ZAMAN MEGALITIKUM
Di
s
u
s
u
n
Oleh Kelompok 4;
1. QONITA SHALIHAT
2. SHERLI RAHMATUNNISA
3. YUWELA SEPTIANA
4. TANTIA LAURANIKA
Kelas ;x2 tb (tb)
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman
Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah
dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Kebudayaan
ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia
sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal,
Salah satu peninggalan benda pada masa megalitikum ialah di wilayah jawa tengah
yang tepatnya adalah di daerah purbalingga, dimana purbalingga adalah adalah suatu
kabupaten di jawa tengah, terletak kira-kira 100 km di sebelah barat kota yogyakarta. Daerah
ini ternyata mempunyai potensi yang besar dalam bidang kepurbakalaan, terbukti banyaknya
peninggalan prasejarah.
Sehingga kabupaten purbalingga adalah salah satu kabupaten yang memiliki benda
peninggalan pada masa megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan tentang prasejarah. Dengan mengacu pada uraian diatas kelompok kami
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
tradisi yang berhubungan dengan pendirian bangunan megakithikum ini sekarang sebagian
hanya dihubungkan dengan penggunaan batu besar, tetapi penggunaan batu kecil pun bahkan
kayu dianggap peninggalan megalitik apabila fungsinya berkaitan dengan pemujaan arwah
Pada zaman Megalithikum (Zaman Batu Besar ) di Indonesia, manusia purba telah
mengenal suatu kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia.
Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka
menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi dan rimbun,
manusia merasa ngeri. Manusia purba ini kemudian berkesimpulan bahwa kengerian itu
disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang menghuninya. Begitupun terhadap batu besar
Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap
menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujannya. Selain memuja benda-benda dan
binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga menyembah arwah
leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang mereka tinggal di tempat tertentu
atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi.
Untuk tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan megalitik yang pada
umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan
sampai 1500 SM dan megaltik muda dari milenium pertama Sebelum masehi.
Baik teori-teori yang terdahulu maupun yang diajukan kemudian oleh Von Heine
Geldren telah diterima oleh sebagian besar para ahli. Pada pembedahan antara megalithikum
tua dan megalithikum muda, Von Heine Geldren memasukkan megalithikum tua kedalam
Neolithikum. Tradisi ini didukung oleh para pemakai bahasa Austronesia yang menghasilkan
alat-alat beliung persegi dan mulai pula membuat benda atau bangunan yang disusun dari
lebih lanjut yang bertolak dari gagasan kosmo-magis mengungkapkan unsure-unsur yang
lebih asli lagi seperti antara lain tembok batu dan jalan batu.
megalithikum sangatlah besar Konsepsi pemujaan nenek moyang melahirkan tata cara yang
menjaga tingkah laku masyarakat di dunia fana supaya sesuai dengan tuntutan hidup di dunia
akhirat disamping menambah kesejahteraan di dunia fana. Pada masa ini organisasi
masyarakat sudah teratur. Pengetahuan tentang teknologi yang berguna dan nilai-nilai hidup
penemuan alat-alat baru yang lebih cocok untuk keperluan sehari-hari makin bertambah.
Sikap hidup selalu berkisar pada persoalan-persoalan manusia, bumi, hewan dan tabu.
sama sekali.
megalithikum ini. Tentang gejala-gejala ini Von Heine Geldren telah memberikan
tunjukkan pada tradisi megalithikum, selain dari yang berkisar dari corak dan sifat yang
Tradisi megalithikum telah secara formal mencampurkan diri dalam seni bangunan maupun
seni pahat Jawa-Hindu dan bahwa penggunaan bangunan berundak yang di hubungkan
siwaisme.
Terdapat Pula Menhir menhir sebagai lambang dari jasa-jasanya kemudian menjadi
lambang dari dirinya. Kenangan dan penghargaan terhadap jasa-jasanya tadi beralih menjadi
pemujaan terhadap dirinya, yang tetap masih dianggap sebagai pelindung masyarakat.
Dengan upacar-upacara tertentu, rohnya dianggap turun kedalam menhir untuk langsung
berhubungan dengan para pemujannya Kalau untuk rohnya di dirikan sebuah menhir, maka
untuk raganya disediakan berbagai kuburan: keranda, kubur batu, pandhusa atau lainnya dan
kecuali jasa yang di bawa ke akhirat, maka dalam kuburannya itu disertakan kepada
mayatnya bermacam-macam benda, alat-alat dan perhiasan, sebagai bekal .Selain itu Roh itu
tempatnya jauh disana, biasanya digambarkan di atas dunia ini, juga diatas gunung.
Guna menunjukkan letak yang ada di atas itu, tidak jarang sebuah menhir didirikan
harus dilalui guna mencapai tempat yang tertinggi. Banyak pula kalanya bahwa menhir itu
sudah tidak dinyatakan lagi, dan bahwa sebagai lambang dari alam pikiran yang demikian itu
cukuplah didirikan punden berundak-undak saja, sedangkan sering pula terjadi bahwa roh
Bangunan Berundak
Tinggalan bangunan berundak di temukan sejumlah 6 buah, yaitu situs batur, gampingan,
Karanganyar, Kauman, Tegalsari, dan sura. Bangunan berundak pada situs – situs tersebut
memiliki cirri yang hamper sama yaitu berundak gasal, berdenah persegi, berpagar dan
berpintu serta memiliki objek utama di undakan teratas. Orientasinya menuju kearah utara
( situs Bature kauman ) dan sisanya ke arah barat atau puncak gunung slamet. Lihat gambar
1.
Menhir
Menhir ialah sebuah batu tegak yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakkan dengan
sengaja disuatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati.Temuan menhir pada situs
Berdasarkan konteks temuan, menhir tersebut di kelompokan menjadi 3, yaitu menhir yang
penduduk 5 buah. Menhir di situs penguburan ditemukan berjajar dengan posisi utara –
selatan dan berfungsi sebagai nisan kubur. Di situs pemujaan berada di konteks dengan
punden berundak, lumping batu, batu altar, dan batu dakon. Sedangkan di pemukiman
penduduk tidak memiliki konteks dengan bangunan megalitik lainnya. Lihat gambar 1.
Lumpang Batu
Di purbalingga di temukan 3 buah lumpang batu yaitu di ditus batu putih, Gempingan, dan
karang anyar. Ketiga lokasi tersebut merupakan lahan pertanian dan berdekatan dengan air.
Phallus
Phallus di Purbalingga di temukan sebanyak 3 buah, yaitu di situs kemangkon, sura dan
bandingan. Phallus adalah benda peninggalan megalitik yang terbuat dari batu berbentuk
lonjong dimana pada salah satu ujungnya dipahatkan bentuk alat kelamin laki – laki, menurut
kepercayaan masyarakat megalitik, organ tubuh manusia dianggap memiliki kekuatan gaib
dan alat kelamin merupakan objek yang paling kuat mengandung kekuatan gaib tersebut.
Kubur Batu
Situs kubur yang di temukan di purbalingga sebanyak 7 buah. Batas kubur dilakukan dengan
menutup permukaan tanah dengan batas susunan batu. Tanda kubur berupa dua buah menhir
dengan menggunakan wadah kubur dan tanpa wadah kubur. System penguburan yang
digunakan oleh masyarakat megalitik di Purbalingga adalah penguburan tanpa wadah dengan
Batu Dakon
Batu dakon di wilayah Purbalingga di temukan sebanyak 2 buah, yaitu situs kaum dan situs
kualitas. Sampai saat ini dakon tersebut masih di keramatkan dengan pemberian sensasi.
Bahkan di situs kauman, dakon merupakan objek pemujaan utama pada undakan teratas.
Dolmen
Dolmen adalah peninggalan megalitik yang bentuknya menyerupai meja batu yang terdiri
dari bongkahan batu yang di tompangi empat buah batu yang salah satu ujungnya ditanam di
Punden Berundak
Fungsi dari bangunan ini adalah sebagai pemujaan roh nenek moyang.
Menhir
Berdasarkan konteks temuan maka dapat disimpulkan bahwa fungsi menhir di Purbalingga
adalah sebagai tanda kubur dan media pemujaan. Dalam pengertian umum biasanya menhir
dianggap berfungsi untuk menghormati seorang tokoh baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal
Lumpang batu
Lumpang batu pada umumnya merupakan komponen penting dalam masyarakat
agraris, yaitu berfungsi praktis sebagai alat atau wadah menumbuk padi atau biji – bijian.
Dalam konteks megalitik di Purbalingga benda ini berubah menjadi benda sacral, yaitu
sebagai sarana upacara pemujaan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa lumping batu
berfungsi sebagai symbol dari suatu pengharapan akan kesuburan bagi hasil pertanian.
Phallus
Fungsi phallus dikaitkan dengan fungsi alat reproduksi manusia yaitu sebagai sarana upacara
kesuburan.
Kubur batu
Batu dakon
Kesakralan dan penempatannya yang berada di dekat air merupakan indicator bahwa
benda ini berfungsi sebagai sarana pemujaan terhadap air pada upacara kesuburan.
Dolmen
Fungsi dolmen berkait dengan upacara pemujaan sebagai tempat meletakan sesaji.
BAB II
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kabupaten Purbalingga, adalah sebuah kabupaten di provinsi jawa tengah Indonesia.
kabupaten ini terletak kira-kira 100 km dari yogyakarta. Kabupaten Purbalingga merupakan
merupakan masyarakat yang besar. Mereka mendiami wilayah yang cukup besar. Mereka
mendiami wilayah yang cukup luas dengan hidup secara berkelompok atau memusat di
suatu tempat atau menyebar didaerah-daerah sampai dilokasi yang cukup terpencil dan jauh
Sementara itu untuk Benda-benda Peninggalan Masa prasejarah Zaman Megalitikum
di Purbalingga terdapat : Batu Tegak (Menhir), Dolem, Batu Dakon, Meja Batu, Lumpang
Dapat disimpulkan bahwa Benda peninggalan prasejarah dan kegunaanya pada masa
mempunyai fungsi yang idak jauh berbeda antara satu dengan yang lain yaitu untuk media
penghormatan dan pemujaan bagi arwah atau roh leluhur (Nenek Moyang).