH MuhammadiyahKotabumi
Lampung, Maslahah Hukum, Jilid 44 No.3 Juli 2015), 275
31
Rahman Syamsuddin S.H.,M.H, Ismail Aris, S.H, Merajut Hukum di Indonesia, (Jakarta: MitraWacana
Media, 2014), 26
32
. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 53

xvi
hukum.33

Adapun tujuan hukum terdapat tiga bagian yaitu keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum. Hukum tersebut dapat tercapai secara proporsional, dengan menemukan
titik antara penalaran hukum dengan tujuan hukum.34 Secara sederhana, aturan bermula
atas kesepakatan bersama sehingga pemberlakuannya tidak dapat di gugat bilamana
masyarakat dikenakan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran terhadap aturan itu.

Setiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang
agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Manusia sebagai pembawa hak (subjek),
mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum, seperti melakukan
perjanjian, menikah, membuat wasiat, dan lain-lain. Oleh karena itu, manusia oleh hukum
diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban sebagai subjek hukum.35

Menurut R. Soeroso subjek hukum diantaranya:

1. Sesuatu yang menurut hukum berhak atau berwenang untuk melakukanperbuatan


hukum dan cakap hukum.

2. Sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang atau berkuasabertindak


menjadi pendukung hak (rechtsbevoegd heid).

3. Segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.36

2. Hukum Islam (hukum sempurna)

Tuhan adalah Maha Sempurna, dengan demikian, hukum Islam sebagai Islam yang
ditentukannya tentu juga sempurna. Jika terjadi sebaliknya, maka akan ada anggapan bahwa
asal usul ketidaksempurnaan itu adalah Allah, dan ini justru tidak mungkin terjadi. Ia Maha
Kuasa, Maha Mengetahui dan maha ada, sehingga hukumnya maha meliputi. Iaadalah Yang
Pertama dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin. Ia mengetahui segala sesuatu. Jadi
Hukum-Nya adalah universal dan untuk sepanjang zaman, terutama sekali karena
jangkauanya bukan hanya dunia ini tetapi juga akhirat.

Al-Qur‟an dan Sunnah merupakan sumber primer atau orisinal, diwahyukan oleh
Tuhan, sebagai satu-satunya yang mengetahui apa yang mutlak baik untuk manusia. Hukum
itu harus diteliti dengan cermat dan ditafsirkan dalam isi dan spirit.

Syariat merupakan kumpulan hukum-hukum Tuhan. Ia mengkombinasikan hukum


sebagai adanya dan hukum sebagai yang seharusnya, sekaligus mempertahankan perintah dan

33
H. Sarwohadi, S.H.,M.H, Rekonstruksi Pemikiran Hukum di Era Demokrasi, (Hakim Tinggi Pengadilan
Tinggi Agama Bengkulu), 1
34
Agus Setiawan, Penalaran Hukum yang Mampu Mewujudkan Tujuan Hukum Secara Proporsional, (Jurnal
Hukum Mimbar Justitia, Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Vol.3 No.2 desember 2017), 204
35
Dr.H.Ishaq, S.H.,M.Hum, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 57
36
.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), 228

xvii
keadilan. Sebagai perintah Tuhan, penguasa tetinggi berubah, syariat adalah hukum positif,
dan karena keadilan menjadi tujuan puncaknya, syariat ideal. Tetaplah penyataan bahwa
hukum Islam itu adalah “Hukum positif dalam bentuk ideal”.

Positivisme dan idealisme dalam hukum Islam benar-benar harmonis antara satu sama
lain. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Syams ayat 7-10

Terjemahnya “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan


kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.37

Hukum Islam merupakan hukum yang bersumberkan dari wahyu Tuhan, sekaligus
melibatkan penalaran dan analisis manusia yang memahami wahyu itu. Ijtihad yang
dilakukan oleh jurist muslim merupakan bukti kongkrit keterlibatan manusia dalam
menggali hukum yang hidup dalam masyarakat.38

Perbedaan antara Hukum Agama dengan Hukum Positif

a. Hukum positif hanya bertujuan untuk kepentingan duniawi saja, yang berkenaan dengan
lahiriah bagi kepentingan kebendaan dengan segala macam seluk beluknya. Sedangkan
hukum agama, sebagai ketetapan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan dan kepentingan
manusia lahir dan bathin, dunia dan akhirat.

