Anda di halaman 1dari 23

BUDHA)

  01.21.00    Sriyanto

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terkenal dengan keanekaragaman


dan keunikannya. Terdiri dari berbagai suku bangsa, yang mendiami belasan ribu
pulau yang tidak terlepas dari pengaruh budaya luar , salah satunya pengaruh
pengaruh budaya India. Kebudayaan India masuk ke Indonesia pada saat Indonesia
masih mengalami masa pra-sejarah. Masuknya kebudayaan India  sekaligus
menandai berakhirnya masa pra-sejarah dan mulai membawa bangsa Indonesia ke
jaman sejarah, karena sejak itu bangsa kita mulai mengenal tulisan .

Pengaruh hindu-budha ini dapat terlihat dari berbagai macam peninggalan-


peninggalan yang terkenal hampir disetiap pulau-pulau di Indonesia yang kini
menjadi kebanggaan terpisah bagi bangsa ini yang berasal dari berbagai kerajaan
Hindu-Budha yang merupakan cikal bakal terbentuknya bangsa ini. Dengan
hadirnya kebudayaan India di Indonesia banyak sekali aspek yang dipengaruhiinya
antara lain seni, agama, tradisi, bangunan dan lain-lain.

Sebagai generasi penerus bangsa pertama kita wajib siaga sejarah bangsa
ini. Sehingga orang yang merasa perlu untuk menyusun makalah ini agar dapat
membantu dan memudahkan pembaca untuk melihat sejarah dan pengaruh
kebudayaan India di Indonesia.

  BAB II

PEMBAHASAN

 A. Pengaruh Budaya India

Letak wilayah Indonesia yang strategis dan merupakan daerah penghasil


rempah-rempah membuat indonesia sering dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain
untuk melakukan perdagangan , salah satunya India. Bangsa India yang tadinya ke
Indonesia hanya diminta untuk berdagang ternyata membawa misi untuk agama .

Sambil menunggu angin musim yang baik, para pedagang India melakukan


interaksi dengan penduduk setempat, menjalin hubungan dagang, para
pedagang India membawa ajaran agama beserta kebudayaannya sehingga lebih lama
ajaran dan kebudayaan mereka berpengaruh terhadap penduduk setempat. Sejak
mulai sedikit demi sedikit pengaruh mulai masuk ke wilayah Indonesia dan terus
berkembang sampai sekarang.

1.1. Masuknya Kebudayaan Hindu ke Indonesia


Proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia disebut
penghinduan atau Hinduisasi. Berikut merupakan teori-terori masuknya
kebudayaan H indu ke Indonesia:

1.         Teori Brahmana

Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dibawa


oleh para kaum brahmana. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa di
Nusantara untuk mengajarkan agama kepada raja dan upacara-upacara keagamaan.

 Tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut adalah JC Van Leur. Ia menyatakan


bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia di bawa oleh brahmana, karena hanya
kaum brahmana yang berhak mengetahui dan memahami isi kitab suci
Weda. Pendapatnya ini juga berdasarkan pada pengamatannya terhadap sisa-sisa
peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama
pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa,
dimana bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa itu hanya melalui oleh para
brahmana. 
2.         Teori Ksatria

Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dibawa


oleh para kaum Ksatria atau para prajurit. Tokoh yang mengemukakan pendapat
tersebut adalah FDK Bosch. Menurut Teori ksatria, jaman dulu di India sering
terjadi perang. Kemudian para prajurit yang kalah banyak yang pergi meninggalkan
India. Banyak diantara mereka pergi ke wilayah nusantara. Mereka inilah yang
kemudian di wilayah agama dan kebudayaan hindu di wilayah nusantara.

