Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TENTANG

SEJARAH ZAMAN MESOLITIKUM

Disusun Oleh :
BERTAFARA PUSPITA

SMK KESEHATAN BANTUL


Tahun Pelajaran 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Zaman prasejarah adalah zaman dimana manusia belum mengenal tulisan. Zaman ini
dimulai sejak adanya kehidupan manusia di bumi. Sehingga pada zaman prasejarah ini sama
sekali tidak ditemukan bukti-bukti tulisan pada benda-benda peninggalannya. Masa ini
berakhir ketika manusia mengenal tulisan. Di Indonesia sendiri masa prasejarah ini berakhir
pada sekitar tahun 1879 dengan ditemukannya Prasasti Yupa di Kalimantan Timur.
Zaman mesolitikum atau zaman batu tengah/madya terjadi sekitar 10.000 tahun S.M.,
setelah masa paleolitikum berakhir. Pada zaman ini manusia purba mulai hidup berburu dan
mengumpulkan makanan (food ghatering) yang terdapat di alam dengan alat dan teknologi
yang lebih baik dari zaman paleolitik. Di Indonesia sendiri mulai timbul usaha-usaha untuk
bertempat tinggal di gua-gua alam walaupun belum sepenuhnya menetap, karena hidupnya
masih sangat bergantung pada alam. Tidak menutup kemungkinan jika manusia pada zaman
ini sudah bercocok tanam secara sederhana. Pada zaman ini juga mulai tampak kegiatan-
kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang belum pernah dicapai pada masa-masa
sebelumnya. Zaman mesolitikum merupakan zaman dimana berburu menjadi tidak begitu
dominan lagi, sedangkan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan hasil laut menjadi semakin
penting. Perkembangan-perkembangan ini menandai berakhirnya zaman paleolitikum dan
mulainya zaman mesolitikum, atau zaman batu madya.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana keadaan lingkungan pada zaman mesolitikum?
2.    Bagaimana corak kehidupan manusia pada zaman mesolitikum?
3.    Bagaimana keadaan tempat tinggal manusia pada zaman mesolitikum?
4.    Bagaimana perkembangan pembuatan artefak oleh manusia purba pada zaman
mesolitikum?
5.    Bagaimana perkembangan manusia purba zaman mesolitik dan ras
manusia purba apa saja yang mendiami Indonesia?
C.  Tujuan
1.    Mendiskripsikan keadaan lingkungan pada zaman mesolitikum.
2.    Mengetahui corak kehidupan manusia pada zaman mesolitikum.
3.    Menganalisis tempat tinggal manusia purba pada zaman mesolitikum.
4.    Mengetahui perkembangan pembuatan artefak oleh manusia purba pada zaman
mesolitikum.
5.    Menganalisis perkembangan manusia purba zaman mesolitik dan mengetahui ras
manusia purba yang mendiami Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  KeadaanLingkungan
Perubahan penting yang terjadi pada awal zaman mesolitikum (menjelang 10.000
SM)adalah berubahnya iklim yang mendatangkan perubahan-perubahan pada habitat
manusia. Perubahan dari musim dingin kemusim panas menyebabkan naiknya permukaan air
laut yang kemudian menenggelamkan beberapa daratan rendah ,termasuk Paparan Sunda dan
Paparan Sahul. Fenomena ini menyebabkan terputusnya hubungan antara Kepulauan
Indonesia dengan Daratan Asia Tenggara.
Perubahan iklim ini juga menghilangkan  bahkan memunahkan kawanan binatang
yang menjadi sumber makanan pada zaman sebelumnya. Dengan demikian, manusia terpaksa
harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. D. G. Bates (1990:78) menyebutkan
“Variation, wheter biological or behavioral, is the key to the process of adaptation ….  The
recognition of variability draws attention to the process of selection among choices-the
process of decision making. It encourages researchers to try to predict how individuals would
behave under specific circumstances”.Keadaan tersebut menjadikan perburuan secara
kooperatif dan besar-besaran tidak lagi produktif (W. A. Haviland, 1988:263). Di
sisilain, sumber makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan menjadi lebih berlimpah dari
pada sebelumnya.[R1 ] Munculnya perairan baru juga setalitigauang menghasilkan ikan dan
makanan lain di tepidanau, teluk, dan sungai. Para manusia purba di masa ini pun merespon
fenomena ini dengan mengembangkan cara-cara baru dan cerdik untuk menangkap dan
membunuh binatang. Mereka juga mulai mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan
liar.

