Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Negara Hukum Dan HAM”

Dosen Pengampu: Ilham Wahyudi, M.Pd

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh: Kelompok 3


Ketua : Rauhaniah (191061)
Anggota : Ririn Nugrawati, Burhanuddin, Ismail Wahyudi

UNIVERSITAS CARDOVA

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

KABUPATEN SUMBAWA BARAT


2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya tugas yang telah di
amanahi oleh pengampu mata kuliah Pendidikan kewarganegaaan berupa makalah
tentang “Negara Hukum dan HAM” dapat kami selesaikan. Demikian juga
shalawat dan salam saya haturkan kepada cucu Abdul Muthalib, buah hati
Abdullah dan Fatimah, Nabi untuk sekalian alam yaitu Nabi Besar Muhammad
SAW, yang telah mengarahkan manusia ke jalan hidup yang benar. Semoga kita
mendapat syafaat dari beliau di yaumil akhir. Aamiin.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Ilham Wahyudi, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan yang telah
memberikan kesempatan bagi kami untuk mengerjakan tugas ini, sehingga
penulis menjadi lebih mengerti dan memahami tentang pentingnya mempelajari
negara hukum dan HAM. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
dalam upaya penyelesaian makalah ini baik mendukung secara moril maupun
materil.

Tidak ada yang sempurna setiap ciptaan manusia karena pada hakektnya
manusia tidak bisa menciptakan apa-apa, kesempurnaan hanya milik Allah
semata. Begitupun makalah ini hanya buatan manusia maka tidak sempurna
makalah ini.Walaupun begitu kami telah berusaha semaksimal mungkin, akan
tetapi kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan
kekhilafan dalam penulisan maupun isi dalam makalah ini. Untuk itu, saran dan
kritik tetap penulis harapkan demi perbaikan makalah ini kedepan. Akhirnya,
penyusun sangat mengharapkan semoga makalah yang ini dapat diambil
manfaatnya dan bisa membuka pemikiran untuk mengaplikasikan selanjutnya.
Terima Kasih
Taliwang, 27 Juni 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

D. Manfaat..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Negara hukum........................................................................................................3

B. Prinsip-prinsip dari negara hukum.........................................................................4

C. Hubungan Negara hukum dan HAM....................................................................10

D. Penegakan HAM di Indonesia..............................................................................12

BAB III PENUTUP..........................................................................................................16

A. Kesimpulan..........................................................................................................16

B. Saran....................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi
Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya tercantum dalam
Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Dalam konsep
Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam
dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun
ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris
untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah ‘the rule of law, not of man’.
Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem,
bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai ‘wayang’ dari skenario
sistem yang mengaturnya.

Konsep negara hukum menempatkan ide perlindungan hak asasi manusia


sebagai salah satu elemen penting. Dengan mempertimbangkan urgensinya
perlindungan hak asasi manusia tersebut, maka konstitusi harus memuat
pengaturan hak asasi manusia agar ada jaminan negara terhadap hakhak warga
negara. Salah satu perubahan penting dalam Amandemen UUD 1945 adalah
pengaturan hak warga negara lebih komprehensif dibanding UUD 1945 (pra-
amandemen) yang mengatur secara umum dan singkat.1 Catatan pelanggaran
hak asasi manusia yang buruk di era Pemerintahan Orde Baru di bawah
Presiden Suharto2 memberi pelajaran bahwa setidaknya pengaturan hak-hak
warga negara harus lebih rinci di dalam konstitusi. Amandemen UUD 1945
juga membuat pranata peradilan melalui Mahkamah Konstitusi untuk
menggugat produk perundang-undangan yang melanggar hak-hak warga
negara sebagaimana diatur dalam konstitusi.