b. Hukum syari‟at berdasarkan wahyu Allah, ciptaanNya yang menggambarkan kehendakNya


dan kebesaranNya. Hukum positif buatan manusia yang menggambar buah pikiran manusia,
bersifat serba terbatas dan berubah-ubah, selalu menghendaki penyempurnaan dari berbagai
kekurangan.

c. Hukuk positif bersifat kontemporer, dibuat oleh sekelompok orang yang dipandang ahli,
berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang berlaku pada suatu masyarakat untuk
dilakukan bagi masyarakat atau bangsa yang bersangkutan itu saja, yang perlu diubah
apabila tidak dikehendaki oleh masyarakat itu lagi.

Adapun syari‟at Islam bukan untuk batas waktu tertentu, bukan untuk bangsa dan
tempat tertentu tetapi bersifat universal, untuk seluruh alam.Karena itu kaidah- kaidah
hukumnya disebut bersifat umum, prinsip-prinsip dan pokok-pokoknya saja yang
disebutkan dan diberi kesempatan kepada ilmuwan dalam bidang hukum dan social di
tempat masing-masing untuk menguraikannya lebih lanjut dalam mengatasi berbagai masalah
yang timbul di kawasannya masing-masing. Prinsip-prinsip syari‟at yang sudah ditentukan di
dalam al-Qur‟an dan hadis tidak boleh dihilangkan atau diubah sama sekali.

37
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Edisi Baru (Jakarta: Mekar Surabaya,2005), h. 896.
38
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam..., h. 63-65.

xviii
Syari‟at Islam membentuk manusia yang sesuai dengan ketetapannya, yaitu ketetapan
Allah dan RasulNya yang menjamin dapat mengantarkan umat manusia ke taman bahagia.
Hukum positif dibentuk menurut kemauan manusia setempat yang tidak harus berlaku untuk
tempat lain.

Dengan jiwa yang bersemikan iman kepada Allah SWT, mendorong orang-orang
makin mentaati syari‟at Islam baik dikala berada bersama orang banyak maupun dikala
sendirian di tempat yang sepi. Karena pancaran iman itu harus terlihat pada tiga aspek
kehidupan kita, yaitu:

a. Mengikrarkan dengan lisan, dalam bentuk ucapan “Tidak ada Tuhan yang patut disembah
melainkan Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah” atau membaca al-Qur‟an, membaca
salawat kepada Rasulullah, berzikir, berdo‟a, berdakwah, mengajar, tidak berbohong, dan
lain sebagainya.

b. Melaksanakan dengan sekalian anggota badan seperti mengerjakan ibadah, berbuat baik
kepada ibu dan ayah, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, amar ma‟ruf nahi mungkar,
jihad fi sabilillah, mencari nafkah keluarga, membangun untuk kemakmiran, mendidik anak,
menjaga hubungan baik dengan tetangga,danlain sebagainya.

c. Yang menyangkut dengan hati, yaitu memiliki akidah yang besar, niat yang ikhlas, akhlak
yang terpuji, cinta kepada Allah dan RasulNya, bersyukur dan bertawakkal kepadaNya.
Menjauhkan dari sifat riya‟, nifaq, hasad, dengki, ujub, takabur, dan lain-lain.

Ketiga aspek tersebut sebenarnya merupakaan penjabaraan dari sabda Rasulullah


SAW, yang artinya: “Iman bercabang lebih dari enam puluh. Sifat malu adalah salah satu
cabang iman”. (HR Bukhori dan Muslim)

Kepatuhan anggota badan untuk berbuat sangat tergantung pada hati, karena
kejujuran, kepatuhan terhadap hukum merupakan dorongan hati, terletak di dalam hati,
sangat erat kaitannya antara perbuatn lahiriah dengan gerak hati pada pribadi seorang
mu‟min, sebagaimana waktu syari‟at Islam itu tidak dapat dibagi-bagikan, tidak dapat
dikudung-kudung antara yang bersangkutan dengan hukum duniawi dengan ukhrawi.15
Contoh perbedaan hukum agama dan hukum positif:

Dalam masalah perkawinan, yang menyangkut dengan hukum keduniaan ialah


mendapat pasangan hidup sebagai suami-istri yang sah, dapat bergaul bebas dan masing-
masing memperoleh haknya dalam rumah tangga secara sah serta melaksanakan kewajiban
masing-masing sebagai suami-istri dalam melayari bahtera rumah tangga.

