Anda di halaman 1dari 10

Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara

1.

Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan


Merupakan suatu masa ketika manusia purba mengumpulkan makanan yang
dibutuhkan oleh mereka untuk bertahan hidup dengan berburu dan
mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam. Masa berburu dan
mengumpulkan makanan terjadi pada masa Paleolithikum atau zaman batu tua.
Manusia purba pada masa itu sangat bergantung pada sumber daya alam.
ciri-ciri masyarakatnya :
Hidupnya selalu berpindah-pindah tempat atau nomaden.
Hidup dalam kelompok-kelompok kecil agar memudahkan mereka
bergerak dalam mencari makanan.
Hidupnya sangat tergantung pada alam sekitar mereka.
Masih menggunakan alat-alat yang sangat sederhana untuk mendukung
kegiatan mereka mencari makan. Alat yang dibuat masih dalam bentuk
yang sangat kasar, contohnya kapak genggam yang berfungsi untuk
memotong, menggali dan menguliti binatang.
Masih menggunakan bahasa yang sederhana untuk berkomunikasi.

Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut masyarakatnya sudah mempunyai
kemampuan tambahan seperti : Mampu membuat api, mulai mengenal cara
memasak makanan, semi-nomaden artinya tinggal cukup lama di suatu tempat.

2.Masa berburu dan meramu tingkat lanjutan

Masa berburu dan meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen.
Corak kehidupan masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut terpengaruh
pada masa sebelumnya. Kehidupan mereka masih bergantung pada alam.
Mereka hidup dengan cara berburu binatang di dalam hutan, menangkap ikan,
dan dengan mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian, buah-buahan, bijibijian, dan daun-daunan.Alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu
misalnya kapak genggam, flake, dan alat-alat dari tulang. Pada masa tersebut
juga dikenal gerabah yang berfungsi sebagai wadah. Pola bermukim mereka
mulai berubah dari nomaden menjadi semesedenter. Ketika masyarakat berburu
dan meramu tingkat lanjut telah mampu mengumpulkan makanan dalam jumlah
yang cukup banyak, mereka mulai lebih lama mendiami suatu tempat.
Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan
mengawetkan makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara

dijemur setelah terlebih dahulu diberi ramuan. Mereka bertempat tinggal di guagua (abris sous roche). Mereka memilih gua yang letaknya cukup tinggi di
lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas. Karena
perhatian wanita ditujukan kepada lingkungan yang terbatas, maka mereka
mampu memperluas pengetahuannya tentang seluk-beluk tumbuh-tumbuhan
yang dapat dibudidayakan. Secara alami masyarakat ini telah mengenal
bercocok tanam, meskipun masih dalam taraf yang sangat sederhana dan
dilakukan secara berpindah-pindah.Mereka membuka lahan dengan cara
menebang hutan, membakar dan membersihkannya. Setelah tidak subur lagi
tanah tersebut mereka tinggalkan untuk mencari lahan baru yang subur.
Kehidupan semisedenter memberikan banyak waktu luang bagi manusia
pendukung masa ini. Waktu luang tersebut mereka gunakan untuk membuat
alat-alat dari batu dan tulang serta membuat lukisan pada dinding-dinding gua.
Lukisan-lukisan mereka berwujud seperti cap telapak tangan, babi, kadal,
perahu, menggambarkan kegiatan berburu yang berhubungan dengan
kepercayaan, yaitu penghormatan terhadap nenek moyang, upacara kesuburan,
dan keperluan perdukunan.

