Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum

“Hukum dan Ham”

Dosen Pengampu: Syafaruddin Panjaitan,S.HI.,MH

Disusun oleh kelompok 11:

Ahmad Fauzan (0204212085)

Enni Kholila Siregar (0204212166)

Fathya Dwi Syahyani (0204212062)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat Hukum yang
berjudul “HUKUM DAN HAM DALAM FILSAFAT HUKUM”

Makalah Filsafat Hukum ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah Hadist ekonomi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Penulis

Medan,28 Mei 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ………………………..……………………………………..….… 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Hukum Dan HAM ...................................................................................................... 5


B. Hakekat HAM ……………………………………..………………..…….……....…. 6
C. HAM Dalam Perspektif Filsafat Hukum ...................................................................... 9
D. Relevansi HAM Terhadap Indonesia ……………………………………..……..…. 12

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 14
B. Saran ........................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu negara diperlukan adanya rule of law dan HAM untuk mengatur dan
melindungi setiap warga negaranya, untuk itu penulis disini akan membahas, menjelaskan,
dan memberikan pemahaman dan gambaran tentang pentingnya mengetahui hubungan atau
keterkaitan hak asasi manusia dengan hukum yang ada di Indonesia. Tujuannya untuk
menghindari pelanggaran-pelanggaran HAM dan menciptakan kedamaian dalam berbangsa
dan bernegara. Namun sebelum itu perlu dipahami sejarah, dasar, pengertian, konsep,
struktur HAM dan hukum serta contoh-contoh pelanggaran HAM sebelum masuk mengenai
hubungan hak asasi manusia dengan hukum di Indonesia. Negara hukum ialah negara yang
berdasarkan atas kedaulatan hukum. Pengertian umum hak asasi manusia yaitu hak dasar
yang terikat pada semua orang secara alamiah melekat pada semua orang dari lahir dan tidak
bisa di ganggu gugat karena termasuk karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, juga bisa disebut
anugerah martabat manusia itulah merupakan pengakuan sejati umat manusia (Hamidi, dkk,
2012). Seperti yang kita ketahui, Indonesia ialah negara hukum jadi warga negara wajib
melaksanakan dan mematuhi melindungi dan menegakan HAM karena Indonesia telah
melakukan perjanjian perjanjian Internasional tentang HAM. Selain itu penegakan HAM
merupakan prinsip yang dipegang teguh oleh setiap warga negara Indonesia. Mengapa suatu
negara terutama negara Indonesia dituntut agar dapat diselenggarakan dan menjalankan
tugasnya berdasarkan hukum, hal itu karena terdapat beberapa alasan diantaranya :

1) kepastian bagi setiap orang dengan adanya hukum


2) setiap orang sama didepan hukum, asas equality before the law
3) demokrasi
4) permintaan rasional.

HAM dan hukum itu sendiri memiliki hubungan yang erat maka dari itu terdapat manfaat
yang ditimbulkan karena hubungan tersebut diantaranya hukum sebagai media yang

1
mengurus untuk dapat hak yang sama dan hak tersebut harus dipertahankan. Jadi dapat
dikatakan bahwa hukum tanpa hak tidak ada gunaya begitupun sebaliknya hak tanpa hukum
akan sia – sia. Hingga saat ini permasalahan pelanggaran hukum masih menjadi kendala
atau permasalahan di Indonesia baik yang ada dimasa lalu hingga masa saat ini. Walaupun
negara Indonesia sudah memiliki konsep sebagai negara hukum tetapi pada kenyataannya
masih banyak hal yang tidak sesuai konsep yang telah ditetapkan, pelanggaran Hak Asasi
Manusia telah banyak terjadi sejak zaman dahulu hingga sekarang, hal tersebut masih
menjadi permasalahan pemerintah yang belum teratasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum?
2. Bagaimana Hubungan Antara HAM Terhadap Hukum Di Indonesia?
3. Bagaimana Perspektif Hukum dalam HAM?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan
penulisannya sebagai berikut: Agar dapat memahami dan mengetahui bagaimana hubungan
HAM dalam perspektif Hukum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum dan HAM

1. Hukum
Ada perbedaan pandangan di antara para ahli hukum tentang hukum. Perbedaan
pandangan itu dapat dilihat dari pengertian hukum yang mereka kemukakan yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian
itu dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok.

Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya, Victor Hugo yang


mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Sejalan dengan pengertian tersebut,
Grotius1 mengemukakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang
merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti
memahami hukum secara filosofis karena nilai-nilai merupakan abstraksi tertinggi dari
kaidah-kaidah hukum.

Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan masyarakat


Definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond2 yang mengatakan
“hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam
peradilan”.

Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam kehidupan
masyarakat. Vinogradoff3 mengartikan hukum sebagai seperangkat aturan yang diadakan
dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan
kekuasaan atas setiap manusia dan barang. Pengertian yang sama dikemukakan oleh
Kantorowich, yang berpendapat bahwa hukum adalah suatu kumpulan aturan sosial yang
mengatur perilaku lahir dan berdasarkan pertimbangan.

1
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Chandra Pratama, 1996, hlm. 39.
2
L.B. Curzon, Jurisprudence, M&E Handbook, 1979, hlm. 24.
3
Ahmad Ali, Op. Cit., hlm. 34.
3
Keempat, hukum diartikan sebagai kenyataan (das sein) dalam kehidupan
masyarakat. Hukum sebagai kenyataan sosial mewujudkan diri dalam bentuk hukum yang
hidup (the living law) dalam masyarakat atau dalam bentuk perilaku hukum masyarakat.
Perilaku hukum terdiri dari perilaku melanggar hukum (pelanggaran hukum) dan perilaku
menaati aturan-aturan hukum. Dalam paham hukum agama yang teistik, hakekat hukum
adalah perintah Allah. Hukum yang benar adalah hukum yang difirmankan dan
diperintahkan oleh Tuhan. Menurut doktrin Islam, hukum yang benar adalah hukum Allah
yang dirumuskan dalam Qur’an, dan hukum yang disabdakan Rasul dalam hadis. Sedangkan
bagi paham sekuler, hakekat hukum tidak ada hubungannya dengan urusan keagamaan dan
ketuhanan, tapi merupakan urusan peradilan, kemasyarakatan, dan kenegaraan.

Dalam konteks ini hakekat hukum bisa ditinjau dari empat perspektif, yaitu
perspektif otoritas (wewenang), perspektif substantif, perspektif sosiologis, dan perspektif
realis. Perspektif otoritas merupakan pandangan paham positivisme yang menempatkan
keabsahan hukum pada otoritas pembentukan dan penegakan hukum. Pemikir positivisme
yang cukup berpengaruh, John Austin4 mengemukakan bahwa hukum adalah seperangkat
perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga
masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya
(pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi). Definisi yang hampir sama
dikemukakan pula oleh Blackstone (Abad XVIII) yang mengungkapkan bahwa hukum
adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa bagi
orang-orang yang dikuasai, untuk ditaati.

2. Pengertian Hukum dalam kehidupan Manusia


Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sudah tentu kita dikelilingi oleh peraturan
yang berupa perintah atau larangan untuk melakukan sesuatu yang biasa disebut sebagai
hukum. Indonesia yang merupakan negara hukum, dalam pelaksanaannya mengatur warga
negara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, hal ini seperti yang tercantum dalam
UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Dimana hukum menjadi hal pokok dalam kehidupan bangsa
dan negara karena dengan eksistensi hukum dapat menciptakan ketertiban serta keadilan
pada masyarakat.

4
Ibid,. hlm. 40
4
Untuk lebih lanjut akan kami paparkan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian
hukum itu sendiri diantaranya sebagai berikut:
1. Plato
Hukum adalah peraturan yang disusun secara teratur dengan
mempertimbangkan banyak hal. Dengan demikian peraturan yang disusun
menjadi tertata dengan baik.
2. Utrecht
Hukum merupakan seperangkat aturan yang berisi hal yang harus dilakukan
dan juga larangan yang tidak boleh dilakukan oleh semua warga negara
termasuk pemerintah.
3. Aristoteles
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang dibuat dan harus dipatuhi. Jika
tidak mematuhi hukum maka akan ada sanksi yang diberikan kepada pelanggar
tersebut.
4. Achmad Ali
Hukum merupakan semua hal yang berhubungan dengan norma-norma.
Norma tersebut nantinya akan mengatur mana yang bener dan mana yang salah.
Norma inilah yang digunakan sebagai pedoman menjalankan kehidupan di
kalangan pemerintah dan masyarakat.

Secara umum, hukum merupakan suatu sistem norma dan aturan untuk mengatur perilaku
manusia. Hukum dapat berupa aturan yang tertulis ataupun tidak tertulis yang bertujuan untuk
mengatur masyarakat, mencegah terjadinya kekacauan atau perselisihan, mewujudkan
ketertiban, dan keadilan. Dengan berlakunya hukum, maka tingkat kejahatan akan berkurang.
Bagi siapapun yang melanggar hukum dan aturan, maka ia akan mendapatkan sanksi. Tidak
hanya mengatur warga negara saja, hukum juga akan membantu melindungi hak dan
kewajiban tiap warga negara, serta membuat pemegang kekuasaan untuk tidak bertindak
sewenang-wenang.

3. Defenisi HAM
Istilah hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits de i’ homme
(bahasa perancis) yang berarti “Hak Manusia” atau dalam bahasa inggris human rights
ataudalam bahasa belanda menseijke rechten. Di Indonesia umumnya dipergunakan
denganistilah“ Hak-Hak Asasi”, yang merupakan terjemahan dari basic rights dalam
5
bahasa inggrs, ground rechten dakam bahasa Belanda, sebagian orang
menyebutkannya dengan istilah hak-hak fundamental fundamentele richten sebagai
terjemahan dari fundamental rights (inggris) dan fundamentele richten (belanda) . Di
Amerika Serikat di samping menggunakan istilah human rights, dipakai juga dengan
istilah civil rights.

Pengertian hak-hak manusia yang merupakan alih bahasa dari istilah droits dei’
homme yang rangkaian lengkapnya berbunyi Declaration des droits de i’ homme et
duCitoyen atau pernyataan hak- hak manusia warga negara Prancis yang
diproklamirkanpadatahun 1789, sebagai pencerminan keberhasilan revolusi warga
negaranya yang bebas dari kekangan kekuasaan tunggal negara tersebut. Di Indonesia sering
dipergunakan istilah“hak dasar manusia”. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
misalnya dalamKonstitusi Republik Indonesia Serikat 1949. Undang-Undang Dasar
Sementara 1950, ketetapan MPRS No XIV/ MPRS/ 1966, bahkan dalam MPR No.
II/MPR/1978 tentangPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( Eka Prasetya Panca
Karsa), dipegunakan istilah hak-hak asasi manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa hak asasi adalah kewenangan atau
kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Sedangkan kata asasi adalah bersifat
pokok.Dengandemikian, hak asasi manusia adalah hak dasar pokok yang dimiliki oleh setiap
manusia. Hak ini sangat mendasar sifatnya bagi kehidupan manusia dan merupakan hak
kodrati yang tidak bisa dipisahkan dari diri dan kehidupan manusia.

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 1 Butir 1UUNo.
39 TAHUN 1999 HAM adalah: “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dankeberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupukan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.5

B. Hakekat HAM

Sehubungan dengan HAM, maka terdapat beberapa alasan khusus dilakukannya


kegiatan filsafat terhadap HAM. Pertama, pembenaran terhadap prinsip moral yang
merupakan suatu bentuk usaha untuk membuat rasa keterkaitan tentang prinsip-prinsip