A. Penerapan Hukum Islam di Indonesia

Jika dilihat dengan teori hubungan agama dan negara, Indonesia merupakan negara
yang menganut faham paradigma simbolistik. Mau tidak mau Indonesia harus
mengakomodir perkembangan pemikiran yang mencoba untuk memasukan nilai-nilai hukum
Islam kedalam hukum positifnya. Indonesia tidak boleh menolak mentah-mentah ketika

xix
dalam perkembanganya terdapat tuntutan mensyariahkan hukum positif. Meskipun begitu,
pemasukan nilai syariah ke dalam hukum positif juga harus dilakukan dengan cara yang
diamini oleh bangsa ini, yaitu sesuai dengan keilmuan dalam disiplin ilmu hukum dan sesuai
dengan proses demokrasi, bukan indoktrinasi.39

Hukum Islam yang berlaku di Indonesia, pada dasarnya ada dua, yaitu hukum Islam
yang berlaku secara normatif dan yang berlaku secara yuridis. Hukum Islam yang
menyangkut hubungan antara manusia dengan tuhan pada dasarnya adalah normatif yang
sanksinya adalah sanksi kemasyarakatan. Sedangkan yang bersifat yuridis adalah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda di dalam masyarakat, yang mana
Indonesia sudah mengakomodir hal ini dalam beberapa Undang-Undangnya. Hukum Islam
sebelum dipositifkan, pada dasarnya termasuk dalam kategori living law (labendes
recht/hukum yang hidup), yaitu

hukum yang secara umum digunakan untuk mencegah munculnya perkara dan
apabila muncul perkara, hukum tersebut digunakan untuk menyelesaikan perkara tersebut
tanpa bantuan saran institusi hukum negara.40 Jadi tanpa dipositifkan sekalipun, sebenarnya
hukum Islam sudah diterima oleh masyarakat Indonesia secara luas tanpa paksaan dari pihak
berkuasa. Sehingga langkah pemerintah mengakomodir hukum ini sebagai hukum positif
agar dapat sah secara administrasi negara tentu juga merupakan hal yang tepat dan dapat
diterima oleh umum.

Sebagai contoh bahwa Indonesia telah mengakomodir hukum Islam adalah beberapa
peraturan berikut41

• Sila pertama Pancasila: Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini merupakan landasan
bagi sila-sila yang lain dan juga seluruh aturan undang-undang yang berlaku di
Indonesia. Sehingga seluruh aturan yang ada tidak boleh melenceng dari norma
agama.

• Pasal 29 ayat 1: Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.

• Keputusan Uji Materi MK tentang UU PNPS Nomor 1 tahun 1965 tentang


pencegahan, penyalahgunaan, dan/ atau penodaan agama. MK menandaskan,
Indonesia adalah bangsa yang bertuhan, bukan bangsa yang atheis.

• Impres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

• UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

• UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1989 tentang PA.

39
Mu‟allim, Amir (2013). Dinamika Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: KaukabaDipantara.
40
Cotterral, Roger (2012). Pengantar Sosiologi Hukum, Terjemah: Narulita Yusron,Bandung: Nusa Media. 28
41
Mu‟allim, Amir (2013). Dinamika Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: KaukabaDipantara. 3

xx
• UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

• UU No. 20 tahun 2003 tentang pasal 20 tentang pendidikan agama.

• UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

• UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

• UU No. 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji.

• UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

• UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

B. Ruang Lingkup Hukum Islam

Hukum Islam merupakan salah satu penetapan penerapan hukum di Indonesia.


Keberadaannya setara dengan hukum lainnya, yang membedakan hanyalah
pemberlakuaanya. Termasuk sumber hukum Islam, berbeda dengansumber hukum
lainnya, sehingga berpengaruh terhadap penerapan dan P emberlakuannya Ini
disebabkan karena menurut hukum Islam, pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan
pada hukum publik ada segi-segi perdatanya.

