Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MASA BERCOCOK TANAM TINGKAT LANJUT


BUDAYA MEGALITIKUM

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Ketua : Okta Fitri Yani
Operator : Rindu Aprilia. W
Anggota : 1. M. Rano
2. M. Wirangga
3. Hiska. A. W
4. Riansah
5. Nadia Sesilia

KONSENTRASI KEAHLIAN X AKUNTANSI 1

PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 SEKAYU
Jln. Walid Udin No. 125 Kayuare

TAHUN AJARAN 2022-2023

i
ii
MAKALAH
MASA BERCOCOK TANAM TINGKAT LANJUT
BUDAYA MEGALITIKUM

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Ketua : Okta Fitri Yani
Operator : Rindu Aprilia. W
Anggota : 1. M. Rano
2. M. Wirangga
3. Hiska. A. W
4. Riansah
5. Nadia Sesilia

KONSENTRASI KEAHLIAN X AKUNTANSI 1

PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 SEKAYU
Jln. Walid Udin No. 125 Kayuare

TAHUN AJARAN 2022-2023


iii
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Saya juga
bersyukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga saya dapat
menyusun makalah ini.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Sejarah
Indonesia dengan judul “Masa Bercocok Tanan Tingkat Lanjut Zaman Megalitikum”. Kami
mengakui bahwa  dalam menyusun makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak.

Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan hasil
observasi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua
pihak. Semoga laporan ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3

2.1 Pengertian Zaman Megalitikum............................................................................. 3

2.2 Ciri-ciri Zaman Megalitikum.................................................................................. 4

2.3 Penyebaran Kebudayaan Megalitikum................................................................... 4

2.4 Kepercayaan yang dianut pada Zaman Megalitikum............................................. 4

2.5 Kehidupan Sosial pada Zaman Megalitikum.......................................................... 7

2.6 Peninggalan Zaman Megalitikum........................................................................... 8

2.7 Budaya Megalitikum di Indonesia.......................................................................... 12

2.8 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi........................................................................... 18

BAB III PENUTUP ….................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 19

3.2 Saran ...................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu.
Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini
manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-
batu besar. Kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu.
Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka
masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang.

Salah satu peninggalan benda pada masa megalitikum ialah di wilayah jawa
tengah yang tepatnya adalah di daerah purbalingga, dimana purbalingga adalah adalah
suatu kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di sebelah barat kota
yogyakarta. Daerah ini ternyata mempunyai potensi yang besar dalam bidang
kepurbakalaan, terbukti banyaknya peninggalan prasejarah.

Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah satu kabupaten yang memiliki


benda peninggalan pada masa megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu pada uraian diatas, maka
kelompok kami akan membahas tentang sejarah dan peninggalan-peninggalan sejarah
pada zaman megalitikum, khususnya yang berada di daerah purbalingga.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian sejarah kehidupan megalitikum yang ada di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana penyebaran kebudayaan megalitikum di Indonesia ?
1.2.3 Bagaimana kepercayaan yang dianut pada zaman megalitikum ?
1.2.4 Bagaimana kehidupan sosial pada zaman megalitikum ?
1.2.5 Apa saja peninggalan zaman megalitikum ?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.3.1 Memperkenalkan sejarah kehidupan manusia pada zaman megalitikum.
1.3.2 Membantu untuk menjelaskan penyebaran kehidupan di zaman megalitikum.

1
1.3.3 Untuk menjelaskan kepercayaan apa saja yang di anut pada zaman megalithikum.
1.3.4 Menjelaskan kehidupan sosial zaman megalithikum.
1.3.5 Untuk memberikan contoh-contoh peninggalan zaman megalithikum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zaman Megalithikum

Sumber Gambar : Dolmen, Peninggalan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest.

Berdasarkann bahasa Yunani, kata Megalitikum dapat dibagi menjadi kata "Mega"
yang berarti besar dan "Lithos" yang berarti batu. Perkembangan jaman batu besar atau
jaman Megalitikum diperkirakan sudah ada sejak jaman batu muda hingga jaman logam.

Kebudayaan Megalitikum merupakan jaman dimana alat yang dihasilkan berupa


bangunan batu besar, pada umumnya diperuntukan bagi tempat beribadah pada arwah
nenek moyang dalam system kepercayaan Animisme dan Dinamisme . Kebudayaan ini
merupakan kelanjutan dari jaman Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero
Melayu yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan
kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson.

Ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri zaman megalitikum terletak pada fosil yang
ditemukan. Di mana di zaman megalithikum terdapat banyak sekali peninggalan berupa
kapak batu, rumah batu, dan perlengkapan lain yang juga terbuat dari batu.

Pada zaman batu ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun masih dalam
tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan ini muncul
karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.

3
2.2 Ciri-ciri Zaman Megalitikum

Berikut ciri-ciri kehidupan zaman batu besar :

1. Telah mengetahui sistem pembagian kerja.

2. Telah ada pemimpin atau kepala suku.

3. Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.

4. Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.

5. Sudah terdapat norma-norma yang berlaku.

6. Menggunakan sistem hukum rimba (primus interpercis), yakni memilih yang terkuat
dari yang terkuat.

2.3 Penyebaran Kebudayaan Megalithikum


Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke indonesia
melalui 2 gelombang, yaitu :
1. Megalithikum Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500
SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh
bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak,Arca-arca,Statis.
2. Megalithikum Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM)
dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan
megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca
dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan
bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan
manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya
tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya
untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.

2.4 Kepercayaan Yang Dianut Pada Zaman Megalithikum


Kehidupan Keagamaan Masyarakat Sunda Kuno.Penemuan-penemuan sejumlah
bangunan era Megalitikum mengindikasikan bahwa rakyat Sunda kuno cukup religius.
Sebelum pengaruh Hindu dan Buddha tiba di Pulau Jawa, masyarakat Sunda telah
mengenal sejumlah kepercayaan, seperti terhadap leluhur, benda-benda angkasa dan

4
alam seperti matahari, bulan, pepohonan, sungai, dan lain-lain. Pengenalan terhadap
teknik bercocok tanam (ladang) dan beternak, membuat masyarakat percaya terhadap
kekuatan alam. Untuk mengungkapkan rasa bersyukur atas karunia yang diberikan oleh
alam, mereka lalu melakukan upacara ritual yang dipersembahkan bagi alam. Karena itu,
mereka percaya bahwa alam beserta isinya memiliki kekuatan yang tak bisa dijangkau
oleh akal dan pikiran mereka.
Dalam melaksanakan ritual atau upacara keagamaan, masyarakat prasejarah itu
berkumpul di komplek batu-batu besar (megalit) seperti punden-berundak (bangunan
bertingkat-tingkat untuk pemujaan), menhir (tugu batu sebagai tempat pemujaan),
sarkofagus (bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati), dolmen (meja batu
untuk menaruh sesaji), atau kuburan batu (lempeng batu yang disusun untuk mengubur
mayat). Bangunan-bangunan dari batu ini banyak ditemukan di sepanjang wilayah Jawa
bagian barat. Dibandingkan dengan wilayah Jawa Tengah dan Timur, Jawa Barat paling
banyak meninggalkan bangunan-bangunan megalitik tersebut.
Kehidupan yang serba tergantung kepada alam membuat pola hidup yang bergotong
royong. Dalam melakukan persembahan/penyembahan terhadap roh leluhur maupun
kekuatan alam, masyarakat prasejarah ini melakukannya secara bersama-sama. Yang
memimpin upacara itu adalah mereka yang berusia paling tua atau dituakan oleh
masyarakat yang bersangkutan. Pemimpin inilah yang berhak menentukan kapan acara
“sedekah bumi” dan upacara-upacara religius lainnya dilakukan. Dialah juga yang
dipercayai masyarakat dalam hal mengusir roh jahat, mengobati orang sakit, dan
menghukum warganya yang melanggar nilai atau hukum yang diberlakukan.
Pada zaman megalitikum (zaman batu besar) di indonesia, manusia purba telah
mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan
manusia. Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu
mereka menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi
dan rimbun, manusia merasa ngeri. Manusia purba ini kemudian berkesimpulan bahwa
kengerian itu disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang menghuninya. Begitupun
terhadap batu besar serta binatang besar yang menakutkan.
Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap
menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujanya. Selain memuja benda-benda
dan binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga menyembah
arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang mereka tinggal di
tempat tertentu atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak

5
pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan
megalitik yang pada umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, kemudian diberi bentuk
atau dipahat. Bangunan megalitik hampir semuanya berukuran besar.
Penemuan-penemuan sejumlah bangunan era megalitikum mengindikasikan bahwa
rakyat kuno cukup religius. Sebelum pengaruh hindu dan budha tiba di pulau jawa,
masyarakat sunda telah mengenal sejumlah kepercayaan, seperti terhadap leluhur, benda-
benda angkasa dan alam seperti matahari, bulan, pepohonan, sungai, dan lain sebagainya.
Pengenalan terhadap teknik bercocok tanam (ladang) dan beternak, membuat masyarakat
percaya terhadap kekuatan alam. Untuk mengungkapkan rasa syukur atas karunia yang
diberikan oleh alam, mereka lalu melakukan upacara ritual yang dipersembahkan bagi
alam. Karena itu, mereka percaya bahwa alam beserta isinya memiliki kekuatan yang tak
bisa dijangkau oleh akal dan pikiran mereka.
Dalam melaksanakan ritual atau upacara keagamaan, masyarakat prasejarah itu
berkumpul di komplek batu-batu besar (megalit) seperti punden-berundak (bangunan
bertingkat-tingkat untuk pemujaan), menhir (tugu batu sebagai tempat pemujaan),
sarkofagus (bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati), dolmen (meja batu
untuk menaruh sesaji), atau kuburan batu (lempeng batu yang disusun untuk mengubur
mayat). Bangunan-bangunan dari batu ini banyak ditemukan di sepanjang wilayah jawa
bagian barat. Dibandingkan dengan wilayah jawa tengah dan timur, jawa barat paling
banyak meninggalkan bangunan-bangunan megalitik tersebut.
Kehidupan yang serba tergantung kepada alam membuat pola hidup yang bergotong-
royong. Dalam melakukan penyembahan terhadap roh leluhur maupun kekuatan alam,
masyarakat prasejarah ini melakukannya secara bersama-sama. Yang memimpin upacara
itu adalah mereka yang berusia paling tua atau dituakan oleh masyarakat yang
bersangkutan. Pemimpin inilah yang berhak menentukan kapan acara “sedekah bumi”
dan upacara-upacara religius lainnya dilakukan. Dialah juga yang dipercayai masyarakat
dalam hal mengusir roh jahat, mengobati orang sakit, dan menghukum warganya yang
melanggar nilai atau hukum yang diberlakukan.
Setelah kedatangan orang-orang India, masyarakat sunda kuno mulai terpengaruh
ajaran-ajaran hindu dan buddha. Penemuan sejumlah arca dan batu bercorak hindu dan
buddha (meski dibuat sangat sederhana) menandakan bahwa mereka, terutama kaum
bangsawan mempercayai dan mempraktikkan ajaran-ajaran agama hindu budha. Meski
jarang sekali ditemukan candi yang bercorak Hindu-Buddha, tak dipungkiri bahwa
masyarakat sunda kuno terutama keluarga raja menganut agama-agama dari india itu,

6
yang kemudian dipadukan dengan kepercayaan nenek-moyang mereka, yaitu sunda
wiwitan.

2.5 Kehidupan Sosial Pada Zaman Megalitikum

Pada zaman ini manusia melakukan banyak kegiatan yang menyangkut kehidupannya.
Mereka sudah mepunyai aktifitas seperti berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok
tanam.Kebudayaan megalithikum adalah  kebudayaan yang menghasilkan bangunan-
bangunan dari batu besar yang muncul sejak zaman Neolithikum. Kehidupan dalam
masyarakat masa perundagian memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat. Peranan
solidaritas ini tertanam dalam hati setiap orang sebagai warisan yang telah berlaku sejak
nenek moyang.

Manusia pendukung dari zaman megalithikum sudah didominasi oleh Homo


Sapiens. Manusia Homo Sapiens ini antara lain berasal dari bangsa Proto Melayu, yaitu
sekitar 2000 tahun sebelum masehi, yang juga didominasi oleh Suku Nias, Dayak, Sasak,
Toraja.

Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam


mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan individu  agak terbatas karena adanya
aturan-atauran yang apabila dilanggar akan membahayakan masyarakat. Pada masa ini
sudah ada kepemimpinan dan pemujaan kepada sesuatu yang suci diluar diri manusia
yang tidak mungkin disaingi  serta berada diluar batas kemampuan manusia.
Ciri-cirinya adalah:
1. Manusia sudah dapat membuat dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari
batu-batu besar.

7
2. Berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu.
3. Manusia sudah mengenal kepercayaan utamanya animisme.

2.6 Peninggalan Zaman Megalitikum


1. Menhir

Menhir. Sumber. http://wikipedia.com

Menhir adalah tugu atau batu yang tegak, yang sengaja di tempatkan di suatu
tempat untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Batu tegak ini berupa media
penghormatan dan sekaligus lambang bagi orang-orang yang sudah meninggal
tersebut.

Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen, merupakan batuan dari
periode neolitikum yang umum ditemukan di perancis, inggris, irlandia, spanyol dan
italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalitik (batu besar) dikarenakan ukurannya.
Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog
mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna
simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.

2. Punden berundak

Punden Berundak-Undak. Sumber. http://wikipedia.com

8
Punden berundak merupakan bangunan yang di susun secara bertingkat-
tingkat yang di maksudkan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang,
bangunan ini kemudian menjadi konsep dasar bangunan candi pada masa hindu
budha. Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari
periode kebudayaan megalit-neolitikum pra hindu budha masyarakat austronesia.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat
penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa
Timur.

3. Kubur batu

Kubur Batu Sumber. http://wikipedia.com

Bentuknya mirip seperti bangunan kuburan seperti yang dapat kita lihat saat
ini, umumnya tersusun dari batu yang terdiri dari dua sisi panjang dan dua sisi lebar.
Sebagian besar kubur batu yang di temukan terletak membujur dari arah timur ke
barat. Pada masa pra sejarah ketika kebudayaan megalitikum berkembang bahwa
kubur batu merupakan salah satu dari jenis peninggalan batu-batu besar (megalit).
Sedangkan sesuai dengan namanya fungsi dari kubur batu sendiri sebagai tempat
penguburan bagi orang-orang yang dihormati di lingkungan masyarakat yang hidup
pada masa megalit. Kubur batu ini sudah dilakukan pengamanan dengan cara diberi
pagar keliling yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 5,50 meter dan lebar 5
meter. Sedang bagian atas di beri cungkup seng dengan tiang penyangga dari kayu
dan pondasi semen.

9
4. Sarkofagus

https://twitter.com/sarkofagus1?lang=zh-Hant

Sejenis kubur batu tetapi memiliki tutup di atasnya, biasanya antara wadah dan
tutup berukuran sama. Pada dinding muka sarkofagus biasanya diberi ukiran manusia
atau binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis. Sarkofagus sering disimpan di
atas tanah. Oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan
teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam
atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di
ruang bawah tanah. Di mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi
mumi keluarga kerajaan.

5. Dolmen

Description; C:/Users/User/Picture/Dolmen.jpg

Dolmen merupakan bangunan megalitik yang memiliki banyak bentuk dan


fungsi, sebagai pelinggih roh atau tempat sesaji pada saat upacara. Dolmen biasanya

10
di letakan di tempat-tempat yang dianggap keramat, atau di tempat pelaksanaan
upacara yang ada hubungannya dengan pemujaan kepada roh leluhur. Dolmen adalah
sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-
sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan
mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki
mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan
kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang
sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi
hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua
belah pihak.

6. Arca batu

https://id.wikipedia.org/wiki/Arca

Arca batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah indonesia,


diantaranya pasemah, sumatra selatan dan sulawesi tenggara. Bentuknya dapat
menyerupai binatang atau manusia dengan ciri negrito. Di pasemah ditemukan arca
yang dinamakan batu gajah, yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya
terdapat pahatan wajah manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek
moyang yang menjadi objek pemujaan.

7. Waruga

11
https://id.wikipedia.org/wiki/Waruga

Waruga adalah kubur batu yang tidak memiliki tutup, waruga banyak ditemukan
di situs Gilimanuk, Bali. Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang minahasa yang
terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti
bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.

2.7 BUDAYA MEGALITHIKUM DI INDONESIA


1. Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan. Tinggalan megalitik
Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan
begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam
memahat.

Megalitik Pasemah adalah peninggalan tradisi budaya megalitik di daerah


Pasemah (Sumatera Selatan). Megalitik di wilayah Pasemah muncul dengan bentuk
yang unik, langka, dan mengandung unsur kemegahan serta keagungan yang
terwujud dalam bentuk-bentuk yang sangat monumental. Simbol-simbol yang ingin
disampaikan oleh pemahat erat kaitannya dengan pesan-pesan religius.

Budaya megalitik Pasemah mulai diteliti pertama kali dan ditulis oleh L.
Ullmann dalam artikelnya Hindoe-belden in binnenlanden van Palembang yang
dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisan Ullmann tersebut H. Loffs
menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan peninggalan dari masa Hindu.
namun pendapat ini ditentang oleh Van der Hoop pada tahun 1932, ia menyatakan
12
bahwa peninggalan tersebut dari masa yang lebih tua. Setelah penelitian Van der
Hoop, penelitian tentang megalitik Pasemah dilanjutkan oleh peneliti-peneliti
arkeologi, seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo,
peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan peneliti dari Balai Arkeologi
Palembang secara intensif melakukan penelitian di wilayah Pasemah sampai saat
ini. Penampilan peninggalan budaya megalitik Pasemah sangat "sophiscated"
dengan tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju, dan digambarkan alat-alat
yang dibuat dari perunggu memberikan tanda bahwa megalitik Pasemah telah
berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran) budaya yang pesat. Alat-alat
perunggu yang dipahat adalah nekara yang merupakan kebudayaan Dongson,
Vietnam. Temuan peninggalan megalitik di pasemah begitu banyak variasinya,
berdasarkan survei yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi Palembang, Budi
Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yang tersebar secara
mengelompok maupun sendiri (1996).

Daerah Pasemah yang pernah diteliti oleh Van der Hoop, Tombrink,
Westenek, Ullman, dan peneliti lainnya, daerah ini mudah dicapai dari kota-kota
besar di sekitarnya, baik dari Jambi, Lubuklinggau, Palembang, dan lain-lain,
karena tersedia jalan besar yang menghubungkan Pasemah dengan kota-kota besar
di sekitarnya. Situs-situs megalitik dataran tinggi Pasemah meliputi daerah yang
sangat luas mencapai 80 km². Situs-situs megalitik tersebar di dataran tinggi,
puncak gunung, lereng, dan lembah. Situs Tinggihari, Situs Tanjungsirih, Situs
Gunungkaya merupakan situs yang terletak di atas bukit, sementara Situs Belumai,
Situs Tanjungarau dan Situs Tegurwangi merupakan situs-situs yang terletak di
lembah. Dari hasil penelitian Fadlan S. Intan diketahui bahwa daerah Lahat dibagi
atas tiga satuan morfologi (bentang alam),.yaitu:

1. Satuan morfologi pegunungan


2. Satuan morfologi bergelombang
3. Satuan morfologi daratan

Satuan morfologi pegunungan dengan puncak-puncaknya antara lain


Gunung Dempo (3159 mdpl) dan pegunungan Dumai (1700 mdpl). Satuan
morfologi bergelombang ketinggian puncaknya mencapai 250 mdpl, lereng
umumnya landai, dengan sungai berlembah dan berkelok-kelok. Satuan morfologi

13
dataran dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Satuan morfologi pegunungan
merupakan tempat tersedianya bahan hasil letusan Gunung Dempo yang
menyebarkan lahar dan lava serta batuan-batuan vulkanis. Daerah Lahat dengan
batuan-batuan beku andesitnya telah dipilih menjadi tempat pemukiman. Pemilihan
ini tampaknya mempunyai pertimbangan-pertimbangan geografis dan tersedianya
batuan untuk megalitik. Keadaan lingkungan di Pasemah merupakan daerah yang
sangat subur yang memungkinkan penduduk di sana dapat membudidayakan
tanaman.

Tidak seberapa jauh dari batas kabupaten, memasuki kota Lahat, di


Kecamatan Merapi Barat, terdapat suatu arca peninggalan megalitik, beserta
dolmen dan menhir. Tinggalan megalitik ini berada di pelataran SMPN 2 Merapi
Barat. Arca tersebut dikenal sebagai Batu Putri atau secara resmi seperti tertulis di
plank: Arca Manusia Tanjungtelang. Arah hadap arca yang berbahan batupasir
volkanik ini berada dalam satu garis lurus dengan diagonal dolmen dalam arah
barat daya. Dolmen yang juga terbuat dari lapisan batupasir berwarna kuning
keputih-putihan, berbentuk seperti meja berukuran 1,5 x 1,5 m. Dolmen ini
tergeletak berjarak 20 m dari tempat arca berdiri. Agak terpisah jauh, sebuah
menhir dari batu andesit dengan tinggi 80 cm berdiri tegak di halaman depan SMP
itu.

Kompleks peninggalan megalitik ini berada di sebelah utara dari sebuah

14
sungai yang menjadi sungai utama di Lahat, yaitu Aek Lematang. Sungai ini di
dataran Lahat mulai menunjukkan pola aliran berkelok-kelok atau bermeander,
dengan teras-teras sungai di bantaran kanan dan kirinya. Ada dugaan, teras sungai
ini – sebagaimana teras-teras sungai besar di peradaban-peradaban kuno –
merupakan tempat yang paling layak menjadi lantai kehidupan masyarakat
purbakala. Di Kabupaten Lahat, tinggalan arca megalitik yang tersebar sangat luas,
cenderungan berada di sekitar Aek Lematang, walapun beberapa di antaranya
terpisah sangat jauh di perbukitan yang mungkin mempunyai makna lain tersendiri.

Arca-arca megalitik ini umumnya menggambarkan raksasa bersama hewan-


hewan seperti gajah, harimau, atau ular. Arca Batu Putri atau Manusia
Tanjungtelang misalnya menggambarkan seorang raksasa dengan kepala yang
tidak jelas, bahkan hampir seperti menggunakan helmet. Posisi kepalanya lurus,
dengan tangan sedang memangku seekor gajah. Kesan masyarakat awam akan
melihat seolah-olah arca ini belum selesai dipahat dan ditinggalkan begitu saja
sebelum detailnya selesai. Ada kesan kemesraan yang tertangkap antara raksasa
dan gajak di pangkuannya. Seolah-olah gajah itu adalah anak yang diasuhnya.

Batu Macan
Arca yang lain di antaranya apa yang disebut sebagai Batu Macan di Desa
Pagaralam, Pagergunung. Arca ini menunjukkan seekor macan yang memeluk
mesra dari belakang suatu figur yang kurang begitu jelas, apakah seekor macan
yang lain, seekor kera besar, atau seorang raksasa. Adapun di Desa Muaradanau, di
antara perkebunan karet, dijumpai arca batu seorang raksasa yang sedang duduk

15
bersila dengan satu kaki tertekuk dipeluk lengannya yang memegang sesuatu yang
mirip pisang. Raksasa ini menindih mahluk mirip manusia yang lebih kecil yang
seperti ditikam di punggung dengan pisau yang dipegang tangan kirinya. Arca ini
disebut sebagai Batu Buto.

Di Desa Gunungmegang, Kecamatan Jarai, masih di Kabupaten Lahat, berbatasan


dengan Kota Pagaralam, beberapa tinggalan magalitiknya lebih bervariasi. Selain
arca, dijumpai juga ruang-ruangan yang dindingnya tersusun dari batu, sehingga
dikenal sebagai kubur batu atau bilik batu. Ahmad Rivai, warga Desa.

Kubur batu Tanjung Aro


Gunung megang yang diangkat sebagai juru pelihara oleh Balai Pelestarian
Peninggalan Prasejarah (BP3) Jambi mengatakan bahwa kubur-kubur batu dan
arca-arca tersebar luas dan sangat banyak di kaki Gunung Dempo. Di Gunung
Megang saja sedikitnya terdapat tiga situs yang menjadi tanggunungjawabnya,
yaitu Kubur Batu Gunungmegang, Batu Putri, dan Batu Orang.

16
Kubur Batu Pagaralam
Semua arca umumnya dipahat pada batupasir atau breksi volkanik, yaitu batu
yang terbentuk secara sedimentasi dari hasil letusan gunung api. Batunya memang
keras dan kompak. Tetapi dengan peralatan logam, bahkan batu lain yang
dipipihkan atau dibuat runcing, jenis batu arca dapat mudah dikerjakan. Begitulah
mengapa arca-arca ini dipilih dari bahan batu itu karena kemudahannya untuk
dipahat dan diukir. Adapun kubur dan bilik batu, umumnya menggunakan batu-
batu yang lebih keras seperti andesit. Pada umumnya, batu-batu untuk bangunan ini
sedikit sekali mengalami rekayasa, keculai lubang kecil atau goresan-goresan
dangkal. Dempo sebagai kiblat.

Menariknya, arah kubur batu dengan sangat tepat mengarah ke puncak


Gunung Dempo. Hal yang sama terukur dari wajah Batu Orang yang seolah-olah
tengadah mengamati puncak Gunung Dempo, sementara ia menindih seekor gajah
yang belalainya ia cengkeram dengan kuat. Keganjilan ada di arca Batu Putri yang
posisi kepalanya berada pada permukaan tanah, sehingga hampir seluruh badannya
berada di bawah tanah. Arca Batu Putri seperti dalam posisi meringkuk dengan
badan tertekuk membelakangi Gunung Dempo di arah barat daya, dan kepalanya
berpaling ke arah utara.

2. Nias
Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik dalam
kehidupannya. Contohnya Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen)
untuk memperingati kematian seorang penting di Nias.

17
Upacara lompat batu Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati
kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Etnik Nias masih menerapkan
beberapa elemen megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu
masih memperlihatkan elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu
besar sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.

3. Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa
elemen megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di
sejumlah perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.

2.8 ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


Pada bidang teknologi, di samping berusaha menciptakan perkakas untuk
keperluan sehari-hari, kemudian mengalami kemajuan dengan mulai diciptakannya
benda-benda yangbernilai estitika dan ekonomis. Pada teknologi pembuatan gerabah
misalnya, ternyata di samping membuat untuk keperluan sehari-hari, mulai dilakukan
juga pembuatan gerabah yang bernilai seni dan ekonomis. Keragaman bentuk dan motif
hias gerabah Indonesia ini kemudian memunculkan beberapa kompleks pembuatan
gerabah yang sangat menonjol, antara lain kompleks gerabah Buni, (Bekasi), komplek
gerabah Gilimanuk (Bali), dan kompleks gerabah Kalumpang (Sulawesi Selatan).

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada zaman megalitikum di indonesia, manusia purba telah mengenal suatu
kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia. Selain
memuja benda-benda dan binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia
purba juga menyembah arwah leluhurnya.
Manusia pendukung dari zaman megalithikum sudah didominasi oleh Homo
Sapiens. Kebudayaan Megalithikum menyebar ke indonesia melalui 2 gelombang,
yaitu :
1. Megalithikum Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500
SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh:
menhir, punden berundak-undak, Arca, Statis.
2. Megalithikum Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100
SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh:
peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya banyak sekali kekurangan yang ada.
Untuk itu dibutuhkan sekali saran dan kritik, agar dalam pembuatan makalah
berikutnya dapat diperbaiki dan lebih baik lagi.
Bagi para pembaca makalah ini, harusnya kita semua dapat mengambil
pelajaran dari sejarah masa lampau. Karena dengan demikian kita semua dapat
memperbaiki keadaan dan peradaban masa kini.

19
DAFTAR PUSTAKA

 Soekmono, R. (1973). Pengantar sejarah kebudayaan indonesia 1. Yogyakarta.


Kanisus.
 Notosusanto, N. (1990). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
 http://epri-wismark.blogspot.com/
 www.sridianti.com/peninggalan-zaman-megalitikum.html
 https://www.scribd.com/doc/250713292/Materi-Sejarah-Zaman-Megalitikum

20

Anda mungkin juga menyukai