Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM PAJAK DAN KEUANGAN NEGARA

(HUBUNGAN HAM dan NEGARA)

DOSEN PENGAMPUH : ALI ISMAIL SHALEH.S.H.,M.H

KELOMPOK :

1. Tiyo Padiansa Putra (190701023)


2. Tommy Fernanda (190701174)
3. Ridhwan Afif S (190701163)
4. Raihan Mhd Fauzi (190701119)
5. Muhammad Ilham (190701137)

FAKULTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah rangkuman materi pembelajaran.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Hukum Pajak
dan Keuangan Negara. Selain itu, penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 26 Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

2.1 Pengertian Negara.........................................................................................3

2.2 Hubungan Ideal HAM dan Negara Itegralistik.............................................5

BAB III PENUTUP.......................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................12

3.2 Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam konsep hak asasi manusia (HAM) tidaklah semata-mata sebagai produk Barat,
melainkan memiliki dasar pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan agama 1. Pandangan
dunia tentang HAM adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan proteksi kehidupan
dan kemartabatan manusia. HAM masuk dengan indah ke dalam benak-benak anak bangsa.
HAM diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan
perkembangan sosio-politis yang berkembang. Dalam konteks reformasi, pemikiran ke arah
bentuk jaminan HAM yang lebih kokoh semakin mendapatkan momentumnya. Perubahan
UUD 1945 adalah fakta sejarah sekaligus diyakini sebagai the starting point bagi penguatan
demokrasi Indonesia yang berbasis perlindungan HAM.2 Begitupun dalam tataran realitas,
kemajuan normativitas HAM belum berjalan dengan maksimal. Pelanggaran HAM masih
terjadi secara masif. Eforia reformasi menyisakan problematika tersendiri. HAM acapkali
mengalami reduksi dan deviasi makna. HAM dipahami sebagai hak absolut tanpa
mengindahkan pentingnya kehadiran kewajiban asasi manusia (KAM). Pendekatan ini tidak
jarang menghasilkan upaya pemaksaan kehendak bertameng kepentingan dan kebaikan
bersama. Pemaksaan kehendak acapkali berujung pada perilaku kekerasan. Sulit memahami
bagaimana dorongan kuat untuk membela HAM ternyata mengandung perbuatan yang justru
melanggar HAM itu sendiri.
Secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari tiga suku kata: hak, asasi, dan
manusia. Dua kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab, sementara kata manusia
adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata hagg adalah bentuk tunggal dari kata huqug. Kata
haqq diambil dari akar kata hagga, yahiqqu, haqqaan artinya benar, nyata, pasti, tetap, dan
wajib. Apabila dikatakan, yahiqqu 'alaika an taf'ala kadza, itu artinya kamu wajib melakukan
seperti ini3.Berdasarkan pengertian tersebut, haqq adalah kewenangan atau kewajiban untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.Adapun kata asasiy berasal dari akar kata

1
Manfred Nowak, Introduction to the International Human Rights Regime
(Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2003), halaman 1
2
"Lihat lebih lanjut Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Jakarta: Prenada Media,2005)
3

1
assa, yaussu. asasaan artinya membangun, mendirikan, dan meletakkan. Kata asas adalah
bentuk tunggal dari kata usus yang berarti asal, 36 esensial, asas, pangkal, dasar dari segala
sesuatu." Dengan demikian, kata asasi diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti
bersifat dasar atau pokok. Dalam Bahasa Indonesia, HAM dapat diartikan sebagai hak-hak
mendasar pada diri manusia.
Indonesia sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai
kewajiban melaksanakan berbagai instrumen internasional HAM yang telah diterima oleh
Indonesia, di antaranya Deklarasi Wina Tahun 1993 dan Konvensi Hak Penyandang
Disabilitas yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Hal ini menjadikan
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global yang berkomitmen melakukan segala upaya
merealisasikan penghapusan segala bentuk diskriminasi dan menjamin partisipasi
penyandang disabilitas dalam setiap aspek kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Negara Integralistik?
b. Apa yang dimaksud dengan Hubungan Ideal Ham dan negara integralistik?