Ruang lingkup hukum Islam diklasifikasi ke dalam dua kelompok, yaitu:42

1. Hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah, seperti iman, sholat, zakat, puasa
dan haji.

2. Hukum yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan.

Jika kita bandingkan hukum Islam bidang muamalah ini dengan hukum barat,
yang membedakan antara hukum privat (hukum perdata) dengan hukum publik, maka sama
halnya dengan hukum adat di tanah air kita, hukum Islam tidak membedakan (dengan
tajam) antara hukum perdata dengan hukum publik. Ini disebabkan karena menurut
sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum
publik ada segi-segi perdatanya.43

42
Zainuddin Ali, Hukum Islam:Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika), 6
43
Prof.H.Mohammad Daud All, S.H, Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006), 55

xxi
C. Karakteristik Hukum Islam

Hukum Islam adalah hukum yang berwatak, ia mempunyai karakteristik yang


berbeda dengan ilmu hukum lainnya.44 Berbedanya karakteristik ini disebabkan karena
hukum Islam berasal dari Allah Swt, bukan buatan manusia yang tidak luput dari
kepentingan individu dan hawa nafsu. Salah satu karakteristik hukum Islam adalah
menyedikitkan beban agar hukum yang ditetapkan oleh Allah ini dapat dilaksanakan
oleh manusia agar dapat tercapai kebahagiaan dalam hidupnya.45

Hasbi Ashiddieqy mengemukakan bahwa hukum Islam mempunyai tiga karakter


yang merupakan ketentuan yang tidak berubah, yakni:

a. Takamul (sempurna, bulat, tuntas). Maksudnya bahwa hukum Islam membentuk


umat dalam suatu ketentuan yang bulat, walaupun mereka berbeda- beda bangsa dan
berlainan suku, tetapi mereka satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan46

b. Wasyathiyat (harmonis), yakni hukum Islam menempuh jalan tengah, jalan yang
seimbang dan tidak berat sebelah, tidak berat kekanan dengan mementingkan kejiwaan
dan tidak berat kekiri dengan mementingkan perbedaan. Hukum Islam selalu
menyelaraskan di antara kenyataan dan fakta dengan ideal dari cita-cita.
c.
Harakah (dinamis), yakni hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan
berkembang, mempunyai daya hidup dan dapat membentuk diri sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan zaman. Hukum Islam terpencar dari sumber yang luas dan
dalam, yang memberikan kepada manusia sejumlah hukum yang positif dan dapat
dipergunakan pada setiap tempat dan waktu.47

D. Aktualisasi Hukum Islam

Pancasila dan UUD 1945 memberikan kedudukan penting bagi agama dalam
mewarnai sistem hukum nasional, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 29 ayat 2 serta
pengarahan GBHN tentang perlunya pengembangan kesadaran hukum masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam adalah bukti adanya perananan hukum Islam
di Indonesia. Karena itu, upaya legislasi hukum Islam ke dalam hukum nasional adalah
bukti bahwa negara menghendaki aspirasi hukum yang timbul dan direduksi dari ajaran-
ajaran agama Islam.48

4444
Sya‟ban Mauluddin, Karakteristik Hukum Islam (konsep dan Implementasinya), Unduh Pdfpada
Tanggal 30 Mei 2021, Pukul 13.38
45
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2006),94
46
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2006),94
47
Hasbi Ash-Shiddiqy, Filsafat Hukum Islam, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra, 2001), 105-108
48
Saidah, Aktualisasi Hukum Islam di Indonesia, (STAIN Pare-Pare, Jurnal Hukum Diktum,Volume 11,
Nomor 2, Juli 2013), 149

xxii
Aktualisasi hukum Islam tidak terlepas dari sumber hukumnya. Menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu. Pada hakekatnya yang dimaksud
dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukumnya.
Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber
hukum Islam disebut juga dengan istilah dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam
atau dasar hukum Islam.49

3.
Keistimewaan Hukum Islam terhadap Hukum Positif
Dalam pandangan penegak Islam syariat, hukum Islam adalah hukum yang wajib
ditegakan jika ingin tercapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat baik di Indonesia maupun
dunia. Hal ini dikarenakan hukum Islam mempunyai banyak keistimewaan dibandinkann
dengan hukum positif yang diterapkan oleh manusia. Keistimewaan ini dapat dirinci sebagai
berikut („Audah, 2016: 11-20):

• Hukum positif tidak memiliki keadilan hakiki karena dibuat oleh manusia dengan
hawa nafsu dan kepentingan, sedangkan hukum Allah memiliki keadilan hakiki
karena berasal dari yang Maha Adil

• Hukum manusia hanya berdasarkan pertimbangan kekinian dan berdasar


pengalaman, karena manusia tidak dapat mengetahui msa depan.