B.  Corak Hidup
Cara hidup manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
masih dipengaruhi cara hidup pada masa sebelumnya. Faktor-faktor alam masih sangat
berpengaruh dalam menentukan cara hidup mereka sehari-hari. Mereka hidup dengan berburu
binatang di dalam hutan dan mengumpulkan makanan di lingkungan sekitarnya.
Pada teknologi alat-alat kebutuhan hidup tampak kelanjutan tradisi alat batu dan
tulang. Pembuatan alat batu ini menghasilkan kapak genggam Sumatra dan kapak pendek.
Alat serpih-bilah dan tulang menjadi alat bantu penghidupan yang makin meningkatkan
teknologi pembuatannya. Jenis-jenis alat terakhir ini menunjukan teknik pembuatannya yang
semakin rumit dan halus. Teknologi ini terutama ditemukan pada konteks alat toala di
Sulawsi Selatan. Ditempat ini banyak dihasilkan mikrolit, mata panah bersayap atau
bergerigi, serpih-bilah bergerigi, lancipan tebal satu sisi, dan lancipan munduk. Alat-alat
tersebut menunjukan adanya perburuan terhadap hewan-hewan kecil.
Pada masa ini dimungkinkan sekali pembuatan alat-alat dari bahan bambu. Diduga
bahwa bambu memegang peran penting dalam masa ini. Karena bambu dapat dijadikan alat-
atat untuk berburu. Selain itu bambu juga dimungkinkan untuk membersihkan umbi-umbian
dari sisa-sisa tanah yang masih menempel.
Pada masa ini manusia mulai menemukan api. Api digunakan untuk menghangatkan
tubuh dan membakar hewn buruan. Penemuan api dan perkembangan ilmu pertanian
merupakan proses pembaruan yang membentuk dasar kebudayaan. Penggunaan api oleh
manusia tidak hanya menandai awal kehidupan sosial namun juga menghasilkan teknologi
baru yang saling berhubungan.
Dalam bidang pertanian menusia zaman ini melakukan penanggalan karbon.
Penanggalan ini ditemukan dallam beberapa situs gua di Indonesia. Hasil penaggalan
karbon [R2] menunjukan munculnya domestikan tanaman berupa padi  yang dibuktikan di
situs Gua Ulu Leang 1 Maros (Sulawesi Selatan) . buktinya berupa bulir-bulir padi dan skam
yang berorientasi pada  sekitar tehun 2160-1700SM.Kehadiran alat-alat batu,tulang dan
gerabah memberikan bukti yang mendukung bahwa alat-alat tersebut mempunyai kaitan yang
erat dengan kegiatan pertanian awal dan sebelumnya.
Bercocok tanam [R3] dilakukan dengan cara yang sederhana dan dilakukan secara
berpindah-pindah menurut keadaan kesuburan tanah. Di sini mereka menanam umbi-umbian
karena belum mengenel cara-cara penanaman biji-bijian. Setelah musim panen selesai lahan
pertanian yang mereka buat akan ditinggalkan. Kemudian mereka berpindah ketempat tinggal
yang baru. Pada suatu saat mereka akan kembali lagi ketempat yang pernah ditinggalkannya.
Bahan makanan lain juga di kumpulkan dari daerah sekitar mereka tinggal. Mereka
makan kerang, siput dan ikan. Ini dibuktikan dengan adanyapenemuan kulit kerang,siput, dan
duri ikan dalam gua.
Kegiatan pertanian umumnya selalu dikaitkan dengan usaha-usaha penjinakan hewan.
Data ekskavasi menunjuksn bahwa usaha penjinakan hewan telah dilakukan. Di Gua
Cakondo ditemukan gigi anjing. Ini merupakan salah satu bukti tentang upaya penjinakan
hewan.