3.Masa bercocok tanam

Pada masa ini manusia purba sudah mampu melakukan kegiatan bertani dan
berternak. Mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah tetapi sudah mulai
menetap dan tinggal di perkampungan kecil yang biasanya dekat dengan sumber

air. Masa ini di perkirakan terjadi pada zaman mesolithikum. Pada masa ini
manusia purba masih belum mengerti sistem irigasi, karena itu tanah pertanian
mereka masih sangat tergantung pada kesuburan tanah alami dan air hujan
seperti sistem pertanian tadah hujan dan ladang yang berpindah-pindah .
Pada masa bercocok tanam tingkat lanjut manusia purba sudah menetap dan
tinggal dalam suatu kelompok menyerupai sebuah kampung. Mereka sudah bisa
membuat alat-alat untuk menggosok peralatan dari batu sampai halus. Alat batu
yang biasa di gunakan pada masa ini adalah beliung persegi, belincung dan
kapak. Sistem kepercayaan yang ada pada masa bercocok tanaman terbagi
menjadi dua yaitu Animisme atau kepercayaan bahwa semua yang ada di bumi
baik itu hidup atau mati mempunyai roh dan Dinamisme.

4.Masa Perundagian

Kehidupan masyarakat pada masa ini sudah sangat teratur dan sudah menetap
secara permanen atau tinggal dalam sebuah kampung. Mata pencaharian utama
mereka adalah bertani dan bertenak, perdagangan juga sudah dikenal pada masa
ini dengan cara sistem barter.
Hasil-hasil kebudayaan juga sudah berkembang sangat pesat. Zaman
perundagian juga biasa di kenal dengan zaman logam karena adanya
kemampuan pada masyarakat Indonesia dalam pengelolaan logam. dan banyak
barang-barang yang digunakan terbuat dari bahan logam. Pada masa ini
manusia sudah bisa membuat perhiasan dari bahan logam seperti cincin.

5.Sistem Kepercayaan

K
epercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya sendiri saja, akan tetapi pada
benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitarnya. Berdasarkan
keyakinan tersebut, manusia menyadari bahwa makhluk halus atau roh itu
memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yaitu sifat yang membawa
kebaikan dan sidat yang mendatangkan keburukan.
Jika diperhatikan, lukisan-lukisan yang terdapat di gua-gua tidak hanya
mempunyai nilai estetika, tetapi juga mengandung makna etika magis. Beberapa
ahli menyimpulkan bahwa cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah
memiliki arti kekuatan atau perlindungan dari roh-roh jahat.
Seperti terdapat pada beberapa lukisan di Papua mempunyai kaitan dengan
upacara penghormatan nenek moyang, meminta hujan dan kesuburan, serta
memperingati suatu peristiwa yang sangat penting. Adanya keyakinankeyakinan itulah yang kemudian mendorong berkembang beberapa kepercayaan
di Indonesia, diantaranya animisme, dinamisme dan totemisme.
Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Awal
munculnya kepercayaan animisme ini didasari oleh berbagai pengalaman dari
masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada daerah di sekitar tempat tinggal
terdapat sebuah batu besar.

Masyarakat yang melewati batu besar tersebut mendengar keganjilan seperti


suara minta tolong, memanggil namanya, dan lain-lain. Namun begitu dilihat
mereka tidak menemukan adanya orang atau apapun. Peristiwa tersebut
kemudian terus berkembang hingga masyarakat menjadi peracaya bahwa batu
yang dimaksud mempunyai roh atau jiwa.
Dinamisme adalah suatu kepercayaan dengan keyakinan bahwa semua benda
mempunyai kekuatan gaib, misalnya gunung, batu, dan api. Bahkan bendabenda buatan manusia seperti patung, tombak, jimat dan lain sebagainya.
Totemisme merupakan keyakinan bahwa binatang tertentu merupakan nenek
moyang suatu masyarakat atau orang tertentu. Binatang yang dianggap nenek
moyang antara masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Biasanya
binatang nenek moyang tersebut disucikan, tidak boleh diburu dan dimakan,
kecuali untuk upacara tertentu.
Kepercayaan animisme dan dinamisme menjadi kepercayaan asli bangsa
Indonesia sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Indonesia. Dalam
kehidupan keagamaan di Indonesia, kedua kepercayaan itu sudah berakar kuat.
Salah satu aspek yang dapat dikaitkan dengan kedua kepercayaan tersebut
adalah berupa peninggalan-peninggalan zaman megalitikum.
Menhir atau arca, merupakan lambang dan tahta persemayaman roh leluhur.
Kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Dolmen dan punden berundak berkaitan dengan aktivitas
upacara, karena dolmen digunakan sebagai tempat sesaji, sedangkan punden
berundak digunakan untuk tempat upacara.