• Hukum manusia memiliki prinsip yang terbatas yang teorinya baru muncul
sekitar abad 19. Berbeda dengan hukum Islam yang sudah ada sejak zaman
rasul yang sudah sempuna dan masalahah disegala ruang dan waktu.

• Hukum positif hanya mengatur hubungan antar manusia. Hukum yang


hanya mengandalkan aspek hukuman sering membuat penjahat untuk
mencari celah pembenaran atas perilaku buruk mereka demi terbebas dari
jerat hukum. Sedangkan dalam hukum Islam, aspek keridhoan Allah dan
takut akan murkaNya menjadi faktor utama ketaatan.

• Hukum positif mengabaikan aspek akhlak dan menganggap pelanggaran


hukum hanya sebatas yang membahayakan individu dan masyarakat.
Contoh: Hukum zina tidak di sanksi jika tidak ada paksaan dari satu
pihak.

• Hukum mencerminkan pembuatnya, ketika pembuatnya adalah manusia,


maka hal ini harus dipahami bahwa manusia penuh dengan kukurangan
meskipun ada kelebihannya. Sedangkan hukum Islam mencerminkan
kesempurnaan dan keagungan pembuatnya.

• Hukum positif memiliki kaedah yang bersifat temporal, dan hukum Islam
bersifat tidak temporal. Hal ini dikarenakan kaedah dalam hukum Islam

49
Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Hukum Islam, (Prodi Hukum keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas
Islam Bandung), Tahkim, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam Vol.1 No.1 maret 2018, 104

xxiii
bersifat elastis dan umum dan juga berasal dari nash Islam yangbersifat
tinggi dan mulia.
4. Perbedaan antara Hukum Islam dengan Hukum Positif
a. Hukum positif hanya bertujuan untuk kepentingan duniawi saja, yang berkenaan
dengan lahiriah bagi kepentingan kebendaan dengan segala macam seluk
beluknya. Sedangkan hukum agama, sebagai ketetapan Allah untuk mewujudkan
kemaslahatan dan kepentingan manusia lahir dan bathin, dunia dan akhirat.
b. Hukum syari‟at berdasarkan wahyu Allah, ciptaanNya yang menggambarkan
kehendakNya dan kebesaranNya. Hukum positif buatan manusia yang
menggambar buah pikiran manusia, bersifat serba terbatas dan berubah-ubah,
selalu menghendaki penyempurnaan dari berbagai kekurangan.
c. Hukuk positif bersifat kontemporer, dibuat oleh sekelompok orang yang
dipandang ahli, berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang berlaku pada
suatu masyarakatuntuk dilakukan bagi masyarakat atau bangsa yang bersangkutan
itu saja, yang perlu diubah apabila tidak dikehendaki oleh masyarakat itu lagi.