C.  Tempat Tinggal
Adanya alat-alat yang lebih canggih memudahkan mereka untuk memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan danhasil laut sebagai sumber kehidupan. Oleh sebab itulah kebiasaan
berburu sudah tidak menjadi sama pentingnya seperti pada zaman sebelumnya. Mereka mulai
tinggal menetap di daerah yang dekat dengan lokasi pantai maupun vegetasi yang
ketersediaan makananannya relatif konstan. Selanjutnya mereka mulai menjinakkan hewan
dan bercocok tanam secara sederhana.William A. Haviland (1988:264) menyebutkan
bahwasanya zaman mesolitikum merupakan zaman yang lebih sedenter (menetap) bagi
manusia dibandingkan zaman sebelumnya. Tempat tinggal mereka pada masa ini lebih kuat
yang menandakan bahwasanya tempat tinggal mereka lebih permanen. Namun, pada masa ini
manusia masih belum menetap sepenuhnya. Sebab suatu saat tempat tinggal itu akan
ditinggalkan jika sekiranya tempat itu tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka
(Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010:141). Pada umumnya manusia zaman
mesolitikum menempati gua-gua dan tepi pantai sebagai tempat tinggal mereka.
1.    Abris sour roche
Gua yang dijadikan tempat tinggal pada zaman mesolitikum ini dinamakan abris sour
roche. Gua-gua ini dipilih dengan mempertimbangkan letak jauh dekatnya dari sumber air,
dapat melindungi diri dari hewan-hewan buas serta ketersediaan makanan.
“Penyelidikan pertama abris sour roche dilakukan oleh van Stein Callenfels di Gua
Lawa Sampung (Ponorogo, Madiun)dari tahun 1928-1931. Alat-alat yang ditemukan di situs
ini antara lain: ujung panah, flakes, dan batu penggilingan. Bagian terbesar dari alat yang
ditemukan itu merupakan alat dari tulang, sehingga muncul istilah Sampung bone-culture”(R.
Soekmono, 1973:41).
Selama bertempat tinggal di dalam gua mereka membuat alat–alat yang mampu
membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari. Alat alat yang mereka buat antara lain kapak
genggam, pisau dari tanduk, sundip tulang dan penggaruk dari kerang(digunakan untuk
membersihkan umbi-umbian).
Di daerah Bojonegoro ada beberapa abris sour roche terutama dari kerang dan tulang.
Di pulau Timor dan Roti ditemukan juga alatberupa ujung panah, di sana juga
ditemukan flake-culture. Ujung panah itu kebanyakan dibuat dari batu indah seperti jaspis
dan chalcedon. Semua alat yang menggunakan ujung panah ini bertangkai pada pangkalnya.
Flakes juga ditemukan di Bandung.Semua flakes di daerah ini terbuat dari batu
kecil yang dikenalsebagaimicrolith. Microlith yang dimaksudadalah batu-batu kecil yang
berbentuk geometris.Flakes Bandung dan Kerinci merupakan inti dari flake-culture.
Selain membuat alat kebutuhan sehari-hari mereka juga melukiskan sesuatu di
dinding gua. Lukisan ini di buat dengan cara menggores pada dinding-dindingnya atau juga
menggunakan cat yang berwarna merah, hitam, atau putih. Lukisannya berupa cap tangan
dengan cara merentangkan jari-jari tangan di permukaan atau di dinding-dinding gua atau
dapat pula berupa gambaran suatu pengalaman, perjuanagan dan harapan hidup. Sumber
inspirasi lukisan ini adalah kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan demikaian lukisan-lukisan di gua itu menggambarkan kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat kala itu. Lukisan ini menggambarkan jika pada masa itu manusia purba
sudah hidup secara berkelompok. Banyak sedikitnya kelompok dapat diketahui dari besarnya
gua.

