Anda di halaman 1dari 12

HISTORIOGRAFI

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

NUR ANISA
NOVIAWATI
RAMADHA R.
RESTY R.
FEBI R.
FADZIL N.

SMA NEGERI 3 BANJAR


2015

HISTORIOGRAFI

Historiografi berarti karya sejarah dari masa lampau sampai masa sekarang
(dikenal dengan nama sejarah kontemporer). Di dalamnya tercakup pula
pendekatan yang dipakai para sejarawan yang menulisnya. Karya sejarah
Indonesia banyak ditulis oleh sejarawan atau pemerhati sejarah bangsa kita sendiri
maupun dari luar Indonesia.
Penulisan sejarah Indonesia di muali pada zaman Kerajaan Kediri, Singasari,
dan Majapait (dalam bentuk babad, hikayat, kronik, tambo, dll). Yang lazim
disebut historiografi tradisional. Penulisan sejarah Indonesia berlanjut pada
zaman kolonial, yang disebut jugahitoriografi kolonial, lalu pada masa pascakolonial, disebut juga historiografi nasional, dan sekarang ini atau disebut
juga historiografi modern atau biasa disebut historiografi kritis atau historiografi
ilmiah.
Penulisan sejarah Indonesia ditandai dua hal :
1. Bersifat politis dan ideologis, kurang ilmiah. Kecuali pada karya sejarawan
Husein Djajaningrat pada tahun 1913 berjudulTinjauan Kritis Sejarah Banten.
2. Menunjukan unsur kejayaan dan kebesaran dari struktur kekuasaan yang
dominan.
Historiografi Indonesia Modern dimulai pada tanggal 14-18 Desember
1957. Pelopor sejarah ilmiah atau sejarah kritis adalahSartono Kartodirjo,
melalui majalah Lembaran Sejarah yang yang deterbitkan oleh Jurusan Sejarah
fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada (UGM).

Tahap-tahap perkembangan historiografi Indonesia berikut ini :

1.

Historiografi Tradisional
Fase historiografi tradisional dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu-

Budha

sampai

pada

masuk

dan

berkembangnya

Islam

di

Indonesia.

Menurut Taufik Abdullah, pada fase historiografi tradisional, penulisan sejarah


yang dilakukan lebih merupakan ekspresi budaya dan pantulan keprihatinan sosial
masyarakat atau kelompok sosial yang menghasilkannya daripada usaha untuk
merekam peristiwa masa lalu.Jenis karya yang dapat dikategorikan dalam
historiografi tradisional adalah prasasti (pada masa Hindu-Budha), babad,
dan hikayat.

Ciri-ciri Historiografi Tradisional :


1) Istana-sentris, artinya berpusat pada keinginan dan kepentingan raja.
2) Feodalis-aristokratis, artinya berfokus pada kehidupan kaum bangsa feodal,
bukan kehidupan rakyat.
3) Subjektivitas tinggi, sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di
kerajaan dan atas permintaan sang raja.
4) Tujuannya melegitimasi dan melanggengkan kekuasaan serta kedudukan raja.
5) Banyak mengandung anakronisme dalam penyusunannya.
6) Umumnya penulisannya tidak disusun secara ilmiah, serta sering kali datanya
bercampur-campur antara unsur mitos dan realitas.
7) Sumber-sember datanya sulit untuk ditelusuri, bahkan terkadang mustahil
untuk dibuktikan. Dengan kata lain, fakta sejarahnnya sulit debuktikan.

8) Regio-sentris, artinya banyak dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat


tempat naskah itu ditulis.

Contoh Historiografi Tradisional :

Babad Tanah Pasundan

Babad Parahiangan

Babad Tanah Jawa

Pararaton

Nagarakertagama

Babad Galuh

Babad Sriwijaya

Babad Cirebon (karya dari Kerajaan Islam Cirebon)

Babad Banten (karya dari Kerajaan Islam Banten)

Babad Dipenogoro (karya yang mengisahkan kehidupan Pangeran Diponegoro

Babad Demak (karya tulis dari Kerajaan Islam Demak

Babad Aceh

2.

Historiografi Kolonial
Historiografi tradisional adalah karya-karya sejarah (tulisan sejarah) yang

dengan ciri khas Eropa-sentris atau Belanda-sentris. Karya-karya ini umumnya,


ditulis pada saat pemerintahan kolonial, terutama Belanda dan Inggris ketika
berkuasa di Indonesia, sejak zaman VOC (1600) sampai ketika pemerintah Hindia
Belanda berakhir dan takluk kepada Jepang (1942). Penulisnya juga adalah orangorang Belanda atau Eropa. Tidak semua karya sejarah pada masa ini digolongan
sebagai hitoriografi kolonial.

Fokus utama historiografi kolonial adalah kehidupan warga Belanda di


Indonesia di Hindia Belanda : aktivitas-aktivitas warga Belanda, pemerintah
kolonial, pegawai kompeni, dan kegiatan para gubernur jendral dalam
menjalankan tugasnya di Hindia Belanda. Kondisi rakyat yang terjajah tidak
mendapat perhatian. Itu semua dilakukan tidak lain demi tujuan politis-ideologis,
dengan memberi pembenaran, melegitimasi penjajah serta melanggengkan
eksistensi belanda di Indonesia.

Ciri-ciri Historiografi Kolonial :

Belanda Sentrisme artinya sejarah Indonesia di tulis dari sudut pandang


kepentingan orang-orang Belanda yang sedang berkuasa di Nusantara
Indonesia saat itu.

Eropasentrisme, artinya ditulis dari sudut pandang kepentingan orang Belanda,


dan kepentingan bangsa Eropa pada umumnya.

Mitologisasi, artinya banyak kejadian yang tidak didasarkan pada kejadian


yang sebenarnya.

Contoh karya historiografi kolonial yang paling populer adalah :

Geschiedenis van Indonesie (Sejarah Indonesia) karya H.J. de Graaf

Geschiedenis van de Indischen Archipel (Sejarah Nusantara) karya B.H.M.


Vlekke

Schets eener economische Geschiedenis van Neterlands-Indie (Sejarah


Ekonomi Hindia Belanda) karya G. Gonggrijp

History of Java (1817) karya Thomas S. Raffles (masa penjajahan Inggris).

KELEBIHAN HISTORIOGRAFI MASA KOLONIAL


Tidak disangkal bahwa historiografi masa kolonial turut memperkuat proses
naturalisasi historiografi Indonesia. Terlepas dari subyektifitas yang melekat,
sejarawan kolonial berorientasikan fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Kekayaan
akan fakta-fakta sungguh mencolok. Pembicaraan mengenai perkembangan
historiografi Indonesia tidak dapat mengabaikan literatur historiografis yang
dihasilkan oleh sejarawan kolonial.

KELEMAHAN HISTORIOGRAFI MASA KOLONIAL


a. Subyektifitas Tinggi Terhadap Belanda
Subyektifitas begitu melekat pada historiografi masa kolonial. Sejarawan kolonial
pada umumnya deskripsinya berorientasikan pada kejadian-kejadian yang
menyangkut orang-orang Belanda, misalnya dalam sejarah VOC. Banyak
kupasan-kupasan yang menekankan ciri yang menonjol yaitu Nederlandosentrime
pada khususnya dan Eropasentrisme pada umumnya.

Apabila kita mengingat banyaknya perlawanan selama abad 19, baik yang berupa
perang bersekala besar (Perang Padri, Perang Diponegoro, dan Perang Aceh)
maupun yang bersekala kecil yang dilakukan oleh rakyat disebut rusuh atau
brandalan. Seperti pemberontakan di Cilegon, Gedangan, Jambi, Cimareme.
Sejarah perang kolonial terutama menguraikan berbagai operasi militer secara
mendetail, sedangkan bangsa Indonesia hanya disebut sebgai obyek dari aksi
militer itu.

b. Kekurangan Kualitatif dari Sejarawan-Sejarawan Kolonial


Kebanyakan buku tentang sejarah kolonial mempunyai hal-hal yang kaku dan
dibuat-buat. Buku-buku yang seluruhnya ditulis dari ruang studi di Belanda dan
hampir seluruhnya membahas Gubernemen dan pejabat-pejabatnya dan orangorang pribumi yang kebetulan dijumpai. Hanya sedikit dibicarakan tentang rakyat
yang berfikir, yang merasa dan bertindak dan hampir tidak seorang pun yang
berusaha meneliti syair-syair, hikayat, babad, dan sejarah. Apa yang menjadi
pertimbangan dan pendapat mereka karena kebanyakan sejarawan Campagnie
hampir tidak menceritakan akan adanya tulisan-tulisan pribumi atau menilainya
terlalu rendah. Mereka malu akan bahan-bahannya baik orang Eropa maupun
orang pribumi dikritik. Bahwa keadaannya jauh lebih baik dan hal ini
membenarkan kehadiran orang-orang Eropa sekarang.

c. Kekurangan Kuantitatif
Setelah masa kompeni relatif sedikit karya-karya yang diterbitkan yang
disebabkan oleh sistem kerahasian yang fatal dan yang berlaku pada masa itu dan
pergawasan yang menurun terhadap jajahan pada abad ke-18. Berdasarkan jumlah
bahan arsip yang banyak, hanya sedikit saja yang merupakan sumber terbuka.
Cukup besar keuntungan kita apabila mempunyai penerbit dari Generalie
Missiven atau laporan-laporan kolonial yang dititipkan setiap tahun, satu atau
beberapa exemplar pada kapal-kapal yang berlayar pulang. Tidak hanya mengenai
sejarah Hindia Belanda melainkan juga tentang sejarah Asia dan Afrika. Kita saat
ini hanya memiliki suatu penerbitan yang sangat tidak lengkap dari missiven yang
dikumpulkan oleh ahli arsip kerajaan, de Jonge memiliki hubungan Indonesia.
Penerbit ini dicetak atas kertas yang buruk sekali, sehingga penerbit ini tidak akan
bertahan lama hal ini merupakan salah satu contoh kesulitan yang di hadapi

seorang sejarahwan kompeni. Jumlah buku tentang sejarah Indonesia sangatlah


minim.
3.

Historiografi Nasional
Historiografi

nasional

adalah

penulisan

sejarah

Indonesia

yang

bersifat Indonesia-sentris. Sebagaimana dikemukakan oleh sejarawan Sartono


Kartodirdjo, viisi dasar historiografi nasional adalah menempatkan rakyat
Indonesia sebagai pemeran serta pelaku utama dari sejarah sendiri (history from
within). Artinya, sejarah Indonesai ditulis berdasarkan pengalaman serta sudut
pandang orang Indonesia sendiri, bukan berdasarkan pengalaman serta sudut
pandang bangsa penjajah.

Secara ringkas, isi historiografi nasional ditandai beberapa hal sebagai berikut.
1. banyak istilah dari bahasa Belanda diindonesiakan;
2. penulisan diarahkan untuk kepentingan bangsa Indonesia;
3. orang Indonesia menjadi subjek sejarah, bukan lagi objek pelengkap atau
penderitaan sebagaimana pada historiografi kolonial;
4. karakteristik dan watak tokoh sengaja dipertukarkan dan diganti.
Kalau dalam historiografi kolonial para para tokoh Belanda adalah pahlawan,
kalau dalam historiografi nasional mereka adalah penjahat dan tokoh Indonesia
adalah pahlawan. Muhammad Yamin, berpendapat bahwa penulisan sejarah
Indonesia dari perspektif nasionalisme diperlukan untuk memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa. Ia adalah penulis dari Gadjah Mada, Diponegoro, dan6000
Tahun Sang Merah Putih. Historiografi nasional juga bersifat politis dan
ideologis, yaitu mempertebal jiwa nasionalisme dan patriotisme di kalangan
bangsa Indonesia.

Karya-karya lain yang dapat dikelompokan ke dalam Historiografi Nasional


adalah sebagai berikut :
o Biografi para pahlawan, seperti Teuku Umar, Imam Bonjol, dan Diponegoro.
o Sejarah perlawanan terhadap para penjajah, seperti Perang Padri dan Perang
Diponegoro
o Biografi tokoh-tokoh pergerakan nasional, seperti Sutomo, Kartini, Abdul
Rivai, dan Wahid Hasyim.
o Umumnya Hitoriografi Nasional memiliki beberapa acuan :
o sejarah sebagai suku banasa yang ada di Indonesia,
o memanfaatkan berbagai sumber yang ada, baik sumber lisan, tulisan, maupun
benda,
o objek penelitian mengacu pada beberapa aspek kehidupan seperti ekonomi,
politik, sosial, dan budaya.

Ciri-ciri Historiografi Nasional :

Bersifat Indonesia sentrisme, penulisan sejarah di Indonesia diinterpretasikan


sebagai sejarah nasional dan ditulis dari sudut kepentingan rakyat Indonesia.

Bersifat metodologis, artinya penulisan sejarah Indonesia menggunakan


pendekatan ilmiah berdasarkan teknik penulisan ilmiah untuk ilmu sosial.

Bersifat kritis historis, berarti substansi penulisan sejarah Indonesia secara


ilmiah dapat dipertanggungjawabkan

Contoh Historiografi Nasional :

Sejarah Perlawanan-Perlawanan terhadap Kolonialismedan Inperialisme


(editor: Sartono Kartodirdjo)

Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI (editor: Sartono


Kartodirdjo).

Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh. Ali.

Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya A.H.
Nasution.

4.

Historiografi Modern
Historiografi modern adalah penulisan sejarah Indonesia yang bersifat kritis

atau memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Banyak tulisan yang salah interpretasi


dengan mendefinisikan historiografi modern sebagai penulisan sejarah Indonesia
setelah Indonesia merdeka. Padahal, sebelum Indonesia merdekapun, kita
memiliki karya sejarah yang sengat tepat yaitu historiografi modern.
Contohnya Cristiche Beschouwing van de Sadjarah Banten (Tinjauan Kritis
tentang

Sejarah

Benten)

yang

merupakan

karya

dari Dr.

Hoesein

Djajadiningrat (1886-1960).

Karakteristik utama Historiografi Modern ada 3 :


o Pertama, upaya

menuntut

ketepatan metodologi dalam

usaha

untuk

mendapatkan fakta sejarah secermat mungkin, mengadakan rekonstruksi


sebaik mungkin, serta menerangkannya setepat mungkin sesuai kaidah-kaidah
ilmiah.

o Kedua, historiografi modern mengkritik historiografi nasional yang dianggap


bertendensi menghilangkan peran unsur asing dalam proses membentuk
keindonesiaan (dekolonialisasi sejarah).
o Ketiga, historiografi modern juga memunculkan suatu terobosan baru, yaitu
munculnya peranan-peranan rakyat kecil sebagai pelaku sejarah.

Contoh Historiografi Modern :


o Indonesia Historiography, 2001
o Modern Indonesia, Tradition and Transformation, 1984
o Ratu Adil, 1984
o Protest Movement in Rural Java, Oxford University, 1973
o The Peasant Revolt of Banten in 1888, 1966

KESIMPULAN
Jadi kesimpulannya historiografi berarti penulisan sejarah. Peneliti sejarah
terlibat dalam penelitian, dan lantas memberikan perspektif baru entah
memperkuat atau menggugat perspektif yang lama. Dengan demikian, hasil-hasil
penelitian sejarah saling memperkuat dan memperkaya ilmu pengetahuan.
Dalam historiografi dikenal dua model penulisan, yaitu penulisan yang bersifat
deskriptif-naratif dan penulisan yang bersifat deskriptif-eksplanatif.
Fase-fase historiografi Indonesia :

Historiografi tradisional, yang berciri istana-setris.

Historiografi kolonial, yang berciri Eropa-sentris.

Historiografi nasional, yang berciri Indonesia-sentris.

Historiografi modern, yang bersifat kritis.

Anda mungkin juga menyukai