Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian

Identitas dan jati diri seringkali diartikan secara sama.


Identitas di dalam KBBI berarti ciri-ciri, gambaran, atau keadaan
khusus seseorang atau suatu benda. Identitas dapat berupa ciri khas
lahiriah yang dapat dilihat, dirasakan, diraba, dan juga kebiasaan-
kebiasaan berpola (tradisi) dan karya-karya. Sedangkan jati diri
selain berarti sama dengan identitas, juga bermakna inti, jiwa,
semangat, dan daya gerak dari dalam atau spiritualitas. lati
diri merujuk kepada aspek-aspek dari dalam yang berwujud
batiniah, ide atau gagasan abstrak (nilai-nilai), norma, aturan, dan
tindakan sosial. Identitas menitikberatkan kepada aspek-aspek
luaran sebagai wujud indrawiah (tangible), sedangkan jati diri
menitikberatkan kepada aspek-aspek dari dalam sebagai wujud
batiniah (intangible) (Tenas Effendy: 2013: 111 dalam Al azhar).
Jati diri pada hakikatnya adalah nilai-nilai luhur yang
melekat dan mendarah daging dalam diri seseorang, suatu kaum,
atau suatu bangsa. Menjadi nilai-nilai asas yang dijadikan sebagai
acuan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup, dan landasan
hidup, yang dipakai terus menerus yang tercermin dalam perilaku
dan sikapnya dalam menjalankan hidup dan kehidupan.

B. Jati Diri Melayu

Jati diri orang Melayu dapat ditandai dalam tiga aspek dasar
yang menjadi pengekal dari kemelayuannya, yaitu agama Islam,
resam Melayu, dan bahasa Melayu. Dari tiga aspek tersebut,
agama Islam adalah hal yang paling mutlak yang tidak bisa
ditanggalkan, dilepaskan, ataupun ditawar. Ia menjadi harga mati
dalam Melayu itu sendiri. Sehingga sering didengar bahwa masuk
Melayu adalah masuk Islam, dan keluar dari Islam berarti keluar
dari kemelayuan.
Meskipun hanya mengakui Islam, kultur Melayu sangat
terbuka dan tidak pernah menolak kedatangan kultur lain yang berbeda agama,
etnis, bahasa, bangsa, dan negara.
Kemajemukan membuat orang Melayu memiliki wawasan yang
luas, ilmu pengetahuan yang berkembang, dan memberi peluang
kebersatuan keberagaman kultur. Melayu dan Islam dua hal yang
tidak bisa dipisahkan. Melayu berkembang arena Islam dan
Islam merupakan jati diri kemelayuan.

1. Agama Islam

Identitas orang Melayu sering diasosiasikan dengan Islam.


Menjadi Melayu berarti menjadi Islam. Meninggalkan Islam, berarti
keluar dari kemelayuan. Agama Islam menjadi salah satu faktor
yang melegitimasi kemurnian dari identitas kemelayuan tersebut.
islam menjadi tataran nilai moral tertinggi yang melandasi nilai-
nilai lainnya.
Hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa orang di luar
Islam yang menganut agama Islam disebut "masuk Melayu" dan
sebaliknya. Bila orang Melayu keluar dari agama Islam, tanggallah
hak dan kewajibannya sebagai orang Melayu. Orang yang keluar
dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang Melayu. Di dalam
ungkapan adat dikatakan, "siapa meninggalkan syarak, maka ia
meninggalkan Melayu, siapa yang memakai syarak, maka ia masuk
Melayu", atau "bila tanggal syarak, maka gugurlah Melayu.
Kekuatan persebatian orang Melayu dengan agama Islam
tercermin dalam ungkapan adat:

adat bersendir suarak,


syarak bersendi kitabullah
adat adalah syarak semata
adat semata qurran dan sunnah
adat sebenar adat ialah kitabullah dan sunnah Nabi
syarak mengata, adat memakai
ya kata syarak, benar kata adat
adat tumbuh dari syarak, syarak tumbuh dari kitabullah
berdiri adat karena syarak

Tingkat persebatian kehidupan orang Melayu dengan Islam


percermin daliam Tunjuk Ajar Melayu (Tenas Effendy: 2001).

apa tanda Melayu jati,


bersama Islam hidup dan Mat;
apa tanda Melayu jati,
Islam melekat di dalam hati
apa tanda Melayu jati,
dengan Islam ia bersebat;
apa tanda Melayu bertuah.
memeluk Islam tiada menyalah

2. Resam Melayu

Orang Melayu memegang teguh tata aturan dalam kehidupan


sosial masyarakat. Tata aturan tersebut menjadi pegang pakai dalam
tradisi yang selalu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pepatah disebutkan, hidup di kandung adat, mati di kandung
bumi, bermakna bahwasanya manusia yang hidup dalam suatu
kelompok masyarakat haruslah memaknai dan menggunakan
adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Keharusan tersebut
beribarat sebagaimana manusia mati haruslah dikebumikan. Pada
pepatah lain, biar mati anak asal jangan mati adat bermakna betapa
pentingnya kedudukan dan peranan adat dalam kehidupan orang
Melayu. Oleh karena itu, sebutan "tak beradat" atau "tak tahu
adat" menjadi sangat memalukan.
Dalam adat istiadat Melayu Riau, masing-masing wilayah
budaya mempunyai konsep yang beragam. Namun, secara umum
konsep adat dikenal dengan 3 tingkatan, yaitu adat yang sebenar
adat, adat yang diadatkan, dan adat yang teradatkan (Taufik Ikram
Jamil, dkk, 2018).

a) Adat yang Sebenar Adat


Adat yang sebenar adat adalah adat yang asli dalam bentuk
hukum-hukum Allah SWT (Islam), tidak dapat diubah oleh akal
pikiran dan hawa nafsu manusia, dan tidak dapat diganggu
gugat, sehingga dikatakan tidak akan layu dianjak tidak akan mati
diinjak. Adat yang sebenar adat bersumber dari hukum-hukum
Allah dan Rasul-Nya dalam wujud syarak.
Di dalam ungkapan dinyatakan:
adat berwaris kepada Nabi
adat berkhalifah kepada Adam
adat berinduk ke ulama
adat bersurat dalam kertas
adat tersirat dalam sunah
adat dikungkung kitabullah

itulah adat yang tahan banding


itulah adat yang tahan asak
adat terconteng di lawang
adat tak lekang oleh panas
adat tak lapuk oleh hujan
adat dianjak layu diumbut mati
adat ditanam tumbuh dikubur hidup
kalau tinggi dipanjatnya
bila rendah dijalarnya
riaknya sampai ke tebing
umbutnya sampai ke pangkal
resamnya sampai ke laut luas

Ungkapan di atas menggambarkan persebatian adat Melavu


dengan ajaran Islam. Dasar adat Melayu menghendaki sunah nabi
dan al-Qur'an sebagai pedoman. Prinsip seperti itu tidak bisa
diubah atau dihilangkan.

b) Adat yang Diadatkan


Adat yang diadatkan adalah hukum, norma tau adat buah
pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian berperanan
untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Adat
yang diadatkan bisa mengalami perubahan dan perkembangan
sesuai dengan kemajuan zaman. Bisa ditambah dan dikurangi
agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya,
dan mempunyai perbedaan antar wilayah budaya.
Di dalam ungkapan, adat yang diadatkan disebutkan:
Adat yang diadatkan
Adat yang turn dari raja
Adat yang datang dari datuk
Adat yang cucur dari penghulu
Adat yang dibuat kemudian
Putus mufakat adat berubah
Bulat kata adat berganti
Sepanjang hari ia lekang
Beralih musim ia layu
Bertuhan angin ia melayang
Bersalin baju ia tercampak
Adat yang dapat dibuat-buat
Adat yang diadatkan termaktub di dalam pepatah petitih,
undang-undang adat, dan ketetapan lainnya yang disepakati
secara bersama. Contoh adat yang diadatkan misalnya terdapat
dalam nyanyian panjang dan bilang undang tentang syarat dan
sifat manusia yang baik dalam memilih raja, yang menyebutkan,
sekurang-kurangnya di dalam memenuhi empat perkara, pertama
tua hati betul, kedua bermuka manis, ketiga berlidah fasih, dan
keempat bertangan murah.

Penguasa (raja) mengatur hak dan kewajiban para kawula


menurut tingkat sosial mereka. Hak-hak istimewa raja dan para
pembesar diatur dan diwujudkan dalam bentuk rumah, bentuk dan
warna pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara, dan larangan
bagi rakyat biasa untuk memakai atau mempergunakan jenis yang
sama. Dengan demikian tercipta ketentuan-ketentuan yang berisi
suruhan dan pantangan. Di samping itu juga tercipta kelas-kelas
dalam masyarakat yang pada umumnya terdiri dari raja dan anak
raja-raja, orang baik-baik, dan orang kebanyakan. Stratifikas;
sosial dalam masyarakat Melayu seperti ini telah menciptakan hak
dan kewajiban yang berbeda bagi tiap-tiap tingkatan.
Contoh lain adat yang diadatkan misalnya kitab "Bab al-
Qawa'id" (1901) Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Pasal empat
Kuasa melarang orang yang hendak menghadap Sri Paduka
Sultan jikalau orang itu naik sahaja tidak memberi tahu kepada
Penghulu Balai waktu Sri Paduka Sultan bersemayam.
Pasal lima
Kuasa melarang dengan keras kepada sekalian orang besar-
besar, datuk-datuk, pegawai-pegawai, jurutulis-jurutulis yang
bekerja datang ke balai tiada memakai baju kot, seluar pentalon,
sepatu, dan kupiah.
Pasal tujuh
Jikalau hamba rakyat atau siapa juga tiada dikecualikan
orangnya hendak menghadap atau datang ke balai tiada boleh
berkain gumbang seperti yang tersebut dalam "Ingat Jabatan"
bahagian yang kesebelas pada pasal lima, maka jika berkain
gumbang kuasa Penghulu Balai menghalaunya dikecuali jikalau
orang terkejut di tengah jalan karena hendak meminta pertolongan
kepada polisi apa-apa kesusahannya.

C) Adat yang Teradatkan


Adat yang teradat merupakan aturan budi pekerti sehingga
membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Dipelihara
dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga menjadi
resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat ini merupakan
konsensus bersama yang dirasakan sebagai pedoman untuk
menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap
peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi. Konsensus
dijadikan pegangan bersama, sehingga merupakan kebiasaan
turun-temurun. Oleh karena itu,
"adat yang teradat" dapat
berubah sesuai dengan nilai-nilai bar yang berkembang.
Adat yang teradat misalnya aturan panggilan dalam keluarga,
masyarakat dan kerajaan, seperti misalnya panggilan ayah, bapak,
abah, ibu, emak, abang, kakak, puan, tuan, encik, tuan guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek
moyang. Contoh adat
vang teradatkan misalnya panduan berbahasa yang mencakup 4
derajat, yaitu bahasa mendaki, bahasa mendatar, bahasa melereng, dan
bahasa menurun.
Di dalam ungkapan, adat yang teradatkan disebutkan:
Adat yang teradat
Datang tidak bercerita
Pergi tidak berkabar
Adat disarung tidak berjahit
Adat berkelindan tidak bersimpul
Adat berjarum tidak berbenang
Yang terbawa burung lalu
Yang tumbuh tidak ditanam
Yang kembang tidak berkuntum
Yang bertunas tidak berpucuk
Adat yang datang kemudian
Yang diseret jalan panjang
Yang betenggek di sampan lalu
Yang berlabuh tidak bersauh
Yang berakar berurat tunggang
Itulah adat sementara
Adat yang dapat dialih-alih
Adat yang dapat ditukar salin
Azam DATA
Bahasa Melayu
Selain 3 tingkatan adat di atas, juga dikenal adat istiadat
yaitu adat tradisi dengan segala ragam karena pelaksanaan serta
peralatannya. Adat istiadat ini lebih kepada tradisi yang ada dalam
persukuan dan pelaksanaannya diserahkan kepada suku-suku
masing-masing, sedangkan bagi raja dilaksanakan oleh anggota
kerapatan adat.

