Anda di halaman 1dari 9

Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan Ngandong adalah kebudayaan manusia prasejarah di Indonesia yang


berkembang di daerah Ngandong, Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah), dekat Kabupaten
Ngawi (Provinsi Jawa Timur). Kebudayaan ini berkembang di Zaman Paleolitikum atau
zaman batu tua, tepatnya di lapisan pleistosen atas. Kebudayaan ini dicirikan dengan
penggunaan tulang yang umumnya berasal dari tulang binatang yang berukuran sedang
hingga besar. Di Kebudayaan Ngandong, banyak ditemukan artefak berupa kapak genggam
dari batu, flakes (alat-alat serpih berukuran kecil yang terbuat dari tulang), belati, ujung
tombak dari tanduk menjangan yang diruncingkan, dan duri ikan pari.

Dari jenis-jenis alat yang ditemukan di Situs Ngandong, dapat disimpulkan bahwa cara hidup
masyarakat saat itu adalah berburu dan mengumpulkan makanan. Sedangkan berdasarkan
lokasi ditemukannya alat-alat yang berada di dekat penemuan fosil manusia purba Homo
wajakensis di daerah Ngandong dan Homo soloensis di daerah Ndirejo, Sragen, Jawa Tengah,
dapat disimpulkan bahwa kedua jenis manusia purba itulah pelaku Kebudayaan Ngandong.

Hasil Kebudayaan

Hasil Kebudayaan Ngandong adalah salah satu daerah dekat Ngawi, Madiun, Jawa Timur. Di
daerah Ngandong dan Sidorejo banyak ditemukan alat dari tulang dan alat-alat kapak
genggam dari batu. Alat-alat dari tulang itu di antaranya dibuat dari tulang binatang dan
tanduk rusa. Selain itu, ada juga alat-alat seperti ujung tombak yang bergerigi pada sisi-
sisinya. Berdasarkan penelitian, alat-alat itu merupakan hasil kebudayaan Homo Soloensis
dan Homo Wajakensis. Karena ditemukan di daerah Ngandong, dikenal secara umum dengan
Kebudayaan Ngandong. Di dekat Sangiran, dekat dengan Surakarta ditemukan juga alat-alat
berbentuk kecil yang biasa disebut flake. Manusia purba sudah memiliki nilai seni yang
tinggi. Pada beberapa flake ada yang dibuat dari batu indah, seperti chalcedon.

Berikut ini adalah hasil kebudayaan Ngandong :

1. Kapak genggam.

Kapak genggam adalah sebuah batu yang mirip dengan kapak, tetapi tidak
bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Kapak genggam
terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, dalam ilmu prasejarah disebut chopper
artinya alat penetak. Kapak genggam digunakan untuk menumbuk biji-bijian,
membuat serat-serat dari pepohonan, membunuh binatang buruan, dan sebagai senjata
menyerang lawannya.

2. Flake merupakan alat-alat serpih atau alat-alat kecil.

Peninggalan dari pra kebudayaan zaman aksara ini berupa alat-alat serpih terbuat dari
pecahan-pecahan batu kecil, digunakan sebagai alat penusuk, fungsi pemotong
daging, dan peralatan pisau. Alat-alat serpih banyak ditemukan di daerah Sangiran,
Sragen, Jawa Tengah, masih termasuk Kebudayaan Ngandong.

3. Alat-alat dari tulang, seperti alat penusuk atau belati, ujung tombak bergegaji pada
dua sisi, alat pengorek ubi dan keladi, dan mata tombak dari duri ikan.

Perkakas tulang dan tanduk hewan banyak ditemukan di zaman ini terutama di daerah
Ngandong, dekat Ngawi, Jawa Timur. Alat-alat yang merupakan peninggalan dari
kebudayaan itu berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek, dan mata tombak. Oleh
peneliti arkeologis pra peninggalan berupa kebudayaan alat perkakas dari tulang
disebut sebagai Kebudayaan Ngandong. Alat-alat serpih dan alat-alat dari tulang dan
tanduk ini dibuat dan digunakan oleh jenis manusia purba Homo Soloensis dan Homo
Wajakensis.

4. Alat-alat dari tanduk rusa yang ujungnya sudah diruncingkan.

Selain dari batu, alat peninggalan manusia purba juga ditemukan ada yang terbuat dari
tulang binatang dan tanduk rusa. Alat – alat ini digunakan oleh manusia purba pada
masa paleolithikum yang menghasilkan kebudayaan Ngandong.

Pada umumnya, alat – alat yang terbuat dari tulang ini merupakan alat – alat penusuk
(belati), seperti mata panah dan ujung tombak yang bergerigi. Alat – alat ini berfungsi
sebagai alat pengorek ubi di dalam tanah, berburu dan menangkap ikan.

5. Alat-alat yang terbuat dari batu indah seperti chalcedon.


Alat-alat dari Ngandong juga ditemukan didaerah lain, seperti Sangiran, Sragen, Jawa Tengah
dan Cabbenge di Sulawesi Selatan. Menurut para ahli alat-alat yang ditemukan di Ngandong,
berasal dari lapisan Ngandong atau pleistosen atas, tetapi pada lapisan tersebut ditemukan
fosil Homo Wajakensis. Sementara pada lapisan yang sama, tepatnya didaerah Ngadirejo,
Sambung Macan, Sragen, Jawa Tengah, selain ditemukan kapak genggam, ditemukan pula
tulang binatang dan batok tengkorak Homo Soloensis.

Manusia Purba Kebudayaan Ngandong

Kebudayaan ngandong diatas ditemukan di lapisan pleistosen atas.

Alat alat kebudayaan ngandng ini sebelumnya sudah ditemukan juga di dekat fosil manusia
purba, Homo Wajakensis di daerah ngandong dan juga Homo Soloensis yang telah
ditemukan di daerah Ndirejo, Sragen, Jawa Tengah.

Dari penemuan tersebut, para ahli menyimpulkan kalau kebudayaan ngandong itu berasal dari
dua spesies manusia purba yaitu dari :

 Homo soloensis

Fosil Homo Soloensis kemudian diteliti oleh Von Koenigswald hingga dapat menunjukkan
bahwa jenis fosil ini memiliki ciri-ciri fisik sebagai berikut :

• Volume otaknya antara 1000 hingga 1200 cc

• Otak kecil homo soloensis berukuran lebih besar daripada otak kecil pada
Pithecanthropus Erectus
• Tengkorak berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan Pithecanthropus Erectus

• Memiliki Tinggi badan sekitar 130 – 210 cm

• Otot pada tengkuk mengalami penyusutan

• Muka tidak menonjol ke depan

• Tonjolan pada kening agak terputus ditengah (tepatnya di atas hidung)

• Sudah Berdiri tegak serta berjalan lebihs sempurna

 Homo wajakensis

Manusia purba dari jenis genus Homo adalah salah satu manusia purba yang memiliki
umur paling muda. Fosil dari manusia purba ini sudah diperkirakan sudah ada
semenjak 15.000-40.000 tahun sebelum masehi. Berikut cirri-cirinya :

 Muka datar dan lebar


 Hidung lebar dan bagian mulut menonjol (maju)
 Dahinya agak miring dan diatas mata terdapat busur dahi yang nyata
 Pipinya menonjol ke samping
 Kapasitas otaknya bisa lebih dari 1300 cc, dan volume otak yang berukuran
1350cc-1450cc
 Berat badan dari 30 – 150 kg
 Tinggi badan 130 – 210 cm
 Jarak antara hidung dan mulut masih jauh
 Perawakannya masih seperti kera tetapi sudah berdiri tegak
 Cara berjalan sudah lebih tegak
 Otot dan Tulang besar
Kebudayaan Pacitan
Diperkirakan, kebudayaan Pacitan ini berasal dari masa dan tempat manusia jenis
Pithecanthropus erectus hidup. Tadinya kesimpulan itu cukup diragukan. Akan tetapi,
keraguan itu pupus berkat adanya petunjuk dari peninggalan alat-alat serupa di Beijing (dulu
Peking), Cina.

Kebudayaan Pacitan berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Beberapa alat dari batu
ditemukan di daerah ini. Seorang ahli, von Koeningwald dalam penelitiannya pada tahun
1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu di Sungai
Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing,
tergantung kegunaannya. Alat batu ini sering disebut dengan kapak genggam atau kapak
perimbas.

Alat-alat itu berasal dari manusia jenis Sinanthropus pekinensis. Padahal dapat diketahui
dengan pasti bahwa fosil Sinanthropus pekinensis seumur dengan fosil Pithecanthropus
erectus. Maka dari itu, dapat dipastikan bahwa alat-alat kebudayaan Pacitan digalang oleh
Pithecanthropus erectus.

Daerah persebaran kapak perimbas terutama terdapat di tempat-tempat yang banyak


mengandung batuan yang cocok digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat dari batu.
Tempat – tempat penemuan tradisi kapak perimbas antara lain:

1. Punung, Pacitan, Jawa Timur (tempat penemuan yang terpenting)


2. Lahat, Sumatera Selatan
3. Awangbangkal, Kalimantan Selatan
4. Cabbenge, Sulawesi Selatan.

Hasil Kebudayaan

Pada zaman purba, diperkirakan aliran Bengawan Solo mengalir ke selatan dan bermuara di
pantai Pacitan. Pada 1935, Von Koenigswald menemukan beberapa alat dari batu di Pacitan.
Alat-alat tersebut bentuknya menyerupai kapak, tetapi tidak bertangkai sehingga
menggunakan kapak tersebut dengan cara digenggam. Alat-alat batu dari Pacitan ini disebut
dengan kapak genggam (chopper) dan kapak perimbas. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat
berbentuk kecil yang disebut serpih. Berbagai benda peninggalan tersebut diperkirakan
digunakan oleh manusia purba jenis Meganthropus. Berikur hasil kebudayaannya :

 Kapak perimbas

Kapak perimbas adalah kapak yang digunakn untuk menebas kayu, memahat tulag dan juga
bisa dijadikan sebagai senjata atau pertahanan diri dari musuh. Alat genggam jenis ini
ditemukan di daerah Gombong Provinsi Jawa Timur dan juga pernah ditenukan di daerah
Sukabumi Provinsi Jawa Barat, dan Goa Choukoutienn di Beijing China. ·

 Kapak penetak (chopper)

Sebuah alat yang dipersiapkan dari segumpal batu yang tajamannya dibentuk liku-liku
melalui penyerpihan yang dilakukan selang-seling pada kedua sisi pinggiran. ·
 Pahat genggam

Sebuah alat yang bentuknya hampir sama dengan bujur sangkar atau persegi empat panjang
yang tajamannya disiapkan melalui penyerpihan terjal pada permukaan atas menuju pinggiran
batu. ·

 Kapak genggam awal

sebuah alat dari batu yang berbentuk meruncing. Teknik pemangkasan alat ini dilakukan pada
satu permukaan batu untuk mendapatkan tajaman.

Manusia purba kebudayaan Pacitan

Berdasarkan penemuan yang ada dapat disimpulkan bahwa pendukung kebudayaan Pacitan
adalah Pithecanthropus erectus, dengan alasan sebagai berikut :

1. Alat-alat dari Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus
erectus, yaitu pada pleistosen tengah (lapisan dab fauna Trinil).
2. Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus erectus,
yaitu Sinanthropus pekinensis. Bersama-sama ini ditemukan juga alat-alat batu yang
serupa dengan alat-alat batu dari Pacitan.
Berdasarkan fosil – fosil yang telah ditemukan, dapat diketahui bahwa Pithecanthropus
Erectus memiliki ciri – ciri yang khas. Adapun ciri – ciri mereka adalah sebagai berikut ini:

a. Pithecanthropus Erectus memiliki tubuh yang tingginya kira-kira 165-180 cm.

b. Memiliki badan yang tegap, tetapi tidak setegap tubuh Meganthropus.

c. Memiliki tonjolan yang tebal pada kening dan melintang di sepanjang pelipis.

d. Memiliki otot kunyah yang tidak sekuat milik Meganthropus.

e. Memiliki volume otak sekitar 900 cc.

f. Memiliki hidung yang lebar dan tidak memiliki dagu.

g. Mengkonsumsi makanan – makanan yang bervariasi, seperti tumbuhan dan daging


binatang.

Anda mungkin juga menyukai