Anda di halaman 1dari 7

APRESIASI CERPEN

Judul Cerpen: Nalea

Oleh Kelompok 1:

1. Gloria Ester Saulina G. (9A/12)


2. Valentine Clara Valerie (9A/35)
3. Ayu Ika Pangestu (9A/06)
4. Yunia Anggun Azaria (9A/37)
Nalea
Karya: Sungging Raga

Tidurlah, Nalea. Esok kita abadi.

Gadis kecil itu memucat, bibirnya membiru karena


dingin. Hujan belum juga reda sejak sore tadi. Jalanan basah
dan sebagiannya menampakkan genangan pekat seperti
menandakan begitu kelamnya kehidupan kota ini. "Ini,
pakai jaket," kata ayahnya. Lelaki itu menyentuh kening
Nalea, dan memang terasa hangat. "Sepertinya kamu masuk
angin." Mereka sedang berteduh di etalase toko Kemilau
basah lampu-lampu jalan, papan reklame, juga sorot mobil
dan motor, semua adalah cahaya yang menyelingi udara
dingin di sekujur kota. Nalea masih berbaring di pangkuan
lelaki itu. la berkeringat, membuat helai rambutnya
menempel di kening. Napasnya berat dan matanya setengah
terpejam. Lelaki itu tak bisa membayangkan perasaan anak
gadisnya setelah segala kejadian yang mereka alami: Kios
sederhana mereka diangkut petugas penertiban siang tadi.

Siang itu, Nalea sedang duduk di pinggiran taman kota. Seperti biasa, ia berkumpul
dengan bocah sebayanya yang berpakaian usuh. Adakah yang lebih menyenangkan melihat
beberapa anak kecil tertawa riang, yang bahkan giginya belum lengkap, tapi tetap bisa merasa
bahagia meskipun kehidupan ini sesungguhnya teramat keras? Namun, begitulah kebahagiaan
mereka mendadak berhenti ketika mendengar suara keributan tak jauh di arah belakang.
Tampak beberapa petugas berseragam turun dari mobil. Rupanya hari itu ada penertiban
preman, pengamen dan pedagang asongan!

"Weh, ada satpoll". Nalea segera teringat kios ayahnya yang berjarak sekitar dua ratus
meter dari situ. la pun langsung berlari, menyeberang jalan mengejutkan beberapa pengendara
mobil yang lantas membunyikan klakson berkali- kali. Nalea terus berlari. la melewati pedagang
soto, pejalan kaki, tukang becak, tukang ojek yang sedang sibuk dengan gadget, dan orang-
orang lain yang tak ada hubungannya dengan cerita ini. Namun, ada dua orang petugas yang
terus mengejarnya. Gadis itu pun sampai di sebuah kios kecil. la membuka pintu samping kios,
membangunkan seorang lelaki yang tengah tidur berbalut sarung. "Ayah! Ayah! Aku dikejar
satpol. "Ha?" dalam keadaan setengah sadar, lelaki itu lantas meminta Nalea masuk. Namun,
hanya berselang beberapa detik sampai dua petugas itu menemukannya. "Oh, jadi kalian
tinggalnya di sini, salah seorang petugas berkata, lalu mengambil HT "Mobil ke sini, dua ratus
meter arah barat. Ada kios yang harus diangkut.

Dalam keadaan masih tampak pusing, ayah Nalea mengajak anaknya segera
membereskan beberapa barang seperti buntalan baju, radio, dan tas. Mereka harus buru-buru
pergi jika tidak ingin dibawa ka panti sosial. "Lho, hei mau ke mana?" Lelaki itu menggendong
Nalea dan segera menyelinap di pagar. Maka keduanya pergi sambil sesekali menoleh pada
petugas yang sibuk merobohkan kios-kios semi-permanen itu.
IDENTITAS CERPEN

1. Judul : Nalea
2. Pengarang : Sungging Raga
3. Sumber : Buku Pr Bahasa Indonesia kelas IX semester I penerbit Intan Pariwara halaman
59
4. Rangkuman :

Kisah ini menceritakan kisah seorang anak kurang mampu atau gelandangan. Ia
tinggal bersama ayahnya di sebuah kios kecil. Suatu hari saat ia sedang berkumpul
dengan teman sebayanya, tiba-tiba ada petugas satpol datang. Nalea berlari ke arah kios
ayahnya dan ada dua petugas yang mengejarnya. Ia membangunkan ayahnya yang sedang
tertidur pulas di kios itu. Petugas itupun menemukan kios tersebut, akhirnya Ayah Nalea
dan Nalea bergegas membereskan beberapa barangnya, lalu pergi menyelinap lewat
pagar sementara petugas sibuk merobohkan bangunan kios itu. Akhirnya mereka
berteduh di etalase toko, Nalea masuk angin, ayahnya pun memberikan jaketnya pada
Nalea. Nalea masi berbaring di pangkuan ayahnya, sementara hujan masi saja belum reda
sejak sore tadi.
I). STRUKTUR

Tidurlah, Naela. Esok kita abadi Gadis kecil itu memucat, bibirnya
membiru karena dingin. Hujan belum juga reda sejak sore tadi. Jalanan
basah dan sebagiannya menampakkan genangan pekat seperti
menandakan begitu kelamnya kehidupan kota ini. "Ini, pakai jaket,"
kata ayahnya. Lelaki itu menyentuh kening Nalea, dan memang terasa
hangat. "Sepertinya kamu masuk angin." Mereka sedang berteduh di
Orientasi etalase toko Kemilau basah lampu-lampu jalan, papan reklame, juga
sorot mobil dan motor, semua adalah cahaya yang menyelingi udara
dingin di sekujur kota. Nalea masih berbaring di pangkuan lelaki itu. la
berkeringat, membuat helai rambutnya menempel di kening. Napasnya
berat dan matanya setengah terpejam. Lelaki itu tak bisa
membayangkan perasaan anak gadisnya setelah segala kejadian yang
mereka alami: Kios sederhana mereka diangkut petugas penertiban
siang tadi.

Siang itu, Nalea sedang duduk di pinggiran taman kota. Seperti


biasa, ia berkumpul dengan bocah sebayanya yang berpakaian usuh.
Adakah yang lebih menyenangkan melihat beberapa anak kecil tertawa
riang, yang bahkan giginya belum lengkap, tapi tetap bisa merasa
bahagia meskipun kehidupan ini sesungguhnya teramat keras? Namun,
begitulah kebahagiaan mereka mendadak berhenti ketika mendengar
suara keributan tak jauh di arah belakang. Tampak beberapa petugas
berseragam turun dari mobil. Rupanya hari itu ada penertiban preman,
pengamen dan pedagang asongan! "Weh, ada satpoll" Nalea segera
teringat kios ayahnya yang berjarak sekitar dua ratus meter dari situ. la
pun langsung berlari, menyeberang jalan mengejutkan beberapa
Komplikasi pengendara mobil yang lantas membunyikan klakson berkali- kali.
Nalea terus berlari. la melewati pedagang soto, pejalan kaki, tukang
becak, tukang ojek yang sedang sibuk dengan gadget, dan orang- orang
lain yang tak ada hubungannya dengan cerita ini. Namun, ada dua
orang petugas yang terus mengejarnya. Gadis itu pun sampai di sebuah
kios kecil. la membuka pintu samping kios, membangunkan seorang
lelaki yang tengah tidur berbalut sarung. "Ayah! Ayah! Aku dikejar
satpol. "Ha?" dalam keadaan setengah sadar, lelaki itu lantas meminta
Nalea masuk. Namun, hanya berselang beberapa detik sampai dua
petugas itu menemukannya. "Oh, jadi kalian tinggalnya di sini, salah
seorang petugas berkata, lalu mengambil HT "Mobil ke sini, dua ratus
meter arah barat. Ada kios yang harus diangkut.

Dalam keadaan masih tampak pusing, ayah Nalea mengajak anaknya


segera membereskan beberapa barang seperti buntalan baju, radio,
dan tas. Mereka harus buru-buru pergi jika tidak ingin dibawa ka panti
Resolusi
sosial. "Lho, hei mau ke mana?" Lelaki itu menggendong Nalea dan
segera menyelinap di pagar. Maka keduanya pergi sambil sesekali
menoleh pada petugas yang sibuk merobohkan kios-kios semi-
permanen itu.

II). UNSUR PEMBANGUN

1) Unsur Intrinsik
a. Tema : Kejenjangan Sosial
b. Latar : Tempat- Di etalese toko, di pinggiran taman kota, di arah belakang, di sebuah
kios kecil, di pagar.
Waktu- malam hari, siang tadi.
Sosial-
c. Penokohan:
Nalea- setia, baik hati, lugu
Ayah Nalea- penyayang, pekerja keras, baik
Petugas Satpol- tidak baik, tidak punya hati
d. Sudut pandang: Orang ketiga sebagai pengamat
e. Alur: Alur maju mundur/ campuran
f. Amanat: Kita harus bersyukur karena di luar sana banyak anak yang tidak
seberuntung kita yang mempunyai rumah, makanan bahkan kita yang mempunyai
orang tua.

2) Unsur Ekstrinsik
a. Bahasa: Bahasa Indonesia
b. Latar belakang pengarang: Nama: Sungging Raga
Tempat tanggal lahir: Situbondo, 25 April 1987
Penulis tinggal di Desa Curah Jeru Kecamatan Panji
Kabupaten Situbondo. Alumni SMA Negeri 1 Situbondo.
c. Nilai nilai yang terkandung dalam karya satra:
Nilai moral dan Nilai sosial

III. ASPEK KEBAHASAAN

a. Penggunaan kata ganti orang

1. Kata ganti orang pertama:


Tunggal: “Ayah! Ayah! Aku dikejar satpol.”
Jamak: -

2. Kata ganti yang menunjuk pada orang kedua atau yang diajak bicara
Tunggal: “sepertinya kamu masuk angin.”
Jamak: “sepertinya kamu masuk angin.”
“Oh, jadi kalian tinggalnya di sini,”
3. Kata ganti yang menunjuk orang yang dibicarakan
Tunggal: Ia berkeringat, membuat helai rambutnya menempel di kening.
Seperti biasa, ia berkumpul dengan bocah sebayanya yang berpakaian lusuh.
Ia pun langsung berlari, menyeberang jalan, mengejutkan beberapa pengendara mobil
yang lantas membunyikan klakson berkali-kali.
Namun, ada dua orang petugas yang terus mengejarnya.
Jamak: Lelaki itu tak bisa membayangkan perasaan anak gadisnya setelah
segala kejadian yang mereka alami.”
Kios sederhana mereka diangkut petugas penertiban siang tadi.
b. Penggunaan penanda yang menunjukkan keterangan waktu
Esok kita abadi.
Siang itu, Nalea sedang duduk di pinggiran taman kota.
c. Pemilihan kosakata atau penggunaan kata benda khusus

Anda mungkin juga menyukai