1.3 Tujuan Masalah


a. Untuk mengetahui lebih luas tentang pengertian negara integralistik.
b. Untuk mengatahui hubungan ideal ham dan negara integralistik
c. lebih memahami secara umum apa itu negara integralistik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah, yang memiliki kekuasaan tertinggi
yang sah dan di taati oleh rakyatnya.

Negara yang diutarakan para ahli ketatanegaraan sangat aneka ragam, dengan sudut
pandang yang berbeda. Ahli politik sudah tentu mendefiniskan Negara dari sudut pandang
politik, ahli hukum juga menguraikan arti Negara dalam koteks hukum, begitu juga ahli
sosiologi, mendefinisikan Negara dalam kajian-kajian sosiologi. Namun semua ahli sepakat,
bahwa Negara itu harus ada, apa pun bentuknya, karena adanya masyarakat maka adanya Negara
pun diperlukan. Negara sebagai kesatuan individu-idividu yang terorganisir dan mendiami
sebuah wilayah serta berdaulat. Pada dasarnya keberadaan Negara diperlukan mutlak dalam
sebuah kesatuan individu-individu untuk menjaga dan melindunggi keberlangsungan hidup
masyarakat.4

Berikut ini ada beberapa definisi Negara menurut para ahli:5

 Roger H Soltau

Dalam An Introduction to Politics (1951), Soltau menyebutkan negara adalah agen atau
kewenangan yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.

 Harold J Laski

Sementara menurut Laski dalam The State in Theory and Practice (1947), negara adalah suatu
masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa.

 Max Weber

Sosiolog Max Weber mengartikan negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli
penggunaan kekerasan fisik yang sah dalam suatu wilayah.

Fungsi Negara
4
Junaedi, “Hakikat dan Fungsi Negara: Telaah atas Persoalan Kebangsaan di Indonesia”, Vol. 11 No. 1 (2020), 1-9
5
Kompas.com, “Pengertian Negara Menurut Para Ahli”,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/27/150000469/pengertian-negara-menurut-para-ahli (diakses
pada 20 Januari 2022, pukul 13.55)

3
Fungsi negara secara umum ada 4, yakni untuk melaksanakan ketertiban dan keamanan,
meraih kemakmuran dan kesejahteraan, fungsi pertahanan serta menegakkan keadilan. Berikut
merupakan penjelasan fungsi-fungsi negara secara umum:6

1 Fungsi melaksanakan ketertiban dan keamanan. Fungsi negara yang utama adalah
melaksanakan ketertiban dan keamanan, negara mengatur ketertiban masyarakat supaya
tercipta kondisi yang stabil juga mencegah bentrokan-bentrokan yang terjadi dalam
masyarakat. Dengan tercipta ketertiban, segala kegiatan yang akan dilakukan oleh warga
negara dapat dilaksanakan.

2 Fungsi kemakmuran dan kesejahteraan. Fungsi negara berikut adalah mengadakan


kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan, negara harus menciptakan sistem perekonomian yang baik dan juga
pembangunan yang makmur di segala bidang.

3 Fungsi pertahanan. Fungsi pertahanan menjadi salah satu fungsi negara yang penting. Hal
ini demi kelangsungan hidup bangsa dannegara yang bersangkutan. Fungsi pertahanan
penting karena untuk mengantisipasi bila ada serangan dari negara lain. Dibutuhkan
personil militer yang kuat untuk menjalankan fungsi ini.

4 Fungsi menegakkan keadilan. Negara memiliki fungsi untuk menegakkan keadilan bagi
seluruh warganya meliputi seluruh aspek kehidupanmelalui badan-badan peradilan di
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.

Dalam pengertian ini kesatuan integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah
suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara tidak memihak pada suatu
golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan besar.

Paham negara integralistik menurut Soepomo, integralistik merupakan paham yang berakar
dari keanekaragaman budaya bangsa namun tetap mempersatukan satu kesatuan integral yang
disebut negara Indonesia.

Ciri-ciri tata nilai integralistik

 Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
 Yang diutamakan keselamatan maupun kesejahteraan.
 Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri.
 Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan, gotong royong.
 Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama.