2.    Kjokkenmoddinger
Selaintinggal di gua-gua, manusia purba zaman mesolitikum juga tinggal di tepi
pantai. Hal ini dibuktikan dengan adanya kjokkenmoddinger yang menjadi corak kebudayaan
yang istimewa dari zaman mesolitikum. Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark
yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah,
sehingga kjokkenmoddinger dapat diartiakan sebagaisampah dapur.
Manusia yang tinggal di tepi pantai ini mengandalkan hasil laut sebagai sumber
kehidupan, terutama kerang dan siput. Soekmono (1973:39) menyebutkan “kulit-kulit siput
dan kerang yang dibuang itu selama waktu yang bertahun-tahun…akhirnya menjelmakan
bukit kerang yang beberapa meter tinggi dan lebarnya itu. Bukit-bukitinilah yang
dinakaman kjokkenmoddinger”.Dari hasil pengamatan kebudayaan kkjokenmodinger itu
dapat disimpulkan bahwasanya“kehidupan manusia waktu itu pada taraf berburu dan
mengumpulkan makanan perairan laut atau food gathering … Dengan demikian zaman
mesolitikum lebih maju dibanding dengan zaman paleolitikum”(Anwar Sari, 1995:51).
Kjokkenmoddinger banyak ditemukan di sepanjang pantai Sumatra Utara  antara
Langsa di anatara Medan dan Aceh. Bukti itu menunjukan adanya manusia yang tinggal
dalam rumah-rumah bertonggak di sepanjang pantai.
Dalam bukit-bukit kerang ini ditemukan kapak genggam yang berbeda
dari chopper pada zaman paleolitikum. Kapak genggam zaman mesolitikum antara lain
disebut pebble dan kapak Sumatra. Kapak ini dibuat dari batu kali yang dipecah. Sisi luarnya
tidak diapa-apakan sedangakan sisi dalamnya dikerjakan lebih halus, sesuai dengan
keperluannya.
Di zaman ini juga ditemukan kapak pendek (hache courte). Kapak pendek berbentuk
setengah lingkaran. Cara pembuatannya seperti pembuatan kapak genggam yaitu dengan
memecah, memukul batu namun tidak diasah. Sisi tajamnya berada pada sisi yang lengkung.
Selain itu ditemukan pula benda yang disebut pipisan (batu penggiling beserta landasannya).
Pipisan tidak hanya digunakan untuk menggiling makanan, namun juga untuk menghaluskan
bahan pembuat cat mereh. Cat merah ini mungkin digunakan untuk melukis manusia purba di
dinding gua tempat ia tinggal atau mungkin sebagai sarana spritual.

D.  Artefak
Budaya diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari(Rogger M.
Keesing,1989:68).Begitu pula munculnya beragamperalatan, yang digunakan untuk
memudahkan manusia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, merupakan bagian dari
himpunan pengalaman manusia yang dipelajari dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Pada
zaman ini manusia memiliki ketergantungan yang lebih besar terhadap  inteligensi dan buka
pada besarnya tubuh. Bersamaan dengan pemikiran yang semakin modern, maka
berkembanglah pemikiran yang konseptual. Hal ini dibuktikan dengan adanya artefak-artefak
yang semakin canggih, bervariasi, dan bersifat khusus dari zaman sebelumnya. Meighan
(1966:-) menyebutkan“… he showed sophistication in that he produced compound
tools, … to utilize one material for one setof physicalqualities and another material for a
different set of properties”.Alat-alat menjadi semakin ringan dan kecil, yang menghemat
bahan baku. Artefak-artefak tersebut dikhususkan sesuai dengan daerah dan fungsinya. Alat-
alat yang kasar tidak lagi dibuat. Sebagai gantinya, dibuatlah alat-alat yang efektif untuk
mendayagunakan kondisi padang rumput, hutan dan pantai dengan lebih baik.
Berdasarkan alat-alat yang ditemukan dari tempat tinggal manusia zaman
mesolitikum, maka tradisi pokok pembuatan alat-alat di Indonesia pada zaman mesolitikum
dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yakni: kebudayaan pebble (pebble
culture) yang banyakditemukan di kjokkenmoddinger; dan kebudayaan tulang (bone
culture) serta kebudayaan serpih bilah (flake culture) yang banyak ditemukan di abris sous
roche.

1.    Serpih-bilah
Pembuatan serpih bilah pada zaman mesolitikum lebih maju dari zaman paleolitikum
penggunaannya juga lebih kompleks. Salah satu alat khas zaman ini adalah alat mikrolit yang
berbentuk geometris. Batu yang dipakai untuk membuat alat ini antara lain: kalsedon, andesit,
dan batu gamping. Tradisi serpih bilah terutama berlangsung dalam kehidupan digua
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.
“Heekeren melakukan ekskafasi di Leang Karassa disebelah timur Maros Desa
Patanulang AsuE. Disini ditemukan alat-alah bilah, penggaruk, pisau, alat tusuk, dan alat-alat
batu bergerigi. Disini tidak ditemukan mata panah bersayap tetapi sejumlah alat batu yang
berkerah berbentuk sederhana. Temuan ini digolongkan sebagai salah satu kelompok tradisi
serpih bilah tertua dari rumpun toala” (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010:156).