1
Hak asasi manusia merupakan nilai-nilai universal yang telah diakui secara
universal. Berbagai instrumen internasional mewajibkan negara-negara peserta
untuk memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara.
Indonesia merupakan hukum yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan
perlindungan hak asasi manusia. Sebagai negara hukum yang demokratis,
Indonesia telah meratifikasi berbagai instrumen hukum internasional.3
Perubahan mendasar dalam politik penegakan hak asasi manusia setelah
reformasi 1998 tetapi tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perjuangan
sebelumnya.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan menjawab beberapa pertanyaan, yaitu :

1. Apa makna Indonesia sebagai negara hukum?


2. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dari negara hukum?
3. Apa hubungan negara hukum dengan HAM?
4. Bagaimana penegakan HAM di Indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah

1. Mengetahui pengertian dan makna dari negara hukum


2. Menjelaskan apa saja prinsip-prinsip negara hukum
3. Mengetahui korelasi antara negara hukum dan HAM
4. Mengetahui proses penegakan HAM yang ada di Indonesia

D. Manfaat

Diharapkan pada penyusunan makalah ini dapat menjadi referensi baik bagi
penyusun maupun pembaca tentang negara hukum dan HAM dalam konteks
Indonesia yang akan di jelaskan dalam makalah ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Negara hukum
Indonesia adalah negara hukum termuat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Tahir Azhari (1995:19),
mengemukakan bahwa meskipun dalam penjelasan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 digunakan istilah rechtsstaat, namun yang
dianut oleh negara Indonesia bukanlah konsep rechtsstaat maupun rule of
law (Qamar, 2010). Alasannya, Konsep negara hukum sebenarnya
bukanlah konsep yang lahir dari kebudayaan Indonesia melainkan dari
dunia barat, sebagaimana diutarakan oleh Satjipto Rahardjo yang di kutip
oleh Yance Arizona yang menyatakan bahwa: “negara hukum adalah
konsep modern yang tidak tumbuh dari dalam masyarakat Indonesia
sendiri, tetapi barang import. Proses menjadi negara hukum bukanlah
merupakan bagian dari sejarah sosial-politik bangsa Indonesia di masa
lalu, seperti terjadi di Eropa.” Negara hukum merupakan bangunan yang
dipaksakan dari luar (imposed from outside). Dengan demikian,
membangun negara hukum adalah membangun perilaku bernegara hukum,
membangun suatu peradaban baru (Wijaya, 2015).
Rahardjo (2009) dalam bukunya Negara Hukum Yang Membahagiakan
Rakyatnya berpendapat bahwa negara bukan hanya merupakan bangunan
hukum, politik dan sosial, melainkan juga kultural. Oleh sebab itu, kita
boleh mengamati watakwatak kultural suatu negara. Disisi lain, suatu
negara hukum juga “dituntut” untuk menampilkan wajah kulturalnya.
Indonesia memiliki sebuah pandangan sebagai negara hukum dengan
karakteristik yang khas, yaitu negara hukum Pancasila. Dalam hal ini,
merujuk pada pendapat Arief Hidayat (2011), pada pembukaan dan Pasal-
Pasal dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
konsep yang dianut negara hukum Indonesia sejak diproklamasikan
kemerdekaan hingga sekararang bukanlah konsep rechtsstaat dan bukan

3
pula konsep the rule of law.Akan tetapi membentuk suatu konsep negara
hukum baru, yang bersumber pada pandangan dan falsafah hidup luhur
bangsa Indonesia, yaitu negara hukum pancasila (Kiemas, 2013). Dimana
negara hukum pancasila merupakan negara hukum yang berasaskan
kepada nilai-nilai pancasila. Menurut M. Tahir Azharry, menyebutkan
salah satu ciri dari negara hukum pancasila ialah adanya asas negara
kekeluargaan (Wijaya, 2015).
B. Prinsip-prinsip dari negara hukum
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional, sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, Demokrasi pancasila memiliki
beberapa prinsip yang diantaranya: Pertama, Persamaan bagi seluruh
rakyat Indonesia, dimaksudkkan bahwa hak dan kewajiban yang dimiliki
rakyat Indonesia sama dan sejajar. Kedua,Prinsip keseimbangan antara hak
dan kewajiban, maksudnya negara menerima hak yang dimilikinya, namun
juga harus diimbangi dengan kewajibannya terhadap warga negara.
Ketiga, mewujudkan rasa keadilan sosial untuk semua warga negara.
Keempat, pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan orang lain. Keempat
prinsip tersebut tidak terlepas dari penghormatan dan pengakuan HAM
dalam konsep negara demokrasi pancasila.
Muhammad Tahir Azhary, dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum
Islam, mengajukan pandangan bahwa ciri-ciri nomokrasi atau Negara
Hukum yang baik itu mengandung 9 (sembilan) prinsip, yaitu:
a. Prinsip kekuasaan sebagai amanah;
b. Prinsip musyawarah;
c. Prinsip keadilan;
d. Prinsip persamaan;
e. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia;
f. Prinsip peradilan yang bebas;