6
Rigo Asmar Putra, “FUNGSI NEGARA”, universitas EkaSakti

4
2.2 HUBUNGAN IDEAL HAM dan NEGARA ITEGRALISTIK

Antara Hak Asasi Manusia dan demokrasi memiliki hubungan yang sangat erat. HAM
tidak mungkin eksis di suatu negara yang bersifat totaliter ( tidak demokratis ), namun
sebaliknya negara yang demokratis pastilah menjamin eksistensi HAM. Suatu negara dapat
dikatakan demokratis apabila menghormati dan melindungi HAM. Kondisi yang dibutuhkan
untuk merealisasikan tegaknya HAM adalah adanya nilai demokratis di dalam kerangka negara
hukum ( rule of law state ). Konsep negara hukum dapat dianggap mewakili model negara
demokrasi. Implementasi dari negara yang demokratis diaktualisasikan melalui sistem
pemerintahan yang. berdasarkan atas perwakilan ( representative government) yang merupakan
refleksi dari demokrasi tidak langsung. Menurut Julius Stahl dan A.V.Dicey suatu negara hukum
haruslah memenuhi beberapa unsur penting, salah satu unsur tersebut antara lain yaitu adanya
jaminan atas HAM. Dengan demikian untuk disebut sebagai negara hukum harus terdapat
perlindungan dan penghormatan terhadap HAM.7

Sebagai negara yang berlandaskan pancasila konsep negara hukum Indonesia merupakan
konsep negara hukum pancasila. Dalam konteks negara hukum pancasila HAM telah termuat di
dalam pancasila itu sendiri. 

Dalam sila pertama misalnya. Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam sila ini pada prinsipnya
telah menegaskan adanya kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, namun tetap dalam arti
yang positif. Di Indonesia, sebagai sebagai negara demokrasi pancasila, perlindungan HAM
menjadi tujuan sekaligus prasyarat bagi berjalannya demokrasi. 

Dimana prinsip persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia, keseimbangan hak dan
kewajiban, kebebasan yang bertanggung jawab dan memujudkan keadailan bagi seluruh rakyat
merupakan bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap HAM dalam konsep negara
demokrasi pancasila.8

Dikutip dari jurnal Rosana. Ellya. 2016. Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia.
7
sumber : kumparan
8
kompasiana.com

5
Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarki tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi.
Supremasi konstitusi tersebut merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus
merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Negara dalam merealisasikan hak asas warga negaranya sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan,karena jika negara ataupun masyarakat ada yang melanggar hak
asasi maka ada sesuatu kekuatan yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk menuntut
terhadap pelanggaran hak asasi tersebut, yaitu sanksi yang tegas yang ada dalam peraturan
perundang-undangan yang telah disepakati bersama. Dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh
Undang-undang Dasar 1945 secara tegas menyebutkan adanya prinsip demokrasi dan pengakuan
serta perlindungan hak asasi manusia merupakan bukti bahwa negara Indonesia menganut
prinsip negara hukum. Ibarat sekeping uang, maka prinsip demokrasi merupakan merupakan
salah satu sisi dari mata uang tersebut dan prinsip negara hukum merupakan sisi sebelahnya.
Keduanya memiliki hubungan yang saling bergantung karena demokrasi tidak akan terlaksana
tanpa negara hukum dan negara hukum tidak akan tegak tanpa adanya demokrasi. Begiitu juga
adanya pengakuan dan perlindungan atas hak asasi manusia atau hak asasi warga negara oleh
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan bahwa negara Indonesia menganut negara
hukum dan demokratis, sebab secara sosio-legal dan sosio-kultural adanya konstitusi itu
merupakan konsekuensi dari penerimaan prinsip negara hukum dan demokrasi.

Kemudian Negara berkewajiban untuk mengeluarkan peraturan perundangan dan


instrumen hukum lainnya yang menjamin terpenuhinya hak asasi manusia bagi seluruh warga
negara, tidak hanya menguntungkan pihak-pihak atau pun kelompok tertentu.Negara juga tidak
diperkenankan mencampuri atau mnenghalanghalangi segala upaya yang dilakukan masyarakat
dalam rangka pemenuhan hak asasinya.dan Prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat
menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap
peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan
perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan tidak boleh ditetapkan
dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa dikrenakan Hal
tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya
menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuas, melainkan menjamin kepentingan keadilan
bagi semua orang.9
9
Kumparan.com

6
Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan
manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada
konstitusi. 

Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi
konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum,
sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial
tertinggi.10

Sistem nilai yang menjelma dalam konsep hak asasi manusia (HAM) tidaklah semata-mata
sebagai produk Barat, melainkan memiliki dasar pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan
agama11. Pandangan dunia tentang HAM adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan
proteksi kehidupan dan kemartabatan manusia..Wacana HAM terus berkembang seiring dengan
intensitas kesadaran manusia atas hak dan kewajiban yang dimilikinya. Namun demikian,
wacana HAM menjadi aktual karena sering dilecehkan dalam sejarah manusia sejak awal hingga
kurun waktu kini12. Gerakan dan diseminasi HAM terus berlangsung bahkan dengan menembus
batas-batas teritorial sebuah negara. Manfred Nowak menegaskan human rights must be
considered one of the major achievements of modern day philosophy. Ruth Gavison juga
menegaskan, the twentieth century is often described as "the age of rights."Begitu derasnya
kemauan dan daya desak HAM, maka jika ada sebuah negara yang diidentifikasi melanggar dan
mengabaikan HAM, dengan sekejap mata nation-state di belahan bumi ini memberikan respons,
terlebih beberapa negara yang dijuluki sebagai adi kuasa memberikan kritik, tudingan, bahkan
kecaman keras seperti embargo dan sebagainya.

1. HAM; Antara Wacana dan Realita

Bagi Indonesia, wacana HAM masuk dengan indah ke dalam benak-benak anak bangsa.
HAM diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan
perkembangan sosio-politis yang berkembang. Dalam konteks reformasi, pemikiran ke arah
bentuk jaminan HAM yang lebih kokoh semakin mendapatkan momentumnya. Perubahan UUD

10
kompasiana.com
11
Manfred Nowak, Introduction to the International Human Rights Regime
(Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2003), halaman 1
12
Abdul Muin Salim, "Al-Huquq al-Insan al-Asasiyah fi al-Quran al-Karim", dalam Azhar Arsyad, et.al. (ed.). Islam &
Global Peace (Yogyakarya: Madyan Press, 2002), halaman 339

7
1945 adalah fakta sejarah sekaligus diyakini sebagai the starting point bagi penguatan demokrasi
Indonesia yang berbasis perlindungan HAM.13 Begitupun dalam tataran realitas, kemajuan
normativitas HAM belum berjalan dengan maksimal. Pelanggaran HAM masih terjadi secara
masif. Eforia reformasi menyisakan problematika tersendiri. HAM acapkali mengalami reduksi
dan deviasi makna. HAM dipahami sebagai hak absolut tanpa mengindahkan pentingnya
kehadiran kewajiban asasi manusia (KAM). Pendekatan ini tidak jarang menghasilkan upaya
pemaksaan kehendak bertameng kepentingan dan kebaikan bersama. Pemaksaan kehendak
acapkali berujung pada perilaku kekerasan. Sulit memahami bagaimana dorongan kuat untuk
membela HAM ternyata mengandung perbuatan yang justru melanggar HAM itu sendiri.

HAM berubah menjadi "dua sisi dari sebuah mata pisau." Pada satu sisi mengedepankan
dimensi humanitas manusia, tetapi pada sisi yang lain HAM dipandang terlalu menakutkan bagi
setiap orang terlebih bagi pengambil kebijakan karena di dalamnya sarat dengan hegemoni dan
kooptasi. Michael Freeman memberikan komentar yang tajam terhadap tajamnya disparitas
konsep HAM dengan realitas pelanggaran HAM. Ia mengatakan, human rights violations are
facts than can be, and sometimes are, best expressed in terms of numbers, but there is uneasy
relationship between our knowledge of the numbers and our understanding of what they mean.14