5
Nurul Qamar, Hak Asasi Manausia dalam Negara Hukum Demokrasi, (JakartaTimur: Sinar Grafika, 2013 , hlm.16
6
hubungan interaksi di antara manusia. Suatu sikap ataupun tindakan akan dapat dipahami
sebagai tindakan yang salah atau benar dengan cara mencoba memahami dasar filosofis
yang membentuknya. Disini akan dapat dipahami, bahwa prinsip moral berpengaruh bahkan
menentukan tingkah laku individu atau institusi sosial. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Piaget yang menyatakan bahwa moral adalah tindakan logis yang mengandung suatu
pemahaman yang mengesankan. Kedua, apabila diketahui kekuatan moral dari suatu prinsip
HAM,maka dapat diperkuat wewenang hukum internasional HAMsebagai bentuk
mekanisme penegakkan HAM yang formal. Ketiga, memahami dasar-dasar filsafat tentang
HAM yang akan membantu untuk memikirkan sebuah konsep penerjemahan pandangan
terhadap HAM itu sendiri. Keempat, memahami filsafat moral tentang HAM juga akan
membantu untuk menggambarkan struktur pemikiran manusia terhadap pendapat tentang
hak-hak khusus seperti hubungan hak asasi sesama manusia yang mengatur secara hirarkis
ketegangan antara hak-hak asasi tersebut. Berpijak dari alasan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa HAM merupakan seperangkat prinsip-prinsip dasar moral dan
pembenarannya terdapat dalam tataran filsafat moral. Dalamkonteks ini, filsafat hukum
mempersoalkan pertanyaan- pertanyaan yang bersifat mendasar dari hukum. Filsafat hukum
menghendaki jawaban ataspertanyaan “Apayangdimaksud dengan hukum?”. Filsafat hukum
menginginkan kita berfikir secaramendalamdan bertanya pada diri sendiri “Apa pendapat
kita mengenai hukum?” Apakah ilmu hukum positif dapat menjawab dua pertanyaan
tersebut? Jawabannya adalah dapat.

Namun, ilmu hukum tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, karena
jawaban yang dihasilkan tidak akan sekomprehensif bila dijawab oleh filsafat hukum. Ilmu
hukum hanya melihat gejala-gejala hukum saja, yang hanya dapat dilihat dengan panca
indra, yang menjelma dalam perbuatan-perbuatan manusia dalamkebiasaan-kebiasaan
masyarakat dan dalam kebiasaan-kebiasaan hukum.

Sehubungan dengan itu, HAM sebagai hak universal sekaligus tidak dapat dicabut
cukup menarik sebagaimana yang ditentukan dalam Deklarasi Universal, karenahal tersebut
memberikan klaim atas kebebasan, perlindungan, serta pelayanan yang esensial bagi semua
orang. Jadi, HAM adalah universal untuk mencegah agar non-warga Negara yang tertindas,
anggota kelompok minoritas, atau golongan yang dikucilkan dari masyarakat tidak dibiarkan
begitu saja tanpa memiliki hak yang dapat dituntut, sehingga adanya penegasan bahwa

7
HAM tidak dapat dicabut dan pemerintah yang menindas tidak dapat seenaknya mengatakan
bahwa warga mereka telah mengorbankan atau secara sukarela menyerahkan hak- haknya.6

Sebagai bentuk implikasi pengakuan dari HAM ini, maka masing-masing Negara
dibiarkan secara bebas mengadakan tatanan kelembagaan dan sistem politik yang paling
sesuai dengannya, yang paling baik menggambarkan kebutuhan rakyat dan tradisi
nasionalnya. Sehingga adanya suatu standar minimum tertentu untuk menghormati yang
berkenaan hubungan-hubungan antara warga negara dengan negara, penghormatan bagi
HAM tertentu, beberapa kebebasan pokok tertentu dan hak untuk memiliki pemerintahan
sendiri. Jadi, setiap negara bebas untuk memutuskan bagaimana mewujudkan
pemerintahannya itu. Demikian pula, masing-masing negara dapat mengadakan pembatasan-
pembatasan terhadap hak-hak dan kebebasan asasi dari warga negara karena alasan-alasan
yang dituntut oleh persyaratan ketenter aman umum dan keamanan, moralitas atau kesehatan
nasional.7 Satu kenyataan yang agak unik, bahwa penjamin yang akan menjamin
penghormatan terhadap hak-hak asasi tersebut adalah negara itu sendiri, akan tetapi yang
melakukan pelanggaran setiap hari adalah pihak yang juga diharapkan untuk mengawasi
perilakunya sendiri. Pelaku utamanya yang di dalam dirinya ditanamkan segala kekuasaan
adalah negara-negara yang berdaulat. Berabad- abad lamanya negara dapat dikatakan
memiliki kekuasaan yang hampir tidak terbatas terhadap hidup matinya individu. 8 Oleh
sebab itu, pemahaman terhadap HAMharusdiikuti dengan pengkajian terhadap sumber-
sumber HAM itu sendiri. Dengan demikian, akan didapat suatu justifikasi moral yang dapat
didorong untuk pemahaman HAM.

