Anda di halaman 1dari 5

Nama: Favian Ferdinand Brilliant Athallah

Kelas: XII – KBC MIPA

No: 05

Kenangan

2016, adalah tahun dimana aku memulai masa remajaku. Setelah aku menjalani Sekolah
Dasar (SD), akhirnya aku akan menuju ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ya, Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di SMP Negeri di
kotaku.

Akhirnya, hari yang aku tunggu tiba. Aku mulai melangkahkan kakiku di dalam sekolah
ini, untuk mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), sebelum aku menjadi siswa
SMP yang seutuhnya. Setelah tiga hari melewati Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, saatnya
rutinitas sebagai siswa SMP baru dimulai.

Sekarang, yang harus aku lakukan adalah menjalani keseharianku seperti biasa. Belajar
dan bermain dengan teman-temanku, dan menaati setiap peraturan yang telah dibuat oleh
sekolah. Tanpa tahu, apa yang akan terjadi di masa depan, apa yang biasanya terjadi di
lingkungan sekolahku ini. Aku ikuti saja alurnya, pikirku.

Sudah satu semester aku bersekolah di sini. Dan kenyataannya benar, perjalananku di
sekolah ini sungguh sangat biasa. Tidak ada yang spesial, Semua sama seperti apa yang aku
lakukan saat di bangku Sekolah Dasar. Tapi, semua keseharianku yang sangat biasa itu berubah
setelah adanya pengumuman Olimpiade Matematika di salah satu SMA Negeri di kotaku.

“Brilliant, bapak daftarkan Olimpiade Matematika, ya ?” begitu kira-kira penawaran yang


diberikan oleh guruku, Pak Fausi, kepadaku.

Tentu saja aku kaget. Aku baru kelas 7 saat ini. Saat ini masih bulan Desember, yang
artinya, baru satu semester aku disini. Bahkan, belum ada satu tahun aku bersekolah disini.

“Saya pikir-pikir dulu ya, Pak…,” jawabku dengan ragu.


Di sekolah aku memikirkan jawaban apa yang harus kuberikan kepada Pak Fausi. Bahkan
saat aku pulang pun aku masih bertanya-tanya pada diriku sendiri, haruskah aku menerima
tawaran Pak Fausi ?

Seminggu kemudian, aku dipanggil oleh Pak Fausi. Ia menanyakan jawaban dariku.
Sungguh, aku belum mendapat jawaban yang tepat. Aku tidak mungkin meminta waktu untuk
berpikir lagi, kan ?

“Iya, Pak…, saya mau ikut,” kata-kata itu muncul tiba-tiba dari mulutku.

“Ya sudah, mulai besok siang kita pembinaan, ya….”

Dan keesokan hari pun tiba, aku benar-benar mengikuti pembinaan itu. Pembinaan ini
tidak hanya sehari atau dua hari, tapi satu bulan. Sungguh pembinaan ini sangat melelahkan.
Selain mengambil jam belajarku, pembinaan ini juga mengambil jam istirahatku. Aku harus
pulang pukul empat sore karena pembinaan ini.

Dan hari perlombaan pun tiba. Aku grogi dan cemas, Aku merasa masih banyak
kekurangan dalam diriku. Baiklah, aku akan mengerjakan sebisaku, dan berserah pada Allah
apapun hasilnya. Dan hasilnya, sungguh diluar dugaanku. Aku memenangkan olimpiade ini.
Sungguh, aku bahagia. Kerja kerasku tidak sia-sia, dan doaku pun dijawab oleh Allah.

Aku kira semuanya sudah selesai. Namun kenyataannya tidak. Setelah olimpiade itu, aku
ditawari untuk ikut olimpiade lagi. Kali ini, bukan lagi Pak Fausi, Tetapi Pak Syafi’i, guru
Fisika-ku. Seperti bidang yang ditempuhnya, aku ditawari untuk ikut lomba Fisika di salah satu
SMA Negeri di Jember. Wah, kegelisahanku datang lagi. Bagaimana mungkin aku bisa
mengikuti lomba yang satu ini. Aku tidak mampu, tapi Pak Syafi’i selalu memaksaku. Baiklah,
mari kita coba tantangan ini, pikirku.

Dan lagi-lagi, aku harus ikut pembinaan. Selama pembinaan ini aku merasa kecil. Jarak
kemampuanku sungguh jauh dengan kemampuan kakak kelasku. Dan benar saja, saat hari
perlombaan tiba, aku gugur di babak penyisihan. Sudah kubilang, aku tidak mampu mengikuti
lomba yang satu ini.
Beberapa bulan terlewati, tahun pertamaku di sekolah ini akan selesai. Hari ini, aku
ditawari untuk ikut lomba Fisika lagi. Kali ini lombanya di kota yang lebih jauh, Surabaya. Kata
Pak Syafi’i, ini lomba yang cukup bergengsi, jadi lagi-lagi aku dipaksa untuk ikut. Untungnya,
kali ini lombanya berkelompok. Dan aku dikelompokkan dengan temanku, Alan.

Setelah sebulan dipenuhi dengan pembinaan dan perjalanan dari Situbondo yang
melelahkan, akhirnya aku tiba di Surabaya pada pagi hari. Beberapa jam kemudian, babak
penyisihan pun dimulai, aku dan Alan mengerjakan sebisa kami. Hingga akhirnya, waktu
pengumuman pun tiba. Ternyata, kelompok kami masuk ke babak semifinal. Di babak semifinal
ini kami gugur. Tidak apa, aku sudah mengalami peningkatan, kan ?

Setelah lomba itu, masih ada lomba lain di Surabaya. Dan aku mengikutinya lagi. Tapi
tetap saja belum mendapatkan hasil yang maksimal. Setahun sudah aku di sekolah ini. Saat ini
tahun keduaku disini. Aku sudah dikenal sebagai anak olimpiade saat ini. Aku kembali ikut
lomba di Jember, tapi tetap tidak berhasil.

Bulan ini, aku ikut lomba lagi di Jakarta. Tepatnya di SMA Negeri 712 Jakarta. Tahun
ini, aku dikelompokkan dengan kedua temanku. Di lomba kali ini, kami bisa melewati babak
penyisihan dan babak semifinal, hingga akhirnya kami bisa masuk ke babak final. Hasilnya
sungguh mengejutkan, kami keluar sebagai juara pertama. Akhirnya, aku bisa mendapat
kemenangan di lomba Fisika.

Setelah kemenangan pertamaku itu, aku lebih banyak lagi mengikuti lomba Fisika.
Hingga akhirnya, pada bulan April ini, aku dipercaya sekolahku untuk menjadi perwakilan dalam
Olimpiade Sains Nasional tingkat kabupaten bidang Fisika. Mengetahui bahwa ternyata seniorku
yang terdahulu mendapat hasil yang baik, yaitu bisa lanjut ke tingkat provinsi, membuatku
semakin khawatir. Apakah aku bisa seperti mereka ? Apakah aku bisa melanjutkan sejarah yang
mereka buat ?.

Sungguh, mengikuti OSN sangat berat. Aku lelah fisik dan pikiran. Sejarah keberhasilan
senior-seniorku sungguh menghantui pikiranku. Aku mengikuti pembinaan selama satu bulan,
dan aku sendiri. Aku juga disibukkan dengan acara Paskah yang akan dilaksanakan sebelum
OSN diselenggarakan. Dan untuk lomba itu, aku bisa mendapatkan kemenangan lagi.
Hari Jumat, OSN tingkat kabupaten dilaksanakan. Ditengah kepercayaan diriku yang
rendah, aku tetap mengerjakan sebisaku. Beberapa minggu kemudian, hasilnya pun keluar. Dan
aku bisa menjadi wakil kotaku untuk ke tingkat provinsi. Aku ikut pembinaan lagi.

Dan tiba saatnya aku harus ke Surabaya untuk lomba ini. Lombanya akan diadakan
besok. Hari pertama dan kedua di Surabaya berjalan dengan cepat. Tinggal menunggu hasilnya
saja. Hasilnya keluar setelah beberapa minggu. Ternyata hasil yang kudapat tidak memuaskan.
Aku gagal lanjut ke Nasional.

Tahun ketiga aku di sekolah ini. Awal tahun ajaran baru ini aku sudah disibukkan dengan
lomba yang diselenggarakan salah satu pesantren di Malang. Lomba kali ini berkelompok lagi.
Aku, Alan, dan teman sekelasku, Yusril, berada di kelompok yang sama. Lomba kali ini lebih
berat menurutku, karena lomba ini bersifat nasional.

Hari Minggu, babak penyisihan pun dimulai, secara online di sekolah. Beberapa hari
terlewati, hasilnya pun keluar. Kelompokku dinyatakan lolos ke babak semifinal. Jadinya,
seminggu kemudian, kami harus pergi ke Malang untuk lomba ini.

Kami sampai di Malang sehari sebelum lomba diadakan. Kami tidur di kelas yang
disediakan oleh panitia lomba. Keesokan harinya, lomba pun dimulai pada pukul 08.30. Babak
semifinal ini sangat sulit. Semua soalnya menggunakan Bahasa Inggris. Karena kemampuan
Bahasa Inggris kami tidak mumpuni, kami gugur di babak semifinal.

Beberapa bulan kemudian, mendekati waktu akhirku di sekolah ini. Kelompokku, harus
ikut lomba lagi di Surabaya. Tepatnya di Universitas Airlangga. Tahun lalu aku mendapat juara 1
di sini. Tapi kali ini, aku harus puas di harapan 2. Tidak apa, masih ada satu lomba lagi.
Sebenarnya, kami dan guru kami agak ragu untuk ikut lomba satu ini. Sistem lomba ini sangat
baru untuk kami. Tapi akhirnya, kami putuskan untuk ikut lomba ini.

Pagi ini, aku sampai di SMA TAZKIA IIBS. Babak penyisihan pun dimulai. Kami bisa
menyelesaikannya dengan baik. Dan benar saja, kami lolos ke babak semifinal. Babak semifinal
ini menantang menurutku. Sistem games yang diangkat dalam babak ini. Kami menyelesaikan
babak semifinal ini dengan tidak yakin, dan membuatku agak ragu untuk bisa lolos ke babak
final. Ternyata, kami bisa lolos ke babak final yang akan diadakan besok hari.
Malam ini, kami menginap di Hotel Mentari. Malam yang sangat melelahkan, kami harus
menyiapkan materi untuk besok. Ya, babak final yaitu presentasi. Besoknya, kami sudah bersiap
untuk babak final ini. Kami bisa melakukan presentasi dengan sangat baik. Sesuai ekspektasiku,
kami memenangkan olimpiade ini.

Perjalanan yang sangat berat untukku. Pengalaman-pengalaman inilah yang sangat berarti
untukku, bahkan aku menjadi tahu potensi yang ada dalam diriku. Sekarang aku tahu, berserah
pada Allah, bekerja keras, dan pantang menyerah adalah kunci mencapai kesuksesan dalam
hidup ini. Baik keberhasilan dalam hal kecil maupun besar sekalipun. Ketiga hal tersebutlah
yang harus menjadi pegangan dalam kita menjalani kehidupan ini.

Anda mungkin juga menyukai