Hak asasi yang sejatinya mengamini dimensi otoritas manusia sebagai makhluk hidup yang
bermartabat, berubah menjadi HAM yang sarat dengan politisasi dan kebohongan. Dimensi
antroposentrisme, egosentrisme, dan individualisme kelihatan kental dalam konsep HAM. Secara
mendasar hal itu dikarenakan dua hal mendasar, yakni pertama, rendahnya pemahaman filosofis
terhadap kandungan materi muatan HAM, dan kedua, bobot materi muatan HAM juga ditengarai
memiliki bias pemahaman akibat tajamnya intrik sosial politik yang melingkupinya. Yang
terakhir ini menjadi semakin mengkristal manakala kebijakan global dinilai banyak kalangan
sarat dengan kepentingan tertentu yang secara sempurna telah menciptakan ketidakadilan
global.Oleh karena itu, upaya rekonstruksi konsep dasar HAM merupakan langkah pertama yang
harus serius dilakukan. Lebih dari itu, penting dipahami bahwa konseptualisasi HAM muncul
dalam konteks perjuangan manusia menuju puncak keadaban hidup manusia yang lebih
bermartabar. Titik pandang ini merupakan entry point untuk melihat totalitas perjuangan manusia

13
"Lihat lebih lanjut Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Jakarta: Prenada Media,2005)
14
Michael Freeman, Human Rights, An Interdisciplinary Approach (Cambr Polity Press, 2004), halaman3

8
sampai lahirnya dokumentasi keadaban manusia dalam berbagai bentuk perjanjian internasional
HAM yang selanjutnya dikenal sebagai international human rights law.

Secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari tiga suku kata: hak, asasi, dan
manusia. Dua kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab, sementara kata manusia
adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata hagg adalah bentuk tunggal dari kata huqug. Kata
haqq diambil dari akar kata hagga, yahiqqu, haqqaan artinya benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib.
Apabila dikatakan, yahiqqu 'alaika an taf'ala kadza, itu artinya kamu wajib melakukan seperti
ini15.Berdasarkan pengertian tersebut, haqq adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.Adapun kata asasiy berasal dari akar kata assa, yaussu.
asasaan artinya membangun, mendirikan, dan meletakkan. Kata asas adalah bentuk tunggal dari
kata usus yang berarti asal, 36 esensial, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu." Dengan
demikian, kata asasi diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti bersifat dasar atau pokok.
Dalam Bahasa Indonesia, HAM dapat diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia.

Hubungan ideal HAM dan Negara Intregalistik

Dalam perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


amandemen yang keempat, Bab XA mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM), penambahan
rumusan HAM serta jaminan penghormatan, perlindungan, pelaksanaan dan pemajuannya dalam
UUD 1945 bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi perkembangan
pandangan mengenai HAM yang makin dianggap penting sebagai isu global, melainkan karena
hal itu merupakan salah satu syarat negara hukum. Dengan adanya rumusan HAM dalam UUD
1945 maka secara konstitusional hak asasi setiap warga negara dan penduduk Indonesia telah
dijamin. Dalam hubungan tersebut, bangsa Indonesia berpandangan bahwa HAM harus
memperhatikan karakteristik Indonesia dan sebuah hak asasi juga harus diimbangi dengan
kewajiban sehingga diharapkan akan tercipta saling menghargai dan menghormati akan hak asasi
tiap-tiap pihak. Salah satu aspek rumusan HAM yang masuk dalam UUD 1945 adalah HAM
yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Kesamaan hak dan kewajiban bagi semua warga
negara dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan merupakan prasyarat bagi tercapainya
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Shaleh;2018). Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

15

9
menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia sebagai
hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, juga
dilindungi, dihormati, dan dipertahankan oleh Negara Republik Indonesia, sehingga
perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia termasuk terhadap kelompok rentan khususnya
penyandang disabilitas juga perlu ditingkatkan.