3.Bahasa Melayu
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi sehingga sering disebut
in menghasilkan
budi bahasa. Sebutan ini juga selaras dengan peribahasa bahasa
beragam dialek dan
menunjukkan bangs yang bermakna sifat dan tabiat seorang dilihat
subdialek.
dari tutur kata dan bahasa. Bangsa di dalam ungkapan ini berarti
orang baik-baik, orang berbangsa, ataupun orang yang berderajat.
Orang yang mempunyai kedudukan tinggi (derajat) tentu akan
berbahasa pada patutnya. Berbahasa Melayu adalah memaknai
nilai-nilai dan kaidah-kaidah moral di dalam bahasa Melayu
tersebut.
hendak mengenal orang berbangsa
lihat kepada budi bahasa
(Raja Ali Haji: Gurindam 12)

Raja Ali Haji mensyaratkan seseorang yang disebut beradab


dan sopan harus mengetahui ilmu wa al-kalam (pengetahuan dan
bahasa/ percakapan) yang meliputi al-himmat (kuat kehendak), al-
mudarasah (mengulang-ulang), al-muhafazat (menghafal), muzakarah
(berbincang untuk mengingat-ingat), dan mutala'at (menelaah,
meneliti kembali), yang dapat dirangkum dalam bertindak yang
melibatkan pikiran, hati, dan lidah. Di dalam Muqaddimah "Bustan
al-Katibin" (Taman Para Penulis: 1267 H/1850 M), Raja Ali Hait
juga menjelaskan:
.... adab dan sopan itu
daripada tutur kata juga asalnya,
kemudian baharulah pada kelakuan"
[Hashim bin Musa, 2005:5 dalam Al azhar]
Budi bahasa menjadi peran penting sehingga selalu dijaga
dalam tuntunan tentang kata dan ungkapan. Tinggi rendan
budi seseorang diukur dari cara berkata-kata. Seseorang yang
mengeluarkan kata-kata yang salah akan menjadi aib baginya,
seperti kata pepatah "Biar salah kain asal jangan salah cakap"
Sehingga, budi bahasa menjadi penanda lahiriah orang, puak,
kaum, suku, dan bangsa Melayu.
Di dalam Kesantunan Melayu, 2010:1, Tenas Effendy
menjelaskan sebagai berikut:
berbuah kayu rindang daunnya
bertuah Melayu terbilang santunnya
elok kayu karena daun
elok Melayu karena santunnya.
Dalam penggunaan bahasa Melayu, terdapat empat derajat
yang selalu menjadi tolak ukur dalam adab berbahasa.
a) Bahasa Mendaki
Kata mendaki digunakan untuk bertutur sapa terhadap orang
tua-tua yang harus dihormati dan disegani. Orang tua-tua dalam
hal ini tidak saja terbatas tua dalam artian umur, tetapi juga kepada
guru, pimpinan, ataupun rasi yang lebih tinggi yaitu saudara yang
secara umur lebih muda tetapi secara garis keturunan lebih tinggi,
misalnya adik ibu yang usianya lebih muda. Di dalam interaksi
sehari-hari, penggunaan kata mendaki hendaklah terkesan
meninggikan martabat atau dengan gay menghormati
b) Bahasa Mendatar
Kata mendatar yakni cara berkomunikasi terhadap teman
sebaya. Pola kata mendatar diperbolehkan bebas memakai
kata-kata dan gaya. Mulai dari gaya terus terang, jenaka, kiasan
bahkan saran dan sindiran ataupun kritik. Namun, bukan berarti
gaya bahasa ini dapat berbicara sesuka hati tapa melihat situasi
dan kondisi dari lawn berbicara. Nilai-nilai sopan santun tetap
dijaga untuk menghindari kemungkinan menyakiti teman sebaya
tersebut.
c. Bahasa Melereng
Kata melereng merupakan adab berbicara dengan orang
semenda. Di dalam adat kata melereng,
seseorang tidak
diperbolehkan berbicara secara bebas atau langsung. Orang
semenda dalam masyarakat adat, di samping dipanggil dengan
gelar juga dipakai gaya berkias atau kata perlambangan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga perasaan orang semenda tersebut.
d.Bahasa Menurun
Kata menurun yakni cara berkomunikasi dengan kanak-
kanak atau kepada orang yang usianya lebih muda.
Empat derajat berbahasa tersebut harus diimbangi dengan
tindakan berbahasa yang santun, yakni mencakup kemampuan
memilih kata (kesesuaian bahasa dengan pikiran dan perasaan
yang hendak dikemukakan), dan kearifan merangkai kata.
Dari tindakan berbahasa seseorang dapat ditentukan apakah ia
tergolong orang yang santun atau tidak. Tindakan kebahasaan
yang dikatakan santun meliputi:
• bercakap
:adat bercakap mengandung adab
•berbual
:adat berbual mengandung akal
•berbicara
: adat berbicara berkira-kira
•berbisik
:adat berbisik berbaik-baik
•berujar
:adat berujar bertunjuk ajar
•. bertutur
: adat bertutur menuruti alur
•berbincang
:adat berbincang menuruti undang
(Tenas Effendy, 2010: 21-22)
Adat budaya Melayu mengajarkan bahwa bahasa memiliki
Fungsi yang utuh, yaitu:
• alat komunikasi. Menyampaikan, menerima pesan,
pernyataan pikiran dan perasaan;
• penanda jati diri. Menunjukkan siapa dan dari mana
orang tersebut; dan
• cerminan budi. Memantulkan gambaran pribadi seseorang
sebagai makhluk sosial.

