Anda di halaman 1dari 3

Amelia, si Kuat Penunggu Rumah

Diresensi: Ismatuz Zulfa


Judul
Penulis

: Amelia
: Tere Liye

Penerbit

: Republika, Jakarta

Tebal

: vi+ 392 halaman

Terbit

: pertama, Oktober 2013

ISBN

: 978-602-8997-73-7

Harga

: Rp 60.000,-

Bagi Anda yang hobi membaca novel tentu tidak asing lagi penulis yang
satu ini, Tere Liye. Mengapa? Karena puluhan buku telah ditulis olehnya.
Bahasa yang sederhana namun sarat makna menjadi satu ciri tulisan Tere
Liye. Maka tidak salah bila beberapa bukunya telah berpredikat best seller.
Novel Amelia merupakan novel Serial Anak-Anak Mamak yang terbit
terakhir. Ada empat serial novel yang masing-masing diberi judul sesuai
nama tokoh utamanya. Urutan novelnya dari Amelia, lalu Burlian, Pukat, dan
Eliana. Novel Amelia, sesuai judulnya, lebih banyak bercerita kisah hidup
Amelia meski tidak menutup kemungkinan ada satu-dua bab tentang hidup
kakak Amelia. Amelia, gadis bungsu empat bersaudara dari keluarga bapak
Syahdan dan mamak Nurmas. Anak-anak Mamak memiliki julukan sendiri
sesuai dengan karakter mereka. Kakak pertama, Eliana adalah si sulung
pemberani. Kakak kedua, Pukat si Jenius. Anak mamak yang ketiga adalah
Burlian si Anak Spesial, sedangkan Amelia menyandang julukan Si Anak
Kuat. Mereka hidup di sebuah perkampungan lembah Bukit Barisan,
pedalaman Sumatra (hal 2-3).
Amelia, namanya. Namun dia sering dipanggil Amel oleh siapapun dan
di manapun. Hanya di situasi tertentu Amelia akan terucapkan lengkap.
Akan tetapi Amelia ingin sekali dipanggil Eli, seperti nama panggilan
kakaknya, Eliana, karena Amelia ingin seperti si sulung Eliana (hal 4).
Amelia

sangat

sayang

pada

keluarganya.

Kebiasaan

mengamati

tindakan keluarga menjadi caranya memahami kasih sayang yang diberikan


keluarganya kepada Amelia. Begitu pula kepada temannya. Banyak teman
lain menjauhi Norristeman Amelia yang selalu jahiltapi Amelia tetap

mendekati dan berusaha menjadi teman yang baik bagi Norris, meski Amelia
sering dibuat dongkol dan mengkal hatinya oleh kelakuan Norris (hal 110).
Amelia juga cinta kampungnya, lembah yang sangat asri dengan sungai
tiada tercemar dan hutan tiada terusak tangan setan. Namun ada dua tradisi
kampung yang meresahkan hati Amelia. Cara bercocok tanam, salah
satunya. Menurut Ameliadari penjelasan yang diberikan pak Bin, satusatunya guru SD Amelia, dan arahan paman Unustradisi itu akan semakin
mengungkung masyarakat dalam kemiskinan dan keterbatasan (hal 195).
Keyakinan sistem cocok tanam dimana bibit tanaman hanya diambil dari
tanaman kecil yang tumbuh liar, tanpa tahu kondisi dan kualitas bibit
tersebut itu harus diubah. Bersama ketiga teman sekolahnya, Amelia
berusaha memecah gelombang besar dan menebas batu karang keyakinan
masyarakat kampungnya. Rencananya, akan dilakukan uji coba dengan
menanam bibit kopi pada salah satu ladang milik warga. Sayangnya, belum
sempat ide itu disampaikan ke seluruh warga, banyak kepala sudah
memutuskan tidak setuju terhadap rencana tersebut (hal 357). Alasannya,
banyak dana akan dihabiskan untuk memulai uji coba tanpa tahu bagaimana
hasil penanaman yang asing bagi mereka. Bahkan beberapa orang
menganggap rencana tersebut hanya menguntungkan keluarga Syahdan
saja. Namun, Amelia dan ketiga temannya yang telah bekerja keras
melakukan pembibitan kopi terbaik dan berkeliling kampung menyebarkan
informasi untung-rugi cocok tanam yang baik, tetap berharap dapat melihat
seluruh kampung setuju dengan rencana mereka pada pertemuan besar
kampung (hal 366). Karena pada saat itulah, keputusan benar-benar akan
diambil.
Selain

cocok

kampungnya

yang

tanam,

Amelia

mewajibkan

juga

anak

sangat

bungsu

sedih
menetap

dengan
di

tradisi

kampung,

penunggu rumah begitu kakak Amelia mengolok-oloknya. Padahal dia ingin


sekali seperti kakak-kakaknya yang dapat mencari ilmu hingga pojok dunia.
Amelia bahkan hampir tidak berani bercita-cita akibat label yang tertempel
pada dirinya (hal 104-107). Tangisan mamaknya di tengah malam akibat
kerinduan pada kakaknya, Eliana yang telah sekolah di kota Kabupaten,
semakin meresahkan hatinya. Bagaimana mamak nanti jika semua anakanak mamak akhirnya akan pergi? (hal 276). Namun kuatnya hati Amelia

telah membawanya berkelana. Amelia tidak melanggar tradisi, namun dia


dapat pergi karena satu janji yang diucapkan kepada mamaknya, tetap
menanti Amelia kembali.
Novel ini bercerita tentang masa belajar anak tanpa meninggalkan
kepolosan dan kenakalan masa kanak-kanak. Sehingga topik yang diambil
hampir sama dengan ketiga novel serial anak-anak mamak yang lain. Akan
tetapi pemahaman-pemahaman luar biasa masih mengalir di setiap bab.
Sifat baik Amelia seakan telah menjadi penerang, memvonis kita karena
sikap buruk yang pernah kita lakukan. Polosnya Amelia disertai dengan
keteguhan dan keluasan hati

memberikan contoh yang baik

dalam

bertanggung jawab dan peduli kepada sesama manusia atau lingkungan


yang sekarang semakin tipis terkikis erosi rasa individualis.
Tidak diragukan lagi, bahasa yang sederhana namun memikat hati luar
biasa. Alur yang indah mengalir tanpa paksa. Nilai-nilai moral yang tersebar
di tengah krisis moral anak manusia dengan pre-ending dan ending yang
memukau menjadikan novel ini perlu, bahkan penting dibaca oleh semua
kalangan. Selamat membaca!

Anda mungkin juga menyukai