Negara integralistik, negara kekeluargaan, integralisme Soepomo, konsep negara


integralistik Soepomo, atau paham negara integralistik Soepomo adalah
gagasan integralisme yang dikemukakan oleh salah satu perancang Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Soepomo. Soepomo juga mengemukakan
pandangannya bahwa negara integralistik merangkul seluruh bangsa dan menyatukan semua
rakyat, dan juga menekankan pentingnya kesatuan, seperti yang dituangkan dalam tradisi Jawa
"manunggaling kawulo lan gusti" (kesatuan antara pengabdi dan majikannya). Baginya, setiap
orang dan golongan sudah memiliki tempat dan perannya sendiri dalam kehidupan (dharma)
sesuai dengan hukum kodrat, dan individu tidak terpisahkan dari individu lainnya ataupun dari
alam. Soepomo lalu berkomentar bahwa "inilah idee totaliter, idee integralistik dari bangsa
Indonesia, yang berwujud juga dalam susunan tata negaranya yang asli." Menurut Soepomo,
bukti keselarasan antara pengabdi dan majikannya dapat ditemukan di desa-desa Indonesia,
karena ia meyakini bahwa kepala desa selalu bermusyawarah dengan rakyatnya untuk menjaga
ikatan antara pengabdi dengan majikan. Maka dari itu, bagi Soepomo, hanya integralismelah
yang cocok sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia. Soepomo mencoba menangkal kritik
dengan mengatakan bahwa konsepnya bukan berarti negara Indonesia akan mengabaikan
keberadaan individu dan golongan. Menurutnya, negara masih akan tetap mengakui dan
menghormati keberadaan mereka, tetapi ia menekankan bahwa semua orang dan golongan harus
sadar akan kedudukannya di dalam suatu negara integralistik, dan masing-masing memiliki
kewajiban untuk menjaga persatuan dan keselarasan di antara semua.

CONTOH IDEAL HAM DI INDONESIA

Indonesia sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai


kewajiban melaksanakan berbagai instrumen internasional HAM yang telah diterima oleh
Indonesia, di antaranya Deklarasi Wina Tahun 1993 dan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas
yang diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan

10
Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat global yang berkomitmen melakukan segala upaya merealisasikan
penghapusan segala bentuk diskriminasi dan menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam
setiap aspek kehidupan. Amanat Deklarasi Wina dan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas
menekankan agar setiap negara membentuk dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional yang
terkait dengan HAM (Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional
Hak Asasi Manusia (RAN HAM) Indonesia tahun 2015 – 2019).Bangsa Indonesia menjunjung
tinggi HAM dapat dilihat juga dalam Pasal 2 Undang Undang tentang HAM yang menyatakan
bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan
dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Kemudian di dalam
Pasal 3 dinyatakan (1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam semangat persaudaraan, (2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan
yang sama di depan hukum, (3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia (Yuliartini;2019). Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat
pada diri manusia bersifat universal, perlu dilindungi, dihormati, dan dipertahankan, sehingga
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan,
khususnya penyandang disabilitas merupakan kewajiban negara(Sudharma; 2017).Hal ini juga
ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga
masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak penyandang disabilitas
(Mangku; 2013). Penyandang disabilitas selama ini mengalami banyak diskriminasi yang
berakibat belum terpenuhinya pelaksanaan hak penyandang disabilitas. Selama ini, pengaturan
mengenai penyandang disabilitas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat, tetapi pengaturan ini belum berperspektif hak asasi manusia. Materi muatan
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat lebih bersifat belas

11
kasihan (charity based) dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih dinilai sebagai
masalah sosial yang kebijakan pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi
sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang disabilitas seharusnya
mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya mengembangkan dirinya melalui kemandirian
sebagai manusia yang bermartabat (Rizky, U. F. ;2014).Dengan disahkannya Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with
Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 10 November 2011
menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati,
melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas(Radiasta;2019). Dengan demikian,
penyandang disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak
manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan
semena-mena, serta berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan fisiknya
berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan
Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat. Oleh
karena itu (Ridlwan, Z;2015), Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak yang termuat
dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, termasuk menjamin
pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan,
kesehatan, pekerjaan, politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta
pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi (Convention On The Right Of Persons With
Disabilities) (Rompis;2016).

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
HAM adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan proteksi kehidupan dan
kemartabatan manusia. HAM masuk dengan indah ke dalam benak-benak anak bangsa. HAM

12
diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan perkembangan
sosio-politis yang berkembang. Dalam konteks reformasi, pemikiran ke arah bentuk jaminan
HAM yang lebih kokoh semakin mendapatkan momentumnya. Secara etimologis, hak asasi
manusia terbentuk dari tiga suku kata: hak, asasi, dan manusia. Dua kata pertama, hak dan asasi
berasal dari bahasa Arab, sementara kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata
hagg adalah bentuk tunggal dari kata huqug. Kata haqq diambil dari akar kata hagga, yahiqqu,
haqqaan artinya benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib. Apabila dikatakan, yahiqqu 'alaika an taf'ala
kadza, itu artinya kamu wajib melakukan seperti ini.

