Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

ZAMAN MEGALITIKUM
Di
s
u
s
u
n

Oleh Kelompok 4;
1. QONITA SHALIHAT
2. SHERLI RAHMATUNNISA
3. YUWELA SEPTIANA
4. TANTIA LAURANIKA
Kelas ;x2 tb (tb)

SMK NEGERI 4 BENER MERIAH


KECAMATAN WIH PESAM
KABUPATEN BENER MERIAH
TAHUN AJARAN 2020/2021
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman

Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah

dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Kebudayaan

ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia

sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal,

yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang,

Salah satu peninggalan benda pada masa megalitikum ialah di wilayah jawa tengah

yang tepatnya adalah di daerah purbalingga, dimana purbalingga adalah adalah suatu

kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di sebelah barat kota yogyakarta. Daerah

ini ternyata mempunyai potensi yang besar dalam bidang kepurbakalaan, terbukti banyaknya

peninggalan prasejarah.

Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah satu kabupaten yang memiliki benda

peninggalan pada masa megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu pada uraian diatas kelompok kami

membuat judul makalah “Fungsi benda peninggalan megalitik di purbalingga’’

B.Rumusan Masalah

Bagaimana Tradisi megalithikum yang ada di Indonesia?


Apa saja benda-benda megalitikum yang ada di purbalingga ?

C.Tujuan Masalah

Untuk Mengetahui Tradisi Megalithikum Di Indonesia.


Untuk mengetahui benda-benda peninggalan megalitik di purbalingga.
Untuk mengetahui apa fungsi dari benda peninggalan megalitik di purbalingga.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Tradisi megalithikum yang ada di Indonesia

Bangunan-bangunan megalithikum itu tersebar luas didaerah asia tenggara. disini

tradisi yang berhubungan dengan pendirian bangunan megakithikum ini sekarang sebagian

sudah musnah dan ada yang masih berlangsung.

Menurut peneliti arkeologi terbukti bahwa  pengertian kebudayaan megalitik tidak

hanya dihubungkan dengan penggunaan batu besar, tetapi penggunaan batu kecil pun bahkan

kayu dianggap peninggalan megalitik apabila fungsinya berkaitan dengan pemujaan arwah

luhur dan upacara kesuburan.

Pada zaman Megalithikum (Zaman Batu Besar ) di Indonesia, manusia purba telah

mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia.

Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka

menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi dan rimbun,

manusia merasa ngeri. Manusia purba ini kemudian berkesimpulan bahwa kengerian itu

disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang menghuninya. Begitupun terhadap batu besar

serta binatang besar yang menakutkan.

Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap

menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujannya. Selain memuja benda-benda dan

binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga menyembah arwah

leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang mereka tinggal di tempat tertentu

atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi.

Untuk tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan megalitik yang pada

umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan

keinginan atau inspirasi. Bangunan megalitik hampir semuanya berukuran besar.


B.Penggolongan Zaman Megalithikum

Zaman megalithikum dibagi menjadi dua gelombang yaitu :


Dalam garis besarnya dapat dikenal 2 kelompok seperti megalitik tua antara 2500 SM

sampai 1500 SM dan megaltik muda dari milenium pertama Sebelum masehi.

Baik teori-teori yang terdahulu maupun yang diajukan kemudian oleh Von Heine

Geldren telah diterima oleh sebagian besar para ahli. Pada pembedahan antara megalithikum

tua dan megalithikum muda, Von Heine Geldren memasukkan megalithikum tua kedalam

Neolithikum. Tradisi ini didukung oleh para pemakai bahasa Austronesia yang menghasilkan

alat-alat beliung persegi dan mulai pula membuat benda atau bangunan yang disusun dari

batu besar,seperti dolmen,undak batu,limas (piramid) berundak dan pelinggis. Penelitian

lebih lanjut yang bertolak dari gagasan kosmo-magis mengungkapkan unsure-unsur yang

lebih asli lagi seperti antara lain tembok batu dan jalan batu.

Sementara Pengaruh terhadap perkembangan masyarakat di Indonesia Pada Zaman

megalithikum sangatlah besar Konsepsi pemujaan nenek moyang melahirkan tata cara yang

menjaga tingkah laku masyarakat di dunia fana supaya sesuai dengan tuntutan hidup di dunia

akhirat disamping menambah kesejahteraan di dunia fana. Pada masa ini organisasi

masyarakat sudah teratur. Pengetahuan tentang teknologi yang berguna dan nilai-nilai hidup

terus berkembang,antara lain cara-cara pembiakan ternak,pemilihan benih-benih tanaman dan

penemuan alat-alat baru yang lebih cocok untuk keperluan sehari-hari makin bertambah.

Sikap hidup selalu berkisar pada persoalan-persoalan manusia, bumi, hewan dan tabu.

Perkampungan merupakan pusat kehidupan setelah pola hidup mengembara di tinggalkan

sama sekali.

Sementara itu Pendirian candi-candi di Indonesia merupakan refleksi kelanjutan tradisi

megalithikum ini. Tentang gejala-gejala ini Von Heine Geldren telah memberikan

pandangannya. Sebelum itu tak seorang pun mengemukakan pengertian-pengertian yang di

tunjukkan pada tradisi megalithikum, selain dari yang berkisar dari corak dan sifat yang

“oud-anheemschoer-indonesisch,ataupun “prehindoeistisch”Hal ini menjelaskan kepada kita


bahwa tradisi megalithikum ikut menentukan bentuk-susunan percandian di Indonesia.

Tradisi megalithikum telah secara formal mencampurkan diri dalam seni bangunan maupun

seni pahat Jawa-Hindu dan bahwa penggunaan bangunan berundak yang di hubungkan

dengan pemujaan merupakan campuran pandangan masyarakat Indonesia asli dengan

siwaisme.

Terdapat Pula Menhir menhir sebagai lambang dari jasa-jasanya kemudian menjadi

lambang dari dirinya. Kenangan dan penghargaan terhadap jasa-jasanya tadi beralih menjadi

pemujaan terhadap dirinya, yang tetap masih dianggap sebagai pelindung masyarakat.

Dengan upacar-upacara tertentu, rohnya dianggap turun kedalam menhir untuk langsung

berhubungan dengan para pemujannya Kalau untuk rohnya di dirikan sebuah menhir, maka

untuk raganya disediakan berbagai kuburan: keranda, kubur batu, pandhusa atau lainnya dan

kecuali jasa yang di bawa ke akhirat, maka dalam kuburannya itu disertakan kepada

mayatnya bermacam-macam benda, alat-alat dan perhiasan, sebagai bekal .Selain itu Roh itu

tempatnya jauh disana, biasanya digambarkan di atas dunia ini, juga diatas gunung.

Guna menunjukkan letak yang ada di atas itu, tidak jarang sebuah menhir didirikan

diatas sebuah bangunan berundak-undak, yang melambangkan tingkatan-tingkatan yang

harus dilalui guna mencapai tempat yang tertinggi. Banyak pula kalanya bahwa menhir itu

sudah tidak dinyatakan lagi, dan bahwa sebagai lambang dari alam pikiran yang demikian itu

cukuplah didirikan punden berundak-undak saja, sedangkan sering pula terjadi bahwa roh

nenek moyang itu dinyatakan dalam patung-patung.

C.Benda-Benda Megalitikum yang ada di Purbalingga

Bangunan Berundak

Tinggalan bangunan berundak di temukan sejumlah 6 buah, yaitu situs batur, gampingan,

Karanganyar, Kauman, Tegalsari, dan sura. Bangunan berundak  pada situs – situs tersebut

memiliki cirri yang hamper sama yaitu berundak gasal, berdenah persegi, berpagar dan

berpintu serta memiliki objek utama di undakan teratas. Orientasinya menuju kearah utara
( situs Bature kauman ) dan sisanya ke arah barat atau puncak gunung slamet. Lihat gambar

1.

Menhir

Menhir ialah sebuah batu tegak yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakkan dengan

sengaja disuatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati.Temuan menhir pada situs

– situs megalitik di Purbalingga sejumlah 71 Orang, yang terbesar adalah 14 situs.

Berdasarkan konteks temuan, menhir tersebut di kelompokan menjadi 3, yaitu menhir yang

berada di situs penguburan sejumlah 53 buah, di situs pemujaan 13 buah, di pemukiman

penduduk 5 buah. Menhir di situs penguburan ditemukan berjajar dengan posisi utara –

selatan dan berfungsi sebagai nisan kubur. Di situs pemujaan berada di konteks dengan

punden berundak, lumping batu, batu altar, dan batu dakon. Sedangkan di pemukiman

penduduk tidak memiliki konteks dengan bangunan megalitik lainnya. Lihat gambar 1.

Lumpang Batu

Di purbalingga di temukan 3 buah lumpang batu yaitu di ditus batu putih, Gempingan, dan

karang anyar. Ketiga lokasi tersebut merupakan lahan pertanian dan berdekatan dengan air.

Lumpang batu merupakan benda yang dianggap sacral.

Phallus

Phallus di Purbalingga di temukan sebanyak 3 buah, yaitu di situs kemangkon, sura dan

bandingan. Phallus adalah benda peninggalan megalitik yang terbuat dari batu berbentuk

lonjong dimana pada salah satu ujungnya dipahatkan bentuk alat kelamin laki – laki, menurut

kepercayaan masyarakat megalitik, organ tubuh manusia dianggap  memiliki kekuatan gaib

dan alat kelamin merupakan objek yang paling kuat mengandung kekuatan gaib tersebut.

Kubur Batu

Situs kubur yang di temukan  di purbalingga sebanyak 7 buah. Batas kubur dilakukan dengan

menutup permukaan tanah dengan batas susunan batu. Tanda kubur berupa dua buah menhir

yang ditanam dengan orientasi arah utara – selatan


Dalam budaya megalitik di Indonesia di kenal berbagai system penguburan, antara lain

dengan menggunakan wadah kubur dan tanpa wadah kubur. System penguburan yang

digunakan oleh masyarakat  megalitik di Purbalingga adalah penguburan tanpa wadah dengan

tanda kubur berupa menhir. Lihat gambar 1.

Batu Dakon

Batu dakon di wilayah Purbalingga di temukan sebanyak 2 buah, yaitu situs kaum dan situs

kualitas. Sampai saat ini dakon tersebut masih di keramatkan dengan pemberian sensasi.

Bahkan di situs kauman, dakon merupakan objek pemujaan utama pada undakan teratas.

Penempatan ini menandakan kesakralan

Dolmen

Dolmen adalah peninggalan megalitik yang bentuknya menyerupai meja batu yang terdiri

dari bongkahan batu yang di tompangi empat buah batu yang salah satu ujungnya ditanam di

bawah tanah. Di Purbalingga hanya di temukan satu buah. Lihat gambar 1.

D.Fungsi dari Benda-Benda Peninggalan pada masa  Megalitikum  di Purbalingga

Punden  Berundak

Fungsi dari bangunan ini adalah sebagai pemujaan roh nenek moyang.

Menhir

Berdasarkan konteks temuan maka dapat disimpulkan bahwa fungsi menhir di Purbalingga

adalah sebagai tanda kubur dan media pemujaan. Dalam pengertian umum biasanya menhir

dianggap berfungsi untuk menghormati seorang tokoh baik yang masih hidup maupun yang

sudah meninggal

Lumpang batu

            Lumpang batu pada umumnya merupakan komponen penting dalam masyarakat

agraris, yaitu berfungsi praktis sebagai alat atau wadah menumbuk padi atau  biji – bijian.

Dalam konteks megalitik di Purbalingga benda ini berubah menjadi benda sacral, yaitu
sebagai sarana upacara pemujaan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa lumping batu

berfungsi sebagai symbol dari suatu pengharapan akan kesuburan bagi hasil pertanian.

Phallus

Fungsi phallus dikaitkan dengan  fungsi alat reproduksi manusia yaitu sebagai sarana upacara

kesuburan.

Kubur batu

Sebagai wadah kubur.

Batu dakon

            Kesakralan dan penempatannya yang berada di dekat air merupakan indicator bahwa

benda ini berfungsi sebagai sarana pemujaan terhadap air pada upacara kesuburan.

Dolmen

Fungsi dolmen berkait dengan upacara pemujaan sebagai tempat meletakan sesaji.
BAB II

PENUTUP

A.Kesimpulan

            Kabupaten Purbalingga, adalah sebuah kabupaten di provinsi jawa tengah Indonesia.

kabupaten ini terletak kira-kira 100 km dari yogyakarta. Kabupaten Purbalingga merupakan

kabupaten kecil akan tetapi terdapat banyak Peninggalan Megalitikum nya.

            Masyarakat berbudaya megalitikum yang pernah hidup didaerah purbalingga

merupakan masyarakat yang besar. Mereka mendiami wilayah yang cukup besar. Mereka

mendiami wilayah yang cukup luas dengan hidup secara berkelompok atau  memusat di

suatu  tempat atau menyebar didaerah-daerah sampai dilokasi yang cukup terpencil dan jauh

dari pusat pemukiman.

            Sementara itu untuk Benda-benda Peninggalan Masa prasejarah Zaman Megalitikum

di Purbalingga terdapat : Batu Tegak (Menhir), Dolem, Batu Dakon, Meja Batu, Lumpang

Batu, Arca Batu, Batu Lonjong.

            Dapat disimpulkan bahwa Benda peninggalan prasejarah dan kegunaanya pada masa

mehgalitikum di purbalingga sangat beraneka ragam. Keseluruhan benda terssebut

mempunyai fungsi yang idak jauh berbeda antara satu dengan yang lain yaitu untuk media

penghormatan dan pemujaan bagi arwah atau roh leluhur (Nenek Moyang).

Anda mungkin juga menyukai