Hal ini berarti, bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan
menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada
tataran manapun terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, negara dan pemerintah
bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela dan menjamin HAM setiap
warga negara dan penduduknya tanpa adanya suatu diskriminasi ras,budaya maupun agama
yang melatar belakanginya.

6
James W. Nickel, Op. Cit., hlm. 63
7
Antonio Cassese, Ed., Hak-hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah (Human Rights in a ChangingWorld), Diterjemahkan
oleh A.Rahman Zainuddin, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993,
8
Ibid, hlm. 282.
8
C. HAM Dalam Perspektif Hukum

HAM merupakan hak dasar secara kodrati melekat pada diri manusia dan bersifat
universal, oleh karena itu harus dilindungi dihormati dipertahankan dan tidak diboleh
diabaikan dikurangi ataupun dirampas oleh siapapun. dalam suatu negara hukum yang
dinamis, negara ikut aktif dalam usaha menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian diaturlah masalah fungsi negara dengan penyelenggaraan hak dan kewajiban asasi
manusia itu. Bagaimana juga, negara di satu pihak melindungi hak-hak asasi warga
negaranya, sedangkan di pihak lain, menyelenggarakan kepentingan umum. Kepentingan
umum itu berupa kesejahteraan masyarakat sebagai yang diamanatkan oleh undang-undang
dasar 1945. Hak-hak asasi manusia tersebut, sebagian telah secara eksplisit dan implisit
dimuat dalam undang-undang dasar 1945 yang kemudian dikonkretkan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Perhatian terhadap HAM ini tentunya tidak boleh berhenti
sampai pada rumusan aturan-aturan tertulis. Rumusan tersebut masih perlu diuji dengan
peristiwa-peristiwa konkret.9pandangan keliru bahwa HAM identik dengan pandangan dunia
barat, tidak boleh menjadi alasan untuk tidak melaksanakan HAM. HAM merupakan
persoalan yang universal, tetapi sekaligus juga kontekstual. Konsep tuntutan hak yang salah
memiliki kapasitas untuk menghasilkan tindakan, sehingga akan menemukan suatu bentuk
respon dalam diri pendukung HAM yang cemas untuk memfokuskan perhatian publik pada
ketidakadilan berbagai penyelewengan HAM. Oleh sebab itu, kemerdekaan perlu dilindungi
dari intervensi eksternal yang harus diberikan sebagai status istimewa. Dengan cara demikian,
hak-hak fundamental warga negara dapat dilindungi.

Dalam sistem negara-negara otoriter dan totaliter, kebebasan untuk dapat


mengekspresikan hak hak dasar sangatlah terbatas atau malahan bisa dikatakan tidak ada
sama sekali. Rakyat yang hidup di bawah sistem otoriter dan totaliter sangat tertekan, karena
segala bentuk kegiatan yang dilakukan harus dengan sepengetahuan aparat negara Negara.
Memaksakan pemahaman ideologi resmi negaralewat program indoktrinasi, dan pikiran
rakyat dikontrol dan diarahkan sesuai kehendak penguasa. Tidak ada perbedaan atau
penafsiran atas persoalan sosial politik yang menyimpang dari apa yang telah digariskan
sebagai suatu “kebenaran” negara. Bentuk-bentuk kontrol terhadap pikiran dan pendapat

9
Burns H. Weston, “Hak hak Asasi Manusia”, Dalam Hak hak Asasi Manusia Dakam Masyarakat Dunia: Isu dan Tindakan,
Cetakan 1., Editor Todung Mulia Lubis, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993, Hlm.181
9
negara kemudian mewujud dalam bentuk sensor dan pembredelan dalam pers atau media
massa. Bahkan tidak dihormatinya hak-hak asasi manusia sebagai hak dasar yang diterima
secara kodrati.

Di negara-negara yang menjalankan sistem yang otoriter, berpendapat secara bebas ataupun
mengkritik sebuah kebijakan pemerintah, dapat berakibat fatal, seperti ditangkap atau
dipenjara. Unjuk rasa atau dipersepsikan sebagai bentuk lain dari protes terbuka terhadap
pemerintah, biasanya dihadapi dengan brutal, dipukuli dan ditembak. Para pemimpin dari aksi

unjuk rasa harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan sidang pengadilan.


Tulisan kritis yang mencoba menuliskan keadaan negara sesuai fakta-fakta empiris di bereder
dan dilarang keras beredar di masyarakat. Bagi siapa saja yang mencoba untuk mengedarkan
buku maupun tulisan yang telah dilarang oleh aparat Negara, dengan dikualisifikasikan ke
dalam perbuatan subversive. Hal ini tentunya sangat ironis, karena sikap kritik di setiap
tindakan yang kritis seharusnya sangat berperan dalam mengevaluasi suatu kebijakan yang
dikeluarkan oleh Negara. Walaupun melakukan tindakan pembatasan atas HAM dari rakyat
yang bertentangan dengan demokratis, namun rezim otoriter selalu mengaku sebagai rezim
yang menjalankan sistem pemerintahan yang berlandaskan demokratis. Demokratis sebagai
sebuah landasan operasional Negara, memiliki prinsip-prinsip yang harus dipraktekkan oleh
negara yang ingin disebut sebagai negara yang demokratis. Ada prinsip-prinsip dan kriteria
umum dari demokratis yang telah banyak disebutkan dan diperdebatkan oleh berbagai pakar
ilmu politik dan ilmu hukum yang digunakan sebagai parameter yang paling umum dalam
menentukan penilaian kadar demokratis sebuah Negara.

Sikap rakyat yang apatis, tidak kritis akibat dari pembatasan pembatasan politik
menyebabkan melemahnya kontrol rakyat terhadap penyelenggaraan birokrasi. Birokrasi yang
tanpa kontrol ini bermuara dengan semakin besarnya penyelewengan penyelewengan
kekuasaan. Usaha perubahan keadaan menunjuk keadaan yang lebih demokratis yang
dilakukan oleh kelompok pro demokrasi dengan sendirinya akan terus bermunculan. Pada saat
ini, perlindungan terhadap pelaksanaan dari HAM akan selalu ditampilkan sebagai tindakan
pertama dalam tataran pemerintah yang demokratis. HAM merupakan suatu bentuk
pembicaraan yang akan menjadi sorotan dalam pelaksanaan demokratisasi Negara.

10
Perlindungan HAM warga Negara, merupakan suatu bentuk pembicaraan yang akan
menjadi sorotan dalam pelaksanaan demokratisasi Negara. Perlindungan HAM warga negara
merupakan parameter pertama yang menentukan kadar demokrasi suatu Negara. Terhadap
negara-negara baru tentu tema identitas budaya memiliki ketertarikan tersendiri. Tema ini
membantu mendobrak imperialisme barat dan memungkinkan negara yang dijajah untuk
menonjolkan perbedaan budaya mereka sebagai konsep dasar HAM. Adalah sangat logis
bahwa sebagian negara baru ingin menjadikan tradisi budaya mereka sendiri sebagai bagian
kehidupan bangsa untuk mengikat individu individu ke dalam integritas dan kohesi semangat
kesatuan sosial.

Menanggapi hal semacam ini, filsafat moral universal menegaskan prinsip-prinsip


yang melindungi hak-hak asasi kemerdekaan manusia secara universal dan individual,l
kebebasan, persamaan hak dan keadilan dengan memberikan landasan non legal kepada
mereka. Relativisme membela pengkondisian budaya yang dianggap mencerminkan sejumlah
keinginan dan kebaikan yang dibutuhkan para anggotanya dari suatu kelompok budaya.
Alasan atau argumen relativisme budaya ini dipakai untuk membenarkan pembatasan-
pembetasan dalam tataran hak-hak asasi manusia.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa implikasi posisi relativisme terhadap HAM


sebenarnya membingungkan bagi banyak teori yang ingin melihat HAM berperan dalam
persoalan riil. Oleh sebab itu, kaum relativis mencari justifikasi selain daripada teori-teori
universalisme untuk menegaskan HAM secara nyata sebagai landasan relativisme. Dengan
demikian, sekiranya dapat dipahami bahwa membicarakan definisi HAM dapat menghasilkan
suatu kesimpulan yang berbeda pula. Hal ini tergantung pada dari mana Kita memandang
konsep HAM itu sendiri.

Konsep HAM sebagai manifestasi dari kehidupan budaya bangsa, umumnya


mencerminkan kombinasi antara hak bawaan dengan hak perjuangan dan bukan hak triman.
Artinya hak-hak yang hendak diwujudkan bukanlah direbut demi kepentingan pribadi,
melainkan demi terwujudnya keluhuran Budi, harkat dan martabat manusia yang ditandai oleh
jiwa merdeka dan saling menghargai dalam tataran pergaulan masyarakat nasional maupun

11
internasional. Hak-hak tersebut sudah pasti merupakan suatu bentuk dari hukum alami bagi
umat manusia.10

D. Relevansi HAM Terhadap Hukum di Indonesia


Kebebasan manusia adalah kebebasan pribadi/individu. Kebebasan artinya bebas dan
memiliki kesempatan dalam memilih menentukan sesuatu. Untuk dapat terlaksananya prinsip
hukum dalam kehidupan nyata maka diperlukan pemahaman dan penghayatan konsep negara
hukum dari masyarakat, pemerintah dan pemimpin negara. Di Indonesia negara hukum
disebut juga negara hukum pancasila mengapa demikian hal itu disebabkan karena negara
Indonesia adalah suatu negara yang memiliki dasar hukum pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pancasila dan UUD 1945 adalah sumber hukum di Indonesia. Pancasila ada pada
pihak tertinggi segala sumber hukum dan menjadi dasar berlakunya UUD 1945. Pancasila
sebagai dasar memuat pengakuan hak asasi manusia, yang bisa dilihat dari kelima sila
pancasila. Maka dari itu, jaminan untuk melindungi dan memenuhi hak individu perlu
didukung oleh kebijakan dan aturan dari pemerintah dalam menerapkan norma dan etika
dasar.

Implementasi ham di Indonesia menganut ideologi pancasila dimana masyarakat dapat


mengimplementasikan HAM dengan baik sesuai dengan sifat ideologi pancasila tersebut.
Menurut ideologi, HAM dilaksanakan dengan cara bebas tetapi masih dibatasi oleh HAM
orang lain. Tetapi pada kenyataanya hal tersebut belum sepenuhnya diterapkan oleh rakyat
Indonesia. Walaupun Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki peraturan dan
hukum tetapi masih banyak masyaraktanya yang melakukan tindakan atau haknya tidak
sesuai aturan atau hukum yang ada di Indonesia. Karena pelanggaran HAM masih marak
terjadi di negara kita n kekerasan entah itu dalam rumah tangga, dalam keluarga maupun
dalam lingkungan sosial. Padahal perlindungan mereka sudah diatur dalam undang-undang

Maka generasi penerus bangsa harus menegakan hukum dengan tidak melakukan
berbagai jenis pelanggaran HAM dan sudah sepatutnya kita memberikan contoh dan
mengajak masyarakat lain untuk mematuhi HAM dan melaksanakannya secara hukum di
Indonesia. Untuk itu diperlukan penguatan hukum untuk memberikan efek jera bagi yang
melanggar hak, sesuai UUD 1945 yang sudah di amandemen dan UU lainya. Serta pemberian
hakhak kepada warga negara atas perlindungan, kebebasan, kemerdekaan dan rasa aman.
10
Antonia Casssese, Op. Cit., Hlm. 238
12
Selain itu dari berbagai pihak dari masyarakat hingga pemerintah juga diperlukan
keikutsertaanya dalam menjunjung tinggi HAM agar terciptanya kedamaian.

Maka dari itu, sebagai warga negara kita perlu mengetahui, memahami pentingnya
hubungan hak asasi manusia dengan hukum yang berlaku dan menerapkan menjunjung tinggi
hak-hak manusia serta menghindari pelanggaran HAM. Karena dalam HAM dan rule of law
ada relevansinya yang mana saling berkaitan apabila kita berbicara tentang HAM pasti
berhubungan dengan rule of law atau hukum yang mengaturnya. Karena dalam hukum
terhadap hak-hak manusia dan dalam hak manusia terdapat hukum yang mengatur, jadi ham
dan hukum saling berkaitan. Namun, masih ada yang tidak paham atau awam dengan hukum-
hukum di Indonesia yang mengatur tentang HAM.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Selanjutnya pengertian hukum antara lain membahas tentang apa yang dimaksud
dengan masyarakat hukum, subyek hukum, objek hukum, dan kewajiban, peristiwa hukum
dan hubungan hukum. Sehingga dapat disebut dogmatic hukum. Ciri dogmatic hukum
tersebut adalah teoritis nasional dengan menggunakan logika deduktif. Ilmu tentang
kenyataan hukum anatara lain sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum,
perbandingan hukum dan sejarah hukum. Sosiologi hukum mempelajari secara empiris dan
analitis hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala dengan gejala-gejala sosial
lainnya. Antropologi hukum mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya baik
pada masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sedang mengalami proses
modernisasi.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
Yang Maha pencipta (hak-hak yang besifat kodrati). Pada hakikatnya HAM terdiri dari
atas dua hak dasar yang fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua
hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini hak asasi manusia
lainnya sulit ditegakkan. Pemahaman terhadap HAM harus dilakukan melalui pendekatan
filsafat hukum, hal ini karena pemahaman akan kebenaran dari suatu perlindungan HAM
akan dapat diketahui melalui penafsiran secara filosofis. Negara sebagai pemegang
kekuasaan harus mampu mengakomodasi perlindungan hak asasi warga negaranya yang
telah tertian dalam peraturan perundang-undangan yang telah dirumuskan melalui
penafsiran-penafsiran secara filsafati tersebut, baik melalui sosialisasi tentang HAM itu
sendiri maupun pada tataran penegakan HAM tersebut dengan bertitik tolak pada teori-
teori tentang hak asasi manusia secara universal.

B. SARAN
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah kami.
14
DAFTAR PUSTAKA

Diana Pujiningsih, Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Perspektif F'ilsat'at Hukum, Penelitian
Mandiri, Dosen Tetap F!-Uj, Uniyersitas Jayabaya Jakarta, Juni 2022

Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis Terhadap Hukum Dan Hukum Indonesia (
Dalam Dimensi Ide Dan Aplikasi), Rajawali Pers, Depok 2021

Reko Dwi Salfutra, Hak Asasi Manusia Dalam Persfektif Filsafat Hukum, Jurnal Hukum
Progresif, Volume Xii, No. 2, Desember 2018

Rizkyana Tri Nandini , Anita Trisiana , Dina Yeti Utami, Relevansi HAM Dalam Perspektif
Hukum Di Indonesia, Jurnal Bhineka Tunggal Ika, Volume 08, Nomor 01, Mei 2021

15

Anda mungkin juga menyukai