C. Orang Patut
Orang patut adalah orang yang dapat dijadikan panutan dan
suri tauladan, tempt bertanya, pelindung, penunjuk jalan, serta
mampu menyelesaikan yang kusut dan menjernihkan yang keruh,
baik dalam agama, adat, ataupun pemerintahan. Orang patut
mempunyai kearifan bertindak dalam menyelesaikan masalah,
dan ketajaman berfikir dalam menemukan gagasan dan ide. Petuah
nasihatnya selalu didengar dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh anggota masyarakat.
Seseorang dipandang patut karena mempunyai pengetahuan
berpikir, ide, dan kemampuan berbuat dalam bidang yang
dikuasainya, sehingga mempunyai suatu makna dalam kehidupan
bermasvarakat. Dengan satu atau beberapa kemampuan yang
amat memadai, a menjadi orang yang dipandang patut atau layak
oleh masyarakat untuk diserahi sesuatu persoalan. Orang patut
dalam adat misalnya, berperan sebagai perancang, penggagas,
ataupun melanjutkan dan menjaga sistem adat istiadat agar tetap
menjadi pedoman bagi masyarakat.
Orang patut mempunyai kedudukan tersendiri yang berada
di luar struktur kepemimpinan resmi. Namun, seseorang yang
dianggap sebagai orang patut bisa berasal dari struktur tersebut.
ataupun di luar dari itu. Orang patut bisa berasal dari berbagai
bidang seperti berikut ini:
• raja yang berkuasa dan kaum bangsawan, seperti sultan
tengku, pembesar kerajaan. Dipatutkan karena fungsinya
sebagai pemimpin dan berkuasa. Sat,ini tidak ada lagu,
namun masih memiliki kewibawaan karena sejarah masa
lalu mereka, dan berperan dalam melestarikan atau
menjalankan adat-istiadat.
• pemimpin adat dan ninik mamak, seperti patih, batin,
orang gedang, khalifah,
monti/ menti, tengganai,
hulubalang, dubalang. Dipatutkan karena fungsinya
sebagai pemimpin di dalam persukuan; memimpin anak
kemenakan.
• pemimpin ritual upacara dan pelaku-pelaku budaya,
seperti guru silat, dukun, bomo, kumantan, dan bidan
kampung. Dipatutkan karena memiliki pengetahuan adat,
budaya, sejarah perkampungan, obat-obatan tradisional,
spiritualis, dan pemimpin seni budaya tradisional.
• kaum agamawan; alim ulama, seperti imam masjid, guru
ngaji, guru tarekat, khalifah, mufti, kadi. Dipatutkan
karena pengetahuan dalam bidang agama.
• kaum cerdik pandai, seperti pemuka masyarakat, guru
sekolah, dan orang-orang berilmu lainnya. Dipatutkan
karena kewibawaan dan ilmu pengetahuan yang mereka
dikuasai.

Orang patut yang didambakan ialah orang yang mempunyai


kemampuan berpikir yang hebat, namun juga mampu me wujudkan
buah pikirannya dalam tindakan yang nyata. Kemampuan

Anda mungkin juga menyukai