4
g. Prinsip perdamaian;
h. Prinsip kesejahteraan;
i. Prinsip ketaatan rakyat.

Untuk merumuskan kembali ide-ide pokok konsepsi Negara Hukum itu


dan pula penerapannya dalam situasi Indonesia dewasa ini, menurut
pendapat Jimly Asshiddiqie, dia merumuskan kembali adanya tiga-belas
prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman
sekarang. Ketiga-belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar pilar utama
yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat
disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat)
dalam arti yang sebenarnya, yaitu:

1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law):


Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi
hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum
sebagai pedoman tertinggi Dalam perspektif supremasi hukum
(supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang
sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang
mencerminkan hukum yang tertinggi.
2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law):
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan
pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara
empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan
tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui
sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan
yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative
actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat
tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar
kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan
setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih
maju

5
3. Asas Legalitas (Due Process of Law):
Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas
dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala
tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-
undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis
tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan
atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap
perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau
‘rules and procedures’ (regels).
4. Pembatasan Kekuasaan:
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara
dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal
atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum
besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk
berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh
Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely”. Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara
memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat
‘checks and balances’ dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan
kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam
beberapa organ yang tersusun secara vertical.
5. Organ-Organ Campuran Yang Bersifat Independen:
Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang
berkembang pula adanya pengaturann kelembagaan pemerintahan
yang bersifat ‘independent’, seperti bank sentral, organisasi tentara,
dan organisasi kepolisian. Selain itu, ada pula lembaga-lembaga baru
seperti Komisi Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI), dan lain sebagainya. Independensi lembaga-lembaga tersebut

6
dianggap sangat penting untuk menjamin prinsip negara hukum dan
demokrasi.
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak:
Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and
impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak
harus ada dalam setiap Negara Hukum. Dalam menjalankan tugas
judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik
karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang
(ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak
diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan
putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan
kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan
masyarakat dan media massa.
7. Peradilan Tata Usaha Negara:
Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip
peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara
khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan
tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan
bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat
administrasi Negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha
negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting disebut tersendiri, karena
dialah yang menjamin agar warga negara tidak didzalimi oleh
keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak
yang berkuasa.
8. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court):
Di samping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan
memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara,
Negara Hukum modern juga lazim mengadopsikan gagasan mahkamah
konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya, baik dengan pelembagaan-
nya yang berdiri sendiri di luar dan sederajat dengan Mahkamah

7
Agung ataupun dengan mengintegrasikannya ke dalam kewenangan
Mahkamah Agung yang sudah ada sebelumnya. Pentingnya peradilan
ataupun mahkamah konstitusi (constitutional court) ini adalah dalam
upaya memperkuat sistem ‘checks and balances’ antara cabang-cabang
kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi.
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia:
Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia
dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses
yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut
dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan
penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
sebagai ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis.

10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat):

Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat


yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan
yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara
sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara
bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum tidak
dimaksudkan hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang
berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua
orang tanpa kecuali.
11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare
Rechtsstaat):
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama.
Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan
negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalui
gagasan negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan

8
kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia
yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa
Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana
untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan bernegara Indonesia
itu. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak terjebak
menjadi sekedar ‘rule-driven’, melainkan ‘mission driven’, yang
didasarkan atas aturan hukum.