3.     Teori Waisya

Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia di bawa
oleh para pedagang India yang berdagang di Indonesia dan kemudian mengajarkan
ajaran agama Hindu kependuduk setempat. Tokoh yang mengemukakan pendapat
tersebut adalah NJ Krom. Menurut NJ. Proses terjadinya hubungan antara India dan
Indonesia karena adanya hubungan perdagangan, sehingga orang-orang India
datang ke Indonesia sebagian besar adalah para pedagang. Perdagangan yang terjadi
pada saat itu menggunakan jalur laut dan teknologi perkapalan yang masih banyak
tergantung pada angin musim.

Hal ini mengakibatkan dalam proses tersebut, para pedagang India harus
menetap dalam kurun waktu tertentu sampai datangnya angin musim yang
memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Selama mereka menetap,
mendukung perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini
pengaruh kebudayaan Hindu menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.

4.         Teori Sudra
Teori ini mengatakan bahwa kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dibawa
oleh para kaum sudra, dalam hal ini adalah kaum-kaum terbawah. Tokoh yang
mengemukakan pendapat tersebut adalah Von Van Faber. Von Van Faber ini
menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang
India yang berkasta sudra. Alasannya karena mereka datang sebagai orang-orang
buangan dan hanya hidup sebagai budak sehingga mereka datang ke Indonesia
dengan tujuan untuk mengubah kehidupannya.

5.         Teori Arus Balik

 Teori ini mengatakan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia dibawa
oleh para pelajar (orang Indonesia) yang belajar atau mendalami agama Hindu di
India kemudian setelah mereka menempuh pendidikan. L alu mereka pulang dan
mengajar (menyebarluaskan) ajaran Hindu kepada penduduk setempat.

Teori ini di kemukakan oleh FDK Bosch. Ia mengemukakan peran bangsa


Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama hindu. Penyebaran
budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan
para pedagang India, di Indonesia terbentuk masyarakat Hindu yang terdidik yang
di kenal dengan sangha. Mereka giat belajar bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan
budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu di
India. Sekembalinya ke Indonesia mengembangkan agama dan kebudayaan
tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak
keindonesiaan.

1.2   Masuknya Kebudayaan Budha ke Indonesia


Informasi paling tua tentang keberadaan Buddhisme di Indonesia yang pada
waktu itu belum meluas juga dari pengelana China bernama Fa Hsien (+/- 337 - 422
M), yang sekembalinya dari Ceylon (Sri Lanka) ke China pada tahun 414 Masehi
udah terdaftar di negeri yang bernama Ye-Po-Ti karena kapalnya rusak. Sekarang
tidak terlalu jelas apakah Ye-Po-Ti itu Jawa atau Sumatera. Ia menemukan banyak
orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme. Namun demikian,
sepertinya kondisi mulai berubah sesudah abad kelim, kerena penyebaran agama
Budha yang dilakukan Fa Hsien.

B. Kerajaan - Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha

1. KERAJAAN KUTAI

Sejarah

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang


memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4 . Kerajaan ini terletak
di Muara Kaman , Kalimantan Timur , tepatnya di hulu sungai Mahakam .

Yupa
Yupa atau prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-
4 . Ada tujuh buah yupa di Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi
sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa
tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu
adalah Mulawarman . Namanya disimpan dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana .

Mulawarman

Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama


Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa
Sanskerta bila dilihat dari cara siapnya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan
Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum
menganut agama Budha.

Aswawarman

Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri


dinasti Kerajaan Kutai yang diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk
keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah
Mulawarman.

Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada


masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa
keemasan. Wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh wilayah Kalimantan
Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.

Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurang
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.

Berakhir

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran
Anum Panji Mendapa . Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda
dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai
Lama ( Tanjung Kute ). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang terisi dalam
sastra Jawa Negarakertagama . Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan
Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara .

kerena penyebaran agama Budha yang dilakukan Fa Hsien.

B. Kerajaan - Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha


1. KERAJAAN KUTAI

Sejarah

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang


memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4 . Kerajaan ini terletak
di Muara Kaman , Kalimantan Timur , tepatnya di hulu sungai Mahakam .

Yupa

Yupa atau prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-


4 . Ada tujuh buah yupa di Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi
sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa
tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu
adalah Mulawarman . Namanya disimpan dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana .

Mulawarman

Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama


Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa
Sanskerta bila dilihat dari cara siapnya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan
Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum
menganut agama Budha.

Aswawarman
Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri
dinasti Kerajaan Kutai yang diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk
keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah
Mulawarman.

Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada


masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa
keemasan. Wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh wilayah Kalimantan
Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.

Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurang
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.

Berakhir

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran
Anum Panji Mendapa . Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda
dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai
Lama ( Tanjung Kute ). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang terisi dalam
sastra Jawa Negarakertagama . Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan
Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara .

2. KERAJAAN TARUMANEGARA

Sumber Sejarah
     Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal adalah Purnawarman . Pada
tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga ( Kali
Bekasi ) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu
mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada
kaum brahmana .

     Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Lima di Bogor , satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-
prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai
tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati
(wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan
Salakanagara .

Prasasti yang ditemukan    


     - Prasasti Kebon Kopi , dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di
perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea , Bogor .

     - Prasasti Tugu , ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan


Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru
dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman
pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan
gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada
masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim
kemarau.

- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul , ditemukan di aliran Sungai


Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak , Kecamatan Munjul,
Kabupaten Pandeglang , Banten , berisi pujian kepada Raja Purnawarman.

- Prasasti Ciaruteun , Ciampea, Bogor ditemukan pada aliran Ci Aruteun ,


seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane ; namun pada
tahun 1981 diletakkan dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan
Purnawarman, beraksara Palawa , ber bahasa Sanskerta .
- Prasasti Muara Cianten , Ciampea, Bogor

- Prasasti Jambu , Nanggung, Bogor masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu
prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak,
Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai)
Cikasungka.

- Prasasti Pasir Awi , Citeureup, Bogor

- Prasasti Telapak Gajah

- Prasasti Jambu di daerah Bogor,

3.  Kerajaan Kalingga

            Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat
kerajaan ini berada di antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang.
Tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad
kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan
kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan
keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh
Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya.

Kisah lokal

Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani
legendaris yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa
pandang bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya
agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman
yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada suatu ketika
seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat kerajaan
Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantung
uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada sorang pun rakyat Kalingga yang
berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun
kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi
menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya, dewan menteri memohon
agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang
menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong
kakinya
3. KERAJAAN SRIWIJAYA

Catatan Sejarah

Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang


pertama bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja
Bala Putra Dewa.

Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang merupakan jalur


pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan
sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai
timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila
dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan
panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan besar antara lain sebagai berikut:

 Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina membantu selat


Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
 Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat kerajaan Kamboja
memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara
maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.

      Budaya dan Perdagangan

     Arca Maitreya dari Komering , Sumatera Selatan, seni Sriwijaya sekitar abad ke-9 M.


    Masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat terbangun di alam pikiran
Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti
Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual Budha
untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra,
anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Prasasti Telaga
Batu menggambarkan kerumitan dan tingkatan jabatan kerajaan, sementara Prasasti
Kota Kapur menyebutkan keperkasaan balatentara Sriwijaya atas Jawa. Semua
prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno , leluhur bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah digunakan
di Nusantara. Ditandai dengan ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya dan
beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno di tempat lain, seperti yang ditemukan di
pulau Jawa. Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara
menjadi wahana penyebaran bahasa Melayu, karena bahasa ini menjadi alat
komunikasi bagi kaum pedagang. Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi lingua
franca dan digunakan secara meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara.

     Meskipun memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer, Sriwijaya hanya
meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatera. Sangat
berbeda dengan episode Sriwijaya di Jawa Tengah saat kepemimpinan
wangsa Syailendra yang banyak membangun monumen besar; seperti Candi
Kalasan , Candi Sewu , dan Borobudur . Candi-candi Budha yang berasal dari masa
Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro Jambi , Candi Muara Takus ,
dan Biaro Bahal . Akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat
dari batu andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.

     Beberapa arca-arca bersifat Budhisme, dan arca-arca


Bodhisatwa Awalokiteswara dari Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya , dan
arca Maitreya dari Komering, Sumatera Selatan. Semua arca-arca ini menampilkan
keanggunan dan langgam yang sama yang disebut “Seni Sriwijaya" atau "Langgam /
Gaya Sriwijaya" yang berada di kemiripan - mungkin diilhami - oleh langgam
Amarawati India dan langgam Syailendra Jawa (sekitar abad ke-8 sampai ke-9) .

    Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India
dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda . Orang
Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu
gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja
Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah
memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal -nya di seluruh Asia
Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia
Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Tiongkok
untuk dapat berdagang dengan Kaisar Tiongkok, Sriwijaya senantiasa organisasi
perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pantai Tiongkok dan India.

    Karena alasan mengapa Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya
dengan selalu - dan jika perlu - mencoba pelabuhan pesaing di negara
jirannya. Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok , Sriwijaya
juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab .

4. KERAJAAN MATARAM

Nama dan Sejarah

Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732
Masehi di Yogyakarta yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Dalam prasasti itu merujuk bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa)
diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai
penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).

Struktur pemerintahan

Raja merupakan pemimpin tertinggi Kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja


pertama memakai gelar Ratu . Pada zaman itu istilah Ratu belum identik dengan
kaum perempuan. Gelar ini setara dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya
merupakan gelar asli Indonesia .
Ketika Rakai Panangkaran dari Wangsa
Sailendra power, gelar Ratu dihapusnya dan diganti dengan gelar Sri
Maharaja . Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan Mataram tetap dilestarikan
oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa Sanjaya tinggal kembali. Jabatan sesudah
pemerintahan raja rakryan Mahamantri i Hino atau kadang ditulis Rakryan
Mapatih Hino . Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki
peluang untuk naik takhta selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih
Hino pada masa pemerintahan Dyah Wawa .

Jabatan Rakryan Mapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan


Mapatih pada zaman Majapahit . Patih zaman Majapahit setara dengan perdana
menteri namun tidak berhak untuk naik takhta.

Jabatan sesudah Mahamantri i Hino berturut-turut adalah Mahamantri i


Halu dan Mahamantri i Sirikan . Jabatan tertinggi di Mataram selanjutnya
adalah Rakryan Kanuruhan sebagai pelaksana perintah raja.

Keadaan penduduk
Artifak emas menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan
Mataram.

Penduduk Mataram sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan


pada umumnya bekerja sebagai petani . Kerajaan Medang memang terkenal sebagai
negara agraris, sedangkan saingannya.

Agama resmi Kerajaan Medang pada masa


pemerintahan Sanjaya adalah aliran Hindu Siwa . Ketika Sailendrawangsa berkuasa,
agama resmi kerajaan berganti menjadi Buddha aliran Mahayana . Kemudian pada
saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa , agama Hindu dan Buddha tetap hidup
berdampingan dengan penuh toleransi.

Peninggalan sejarah
Avalokitesvara lengan-dua. Jawa Tengah , abad ke-9 / ke-10 , tembaga , 12,0 x
7,5 cm.  Chundā lengan-empat, Jawa Tengah, Wonosobo , Dataran Tinggi Dieng ,
abad ke-9/10, perunggu , 11 x 8 cm. Dewi Tantra lengan-empat (Chundā), Jawa
Tengah, Prambanan, abad ke 10, perunggu, 15 x 7,5 cm. Terletak di Museum für
Indische Kunst, Berlin-Dahlem .

Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang terkenal


di Jawa Tengah dan Jawa Timur , Kerajaan Mataram juga membangun
banyak candi , baik itu yang bercorak Hindu maupun Buddha . Temuan
Wonoboyo berupa artifak emas. Candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram antara
lain, Candi Kalasan , Candi Plaosan , Candi Prambanan , Candi Sewu , Candi
Mendut , Candi Pawon , dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi
Borobudur . Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa .

5. KERAJAAN KEDIRI

Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat
di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang
terletak di sekitar Kota Kediri .

Latar Belakang

Arca Wishnu , berasal dari Kediri , abad ke-12 dan ke-13.

Kota Sesungguhnya Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha


merupakan singkatan dari Dahanapura , yang berarti kota api . Nama ini terdapat
dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan tahun 1042. Saat akhir
pemerintahan Airlangga , pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan ,
melainkan pindah ke Daha.

Pada akhir November 1042, Airlangga udah membelah wilayah kerajaannya karena


kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota
baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan
kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama,
yaitu Kahuripan . Sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang
dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan
Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota
lama yang sudah ditanggalkanAirlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala .

Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada
nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh
raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung
dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).

Perkembangan Kediri

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak diketahui. Prasasti Turun Hyang
II (1044) yang menerbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang
saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga .

Sejarah Kerajaan Panjalu memiliki prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri
Jayawarsa . Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil
menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti
Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati , atau Panjalu Menang .

Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa


kejayaannya. Wilayah kerajaan ini termasuk seluruh Jawa dan beberapa pulau
di Nusantara , bahkan sampai pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra .

Pada masa itu negeri paling kaya di samping Cina secara berurutan


adalah Arab , Jawa , dan Sumatra . Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani
Abbasiyah , di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan
Sriwijaya .

Karya Sastra Zaman Kediri

Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada


tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan akar Mpu
Panuluh . Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi
kemenangan Pandawa atas Korawa , sebagai kiasan kemenangan Sri
Jayabhaya atas Janggala .

Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin


Hariwangsa dan Ghatotkachasraya . Ada pula pujangga zaman pemerintahan Sri
Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin
Smaradahana . Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat
pujangga bernama Mpu Monaguna yang ditulis Sumanasantaka dan Mpu
Triguna yang menulis Kresnayana .
Runtuhnya Kediri

Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya , PADA tahun


1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta
perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel . Kebetulan Ken Arok juga bercita-
citadekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.

Perang antara Kediri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken


Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya . Dengan demikian berakhirlah
masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu kemudian menjadi
bawahan Tumapel atau Singhasari .

Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah di bawah
kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai
bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha mengingat putranya yang bernama
Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya penyimpanananya,
yaitu Jayakatwang . Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin
oleh Kertanegara , karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya
dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang
membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun karena
serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu
Kertanegara, Raden Wijaya .

Raja-Raja yang Pernah Memerintah Kediri

Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota Kadiri:

1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih utuh

Airlangga , merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan . Ketika


ia turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha kemudian
menjadi ibu kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.

 2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu

- Sri Samarawijaya , merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam


prasasti Pamwatan (1042).

- Sri Jayawarsa , berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104)

- Sri Bameswara , berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan


(1120), dan prasasti Tangkilan (1130).

- Sri Jayabhaya , merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang


(1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
- Sri Sarweswara , berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan
(1161).

- Sri Aryeswara , berdasarkan prasasti Angin (1171).

- Sri Gandra , berdasarkan prasasti Jaring (1181).

- Sri Kameswara , berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana .

- Sri Kertajaya , berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194),


prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama ,
dan Pararaton .

3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari

Kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi


bawahan Singhasari . Berdasarkan prasasti Mula Malurung , diketahui raja-raja
Daha zaman Singhasari , yaitu:

- Mahisa Wunga Teleng putra Ken Arok

- Guningbhaya adik Mahisa Wunga Teleng

- Tohjaya kakak Guningbhaya

- Kertanagara cucu Mahisa Wunga Teleng (dari pihak ibu), yang kemudian menjadi


raja   Singhasari
      4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kediri
Jayakatwang , adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-
Gelang. Tahun 1292 ia memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan
Singhasari . Jayakatwang kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada
tahun 1293 ia dikalahkan oleh Raden Wijaya Pendiri Majapahit .

5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit

Sejak tahun 1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja


yang memimpin Bhre Daha tapi hanya bersifat simbol, karena pemerintahan harian
dilaksanakan oleh patih Daha. Bhre Daha yang pernah berubah:

- Jayanagara 1295 - 1309 Nagarakretagama.47: 2; Prasasti Sukamerta - didampingi


Patih Lembu Sora

- Rajadewi 1309 - 1375 Pararaton. 27:15 ; 29:31; Nag.4: 1 - didampingi Patih Arya


Tilam,

  kemudian Gajah Mada .

- Indudewi 1375 - 1415 Pararaton.29: 19; 31: 10,21

- Suhita 1415 - 1429  ?
- Jayeswari 1429 - 1464 Pararaton. 30: 8; 31:34; 32:18; Waringin Pitu

- Manggalawardhani 1464 - 1474 Prasasti Trailokyapuri

6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit

Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires , pada tahun 1513 Daha menjadi ibu


kota Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik
dengan Dyah Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan Trenggana raja Demak tahun
1527.

Sejak saat itu nama Kediri lebih terkenal dari pada Daha.

6. KERAJAAN SINGASARI

Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah
kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 . Lokasi
kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang .

Nama Ibu Kota

Berdasarkan prasasti Kudadu , nama resmi Kerajaan Singhasari yang sebenarnya


adalah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama , ketika pertama kali
didirikan tahun 1222 , ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.

Pada tahun 1253 , Raja Wisnuwardhana mengangkatanya yang


bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi
Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota justru lebih terkenal di
nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan
Singhasari.

Awal Berdiri

Menurut Pararaton , Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan


Kadiri . Yang dilakukan sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu
adalah Tunggul Ametung . Ia mati dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya
sendiri yang bernama Ken Arok , yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok
juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes . Ken
Arok kemudian merekomendasikan rilis Tumapel dari kekuasaan Kadiri .

Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan


kaum brahmana . Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan
oleh pihak Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan


Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok . Dalam naskah itu,
kerajaan kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri .

Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255 , menyebutkan kalau


pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Nama ini adalah gelar anumerta
dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan
Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa . Selain itu, Pararaton juga menyebutkan
bahwa sebelum maju perang melawan Kadiri , Ken Arok lebih dulu menggunakan
julukan Bhatara Siwa.

Prasasti Mula Malurung


Kerajaan Tumapel didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara Siwa", setelah
menaklukkan Kadiri . Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel
dipimpin Anusapati sedangkan Kadiri dipimpin Bhatara Parameswara (alias Mahisa
Wonga Teleng ). Parameswara dilindungi oleh Guningbhaya ,
kemudian Tohjaya . Sementara itu, Anusapati dilindungi oleh Seminingrat yang
bergelar Wisnuwardhana . Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan bahwa
sepeninggal Tohjaya , Kerajaan Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh
Seminingrat. Kedirikemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh
putranya, yaitu Kertanagara .

Kejayaan

Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari


( 1268 - 1292 ). Ia adalah raja pertama yang wawasan wawasannya ke
luar Jawa . Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsa Mongol . Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan
Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu ). Kerajaan ini akhirnya datang telah
ditundukkan, dengan mengirimkannya bukti arca Amoghapasa yang
dari Kertanagara , sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Pada tahun 1284 , Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali . Pada


tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirimkan Utusan ke Singhasari
meminta Jawa bersedia mengakui kedaulatan Mongol . Namun permintaan itu
ditolak tegas oleh Kertanagara . Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah
bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara
lain, Melayu , Bali , Pahang , Gurun , dan Bakulapura .

Keruntuhan

Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara , raja terakhir


Singhasari.

Kerajaan Singhasari yang mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya


mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu,
sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan
itu Kertanagara mati terbunuh.

Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota


baru di Kediri . Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.

Anda mungkin juga menyukai