Anda di halaman 1dari 11

HASIL RESENSI BUKU

“10 MEMBACA JK BIOGRAFI SINGKAT JUSUF KALLA ”

RESENSI
Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Manajemen Bisnis Retail
Yang diampu oleh Ibu Dr. Sopiah, M. Pd., M.M.

Disusun Oleh:
Virawaty Vega Santaraya 170413618058

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN
MARET 2019

COVER BUKU
A. Identitas Buku

Judul : Membaca JK Biografi Singkat Jusuf Kalla


Penulis : Taufik Adi Susilo
Halaman : 176 halaman
Ukuran : 13,5 x 20cm
ISBN : 978-979-25-4702-3
Penerbit : Garasi House of Book
Tahun : 2010

B. Rangkuman dan Resensi Buku

Buku ini menceritakan riwayat Jusuf Kalla dalam beberapa ranah,


mulai dari politik, bagaimana menapaki karier politik, kisah manis pahit
berduet dengan SBY kehidupan pribadi dan perjuangan bisnisnya. Di bagian
awal buku ini dituliskan biodata Jusuf Kalla. Isi biodatanya tersebut adalah
sebagai berikut

Nama Lengkap : Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla


Nama Panggilan : Ucu
Tempat Lahir : Watampone
Tanggal Lahir : 15 Mei 1942
Istri : Mufidah
Anak : Muchlisa Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda
Jusuf, Solichin Jusuf, dan Chaerani Jusuf
Cucu : Ahmad Fikri, Mashitah, Jumilah Saffanah,
Emir Thaqib, Rania Hamidah, Aisha
Kamilah, Siti Safa, Rasheed, dan Maliq
Jibran
Riwayat Pendidikan : Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
Makassar, (1967) The European Institute of
Business Administration Fountainebleu,
Prancis (1977)
Di bagian awal buku ini dituliskan biodata Jusuf Kalla. Bab I
menjelaskan mengenai Jusuf di kala muda. Bab II mengjelaskan mengenai
kisah Jusuf Kalla menikahi Mufidah. Bab III menjelaskan mengenai tapak
bisnis Jusuf Kalla. Bab IV mengenai ?bolak?balik? jadi menteri. Bab V
membahas ?digandeng SBY?. Bab VI membahas memimpin Golkar. Bab
VII menjelaskan tentang piagam Helsinki. Bab VIII mengenai berpisah
dengan SBY. Bab IX mengenai menggandeng Wiranto. Bab X membahas
mengenai turun dari kursi wapres. Bab XI membahas tentang membaca
Kalla.
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla atau Jusuf kalla (JK). Lahir di
Bone, Sulawesi selatan pada 15 Mei 1942. Ia lahir di keluarga pengusaha
berada. Ayahnya, Haji Kalla merupakan pemilik NV Hadji Kalla di
Makassar. Sementara Ibunya bernama Athira. Sejak muda, ia sudah sering
dihadapkan oleh banyak pilihan, sang ayah merupakan penganut Nahdlatul
Ulama sementara Ibunya seorang Muhammadiyah. Terlebih lagi sang ayah
memiliki karakter yang keras sehingga pertikaian antara keduanya sering
terjadi.
Tidak hanya itu, ketika di sekolah dasar ia pernah bekerja paruh
waktu menjadi penjaga tempat penitipan. Mengetahui hal tersebut, sang
ayah pun marah. Ia di jemput dari tempat kerjanya, ayahnya menyuruh
pulang dan mengatakan “Saya membesarkan kamu bukan untuk jadi
pesuruh, tapi untuk jadi pemimpin”. Berlatar belakan semacam itulah yang
membuat Jusuf Kalla menjadi sosok yang terbiasa menghargai orang lain,
baik perpedaan pendapat maupun keyakinan dengannya. Tuntutan tuntutan
tersebut dilakukan sang Ayah demi membangun karakter Jusuf Kalla
sebagai pemimpin, terlebih lagi ia merupakan anak laki-laki tertua.
Namun, kenyataan ya terjadi JK ternyata mewarisi peranan sang
Ayah, yaitu sebagai pebisnis. Nilai-nilai yang tertanam seperti keuletan,
kemampuan mencari celah dan memanfaatkannya, sifat realistis
menghadapi kenyataan, berpikir taktis menggunakan prinsip ekonomi,
kesederhanaa, kerja keras serta kemampuan manajemen sang ayam dalam
usaha mecapai kemajuan. Hal ini diperkuat dengan figur Ibu yang selalu
memberi penguatan pentingnya peran dan perlunya mencotoh jejak
Ayahnya.
Cerita bisnis JK dimulai pada saat ayahnya memulai bisnis dari
sekitar umur 15 tahun, pada saat itu ia telah menjadi seorang yatim. Bisnis
yang ia jalankan yaitu menjual tekstil dari desa ke desa menggunakan
kuda. Ia membuka kios di pasar Bajoe, enam kilometer dari ibukota
kabupaten Bone. Pada saat bisnis Haji Kalla berkembang, Jusuf Kalla
yang baru berusia delapan tahun pada sat itu sering disuruh ayahnya
membantu menjaga toko.
Jusuf kerap mengikuti ayahnya hingga ke Makassar untuk
mengurusi bisnisnya. Ketika bertemu dengan mitra bisnisnya, Haji Kalla
terlihat sangat piawai dalam menjalin hubungan bisnis meski dalam
lingkup keluarga ia terlihat agak kaku. Jusuf belajar banyak mengenai
pengambilan keputusan dari ayahnya.
Pendidikan agama di keluarga Jusuf Kalla sangat keras. Dari kecil
ia sudah ditegaskan perihal pendidikan agama, ayahnya tidak segan
memberi hukuman pada anaknya ketika tidak mengaji dan shalat. Pada
saat berusia 10 tahun, keluarganya pindah ke Makassar akibat
pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan Jusuf
tinggal bersama dengan neneknya. Namun setahun kemudia ia kembali
mengikuti orangtuanya dan tinggal di rumah toko. Pada 1954, Jusuf masuk
ke SMP Islam di Jalan Datuk Museng.
Sebagai anak laki-laki tertua, Jusuf mengemban peran kepala
rumah tangga ketika ayahnya memutuskan untuk menikah lagi dengan Hj.
Adewiyah. Hal tersebut karena ibunya melarang sang ayah bermalam di
rumah. Mulai dari mengiring ibunya ke rumah sakit, mendaftarkan adik-
adiknya sekolah, hingga membayarkan uang sekolahnya. Pada 1958 Jusuf
duduk di bangku SMA tepatnya di SMA 3 Makassar. Saat di bangku
SMA ia mengendarai Vespa, selang setahun ia dibelikan mobil Jip Willys.
Pemberian orangtuanya tersebut tidak hanya digunakan namun ia sewakan
juga.
Jusuf melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas
Hasanuddin, Makassar pada 1961. Ia sangat aktif mkengikuti kegiatan
dikampusnya. Terbukti ia menjadi Ketua Dewan Mahasiswa, Ketua
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar dan Ketua Umum
Kesatuan Mahasiswa Indonesai (KAMI) Makassar. Saat menjadi aktivis,
Jusuf berkenalan dengan orang-orang penting seperti Panglima Kodam
XIV/Hasanuddi di Makassar. Hubungan keduanya berlanjut dan semakin
intens ketika Jusuf menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
Jusuf meningalkan dunia politik ketika ayahnya meminta
untukmengembangkan bisnis keluaga. Pada saat itu bisnis mereka tengah
ambruk. Di dalam NV Hadji Kalla, Jusuf bertindak selaku eksekutif,
sedangkan ayahnya selaku pengawas jalannya perusahaan.
Dua pekan sebelum meninggal, ayahnya telah menyerahkan saham
kepada Jusuf dan adik-adiknya. Di tangan Jusuf, perusahaan mereka
berkibar kembali. Jusuf Kalla melihat peluang dalam bisnis impor mobil
Toyota dan membuka agen tunggal. Tidak hanya itu, usahanya bercabang
ke sektor pembagunan jalan, irigasi, hingga pembangunan bandar udara.
Jusuf kalla memberi contoh hidup bersih dan bersahaja, ia mengajarkan
para pembantunya untuk tidak hidup mewah. Pada saat ia menjabat
sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf menolak berkantor
di ruang mewah, ia lebih memilih berkantor di kantor Jalan Gatot Subroto
yang lebih sederhana.
Pada pembahasan kedua dalam buku ini, penulis menceritakan
perihal Jusuf saat menikahi Mufidah. Mufidah Miad Saad, seorang
perempuan Minangkabau kelahiran Sibolga, 12 Februari 19. Ia merantau
di Makassar dan bersekekolah di SMA Negeri III. Mereka berkenalan saat
Jusuf duduk dikelas dua dan Ida duduk di kelas satu. Saat berkuliah, Jusuf
sering bertandang ke rumah Ida untuk sekedar bermain Halma dan
mengobrol dengan calon mertua.
Pada saat akan diselenggarakan ujian akhir di SMA, Ida
melaksanakannya di Medan karena bertepatan dengan perlombaan tarinya.
Keahlian Ida turun ke anaknya Chaerani. Pada saat menjalankan hubungan
jarak jauh, Jusuf dan Ida berkomunikasi melalui kartu pos. Saat kembali
ke Makassar, Ida bekerja di Bank BNI. Ida yang ingin melanjutkan
kuliahnya di Universitas Hasanuddin agar bersama Jusuf sayangnya tidak
mendepatkan kesempatan itu. Ia diterima pada Fakultas Ekonomi
Universitas Muslim Indonesia (UMI). Saat itu, Jusuf Kalla tetap berjuang
dengan dua cara. Dia rajin menabung di BNI 1946 dan melamar menjadi
asisten dosen di UMI Makassar.
Dalam peristiwa berbeda sebagai mahasiswi UMI Makassar yang
diajar oleh Jusuf, pada suatu ketika Ida lupa membawa pulpen dan sang
asisten dosen langsung saja menawarinya sebuah pulpen berwarna
keemasan. Ida menerima dengan perasaan senang, tapi malu-malu.
Kisah cinta Jusuf dan Mufidah mirip dengan kisah Siti Nurbaya,
sebuah cerita klasik dari Minangkabau. Ketika Jusuf sedang berada di
puncak asmara, bahkan hendak melamar, Ida mengaku terus terang kalau
dirinya telah dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan laki-laki lain.
Pengakuan langsung itu menjadi konfirmasi final atas kabar perjodohan
Ida yang sebelumnya telah berembus ke telinga Jusuf. Laki-laki yang
dijodohkan dengan Ida disebut-sebut pula ganteng dan sedang menempuh
pendidikan di Amerika Serikat.
Namun, nyali Jusuf tak surut. Akhirnya, mereka menikah. Jusuf
menikahi Mufidah, putri dari Pak Miad, guru mengajinya yang merupakan
warga Muhammadiyah. "Bukan karena dia Muhammadiyah, tapi menurut
adat Minang, merek harus melamar ke salah satu pamannya, bukan
langsung pada orangtuanya," kata Jusuf.
Buah kasih Jusuf dan Mufidah telah melahirkan lima orang anak,
yakni Muchlisah Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda Jusuf, Solichin Jusuf, dan
Chaerani Jusuf. Mereka mendirikan sekolah bernama Althira, yang
merupakan nama Ibunda Jusuf.
Tutur kata Mufidah terkesan ramah dan akrab. Sama seperti Jusuf,
yang sangat bersahaja dan sederhana. Jusuf jarang sekali menggunakan jas
lengkap, kecuali untuk acara resmi. Itupun terkadang hanya dengan
menggunakan baju batik. Kesehariannya sering menggunakan baju lengan
pendek tanpa dasi. Atau jika yang lebih sederhana lagi ia cukup
menggunakan baju kokoh berlengan pendek.
Pengalaman dan pola hidupnya yang sederhana, membuatnya lebih
mudah akrab dengan orang lain. Dia adalah seorang pengusaha sukses
‘’yang berjiwa sosial, sekaligus politisi yang sudah lebih dari 39 tahun
aktif di partai Golongan Karya. Dalam buku ini diceritakan juga mengenai
anak-anak dari Jusuf dan Mufidah.
Anak pertama mereka bernama Muchliza Jusuf atau Lisa, begitu
namanya biasa dipanggil, sering terlihat di Kota Bontang. Keberadaannya,
tentu untuk mendampingi sang suami, Susanto Suparjo yang memiliki
bisnis konstruksi di Bontang. Padahal, sebagai pengusaha dan ibu rumah
tangga yang juga menjabat sebagai salah seorang ketua Yayasan Atthirah
yang bergerak di bidang pendidikan Islam, kesibukan Lisa sudah cukup
padat. Toh, ia selalu berusaha meluangkan waktu untuk mendampingi
sang suami. Selain itu, keberadaannya di Balikpapan dan Bontang ternyata
juga punya maksud lain. Ibu dari Ahmad Fikri dan Mashitah ini berterus
terang sedang menjalankan misi "sambil menyelam minum air", yakni
mendampingi suami sembari juga mulai melirik untuk melebarkan sayap
bisnis keluarga. "Kamilihat- lihat, kalau prospek di Bontang bagus, ya...
dijajaki," katanya Sebagai anak tertua, Lisa juga terlihat telaten mengurusi
adik-adiknya. Terkadang ia berperan sebagai istri, ibu, pengusaha dan
kakak tempat adik-adiknya mencurahkan isi hati. Peran dan tugasnya itu
sedikit pun tidak dirasakannya sebagai beban. Dikarenakan pada dasarnya.
Lisa adalah pribadi periang dan cukup humoris.
Anak keduanya Muswirah Jusuf yang merupakan istri dari
Langlang Wilangkoro, ini masih tinggal serumah dengan orangtuanya di
Jakarta. Di antara kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, Ira, demikian
panggilan akrabnya. juga aktif sebagai pemegang kendali bisnis
transportasi perkapalan milik keluarga Kalla dengan bendera PT Kalla
Lines. Sementara suaminya bekerja sebagai salah seorang direktur untuk
perusahaan pengelola pesawat pribadi Jusuf Kalla.
Anak mereka yang bernama Imelda Jusuf memiliki pribadi paling
tertutup diantara kelima anaknya. la, misalnya, tampak paling irit bicara
soal ayahnya ketika menjabat sebagai wakil presiden periode 2004-2009.
Akan tetapi, saat perempuan bernama kecil Elda ini berada di tengah
keluarga besar Jusuf Kalla, ia tampak tidak kalah riang dibandingkan
saudara-saudaranya. Sehari-hari Elda tinggal di Makassar dan sibuk
mengurusi NV Hadji Kalla, sebuah perusahaan yang dirintis oleh
kakeknya, Haji Kalla, sejak 1965.
Yang selanjutnya yaitu anak laki-laki satu-satunya dari Jusuf dan
Mufidah, Solichin Jusuf yang lahir pada 27 Juni 1976. Sejak ayahnya
resmi ditetapkan sebagai calon wakil presiden oleh Komisi Pemilihan
Umum, ke mana- mana ayah dua anak ini terus dikawal dua petugas
Paspampres sehingga dia merasa sudah agak terbiasa dengan nuansa
protokoler semacam itu. Di mata laki-laki yang mempunyai hobi fotografi
jurnalistik ini, ayahnya adalah sosok jujur dan terbuka terhadap keluarga.
Putri terakhir mereka bernama Chaerani Jusuf, akrab disapa Ade.
Ade yang kelahiran Makassar. 16 Oktober 1980, masih tingga serumah
dengan ayah-ibunya di Jakarta. Saban pagi, sebelum berangkat ke tempat
kerja, ia selalu menyempatkan diri sarapan bersama orangtuanya. Ketika
sarapan, katanya, sang ayah selalu menanyakan soal perkembangan
pekerjaannya. Begitu pun, saat berkumpul untuk makan malam bersama.
Momen ini sering dihiasi dengan cerita-cerita Jusuf Kalla yang penuh
humor dan menghibur, sembari tidak lupa mengingatkan tentang hidup
yang harus dijalani dengan jujur dan penuh kerja keras.
Setelah membahas mengenai kehidupan, istri dan anak-anaknya,
penulis kemudian membahas perihal tapak bisnis JK yang kian
berkembang pesat. Pada tahun 2009, tepatnya di Jalan Sam Ratulangi
Makassar JK meresmikan Kalla Tower yang merupakan gedung
perkantoran bertingkat 15. Ini merupakan hasil kerja keras Jusuf selama 60
tahun.
Menurut Kalla, keberhasilan Grup Kalla karena kerja keras dan
filosofi selalu bergerak sesuai kebutuhan masyarakat eiring dengan waktu,
keluarga memodernisasi manajemen perusahaan agar lincah mengikuti
perkembangan zaman. "Saya tetap berprinsip kantor pusat perusahaan ini
di Makassar. Di Jakarta kantor perwakilan saja supaya orang tahu di mana
pun di negara ini perusahaan lokal bisa berkembang." tukas Kalla.
Dia mengatakan mulai hari peresmian ini dirinya akan berkantor di
gedung yang juga dinamakan Wisma Kalla itu. "Namun, kantor saya juga
ada di Jakarta, Padang, dan lainnya." Grup Kalla sendiri didirikan oleh
Haji Kalla, dengan nama NV Hadji Kalla Trading Company. Grup Kalla
bergerak di bidang perdagangan hasil bumi, tekstil, hingga bahan
bangunan. Semula perusahaan ini membeli bangunan dan tanah bekas
Markas Komando Daerah Angkatan Udara di jantung Kota Makassar, di
tepi barat Lapangan Karebosi. Bangunan yang berdiri di tengah kompleks,
pada zaman Belanda, dikenal sebagai Hotel Empress Semula direncanakan
menghidupkan kembali kegiatan perhotelan di kompleks tersebut, bekerja
sama dengan Hotel Hyatt. Namun Kalla lebih setuju mendirikan pusat
pendidikan.
Pada generasi kedua di tangan Jusuf Kalla, per keluarga tersebut
memasuki segmen bisnis otomotif den menjual mobil Toyota. Mula-mula
di Makassar hingga kini menjadi dealer utama wilayah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Selain itu,
beberapa daerah lain di timur Indonesia.
NV Hadji Kalla Trading Company adalah satu dari sedikit
perusahaan keluarga yang mampu bertahan hingga generasi kedua. Ayah
Jusuf memulai usahanya dengan membuka perusahaan tekstil di Kota
Bone, Sulawesi Selatan. Pindah ke Makassar, ia mendirikan tujuh firma
seiring dengan nasionalisasi perusahaan asing. Itulah awal kegiatan
mereka di bidang impor ekspor.
Jusuf Kalla mulai sepenuhnya menangani usaha warisan ayahnya
pada 1967. Usaha pertokoan dibenahi, sambil mengurus jatah sandang
pangan. Ekspor dihidupkan kembali, dengan usaha bidang angkutan
sebagai basis, bermodalkan 10 bus.
Pada 1977, Jusuf Kalla mulai berdagang mobil. Kebetulan saat itu
Kantor Gubernur Sulawesi Selatan memerlukan sejumlah kendaraan.
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia yang dihubunginya menjelaskan,
impor mobil dapat dilakukan dalam jumlah minimal lima buah. Ketika PT
Astra ditunjuk sebagai penyalur mobil Toyota di Indonesia, NV Hadji
Kalla menjadi agen untuk Sulawesi. Hingga kini perusahaan itu hampir
memonopoli pasaran mobil di Indonesia bagian Timur. Dalam menangani
perusahaan, Jusuf dibantu oleh adik, ipar atau temannya. Dia lebih
menyukai pegawai yang mantan aktivis daripada lulusan dengan nilai
tinggi, tetapi tanpa pengalaman berorganisasi.

Anda mungkin juga menyukai