Antara Hak Asasi Manusia dan demokrasi memiliki hubungan yang sangat erat. HAM
tidak mungkin eksis di suatu negara yang bersifat totaliter ( tidak demokratis ), namun
sebaliknya negara yang demokratis pastilah menjamin eksistensi HAM. Suatu negara dapat
dikatakan demokratis apabila menghormati dan melindungi HAM. Kondisi yang dibutuhkan
untuk merealisasikan tegaknya HAM adalah adanya nilai demokratis di dalam kerangka negara
hukum ( rule of law state ). Konsep negara hukum dapat dianggap mewakili model negara
demokrasi.

Fungsi negara secara umum ada 4, yakni untuk melaksanakan ketertiban dan keamanan,
meraih kemakmuran dan kesejahteraan, fungsi pertahanan serta menegakkan keadilan. Berikut
merupakan penjelasan fungsi-fungsi negara secara umum:

1 Fungsi melaksanakan ketertiban dan keamanan. Fungsi negara yang utama adalah
melaksanakan ketertiban dan keamanan, negara mengatur ketertiban masyarakat supaya
tercipta kondisi yang stabil juga mencegah bentrokan-bentrokan yang terjadi dalam
masyarakat. Dengan tercipta ketertiban, segala kegiatan yang akan dilakukan oleh warga
negara dapat dilaksanakan.

2 Fungsi kemakmuran dan kesejahteraan. Fungsi negara berikut adalah mengadakan


kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan, negara harus menciptakan sistem perekonomian yang baik dan juga
pembangunan yang makmur di segala bidang.

3 Fungsi pertahanan. Fungsi pertahanan menjadi salah satu fungsi negara yang penting. Hal
ini demi kelangsungan hidup bangsa dannegara yang bersangkutan. Fungsi pertahanan
penting karena untuk mengantisipasi bila ada serangan dari negara lain. Dibutuhkan
personil militer yang kuat untuk menjalankan fungsi ini.

13
4 Fungsi menegakkan keadilan. Negara memiliki fungsi untuk menegakkan keadilan bagi
seluruh warganya meliputi seluruh aspek kehidupanmelalui badan-badan peradilan di
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.

Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya
yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarki
tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Supremasi konstitusi tersebut merupakan
konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena
konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi. Negara dalam merealisasikan hak asas warga
negaranya sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,karena jika negara
ataupun masyarakat ada yang melanggar hak asasi maka ada sesuatu kekuatan yang nantinya
dapat digunakan sebagai alat untuk menuntut terhadap pelanggaran hak asasi tersebut, yaitu
sanksi yang tegas yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang telah disepakati bersama.

3.2 SARAN
Kehidupan dan kemartabatan manusia. HAM masuk dengan indah ke dalam benak-benak
anak bangsa. HAM diterima, dipahami, dan diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan
dan perkembangan sosio-politis yang berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

 Manfred Nowak, Introduction to the International Human Rights Regime


(Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2003), halaman 1
 "Lihat lebih lanjut Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia
(Jakarta: Prenada Media,2005)

14
 Junaedi, “Hakikat dan Fungsi Negara: Telaah atas Persoalan Kebangsaan di Indonesia”,
Vol. 11 No. 1 (2020), 1-9
 Kompas.com, “Pengertian Negara Menurut Para Ahli”,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/27/150000469/pengertian-negara-menurut-
para-ahli (diakses pada 20 Januari 2022, pukul 13.55)
 jurnal Perlindungan Hukum Terhadap Penyandang Disabilitas Di Kalimantan Barat,
Endah Rantau Itasari. Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak.
INTEGRALISTIK Volume 32 (2) (2020)
 Manfred Nowak, Introduction to the International Human Rights Regime
(Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2003), halaman 1
 Abdul Muin Salim, "Al-Huquq al-Insan al-Asasiyah fi al-Quran al-Karim", dalam Azhar
Arsyad, et.al. (ed.). Islam & Global Peace (Yogyakarya: Madyan Press, 2002), halaman
339

15

Anda mungkin juga menyukai