12. Transparansi dan Kontrol Sosial:

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap


proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan
kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat
dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara
langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan
kebenaran. Adanya partisipasi langsung ini penting karena sistem
perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan
sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Karena itulah, prinsip
‘representation in ideas’ dibedakan dari ‘representation in presence’,
karena perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan
gagasan atau aspirasi. Demikian pula dalam penegakan hukum yang
dijalankan oleh aparatur kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim, dan
pejabat lembaga pemasyarakatan, semuanya memerlukan kontrol
sosial agar dapat bekerja dengan efektif, efisien serta menjamin
keadilan dan kebenaran.

9
13. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Khusus mengenai cita Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan
Pancasila, ide kenegaraan kita tidak dapat dilepaskan pula dari nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama dan utama
Pancasila. Karena itu, di samping ke-12 ciri atau unsur yang
terkandung dalam gagasan Negara Hukum Modern seperti tersebut di
atas, unsur ciri yang ketigabelas adalah bahwa Negara Hukum
Indonesia itu menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Maha Esaan dan ke-
Maha Kuasa-an Tuhan. Artinya, diakuinya prinsip supremasi hukum
tidak mengabaikan keyakinan mengenai ke-Maha Kuasa-an Tuhan
Yang Maha Esa yang diyakini sebagai sila pertama dan utama dalam
Pancasila. Karena itu, pengakuan segenap bangsa Indonesia mengenai
kekuasaan tertinggi yang terdapat dalam hukum konstitusi disatu segi
tidak boleh bertentangan dengan keyakinan segenap warga bangsa
mengenai prinsip dan nilai-nilai ke-Maha-Kuasa-an Tuhan Yang Maha
Esa itu, dan pihak lain pengakuan akan prinsip supremasi hukum itu
juga merupakan pengejawantahan atau ekspresi kesadaran rasional
kenegaraan atas keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa yang
menyebabkan setiap manusia Indonesia hanya memutlakkan Yang Esa
dan menisbikan kehidupan antar sesama warga yang bersifat egaliter
dan menjamin persamaan dan penghormatan atas kemajemukan dalam
kehidupan bersama dalam wadah Negara Pancasila.

C. Hubungan Negara hukum dan HAM


Dalam suatu negara kekeluargaan terdapat pengakuaan terhadap hak-hak
individual (termasuk pula hak milik ataupun hak asasi tetapi dengan tetap
mengutamakan kepentingan nasional (kepentingan bersama) diatas
kepentingan individu. Disamping karakter, konsep negara hukum
pancasila juga memiliki beberapa prinsip yang salah satunya, adanya
perlindungan HAM dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya
melalui proses yang adil.

10
Perlindungan terhadap HAM ini dimasyarakat- kan secara luas untuk
mempromosikan penghormatan perlindungan terhadap HAM sebagi ciri
yang penting suatu negara hukum yang demokratis (Kiemas, 2013).
Menurut Oemar Seno Adji yang dikutip dari Wijaya (2015) menyebutkan
negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Salah satu ciri
pokok dalam negara hukum pancasila adanya jaminan terhadap kebebasan
beragama sebagai pengakuan terhadapa HAM. Tetapi kebebasan yang
dimaksud merupakan kebebasan dalam arti positif, yang mana tidak ada
tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama di bumi Indonesia. Ciri-
ciri negara hukum pancasila lainnya yaitu: hubungan yang erat antara
agama dan negara, bertumpu kepada kebebasan beraga dalam arti positif,
ateisme tidak dibenarkan, komunisme dilarang, asas kekeluargaan dan
kerukunan.
Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia di Negara yang mengaku
sebagai Negara yang Demokrasi merupakan kewajiban semua pihak,
Negara dan warga Negaranya. Hak asasi Manusia tidak hanya berbicara
mengenai hak tetapi berbicara juga mengenai kewajiban. Sebagai Negara
demokrasi, Masyarakat Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui
dan menjamin serta menghormati hak asasi manusia juga sebagai suatu
kewajiban. Oleh karena itu, hak asasi dan kewajiban manusia terpadu dan
melekat pada diri manusia sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota
masyarakat, dan anggota suatu bangsa, serta warganegara.
Berdasarkan hal tersebut maka Partisipasi masyarakat perlu diikut sertakan
dalam Penegakan undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia yang merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa
Indonesia sebagai Negara yang Demokrasi dan juga sebagai suatu anggota
perserikatan Bangsa-bangsa yang didalamnya mengandung suatu misi
pengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam menjujung tinggi dan
melaksanakan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia didalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

11
D. Penegakan HAM di Indonesia
Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau hak dasar yang dibawa oleh
manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan
tidak dapat di ganggu gugat karena merupakan anugerah Tuhan Yang
Maha Esa, Indonesia sebagai negara hukum pancasila yang demokratis
memiliki kewajiban dalam perlindungan hak asasi manusia, perlindungan
HAM dalam negara hukum harus termaktub dalam konstitusi ataupun
hukum nasional. Jaminan HAM itu juga diharuskan tercantum dengan
tegas dalam Undang Undang Dasar atau konstitusi tertulis negara
demokrasi konstitusional (constitutional democracy), dan dianggap
sebagai materi terpenting yang harus ada dalam konstitusi, disamping
materi ketentuan lainnya seperti menegani format kelembagaan dan
pembagian kekuasaan negara dan mekanisme hubungan antarlembaga
negara.
Bagi Indonesia, penegakan HAM merupakan prinsip yang selalu dipegang
teguh. Sebagai bangsa yang pernah mengalami penjajahan maka pendiri
republik kita ini sadar akan arti HAM dalam kegiatan bernegara. Hal ini
terlihat dari penempatan prinsipprinsip serta hak-hak yang paling
fundamental ini di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 yang justru lahir lebih dahulu dari Universal Declaration of
Human Right.Disamping itu, gagasan negara hukum yang demokratis
tempat di mana hakasasi manusia (HAM) diakui, dihormati dan dilindungi
telah dikemukakan oleh para perintis kemerdekaan Republik Indonesia.
Gagasan dan Konsep Negara Hukum dan Demokrasi tempat di mana
HAM dimajukan dan dilindungi terus hidup dan membara dipikiran dan
hati para pendiri bangsa. Hal itu nampak nyata pada penyusunan
konstitusikonstitusi yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan analisis global, Maplecroft, dalam atlas resiko HAM 2014
(Human Risk Atlas/ HRRA) mengungkapkan bahwa jumlah negara
dengan “resiko ekstrem” pelanggaran HAM telah meningkat secara
dramatis. Indonesia berada di urutan ke-30 dalam peringkat negara dengan

12
kondisi HAM terburuk (Tribun Jogja.com, 2013). Supremasi hukum dan
hak asasi manusia (HAM) tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah
terberat yang harus diselesaikan Indonesia sejak republik ini berdiri pada
17 Agustus 1945. Menilik 20 tahun kebelakang saja, terdapat sejumlah
catatan hitam dalam ranah hukum dan HAM. Amanah gerakan reformasi
1998 terkait supremasi hukum belum juga terwujud.
Beberapa pelanggaran HAM di Indonesia terjadi sejak reformasi bergulir
pada tahun 1998, diantaranya yaitu:
1. Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa trisakti,
2. Tragedi Semanggi 1 dan 2 yang menyebabkan 11 orang meninggal
akibat penembakan oleh aparat keamanan,
3. Konflik Maluku 19 Januari 1999 yang berakar dari ketidak puasan
sebagian masyarakat atas kondisi sosial politik yang kemudian
menyertakan sentiment perbedaan agama, pada 6 Februari 2001,
Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM dan Mediasi (KPMM) di
Maluku mencatat, sejak januari 1999 hingga oktober 2000
setidaknya 3.080 tewas, 4.024 luka-luka, dan 281.365 orang
lainnya mengungsi.
4. Konflik Poso sepanjang tahun 1998-2001, merupakan konflik
antara kelompok Kristen dan dan Muslim dengan prediksi korban
sampai 1000 orang.
5. Konflik Sampit 18 febriari 2001, merupakan konflik abtar suku
dayak dan Madura sebagai pendatang, antropolog Belanda Gerry
van Klinken memprediksi korban tewas mencapai 500-1000 orang
dan lebih dari 25.000 orang mengungis.
6. Pelanggaran kebebasan beragama di bali pada tahun 2008 yang di
kenal dengan kasus Mushala Asy-Syafiiyah.
7. Pengusiran ribuan anggota Kelompok Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar),
8. Kasus deskriminasi pembangunan gereja di Aceh Singkil,
9. Kasus HKPB Filadelfia di Bekasi, Kasus gereja Yasmin di Bogor.

13
10. Kekerasan terhadap Jemaah Ahamadiyah, dalam kurun waktu
2016-2017 terdapat 11 kasus penutupan masjid Ahmadiyah.
Sebagian besar penutupan masjid justru diinisiasi oleh pemerintah
daerah dan perusakan terhadap property milik Jemaah Ahmadiyah
di Lombok Timur pada Mei 2018.
11. Kerusuhan Tolikara pada tahun 2015, peristiwa ini terjadi ketika
massa Gereja Injili di Indonesia (GIDI) berusaha membubarkan
jamaah Muslim yang tengah menjalankan sholat Idul Fitri.

Dari berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang terjadi
tersebut telah mendorong munculnya suatu usulan untuk membantu
pengadilan Hak Asasi Manusia. Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas hukum. Segala sesuatu yang berkenaan dengan pelaksanaan sendi-
sendi kehidupan bernegara di negara ini harus tidak bertentangan dengan
nilai-nilai, norma-norma dan kaidah-kaidah yang ada dalam kegiatan-
kegiatan bernegara, Indonesia yang menyatakan dalam pedoman dasar
konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum, berarti tiada kebijakan
ataupun wewenang dan amanah tanpa berdasarkan hukum.

Lembaga pengadilan yang ada di negara Indonesia merupakan bagian dari


fungsi yudikatif yang telah diamanahkan oleh konstitusi. Keberadaan
pengadilan yaitu sebagai wadah untuk menegakkan hukum yang ada di
negara ini. Lembaga pengadilan adalah suatu lembaga yang mempunyai
peran untuk mengadili dan menegakkan kaidah-kaidah hukum yang
berlaku di wilayah negara hukum nasional dan fungsi dari pada lembaga
pengadilan sebagai wilayah guna mendapatkan simpul keadilan yang tiada
sewenang-wenang.

Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi


Manusia dan menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
penegakkan Hak Asasi Manusia, pemerintah telah melakukan langkah-
langkah antara lain:

a. Pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)


berdasarkan Keputusan Presiden nomor 5 tahun 1993 pada tanggal 7
Juni 1993, yang kemudian dikukuhkan lagi melalui undang-undang
nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

14
b. Penetapan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia;
c. Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc dengan
Keputusan Presiden, untuk memeriksa dan memutuskan perkara
pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya
UndangUndang nomor 26 tahun 2000;
d. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliaasi sebagai
alternative penyelesaian pelanggaran Ham diluar Pengadilan HAM
sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-Undang tentang HAM;
e. Meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang Hak Asasi
Manusia.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep Negara Hukum yang diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 pada dasarnya merupakan adopsi atas konsep Rechtsstaat yang telah
digunakan dalam Regeringsreglement 1854. Negara Hukum Indonesia
memiliki basis negara kesejahteraan dan berakar pada tradisi hukum bangsa
Indonesia. Tujuannya, bukan semata-mata menjamin kepastian hukum bagi
usaha ekonomi, tetapi juga memberikan keadilan dan kemashlahatan bagi
rakyat banyak.
Kesadaran hak-hak asasi manusia didalam masyarakat Indonesia memang
masih merupakan masalah yang sangat penting didalam melaksanakan
undang-undang Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan masih belum
dipahaminya secara merata oleh masyarakat tentang rumusan yang
terkandung dalam Undang- undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia ini.
Dengan banyaknya kejadian yang mengarah kepada pelanggaran terhadap hak
asasi manusia, menunjukkan bahwa manusia Indonesia (masyarakat,
penyelenggara negara dan penegak hukum) belum memahami apa arti
sebenarnya hak-hak asasinya (termasuk kewajiban-kewajiban asasinya).
Selengkap dan sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang mengatur
Hak Asasi Manusia hanya akan bernilai bila dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari. Adanya peraturan perundangundangan sudah seharusnya dan
sewajarnya untuk dilaksanakan dan ditegakkan. Sistem peradilan yang tidak
memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah berdasarkan atas
hukum yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang benar.

B. Saran
Hak asasi manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara
atau setiap manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-
kewajibannya. Hak asasi manusia akan berjalan dengan baik apabila setiap

16
manusia menyadari bahwa ada orang lain yang mempunyai hak yang sama
dengan dirinya dengan kata lain bahwa hak asasi manusia akan berjalan
dengan baik apabila hak asasinya itu dibatasi oleh hak asasi orang lain.
Peraturan perundang-undangan adalah sebagai tools of law enforcement bagi
penegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hak asasi manusia akan lebih
berjalan atau bisa dijalankan dengan lebih baik dalam suasana perikehidupan
bangsa yang demokratis, karena negara yang demokratis senantiasa
mendasarkan hukum dalam praktek kenegaraannya, senantiasa menghormati
hak-hak warga negaranya dan adanya partisipasi warga negara dalam hal
pengambilan kebijakan-kebijakan publik

Oleh sebab itu Peran dan Partisipasi masyarakat perlu dibina dan diikut
sertakan dalam pengembangan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Bagi
bangsa Indonesia, sudah tentu persoalan hak-hak asasi harus dicari dan
dikaitkan akar-akarnya dengan Idiologi nasional Pancasila, dalam hal ini tidak
terlepas dari berbagai usaha yang telah dijalankan untuk memasyarakatkan
nilai-nilai Pancasila. Karena itu harus ada pendekatan kepada Pancasila
sebagai rangkuman nilai-nilai luhur, yang menjadi tujuan Bangsa dan Negara
Indonesia.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali, (2002), Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM,


Ghalia Indonesia, Jakarta
Davidsoon, Scoot, (1994), Hak Asasi Manusia, PT. Pustaka Utama, Jakarta.
Lokakarya Nasional II, 1994, Hak Asasi Manusia, Departemen Luar Negeri,
Jakarta
Asshiddiqie, J,(2012), Gagasan Negara Hukum Indonesia, jurnal,Jakarta.
Neta, Y. (2013), Partisipasi Masyarakat Terhadap Penegakan Hak Asasi
Manusia Di Negara Demokrasi Indonesia, Jurnal Monograf, Vol.1. pp 1-11.
Putra, Muhammad A. (2015), Eksistensi Lembaga Negara Dalam Penegakan Hak
Asasi Manusia di Indonesia, Jurnal Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9,(No.
3), pp 256-292.
Ridlwan, Z. (2012), Negera Hukum Indonesia Kebalikan Nachtwachterstaat,
Jurnal Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol 5, (No.2), pp 141-152
Qamar, N. (2010), Negara Hukum atau Negara Undang-Undang, Cet.1,
Makassar: Pustaka Refleksi Books.
Qamar, M. (2014), Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Ed.1-6, Jakarta: Rajawali
Pers.
Assiddiqie, J. (2012), Hukum Tata Negara dan Pilar Pilar Demokrasi, Ed.2,
Cet.2, Jakarta: Sinar Grafika.

18

Anda mungkin juga menyukai