Adapun syari‟at Islam bukan untuk batas waktu tertentu, bukan untuk bangsa dan
tempat tertentu tetapi bersifat universal, untuk seluruh alam.Karena itu kaidah- kaidah
hukumnya disebut bersifat umum, prinsip-prinsip dan pokok-pokoknya saja yang
disebutkan dan diberi kesempatan kepada ilmuwan dalam bidang hukum dansocial di
tempat masing-masing untuk menguraikannya lebih lanjut dalam mengatasi berbagai
masalah yang timbul di kawasannya masing-masing. Prinsip-prinsip syari‟at yang sudah
ditentukan di dalam al-Qur‟an dan hadis tidak boleh dihilangkan atau diubah sama sekali.
Syari‟at Islam membentuk manusia yang sesuai dengan ketetapannya, yaitu ketetapan
Allah dan RasulNya yang menjamin dapat mengantarkan umat manusia ke taman bahagia.
Hukum positif dibentuk menurut kemauan manusia setempat yang tidak harus berlaku
untuk tempat lain.
Dengan jiwa yang bersemikan iman kepada Allah SWT, mendorong orang-orang
makin mentaati syari‟at Islam baik dikala berada bersama orang banyak maupun dikala
sendirian di tempat yang sepi. Karena pancaran iman itu harus terlihat pada tiga aspek
kehidupan kita, yaitu:
a. Mengikrarkan dengan lisan, dalam bentuk ucapan “Tidak ada Tuhan yang patut
disembah melainkan Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah” atau membaca al-
Qur‟an, membaca salawat kepada Rasulullah, berzikir, berdo‟a, berdakwah,
mengajar, tidak berbohong, dan lain sebagainya.
b. Melaksanakan dengan sekalian anggota badan seperti mengerjakan ibadah, berbuat
baik kepada ibu dan ayah, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, amar ma‟ruf nahi
mungkar, jihad fi sabilillah, mencari nafkah keluarga, membangun untuk
kemakmiran, mendidik anak, menjaga hubungan baik dengan tetangga,dan lain
sebagainya.
c. Yang menyangkut dengan hati, yaitu memiliki akidah yang besar, niat yang ikhlas,
akhlak yang terpuji, cinta kepada Allah dan RasulNya, bersyukur dan bertawakkal
kepadaNya. Menjauhkan dari sifat riya‟, nifaq, hasad, dengki, ujub, takabur, dan lain-
lain.

xxiv
Ketiga aspek tersebut sebenarnya merupakaan penjabaraan dari sabda
Rasulullah SAW, yang artinya: “Iman bercabang lebih dari enam puluh. Sifat malu
adalah salah satu cabang iman”. (HR Bukhori dan Muslim)

Kepatuhan anggota badan untuk berbuat sangat tergantung pada hati, karena
kejujuran, kepatuhan terhadap hukum merupakan dorongan hati, terletak di dalam hati,
sangat erat kaitannya antara perbuatn lahiriah dengan gerak hati pada pribadi seorang
mu‟min, sebagaimana waktu syari‟at Islam itu tidak dapat dibagi-bagikan, tidak dapat
dikudung-kudung antara yang bersangkutan dengan hukum duniawi dengan ukhrawi.50

50
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (II, Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 133-137.

xxv
BAB V
KESIMPUAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Ada beberapa hukum di Indonesia, namun dalam penelitian ini membahas soal
hukum Islam dan hukum positif, karena kedua hukum ini saling berhubungan dan saling
mengisi satu sama lain. Meskipun saat ini ada sekelompok manusia yang menganggap
hukum Islam dan hukum positif bertentangan. Atas dasar itulah ia ingin mengubah ideologi
negara menjadi ideologi Islam. Tentu ini akan berpengaruh terhadap masyarakat luas,
sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah memperbanyak penyebaran dan sosialisasi
pendidikan hukum.

B. SARAN

Zaman makin berkembang dengan pesat dalam tiap-tiap perubahan di berbagai lini
sektor. Ini akan mempengaruhi perkembangan hidup manusia, termasuk perubahan cara
pandang terhadap agama, serta pemberlakuan hukum di Indonesia. Agama dan hukum
merupakan representatif dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, agama dan hukum harus mampu merespon tiap perubahan zaman, sehingga atas
dasar perubahan itu akan mengeluarkan kebijakan yang baru agar kehidupan manusia dapat
terkontrol dengan baik.

xxvi
DAFTAR PUSTAKA

- Hukum, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2006), 211.

- Inu Kencana Syafie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI),


(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 2

- M. Nasir Jamil, “Anak Bukan Untuk Dihukum”, Cet. 2, (Sinar Grafika Offset,
Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 140.

- Hendra Nurtjahjo,S.H.,M.Hum, Filsafat Demokrasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 1

- L.B. Curzon, Juresprudence, (London: MacDonald and Evans, 1979), 23

- I. Gede Pantja Astawa, Dinamika Hukum dan ilmu Perundang-Undangan di


Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2008), 56

- Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum: Upaya Mewujudkan Hukum yang


Pasti dan Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 23

- Pranoto Iskandar, Yudi Junadi, Memahami Hukum di Indonesia, Sebuah Korelasi


antara Politik, Filsafat dan Globalisasi, (Cianjur: IMR Press, 2011), 8-9

- Syofyan Hadi, Hukum Positif dan The Living Law: Eksistensi dan Keberlakuannya
Dalam Masyarakat, (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 13 Nomor 26, 2017), 259

- Suharso dan Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, (Semarang
: Widya Karya, 2009), 437

- Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi Vol. 17 No. 2 tahun 2017), 24

- Muhammad Sallam Madkur, Al-Madkhal lil Fiqih Al-Islamy, (Cairo: Dar An-
Nahdhah Al- Arabiyah, 1960), 9

- Muhammad Sallam Madkur, Al-Madkhal lil Fiqih Al-Islamy, (Cairo: Dar An-
Nahdhah Al- Arabiyah, 1960), 10

- Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.2 Tahun 2017), 24-25

- M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), 3

- Q.S al-Isra ayat 88

- Saidah, Aktualisasi Hukum Islam di Indonesia, (STAIN Pare-Pare, Jurnal Hukum


Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013), 147

xxvii
- Mardani, Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, (No.2 ApriI-Juni 2008), 175

- Sugiyono, “Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi”, (Bandung:


Alfabeta, 2015), 22.

- Sukarno Aburaera dkk, Filsafat Hukum Teori dan Praktik (Cet. III; Jakarta: Kencana,
2015), h. 107.

- Sukarno Aburaera dkk, Filsafat Hukum, h. 108.

- Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manulang, Pengantar, h. 66.

- Sukarno Aburaera dkk, Filsafat Hukum: Teori dan Praktik (III, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013), h. 106-110.

- Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, h. 62-63.

- Tirta Nugraha Mursitama Ph.D, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Peran dan
Tanggung Jawab Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat,
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kemenkumham RI, 2011), 2

- Dr.Yoyon M Darusman S.H.,M.M, Dr. Bambang Wiyono S.H.,M.H, Teori dan


Sejarah Perkembangan Hukum, (UMPAM Press: Universitas Pamulang Tangerang
Selatan Banten, 2011),4

- Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:Balai


Pustaka,1989), 39

- Didiek R. Mawardi, Fungsi Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat, (STIH


Muhammadiyah Kotabumi Lampung, Maslahah Hukum, Jilid 44 No.3 Juli 2015), 275

- Rahman Syamsuddin S.H.,M.H, Ismail Aris, S.H, Merajut Hukum di Indonesia,


(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), 26

- Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 53

- H. Sarwohadi, S.H.,M.H, Rekonstruksi Pemikiran Hukum di Era Demokrasi, (Hakim


Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu), 1

- Agus Setiawan, Penalaran Hukum yang Mampu Mewujudkan Tujuan Hukum Secara
Proporsional, (Jurnal Hukum Mimbar Justitia, Fakultas Hukum Universitas
Suryakancana Vol.3 No.2 desember 2017), 204

- Dr.H.Ishaq, S.H.,M.Hum, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018),


57

- Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), 228

- Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Edisi Baru (Jakarta: Mekar
Surabaya, 2005), h. 896.

xxviii
- Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam..., h. 63-65.

- Mu‟allim, Amir (2013). Dinamika Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta:


Kaukaba Dipantara.

- Cotterral, Roger (2012). Pengantar Sosiologi Hukum, Terjemah: Narulita Yusron,


Bandung: Nusa Media. 28

- Mu‟allim, Amir (2013). Dinamika Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta:


Kaukaba Dipantara. 3

- Zainuddin Ali, Hukum Islam:Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:


Sinar Grafika), 6

- Prof.H.Mohammad Daud All, S.H, Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006), 55

- Sya‟ban Mauluddin, Karakteristik Hukum Islam (konsep dan Implementasinya),


Unduh Pdf pada Tanggal 30 Mei 2021, Pukul 13.38

- Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo


Persada, 2006),94

- Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo


Persada, 2006),94

- Hasbi Ash-Shiddiqy, Filsafat Hukum Islam, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra,


2001), 105-108

- Saidah, Aktualisasi Hukum Islam di Indonesia, (STAIN Pare-Pare, Jurnal Hukum


Diktum, Volume 11, Nomor 2, Juli 2013), 149

- Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Hukum Islam, (Prodi Hukum keluarga Islam
Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung), Tahkim, Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam Vol.1 No.1 maret 2018, 104

- Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (II, Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h.
133-137.

xxix

Anda mungkin juga menyukai