6.Kesenian
Zaman prasejarah adalah zaman ketika manusia belum meninggalkan bukti
tertulis. Sedangkan zaman sejarah adalah zaman ketika manusia telah mengenal
tulisan. Kedua zaman ini dapat ditemukan dengan cara yang berbeda. Misalnya
pada zaman prasejarah tidak meninggalkan benda-benda hasil kebudayaan
manusia. Maka untuk mengetahuinya para ahli sejarah melakukan penelitian
dengan cara :
1. Melakukan ekskavasi untuk menemukan peninggalan budaya yang tertanam
di tanah
2. Mempelajari kehidupan suku-suku terasing pada waktu sekarang yang masih
hidup seperti di zaman nenek moyang manusia

Sejarah Senirupa Indonesia Zaman prasejarah secara garis besar terbagi atas
zaman batu dan zaman logam. Karya-karya seni rupa yang diciptakan pada
masa itu umumnya sebagai media upacara dan bersifat simbolis. Seni rupa
zaman prasejarah dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Sejarah Seni rupa Indonesia zaman batu :

Pada zaman batu, peralatan yang digunakan dibuat dari batu.


Urutan Jaman Prasejarah Zaman batu terbagi atas :
Zaman Paleolitikum ( Batu Tua ) : Manusia Nomaden
Zaman Mesolitikum (Batu Tengah) : Manusia Tinggal di Goa
Zaman Neolitikum ( Batu Muda) : Manusia tinggal menetap mendirikan rumah
kayu.
Zaman Megalitikum (Batu Besar) : Manusia pada saat itu Mengenal Pemujaan.
Sejarah Senirupa Indonesia Zaman Prasejarah pada zaman Batu tersebut bisa
dikelompokkan sebagai berikut.
1) Seni bangunan

Pada zaman Megalithikum banyak menghasilkan bangunan dari batu yang


berukuran besar, seperti
punden, dolmen, sarkofagus, dan meja batu.
2) Seni patung

Seni patung Peninggalan zaman Neolithikum berupa patung - patung


penggambaran leluhur yang terbuat dari kayu dan batu. Peninggalan zaman
Megalithikum, berupa patung-patung berukuran besar.
3) Seni lukis

Peninggalan zaman Mesolithikum berupa lukisan cap jari dan lukisan yang
menggambarkan perburuan binatang yang ditempatkan pada dinding-dinding
gua. Pada zaman Neolithikum dan Megalithikum, lukisan diterapkan pada
bangunan, benda-benda kerajinan, dan hiasan ornamen.

Seni rupa zaman logam (zaman perunggu)

Pada zaman logam, peralatan yang dibuat dan digunakan berasal dari benda
logam. Peninggalan zaman logam berupa benda-benda kerajinan dari perunggu,
sepertiganderang, kapak, bejana, patung, dan perhiasan. Karya seni tersebut
dibuat dengan teknik cor (cetak), yang dikenal dengan teknik bivalve (tuang
berulang) dan teknik a cire perdue (tuang sekali pakai).

7.Pelayaran

Dalam pelayaran manusia prasejarah sudah mengenal arah mata angin dan
mengetahui posisi bintang sebagai penentu arah (kompas).

8. Ilmu Pengetahuan

Sebelum pengaruh Hindu-Budha, masyarakat praaksara khusunya Indonesia


telah mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga mengenal ilmu astronomi
(ilmu perbintangan) sebagai petunjuk arah dalam pelayaran atau sebagai
petunjuk waktu dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, mereka telah dapat
mengetahui secara teratur waktu bercocok tanam, panen, atau saat yang tepat
untuk berlayar dan menangkap ikan.

Anda mungkin juga menyukai