Anda di halaman 1dari 18

Mesolitikum

Kelompok 2
•Ella kurnia
•Erina julianingsih
•Abdul kadir
•Hilda mita samitri
•Wanda manulang
•Regita despiani
•Sukma harianti
A.  Latar Belakang
Zaman prasejarah adalah zaman dimana manusia belum
mengenal tulisan. Zaman ini dimulai sejak adanya kehidupan
manusia di bumi. Zaman mesolitikum atau zaman batu
tengah/madya terjadi sekitar 10.000 tahun S.M., setelah masa
paleolitikum berakhir.
Pada zaman ini manusia purba mulai hidup berburu dan
mengumpulkan makanan (food ghatering) yang terdapat di
alam dengan alat dan teknologi yang lebih baik dari zaman
paleolitik. Zaman mesolitikum merupakan zaman dimana
berburu menjadi tidak begitu dominan lagi, sedangkan
mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan hasil laut menjadi
semakin penting.
PEMBAHASAN
A.  Keadaan Lingkungan
Perubahan penting yang terjadi pada awal zaman mesolitikum
(menjelang 10.000 SM)adalah berubahnya iklim yang
mendatangkan perubahan-perubahan pada habitat manusia.
Perubahan dari musim dingin kemusim panas menyebabkan
naiknya permukaan air laut yang kemudian menenggelamkan
beberapa daratan rendah. Perubahan iklim ini juga menghilangkan 
bahkan memunahkan kawanan binatang yang menjadi sumber
makanan pada zaman sebelumnya. Di sisilain sumber makanan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan menjadilebih berlimpah
dibanding sebelumnya. Munculnya perairan baru juga
setalitigauang menghasilkan ikan dan makanan lain di tepidanau,
teluk, dan sungai. Para manusia purba di masa ini pun merespon
fenomena ini dengan mengembangkan cara-cara baru dan cerdik
untuk menangkap dan membunuh binatang. Mereka juga mulai
mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan liar.
B.  Corak Hidup
Cara hidup manusia pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat lanjut masih dipengaruhi cara hidup pada masa
sebelumnya. Faktor-faktor alam masih sangat berpengaruh dalam
menentukan cara hidup mereka sehari-hari. Mereka hidup
dengan berburu binatang di dalam hutan dan mengumpulkan
makanan di lingkungan sekitarnya.
Pada teknologi alat-alat kebutuhan hidup tampak kelanjutan
tradisi alat batu dan tulang. Pembuatan alat batu ini menghasilkan
kapak genggam Sumatra dan kapak pendek. Alat serpih-bilah dan
tulang menjadi alat bantu penghidupan yang makin meningkatkan
teknologi pembuatannya. Jenis-jenis alat terakhir ini menunjukan
teknik pembuatannya yang semakin rumit dan halus.
Pada masa ini dimungkinkan sekali pembuatan alat-alat dari bahan
bambu. Diduga bahwa bambu memegang peran penting dalam masa
ini. Karena bambu dapat dijadikan alat-atat untuk berburu. Selain itu
bambu juga dimungkinkan untuk membersihkan umbi-umbian dari
sisa-sisa tanah yang masih menempel.
Pada masa ini manusia mulai menemukan api. Api digunakan
untuk menghangatkan tubuh dan membakar hewan buruan.
Penemuan api dan perkembangan ilmu pertanian merupakan
proses pembaruan yang membentuk dasar kebudayaan.
Penggunaan api oleh manusia tidak hanya menandai awal
kehidupan sosial namun juga menghasilkan teknologi baru
yang saling berhubungan.
Dalam bidang pertanian menusia zaman ini melakukan
penanggalan karbon. Penanggalan ini ditemukan dalam
beberapa situs gua di Indonesia. Hasil penaggalan
karbon  menunjukan munculnya domestikan tanaman berupa
padi  yang dibuktikan di situs Gua Ulu Leang 1 Maros (Sulawesi
Selatan) . buktinya berupa bulir-bulir padi dan skam yang
berorientasi pada  sekitar tehun 2160-1700SM.Kehadiran alat-
alat batu,tulang dan gerabah memberikan bukti yang
mendukung bahwa alat-alat tersebut mempunyai kaitan yang
erat dengan kegiatan pertanian awal dan sebelumnya.
Bercocok tanam  dilakukan dengan cara yang
sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah
menurut keadaan kesuburan tanah. Di sini mereka
menanam umbi-umbian karena belum mengenel
cara-cara penanaman biji-bijian. Setelah musim
panen selesai lahan pertanian yang mereka buat akan
ditinggalkan. Kemudian mereka berpindah ketempat
tinggal yang baru. Pada suatu saat mereka akan
kembali lagi ketempat yang pernah ditinggalkannya.
Bahan makanan lain juga di kumpulkan dari daerah
sekitar mereka tinggal. Mereka makan kerang, siput
dan ikan. Ini dibuktikan dengan adanyapenemuan
kulit kerang,siput, dan duri ikan dalam gua.
C.  Tempat Tinggal
Adanya alat-alat yang lebih canggih memudahkan mereka untuk
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan danhasil laut sebagai sumber
kehidupan. Oleh sebab itulah kebiasaan berburu sudah tidak menjadi
sama pentingnya seperti pada zaman sebelumnya. Mereka mulai
tinggal menetap di daerah yang dekat dengan lokasi pantai maupun
vegetasi yang ketersediaan makananannya relatif konstan. Selanjutnya
mereka mulai menjinakkan hewan dan bercocok tanam secara
sederhana.William A. Haviland (1988:264) menyebutkan bahwasanya