2.    Alat Tulang
Temuan alat tulang yang paling terkenal di Jawa adalah Goa Lawa, dekat Sampung.
Di lapisan bawah gua ini banyak ditemukan alat-alat dari tulang. Alat-alat tersebut antara lain
lancipan, belatik dari tanduk, sundip tulang, dan beberapa mata kail. Disini juga ditemukan
batu pipisan yang halus pada bagian permukaanya dimungkinkan karena akibat pemakaian
yang terus menerus. Brian M. F. (1994:291)menyebutkan inovasi-inovasi dalam pembuatan
alat dari tulang tersebut menjadikan para pemburu mulai lebih banyak berburu hewan-hewan
yang lebih buasataubahkan yang susah ditangkap.  Kerangka manusia juga ditemukan namun
keadaannya tidak lengkap karena dikubur secara in situ secara terlipat dengan dagu
menempel pada lutut.

3.    Kapak Genggam Sumatra


Kebudayaan ini berasal dari Hoabinh lalu menyebar dari Asia Tenggara menuju
Indonesia. Kebudayaan masyarakat Hoabinh ditemukan dalam gua-gua di sekitar pegunungan
Leuser. Kebudayaan ini menghasilkan produk artefak litik krakal. Alat ini dikenal sebagai
Sumatralith atau batu Sumatra. Sejumlah alat batu yang di Indonesia dikenal dengan istilah
Sumatralith adalah kapak genggam Sumatra. Di Indonesia kapak Sumatra ditemukan tersebar
dari timur Sumatra utara ke Aceh.

E.  Ras Pokok
Teknologi pembuatan alat yang semakin canggih menyebabkan penduduk dunia dapat
berpindah kelingkungan-lingkungan yang lebih beranekaragam. Hal ini menjadikan fisik
manusia menjadi kurang kuat, dan sebaliknya mendorong pertumbuhan kearah muka dan gigi
yang lebih kecil, berkembangnya otak yang lebih besar dan kompleks (William A. Haviland,
1988:264).
Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras manusia seperti yang kita kenal sudah mulai
ada di Indonesia dan sekitarnya. Terutama ada dua ras yang terdapat di Indonesia pada zaman
mesolitikum ini.
Pertama adalah ras Australomelanesid. Ras ini memiliki tinggi badan yang bervariasi
nan cenderung besar. Tengkorak relatif kecil, dengan dahi agak miring. Bagian pelipisnya
tidak membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dan bagian kepala tengkoraknya
menonjol seakan-akan sanggul. Dinding samping tengkorak hampir tegak lurus. Lebar
mukanya sedang dengan rahang masuk kedalam. Alat pengunyah berupa gigi besar dan kuat.
Ras kedua adalah ras Mongolid. Ras ini variasi tinggibadannya tidak selebar dan
setinggi ras Australomelanesid. Tengkoraknya bundar atau sedang dengan isi tengkorak rata-
rata lebih besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya biasanya memanjang dan
berbentuk persegi. Mukanya lebar dan datar (arah mukanya dalam ke belakang) dengan
hidung sedang atau lebar.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berakhirnya zaman es menimbulkan perubahan fisik yang drastis untuk habitat
manusia. Permukaan air laut naik, vegetasi berubah, dan kawanan binatang menghilang dari
banyak daerah. pada zaman ini mausia lebih banyak bergantung pada hasil laut dan vegetasi,
sehingga lebih banyak menetap, terutama di daerah dekat sumber vegetasi dan air yang
menyediakan sumber makanan. Hal ini dibutikan dengan adanya penemuan-penemuan
peralatan zaman mesolitikum di pada abris sour roche dan kjokkenmoddinger, Teknologi dan
kebiasaan hidup manusia mulai mencerminkan hubungannya dengan lingkungan
tertentu.Teknologi yang semakin canggih juga mempengaruhi bentuk fisik manusia yang
menjadi kurang kuat. Di Indonesia sendiri dikenal duaras yang terdapat pada zaman
mesolitikum, yakni ras Australomelanesid dan ras Mongoloid.

B.  Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempruna. Oleh sebab
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai