Anda di halaman 1dari 15

Resensi dan Ringkasan Novel Takbir Cinta di Jabal Rahmah

Nama : Sulaiman Ibrahim


Kelas : Teknik Perminyakan C
NIM : 1701113

Resensi Novel Takbir Cinta di Jabal Rahmah


Rencana indah Allah untuk Meisya

Novel ini merupakan novel islami yang menceritakan tentang seorang


gadis mualaf, bernama Meila dan Meisya. Mereka adalah kakak beradik.
Meila dan Meisya mengalami kecelakaan setelah mereka wisuda
sehingga merenggut kedua mata Meila dan melumpuhkan kaki Meisya.
Bagaimanakah kisah mereka berdua menjalani cobaan Allah dan
sampai akhirnya menemukan seberkas cahaya? Silahkan baca
ringkasan novel islami ini.
RESENSI
Judul novel : Takdir Cinta di Jabal Rahmah
(Rencana indah Allah untuk Meisya)
Pengarang : Roidah
Penerbit : Kaysa Medisa
Tahun Terbit : Mei - 2014
Kota Terbit : Jakarta
Jumlah halaman : iv + 200 hlm
Kategori : Romance

Sinopsis
Mungkinkah dua gadis cacat, satu lumpuh dan satu buta, mendapatkan
kebahagiaan sebagaimana layaknya gadis normal lainnya? Menikah
dengan lelaki tampan nan hampir sempurna?

Kisah ini berawal dari musibah yang menimpa dua gadis cantik di saat
puncak kebahagiaannya. Peristiwa itu begitu memupus harapan
mereka. Ungkapan protes sempat muncul dari mulut mereka. Namun,
ternyata Allah punya rencana yang indah untuk hidup mereka.

Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan kemurahan sang


Mahacinta. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca dan
menemukan rahasia indah Allah untuk hidup umatnya.

Kelebihan
1. Sampul buku terlihat menarik dan islamiah dengan gambar unta
dengan latar Jabal Rahmah.
2. Gambar sampul sesuai dengan isi dan judulnya yaitu di Jabal
Rahmah.
3. Bagian belakang sampul terdapat sinopsisnya yang memudahkan
pembaca mengetahui isi novel keseluruhan dan menarik pembaca.
4. Alurnya jelas, sehingga membuat para pembaca seperti ikut
merasakan suasana sesuai dengan isi cerita
5. Memberikan pesan moral yang baik yaitu jangan mengeluh atas
musibah yang menimpa kita, karena dibalik kesulitan pasti akan ada
kemudahan.
6. Menceritakan tentang cinta seorang pria yang tulus kepada wanita
yang fisiknya tidak sempurna dan menerima apa adanya.

Kelemahan
1. Di dalam tersebut ada penggunaan bahasa suku Kubu yang terkadang
membingungkan walaupun hampir mirip dengan bahasa Indonesia,
hanya beberapa kalimat saja yang diberi penjelesan.
2. Nama tokoh Meisya yang dicantumkan di cover hanya sedikit
diceritakan, tidak sesuai dengan bayangan pertama pembaca saat
membaca covernya.

Kesimpulan
Novel ini sangat bagus untuk dibaca, banyak hal yang dapat
dijadikan hikmah dan juga pelajaran dalam menjalani kehidupan ini.
Banyak peristiwa yang senantiasa menjadikan anak manusia senantiasa
bersyukur atas apa yang diberikan ilahi robbi. Kisah-kisah romantis
antara sepasang anak manusia yang sudah halal membuat pembaca
akan tergelitik.
Dari banyaknya cobaan yang menimpa manusia, maka akan
diberikan gantinya oleh Allah dengan keindahan yang sangat tidak
diduga-duga jika umatnya mampu melewati cobaan tersebut.

Saran
Kalimat yang digunakan seharusnya sedikit lebih disederhanakan
karena mebuat pembaca berpikir lebih konsentrasi apa makna dari
kalimat yang dimaksud.

_________________________________________________________
____

RINGKASAN
Meisya dan Meila adalah kakak beradik yang jarak umurnya satu
setengah tahun. Merekan kuliah di universitas yang sama. Mereka
sering menghabiskan waktu bersama dan pada akhirnya juga wisuda
bersama. Meisya sempat cuti dari kuliahnya sehingga ia lulus
bersamaan dengan adiknya, yaitu Meila. Meisya cuti karena mencoba
berkarier di dunia entertainment, namun gagal dan ia kembali
melanjutkan rutinitas kampus bersama adiknya yang saat itu
melanjutkan jurusan akuntansi. Setelah mereka selesai wisuda,
mereka naik mobil Ayahnya untuk merayakan kelulusannya berdua di
restoran. Tiba-tiba mereka kecelakaan karena kelalaian Meila saat
menyetir mobil dengan asyik bercerita tentang impian mereka setelah
lulus sehingga Meila tidak menyadari ada mobil Avanza di tikungan yang
berbelok ke arahnya. Suara benturan keras dan pekikan membahana
memecah keramaian jalan raya. Dengan sigap para warga menolong
Meila, Meisya, dan gadis pengendara Avanza. Mereka akhirnya dibawa
kerumah sakit dan mengakibatkan Meila kehilangan penglihatannya,
Meisya lumpuh dan hanya duduk di kursi roda, sedangkan gadis
pengendara Avanza sudah sembuh dan bisa beraktivitas kembali
setelah beberapa minggu dirawat dirumah sakit yang sama dengan
Meisya dan Meila.
Semenjak kecelakaan itu, mereka merasa Allah tidak adil telah
menghukum mereka atas musibah ini. Meila melalui hari-hari dirumah
sangat berat, ia baru merasakan sulit menjalani kehidupan dengan
penglihatan yang tidak normal. Berbeda dengan Meila, Meisya terlihat
sudah ikhlas menjalani hari-harinya. Keluarga Meila dan Meisya baru
mualaf semenjak 6 bulan lalu. Ayah mereka yang membawa keluarga
kecil ini menjadi mualaf. Pada suatu ketika Ayah mereka lembur dikantor
dan mendapatkan kabar bahwa Ayah mereka telah meninggal karena
penyakit pencernaan akut yang di derita Ayahnya sejak lama. Mereka
pun merasa semakin marah pada Allah apa yang sesunggguhnya
diinginkan Allah sehingga musibah beruntun menimpa keluarga mereka
setelah kecelakaan yang menimpanya.
Perlahan, Meila mulai terbiasa dengan kondisinya. Belakangan ini,
Meila menghabiskan waktu dengan menonton TV bersama kakaknya
untuk menghilangkan rasa bosan yang menyelimutinya.
Dua minggu setelah wafatnya Ayah Meila dan Meisya, datanglah
teman sekolah Meila saat SMA untuk menyampaikan bela
sungkawanya, yaitu Ari. Ari datang kerumah Meila tidak sendirian, ia
ditemani oleh kawannya yang bekerja sama-sama dibidang
penyelamatan hutan, yaitu Haryo. Haryo ikut berduka atas musibah
yang telah menimpa Meila dan memberikan nasihat-nasihat untuk
membuat Meila bangkit. Namun Meila tidak begitu menyukai pria
tersebut mengguruinya karena baru berkenalan.
Setelah kunjungan pertamanya kerumah Meila, akhirnya Haryo
lebih sering kerumah Meila tanpa ditemani Ari. Seiring berjalannya
waktu, Haryo mulai jatuh cinta pada Meila karena dia wanita yang
berbeda dengan wanita yang pernah ia kenal sebelumnya. Meila adalah
gadis yang tegar, mandiri, kuat, suka menolong orang, terlebih lagi dia
adalah mualaf. Haryo banyak tahu mengenai Meila karena diceritakan
oleh Ari. Menurutnya, derajatnya akan semakin tinggi dimata Allah jika
dia menikahi wanita yatim dan bisa membawa wanita mualaf menjadi
lebih dekat mengenal Allah.
Pada suatu hari, Haryo datang kerumah Meila untuk
menyampaikan perasaannya pada Meila.
“Meila..Aku menyukaimu. Namun, Islam tidak mengenal istilah
pacaran, maka aku datang hari ini untuk mengajakmu ta’aruf sebelum
pernikahan. Dengan kata lain, aku berniat untuk mengenalkanmu
kepada keluargaku, meski awalnya hanya perkenalan melalui foto. Atau,
apabila kamu bersedia datang langsung kerumahku, aku akan sangat
bahagia.” Haryo merasa sangat lega sudah mengatakan tujuan yang
sebenarnya .
“Apakah Mas sudah pikirkan matang-matang?”, jawab Meila.
Haryo diam. Ia mengerti ke arah mana kalimat Meila. Meila tidak
merasakan cinta seperti apa yang dirasakan oleh Haryo.
Haryo tak patah arang. Semangatnya tetap bangkit untuk
meyakinkan Meila. Haryo mengerti keadaan ekonomi keluarga Meila
setelah wafatnya sang Ayah, dia mendapat cerita itu dari Ari. Jika Haryo
menikahi Meila nanti, ia berjanji akan menanggung biaya hidup keluarga
Meila. Maka dengan pertimbangan itu, Meila menerima tawaran
menikah oleh Haryo. Tanpa disadari Meila, tadi Haryo telah memotret
wajah Meila dan foto keluarganya di ruang tamu menggunakan kamera
telepon genggamnya. Foto itu akan diperlihatkan pada orangtuanya.
Haryo sudah tidak sabar menunjukkan wajah lembut gadis pujaannya.
Baru saja Haryo menginjakkan kakinya dirumah, Mama sudah
menanyakan tentang calon menantunya yang membuatnya penasaran.
Haryo memperlihatkan foto Meila dan keluarganya yang ada di telepon
genggamnya. Kemudian orangtua Haryo terkejut melihat foto tersebut.
Ternyata Ibunda Meila adalah teman SMA dari Mama Haryo, namanya
Hanum. Seketika wajah orangtua Haryo Nampak sumringah. Kemudian
Haryo menceritakan pada orangtuanya bahwa Meila adalah gadis yang
buta. Lalu orangtua Haryo menyuruhnya untuk shalat istiqarah untuk
meyakinkan keputusannya karena sang Mama ingin menantu yang
fisiknya normal. Haryo yakin hati Mama bias sedikit diluluhkan oleh
penjelasan Ari tentang Meila karena Mama sudah memperlakukan Ari
seperti anaknya sendiri dan sangat mempercayai ucapannya.
“Kamu yakin sudah shalat istiqarah dan jawaban dari Allah adalah
Meila?” kali ini Papa yang bertanya, Mama diam saja. “Ya’” jawab Haryo
singkat, tegas. “Lagipula, Hanum orangnya sangat baik, Papa yakin
anak-anaknya pun juga baik hati seperti dirinya,” Papa berusaha
meyakinkan Mama. Haryo tersenyum bahagia. Ia sangat yakin bahwa
Meila adalah jodohnya. Dan, dengan restu dari Papa dan Mama, ia
merencanakan hal selanjutnya, yaitu lamaran.
Ada kegelisahan menghinggapi batin Meila, mengingat sebentar
lagi ia akan memulai babak baru dalam hidupnya. Ia selalu saja khawatir
terhadap Mas Haryo, lelaki yang akan dinikahinya. Benarkah dia adalah
lelaki yang tepat? Demikian keraguan Meila yang terus menyeretnya
dalam kegelisahan. Hari ini adalah hari yang dinanti, yaitu hari
pernikahan Meila dan Haryo. Meila yang sudah siap dengan pakaian
dan riasan pengantinnya pun segera keluar kamar. Meila mendengar
beberapa orang berdecak kagum dengan penampilannya yang entah
seperti apa. Sayang sekali, Meila tak bias melihat bagaimana wajah dan
penampilannyadi hari terpenting dalam hidupnya itu. Bahkan, hingga kini
Meila tidak tahu seperti apa wajah lelaki yang akan menemaninya duduk
di pelaminan nanti. Biar mata buta asalkan hati tidak, biar sekeliling
gelap asalkan hati bersinar dan bias menyinari sekeliling. Kalimat itulah
yang membuat Meila lebih kuat dan menerima pernikahan ini tanpa
banyak mengeluh. Ia ingin menyerahkan seluruh pelita hatinya untuk
menerangi orang lain, terutama ibunya yang sangat bahagia ketika
Meila dilamar oleh Haryo, anak dari sahabat karibnya.
Haryo mendapat tujuh hari cuti dari kantornya untuk menikmati
masa pengantin barunya, meskipun sangat terlambat, dua minggu
setelah hari kebahagiaan itu berlalu. Haryo tidak membiarkan waktu
untuk membahagiakan Meila berlalu begitu saja. Ia segera
menjadwalkan tempat-tempat yang akan mereka kunjungi, pantai,
taman, mall, dan tempat-tempat wisata lainnya yang sebenarnya sudah
pernah dikunjungi oleh Meila. Sayang, Meila tak dapat menikmati
kebahagiaan itu seutuhnya karena tak bisa melihat indahnya dunia
bersama Haryo. Sekarang hanya tersisa tiga hari untuk menikmati masa
cutinya itu. Meila menolak untuk berkunjung kemana pun, dia ingin
menghabiskan hari-harinya dirumah saja. Haryo tidak keberatan,
baginya selama bisa didampingi Meila sudah cukup
membahagiakannya. Pada suatu pagi, ketika Meila dan Haryo
menyantap sarapannya, Haryo bekata pada Meila bahwa ia ingin umroh
berdua. Bagi Haryo, usulan itu diyakininya akan kian mengikatkan batin
Meila padanya. Sebab, mereka hanya berdua di negeri orang dan itu
akan membuat ketergantungan dan keterikatan yang lebih mendalam di
antara keduanya. Terlebih lagi Meila, dia pasti akan sangat
membutuhkan keberadaan Haryo. Bagi Meila, usulan itu membuat
dadanya bergetar. Berkunjung ke negeri orang dalam keadaan buta
seperti itu pasti akan membangkitkan beragam rasa. Haryo meyakinkan
Meila bahwa ia akan membimbing Meila saat umroh nanti. Haryo akan
mengambil cuti tahunannya bulan depan untuk berangkat umroh.
Haryo kembali menjalankan tugas pekerjaannya, ia seorang
antropolog yang ditugaskan di daerah hutan rimba di pedalaman Jambi,
tepatnya suku Kubu, dia bekerja di bagian perlindungan hutan. Haryo
memiliki sahabat bernama Peniti Laro. Mereka sudah bersahabat 5
tahun. Sampai suatu kejadian tragis menimpa Peniti Laro dan
menyebabkan Peniti Laro mati terbunuh oleh penebang liar karena
ditusuk pisau. Peniti Laro berjuang untuk mencegah penebangan liar
tersebut tapi berujung kematian. Kemudian Ayah Peniti Laro
memberikan bola mata Peniti Laro untuk di donorkan pada Meila, yaitu
istri Haryo. Peniti Laro pernah berkata pada Ayahnya bahwa dia ingin
menghadiahi bola matanya untuk istri Haryo jika ia meninggal nanti.
Akhirnya Haryo menjemput Meila untuk pergi ke Jambi untuk
melangsungkan operasi mata. Haryo sangat senang bahwa istrinya
akan bisa melihat seperti orang normal. Namun ia juga sangat sedih
karena harus kehilangan sahabatnya. Haryo menganggap mungkin ini
sudah jalan Allah yang diberikan pada istrinya walaupun ia harus
kehilangan sahabatnya. Setelah operasi mata Meila berhasil, Meila
begitu terkejut melihat sosok Haryo yang begitu tampan, bahkan lebih
tampan dari yang ia bayangkan. Ia sangat bersyukur atas semua
kebahagiaan yang diberikan Allah.
Haryo menyesali dirinya sendiri atas kepergian Peniti Laro. Ia
selalu membayangkan seandainya saat itu ia ada di sisi Peniti Laro,
tentu kejadian pembunuhan itu tidak akan menimpa sahabat karibnya.
Kemudian, pikirannya itu mengingatkannya pada Meila, istrinya. Apabila
ia selalu ada di sisi Meila, pasti istrinya itu akan selalu aman dalam
penjagaannya. Kepergian Peniti Laro menyadarkan Haryo bahwa ia
harus berhenti mengembara dan menetap dirumah bersama orang yang
dicintainya jika ia tak ingin kehilangan lagi. Ia tak bisa membayangkan
apabila yang pergi itu Meila. Meila meminta Haryo untuk menetap di
Jakarta. Permintaan istrinya itu membuat Haryo termenung karena
sebenarnya ia juga menginginkan hal yang sama. Permasalahan yang
belum terpecahkan ini membuat kegelisahan di hati Haryo. Namun, tiba-
tiba Haryo mendapat penawaran dari Ari untuk bekerja di Jakarta.
Pekerjaan itu masih satu lembaga dengan kantor Haryo, hanya divisinya
saja yang berbeda. Haryo dengan senang hati menerima pekerjaan itu
dan segera mengurus administrasi kepindahannya. Selama urusan
administrasi masih diproses oleh kantornya, Haryo meminta cuti sepuluh
hari untuk melaksanakan ibadah umroh bersama istrinya.

Tibalah saatnya Meila dan Haryo berangkat ke tanah suci. Suara


isakan Meisya menyesakkan hati Meila dan membuatnya ikut
meneteskan air mata. Ini pertama kali mereka akan berpisah lama.
Sejak kecil, mereka tumbuh bersama dan selalu melakukan kegiatan
apapun berdua. Haryo dan Meila segera meninggalkan rumah. Ibunda
Meila dan Meisya memang tidak ikut mengantarkan mereka ke bandara
karena Haryo tak ingin merepotkan keluarga istrinya itu. Sedangkan
ditempat lain, Mama dan Papa Haryo dengan kendaraan pribadi mereka
tengah siap-siap pula menuju bandara. Tentu dengan tujuan ingin
melepas pengantin baru itu menyongsong bulan madu.
Tiba ditanah suci, bibir Meila dan Haryo berdecak kagum. Meila
tak henti berkedip, meyakinkan diri apakah semua yang disaksikannya
itu nyata, bukan mimpi. Belum pernah mereka melihat masjid semegah
dan sebesar ini, wajar jika mereka terus mengaguminya.
Ada peristiwa tak terduga yang dialami Meila kali ini. Meila yang
sedang memakan sepotong kue kering ala Arab tersebut dicolek
pundaknya oleh seorang lelaki Arab. Betapa kagetnya perempuan itu
ketika melihat lelaki Arab tinggi besar berdiri teepat dihadapannya. Dia
terlihat tersenyum lebar. “Ya, Siti Rahmah, cantik sekali.” Sapanya
sambil menyodorkan sepasang kalung mutiara. Meila mennggeleng
karena dia sudah memilikinya. Sampai akhirnya, kedua tangan lelaki
tinggi besar itu menarik ujung lengan gamisnya. Spontan perempuan itu
kaget dengan kelancangan lelaki yang berusia sekitar 40 tahunan itu.
Dengan sigap Haryo bergerak mendekati istrinya. Dipeluknya erat bahu
mungil itu. Meila menghembuskan napas lega. Hatinya begitu terharu
dengan perlakuan sang suami yang begitu sigap menjaga dirinya.
Sebutan Siti Rahmah artinya adalah istri Nabi Ayub yang sangat setia
dan tekun merawah suaminya ketika ditimpa penyakit kulit akut. Sapaan
dengan menyebut Siti Rahmah bisa diartikan sebagai sapaan
menggoda yang masih berisi unsur penghormatan pada sang
perempuan. Perempuan yang dianggap suci alias baik dan terpelihara.
Meila menggangguk kuat, bibirnya tersenyum tipis, puas dengan
penjelasan yang dituturkan oleh kepala rombongan mereka.
Saat menjalankan umroh, Haryo selalu melindungi istrinya dari
gangguan orang jahat setempat yang menggoda istrinya. Kemudian
Haryo dan Meila naik unta dengan berhiaskan bunga- bunga cantik di
Jabal Rahmah. Mereka sangat mesra dan mulai timbullah rasa cinta
Meila kepada Haryo karena perhatian yang tulus dari sang suaminya. Di
Jabal Rahmah cinta di hati sepasang pengantin baru ini semakin kuat.
Saat di Jabal Rahmah mereka memanjatkan doa untuk keluarga yang
ada di Jakarta. Jabal Rahmah merupakan tempat pertemuan Adam dan
Siti Hawa. Banyak orang yang berdoa di Jabal Rahmah ini untuk soal
jodoh. Haryo berdoa agar hati Meila ditautkan oleh Allah sampai
menutup mata kelak. Jabal Rahmah menjadi saksi bagi kebesaran dan
kemurahan sang Mahacinta.
Saat umroh, Haryo dan Meila mempunyai kenalan satu
rombongan yang bernama Hasbi. Pria tersebut adalah seorang dosen
agama, dan belum menikah. Meila bermaksud mengenali latar belakang
dan kepribadian Hasbi untuk dijodohkan dengan kakaknya, yaitu
Meisya. Menurut Meila, Hasbi adalah pria yang baik untuk Meisya.
Namun Meila ragu apakah Hasbi mau menerima keadaan Meisya yang
lumpuh. Tapi keraguan itu ditepisnya bahwa Hasbi bukan pria yang
hanya menilai wanita dari fisiknya karna Hasbi adalah pria yang shaleh.
Haryo dan Meila mengundang Hasbi datang kerumah mereka setelah
pulang umroh .
Jakarta yang menabur kerinduan, setidaknya itulah yang
dirasakan Meila dan Haryo kini. Mereka sudah tidak sabar ingin bertemu
muka dengan orang-orang terkasih di Jakarta. Mereka akan segera
mengudara selama 8 jam.
“Mas, aku ingin ada sesuatu yang tetap melekat dalam diriku
selama perjalanan umroh kemarin yang akan terus kubawa sampai
mati” desis Meila tiba-tiba. “Apa yang kamu mau Meila?” sahut Haryo.
“Entahlah, kalau benda bisa saja rusak atau hilang di Jakarta. Namun,
aku tetap berterima kasih padamu telah menghadiahkan aku kalung
mutiara, baju, dan souvenir lainnya khas tanah suci. Tetapi yang kali ini
apa ya?” urai Meila sambil menggenggam kuat telapak tangan suami
yang kini murni dicintainya. “Bagaimana kalau sebuah nama? Dia tak
akan pernah rusak dan tak akan pernah hilang. Akan terus melekat
walau jasad sudah berkalang tanah.” Jawab Haryo. Meila setuju dengan
ide Haryo untuk memberikan nama tambahan pada Meila. Semenjak
mualaf, Meila tidak memiliki nama islam. Haryo memberikan nama Siti
Rahmah pada Meila karena kejadian yang terjadi saat umroh. Meila
mengangguk kuat. Hatinya senang sekaligus puas menemukan apa
yang dicarinya dan akan menjadikan kenang-kenangan terindah dari
perjalanan suci mereka berdua.
Tepat pukul 11 pagi waktu Jakarta, Haryo dan Meila tiba
dirumahnya. Ibu Meila dan Meisya telah menyiapkan camilan dan
makan siang untuk mereka. Terdengar suara-suara saling bersahutan
memenuhi ruangan. Suara-suara itu berisi cerita tentang perjalanan
umroh Meila dan Haryo. Meila sudah sangat ingin bercerita tentang
Hasbi pada Meisya, tetapi ditahannya. Dia khawatir Hasbi tak akan
dating lusa atau tak akan datang selamanya, sementara dia sudah
menabur harap di hati kakak tercintanya itu. Hanya satu yang kemudian
membangkitkan gelora jiwa Meila dan ia ingin segera menyampaikan
kepada seluruh keluarga besar itu, yaitu tentang pergantian nama
muslimahnya. Namun, niatnya itu justru keduluan oleh suaminya. Ya,
dari muluut Haryo pengumuman itu sudah tersampaikan. Semua
menyambut dengan suka-cita. Apalagi, ketika tahu sejarah lahirnya
nama itu, wajah-wajah bahagia kian bercahaya, kecuali Meisya yang
sedikit meredup. Bukan karena tak suka cerita Meila tentang pergantian
namanya, melainkan hatinya yang merasa iri pada perjalanan hidup
yang telah dilalui oleh adiknya.
Dua minggu kemudian datanglah Hasbi menepati undangan
silaturahmi Haryo dan Meila. Lalu, Meila segera meluncur ke kamar
Meisya meminta sang kakak ikut dirinya keluar. Meisya yang sedang
asyik membaca sebuah novel religi sedikit kaget dengan sikap sang
adik. Meila tak mau menjelaskan siapa tamu yang dating dan justru
melontarkan kalimat yang membuat Meisya semakin penasaran.
“Sudahlah kakak ikut saja denganku ke depan, anggap saja ini kado
istimewaku dari umroh. Sekarang kakak berdandan yang rapi, ya. Aku
akan ke dapur membuatkan teh untuk tamuku itu,” putus Meila sebelum
hilang dari balik kamar Meisya. Ibunda Meila segera mengintip ke ruang
tamu. Mendadak segaris senyum membayang di raut tua itu, mengerti
apa yang tengah terjadi. “Namanya Hasbi, Bu. Dia teman kami sewaktu
umroh. Semoga cocok dengan kakak dan semoga saja berjodoh”, bisik
Meila kepada ibunya. Mata tua itu terlihat berkaca-kaca, jelas sekali
keharuan penuh kebahagiaan terpancar disana.
Kemudian Meisya dikenalkan pada Hasbi. Lalu Meisya dan Hasbi
menghabiskan waktu berbincang untuk mengenal satu sama lain dan
akhirnya mereka merasa cocok. Meisya sudah bisa menebak bahwa
kado istimewa yang dimaksudkan Meila adalah Hasbi. Setelah Hasbi
pulang dari rumah Meila, kemudian Meisya bercerita bahwa ia juga
diberikan nama Islam yang indah, yaitu Siti Fatimah. Nama tersebut
adalah nama anak Rasulullah. Meisya sangat menyukainya.
Tibalah saatnya Meisya dinikahi oleh Hasbi. Meila merasa sangat
senang karena kakaknya kini tidak kesepian lagi, dan kakaknya sudah
bisa berjalan dengan menggunakan kaki palsu yang dibelikan Hasbi.
Kemudian Meila, Haryo, Meisya, dan Hasbi berangkat umroh berempat
yang telah direncanakan mereka jika Meisya sudah menikah. Sekaligus
Haryo dan Meila mengulang cerita indah saat mereka umroh pertama
kali. Wajah Haryo, Meila, Hasbi, dan Meisya berbinar. Terutama Meisya,
mata itu tak kunjung berkedip menatapi bukit batu di hadapannya. Bukit
yang baru pertama kali ia saksikan. Ya, mereka berempat kini tengah
tegak di hadapan Jabal Rahmah, sambil kedua tangan masing-masing
terangkat ke atas dengan wajah tengadah, memanjatkan doa. Tentunya
doa untuk kekokohan rumah tangga mereka.
Sementara di tanah air, sang ibu juga tengah memperkokoh
hubungan silaturahmi dengan para besannya. Ya, beliau mewujudkan
rencananya menginap dirumah Mama Haryo dan mengajak Ummi Hasbi
ikut berkumpul. Beliau tidak ingin mengganggu kegembiraan para anak
dan menantunya ketika menyemaikan cinta mereka.
“Semoga pulang dari sana, anak atau menantu kita hamil semua
ya,” suara Mama Haryo menciptakan gelak tawa, saat suasana akrab
tersebut beranjak dari pembicaraan masa muda mereka ke kisah anak
dan menantu mereka. Ibunda Meila dan Ummi Hasbi mengangguk
sambil tersenyum.
Begitulah akhir kisah yang bahagia setelah semua musibah yang
telah menimpa mereka. Mereka mendapatkan kebahagiaan yang
seutuhnya sebagaimana gadis normal lainnya.
RESENSI

NAMA : Sulaiman Ibrahim


NIM : 1701113
KELAS : Teknik Perminyakan C

JURUSAN S1 TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2018

Anda mungkin juga menyukai