zaman mesolitikum merupakan zaman yang lebih sedenter (menetap)
bagi manusia dibandingkan zaman sebelumnya. Tempat tinggal
mereka pada masa ini lebih kuat yang menandakan bahwasanya
tempat tinggal mereka lebih permanen. Namun, pada masa ini
manusia masih belum menetap sepenuhnya. Sebab suatu saat tempat
tinggal itu akan ditinggalkan jika sekiranya tempat itu tidak lagi dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka (Tim Nasional Penulisan Sejarah
Indonesia, 2010:141). Pada umumnya manusia zaman mesolitikum
menempati gua-gua dan tepi pantai sebagai tempat tinggal mereka.
1.    Abris sour roche
Gua yang dijadikan tempat tinggal pada zaman mesolitikum ini dinamakan abris sour
roche.Gua-gua ini dipilih dengan mempertimbangkan letak jauh dekatnya dari sumber air,
dapat melindungi diri dari hewan-hewan buas serta ketersediaan makanan.Penyelidikan
pertama abris sour roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di Gua Lawa Sampung
(Ponorogo, Madiun)dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang ditemukan di situs ini antara lain:
ujung panah, flakes, dan batu penggilingan. Bagian terbesar dari alat yang ditemukan itu
merupakan alat dari tulang, sehingga muncul istilah Sampung bone-culture”(R.
Soekmono, 1973:41).Selama bertempat tinggal di dalam gua mereka membuat alat–alat
yang mampu membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari. Alat alat yang mereka buat
antara lain kapak genggam, pisau dari tanduk, sundip tulang dan penggaruk dari
kerang(digunakan untuk membersihkan umbi-umbian).
Di daerah Bojonegoro ada beberapa abris sour roche terutama dari kerang dan tulang. Di
pulau Timor dan Roti ditemukan juga alatberupa ujung panah, di sana juga
ditemukan flake-culture. Ujung panah itu kebanyakan dibuat dari batu indah seperti jaspis
dan chalcedon. Semua alat yang menggunakan ujung panah ini bertangkai pada
pangkalnya.
Selain membuat alat kebutuhan sehari-hari mereka juga
melukiskan sesuatu di dinding gua. Lukisan ini di buat
dengan cara menggores pada dinding-dindingnya atau
juga menggunakan cat yang berwarna merah, hitam, atau
putih. Lukisannya berupa cap tangan dengan cara
merentangkan jari-jari tangan di permukaan atau di
dinding-dinding gua atau dapat pula berupa gambaran
suatu pengalaman, perjuanagan dan harapan hidup.
Sumber inspirasi lukisan ini adalah kehidupan sehari-hari
mereka.Dengan demikaian lukisan-lukisan di gua itu
menggambarkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat
kala itu. Lukisan ini menggambarkan jika pada masa itu
manusia purba sudah hidup secara berkelompok. Banyak
sedikitnya kelompok dapat diketahui dari besarnya gua.
2.    Kjokkenmoddinger
Selain tinggal di gua-gua, manusia purba zaman mesolitikum juga
tinggal di tepi pantai. Hal ini dibuktikan dengan
adanya kjokkenmoddinger yang menjadi corak kebudayaan yang
istimewa dari zaman mesolitikum. Kjokkenmoddinger berasal dari
bahasa Denmark yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding yang
berarti sampah, sehingga kjokkenmoddinger dapat diartiakan sebagai
sampah dapur.Manusia yang tinggal di tepi pantai ini mengandalkan
hasil laut sebagai sumber kehidupan, terutama kerang dan siput.
Soekmono menyebutkan “kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang
itu selama waktu yang bertahun-tahun akhirnya menjelmakan bukit
kerang yang beberapa meter tinggi dan lebarnya itu. Bukti bukti ini
dinamakan ” kjokkenmoddinger” .Dari hasil pengamatan kebudayaan
itu dapat disimpulkan bahwasanya“kehidupan manusia waktu itu
pada taraf berburu dan mengumpulkan makanan perairan laut atau
food gathering.Dengan demikian zaman mesolitikum lebih maju
dibanding dengan zaman paleolitikum”(Anwar Sari, 1995:51).
Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di sepanjang pantai Sumatra
Utara  antara Langsa di anatara Medan dan Aceh. Bukti itu
menunjukan adanya manusia yang tinggal dalam rumah bertonggak
di sepanjang pantai.Dalam bukit-bukit kerang ini ditemukan kapak
genggam yang berbeda dari chopper pada zaman paleolitikum.
Kapak genggam zaman mesolitikum antara lain disebut pebble dan
kapak Sumatra. Kapak ini dibuat dari batu kali yang dipecah. Sisi
luarnya tidak diapa-apakan sedangakan sisi dalamnya dikerjakan
lebih halus, sesuai dengan keperluannya.Di zaman ini juga
ditemukan kapak pendek. Kapak pendek berbentuk setengah
lingkaran. Cara pembuatannya seperti pembuatan kapak genggam
yaitu dengan memecah, memukul batu namun tidak diasah. Sisi
tajamnya berada pada sisi yang lengkung. Selain itu ditemukan pula
benda yang disebut pipisan (batu penggiling beserta landasannya).
Pipisan tidak hanya digunakan untuk menggiling makanan, namun
juga untuk menghaluskan bahan pembuat cat mereh. Cat merah ini
mungkin digunakan untuk melukis manusia purba di dinding gua
tempat iatinggal atau mungkin sebagai sarana spritual.
D.  Artefak

Diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari .Begitu pula munculnya

beragam peralatan, yang digunakan untuk memudahkan manusia dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari, merupakan bagian dari himpunan pengalaman manusia yang

dipelajari dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Pada zaman ini manusia memiliki

ketergantungan yang lebih besar terhadap  inteligensi dan buka pada besarnya tubuh.

Bersamaan dengan pemikiran yang semakin modern, maka berkembanglah pemikiran

yang konseptual. Hal ini dibuktikan dengan adanya artefak-artefak yang semakin

canggih, bervariasi, dan bersifat khusus dari zaman sebelumnya. Meighan (1966:-)

menyebutkan“… he showed sophistication in that he produced compound tools, … to

utilize one material for one setof physicalqualities and another material for a different set

of properties”.Alat-alat menjadi semakin ringan dan kecil, yang menghemat bahan

baku. Artefak-artefak tersebut dikhususkan sesuai dengan daerah dan fungsinya


Alat-alat yang kasar tidak lagi dibuat. Sebagai gantinya,
dibuatlah alat-alat yang efektif untuk mendayagunakan
kondisi padang rumput, hutan dan pantai dengan lebih
baik. Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari tempat
tinggal manusia zaman mesolitikum, maka tradisi pokok
pembuatan alat-alat di Indonesia pada zaman
mesolitikum dapat digolongkan menjadi tiga golongan
besar, yakni: kebudayaan pebble (pebble culture) yang
banyak ditemukan di kjokkenmoddinger; dan kebudayaan
tulang (bone culture) serta kebudayaan serpih bilah (flake
culture)­ yang banyak ditemukan diabris sous roche.
1. Serpih-bilah
Pembuatan serpih bilah pada zaman mesolitikum lebih maju
dari zaman paleolitikum penggunaannya juga lebih kompleks.
Salah satu alat khas zaman ini adalah alat mikrolit yang
berbentuk geometris. Batu yang dipakai untuk membuat alat
ini antara lain: kalsedon, andesit, dan batu gamping. Tradisi
serpih bilah terutama berlangsung dalam kehidupan digua
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.
“Heekeren melakukan ekskafasi di Leang Karassa disebelah
timur Maros Desa Patanulang AsuE. Disini ditemukan alat-
alah bilah, penggaruk, pisau, alat tusuk, dan alat-alat batu
bergerigi. Disini tidak ditemukan mata panah bersayap tetapi
sejumlah alat batu yang berkerah berbentuk sederhana.
Temuan ini digolongkan sebagai salah satu kelompok tradisi
serpih bilah tertua dari rumpun toala” (Tim Nasional
Penulisan Sejarah Indonesia, 2010:156).
2.    Alat Tulang
Temuan alat tulang yang paling terkenal di Jawa adalah Goa Lawa, dekat
Sampung. Di lapisan bawah gua ini banyak ditemukan alat-alat dari tulang.
Alat-alat tersebut antara lain lancipan, belatik dari tanduk, sundip tulang,
dan beberapa mata kail. Disini juga ditemukan batu pipisan yang halus pada
bagian permukaanya dimungkinkan karena akibat pemakaian yang terus
menerus. Brian M. F. (1994:291) menyebutkan inovasi-inovasi dalam
pembuatan alat dari tulang tersebut menjadikan para pemburu mulai lebih
banyak berburu hewan-hewan yang lebih buasataubahkan yang susah
ditangkap.  Kerangka manusia juga ditemukan namun keadaannya tidak
lengkap karena dikubur secara in situ secara terlipat dengan dagu menempel
pada lutut.
3.    Kapak Genggam Sumatra
Kebudayaan ini berasal dari Hoabinh lalu menyebar dari Asia Tenggara
menuju Indonesia. Kebudayaan masyarakat Hoabinh ditemukan dalam gua-
gua di sekitar pegunungan Leuser. Kebudayaan ini menghasilkan produk
artefak litik krakal. Alat ini dikenal sebagai Sumatralith atau batu Sumatra.
Sejumlah alat batu yang di Indonesia dikenal dengan istilah Sumatralith
adalah kapak genggam Sumatra. Di Indonesia kapak Sumatra ditemukan
tersebar dari timur Sumatra utara ke Aceh.
E.  Ras Pokok
Teknologi pembuatan alat yang semakin canggih menyebabkan penduduk
dunia dapat berpindah kelingkungan-lingkungan yang lebih beranekaragam. Hal
ini menjadikan fisik manusia menjadi kurang kuat, dan sebaliknya mendorong
pertumbuhan kearah muka dan gigi yang lebih kecil, berkembangnya otak yang
lebih besar dan kompleks (William A. Haviland, 1988:264).
Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras manusia seperti yang kita kenal sudah
mulai ada di Indonesia dan sekitarnya. Terutama ada dua ras yang terdapat
di Indonesia pada zaman mesolitikum ini.Pertama adalah ras Australomelanesid.
Ras ini memiliki tinggi badan yang bervariasi nan cenderung besar. Tengkorak
relatif kecil, dengan dahi agak miring. Bagian pelipisnya tidak membulat benar.
Tengkoraknya lonjong atau sedang dan bagian kepala tengkoraknya menonjol
seakan-akan sanggul. Dinding samping tengkorak hampir tegak lurus. Lebar
mukanya sedang dengan rahang masuk kedalam. Alat pengunyah berupa gigi
besar dan kuat.
Ras kedua adalah ras Mongolid. Ras ini variasi tinggibadannya tidak selebar dan
setinggi ras Australomelanesid. Tengkoraknya bundar atau sedang dengan isi
tengkorak rata-rata lebih besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya
biasanya memanjang dan berbentuk persegi. Mukanya lebar dan datar (arah
mukanya dalam ke belakang) dengan hidung sedang atau lebar.
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berakhirnya zaman es menimbulkan perubahan fisik yang
drastis untuk habitat manusia. Permukaan air laut naik,
vegetasi berubah, dan kawanan binatang menghilang dari
banyak daerah. pada zaman ini mausia lebih banyak
bergantung pada hasil laut dan vegetasi, sehingga lebih banyak
menetap, terutama di daerah dekat sumber vegetasi dan air
yang menyediakan sumber makanan. Hal ini dibutikan dengan
adanya penemuan-penemuan peralatan zaman mesolitikum di
pada abris sour roche dan kjokkenmoddinger,Teknologi dan
kebiasaan hidup manusia mulai mencerminkan hubungannya
dengan lingkungan tertentu.Teknologi yang semakin canggih
juga mempengaruhi bentuk fisik manusia yang menjadi
kurang kuat. Di Indonesia sendiri dikenal duaras yang terdapat
pada zaman mesolitikum, yakni ras Australomelanesid dan
ras Mongoloid.
Sekian dan
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai