Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN MINANGKABAU

“Perkembangan Minangkabau Pasca Kemerdekaan”

DOSEN PEMBIMBING :

Hendra Naldi,SS,M.Hum

Uun Lionar,S.Pd, M.Pd

OLEH :

KELOMPOK 7

ALDI YUHERMAN 18046101

DIANA PUTRI NENGSI 18046138

FAUZI BURHAN 18046065

RISSA AFRILIA ROSANTI 18046035

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah,
dan inayah, serta ridho-Nya kepada kita khusunya bagi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Sejarah Kebudayaan Minangkabau yang berjudul “Perkembangan
Minangkabau Pasca Kemerdekaan” dengan baik salawat bersertakan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rasullullah Muhammad Saw, beserta keluarganya yang telah membimbing
manusia untuk meneliti jalan lurus menuju kejayaan dan kemuliaan .Penulis mengucapkan
terimakasih kepada orang –orang yang membantu penyusunan laporan makalah ini, di susun
dengan maksud memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Sejarah Kebudayaan
Minangkabau.

Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun,
sehingga untuk masa yang akan datang makalah ini akan sempurna. Semoga semua hasil jerih
payah kita semua di balas oleh Allah SWT dengan pahala yang setimpal juga, aamiin.

Padang, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................4
B. Rumusan masalah...........................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................5

A. Periode Revolusi Fisik....................................................................5


B. Periode Demokrasi Liberal.............................................................7
C. Periode Demokrasi Terpimpin........................................................11

BAB III PENUTUP....................................................................................18

A. Kesimpulan.....................................................................................18
B. Krtitik dan Saran.............................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kondisi negara masih belum stabil.
Banyak permasalah yang belum diatasi. Bangsa Indonesia masih terus berjuang dalam
menghadapi agresi penjajah Belanda untuk yang kedua kalinya ingin menguasai
Indonesia. Negara Republik Indonesia sudah sah memiliki kemerdekaannya, baik secara
de facto maupun de yure. Namun, jalannya pemerintahan masih terbilang belum stabil.
Pancasila sebagai dasar negara dan sistem liberal atau demokrasi parlementer.
Kurun waktu Agustus 1945 – Desember 1947 menjadi masa-masa paling berat
bagi para pejuang dalam kemerdekaan Indonesia setelah diproklamasikan pada 17
Agustus 1945. Pihak Belanda bersama sekutunya, dan Jepang, masih berupaya
mengambil alih kekuasan. Pertempuran pun pecah di sejumlah daerah. Strategi gerilya
dan diplomasi. Tak terkecuali dengan Sumatra Barat yang mayoritasnya dihuni oleh suku
Minang. Disana juga terdapat pergolakkan , penolakan dan perjuangan mempertahankan
NKRI.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Minangkabau Periode Revolusi Fisiki?
2. Bagaimana perkembangan Minangkabau periode Demokrasi Liberal?
3. Bagaimana perkembangan Minangkabau Periode Demokrasi terpimpin

C. Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan Minangkabau periode Revolusi fisik,
Demokrasi Liberal, Demokrasi terpimpin.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Minangkabau Periode Revolusi fisik


Keresidenan Sumatera Barat memang bukanlah satu-satunya daerah yang
mendapat kabar awal mengenai kemerdekaan Indonesia, tetapi Keresidenan Sumatera
Barat memiliki potensi konflik internal yang lebih kecil jika dibandingkan dengan yang
terjadi di banyak daerah revolusi di Sumatera waktu itu.
Semangat pemuda yang begitu besar dan penuh inisiatif menimbulkan terciptanya
beberapa organisasi kepemudaan, sebagai muara yang memperjelas arah perjuangan.
Organisasi kepemudaan tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi nyawa dan
memberikan sumbangsih dalam pemerintahan daerah. Wilayah Keresidenan Sumatera
Barat dapat dikatakan sebagai salah satu pos terdepan Republik Indonesia di Sumatera,
dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera. Para pemuda dan pemimpin di
Keresidenan Sumatera Barat juga tampaknya lebih siap dan relatif berhasil
mempersatukan berbagai kelompok kekuatan revolusi.
Tanggal 18 Agustus 1945 Ismael Lengah, A. Manan, A. Abdul Latief Chatib
Soelaeman, Engku Abdullah dan Inyak Bas Bandaro bertemu di Padang untuk membahas
perlunya sebuah badan yang nanti mampu menopang, mendukung serta melindungi
kegiatan pemberitaan proklamasi secara jelas sekaligus menghilangkan keragu-raguan
masyarakat. Ismael Lengah yang mengusulkan gagasan tersebut langsung mengusulkan
sebuah nama BPPI7 dan keesokan harinya badan tersebut ditetapkan.
Sementara itu di Bukittinggi diadakanlah sebuah rapat yang didasari oleh rasa
persatuan dan jiwa kemerdekaan. Rapat tersebut berlangsung tanggal 21 Agustus 1945
dan berlangsung di Gedung Majelis Islam Tinggi. Pada rapat tersebut disepakatilah oleh
para pemuda untuk membentuk sebuah organisasi yang dinamakan Pemuda Indonesia
(PI). Ada perbedaan antara BPPI di Padang dan PI7 BPPI adalah sebuah badan yang
menjadi wadah perjuangan yang mencerminkan peranan pemuda, dibentuk tanggal 19
Agustus 1945 di Pasar Mudik dengan jumlah peserta yang hadir sebanyak 50 orang.
Tugas BPPI adalah menampung segala persoalan dan memberikan penjelasan tentang
proklamasi kemerdekaan. Pada perkembangannya, pemuda yang tergabung di dalam
BPPI dan PRI sangat memberikan pengaruh dalam terbentuknya lembaga pemerintahan
di Keresidenan Sumatera Barat. Atas dasar desakan untuk membangun pemerintahan
yang merdeka maka para pemuda merancang pertemuan yang membahas tentang
penggantian Hokokai sebagai wadah perjuangan. Hokokai dinilai tidak mencerminkan
lembaga yang memihak Indonesia, melainkan alat propaganda Jepang. Hokokai juga
tidak mewakili jiwa revolusi yang menyelimuti jiwa dari setiap rakyat Sumatera Barat
pada umumnya serta kaum muda pada khususnya.
Rapat yang membahas tentang pembentukan lembaga-lembaga negara dan
pemerintahan di Keresidenan Sumatera Barat sebenarnya sudah dimulai sejak tanggal 18
Agustus 1946, namun pada waktu itu belum ada kejelasan lembagalembaga apa saja yang
harus mereka bentuk. Di Jakarta pembicaraan mengenai pembentukan lembaga negara
dan pemerintahan baru terjadi tanggal 19 Agustus 1945, dengan salah satu agendanya
adalah mengenai pembentukan sebuah komite nasional yang bertugas membantu
Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Tanggal 22 Agustus 1945 akhirnya
resmi dibentuk sebuah badan yang bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Setelah KNIP terbentuk, maka kepada daerah-daerah juga diinstruksikan agar
secepatnya membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) untuk membantu
pelaksanaan tugas Gubernur, Residen dan Bupati sesuai dengan tingkatannya.
Pembicaraan tentang pembentukan KNID di Keresidenan Sumatera Barat diadakan
tanggal 29 Agustus 1945 di gedung Seikangansyu Hokokai, Padang. Empat puluh satu
mantan anggota Hokokai di tingkat keresidenan bertemu. Adapun susunan anggota
pengurus Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Barat (KNID-SB) pertama yang
berhasil dibentuk tanggal 31 Agustus 1945 di Alang Laweh.
Keesokan harinya tanggal 30 Agustus 1945 KNID-SB resmi dibentuk melalui
rapat di Alang Lawas, Padang. Setelah KNID-SB terbentuk kemudian dibentuk pula
ranting-ranting KNID di daerah tingkat afdeeling (kabupaten), kecamatan sampai ke
nagari-nagari. Rapat ini menjadi rapat KNID-SB tingkat keresidenan yang pertama, rapat
ini juga membahas tugas KNID-SB sebagai badan yang menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan sampai dibentuknya Residen.
Kehadiran KNID-SB dan KNID di daerah-daerah tingkat afdeeling adalah refleksi
dari kebulatan tekad masyarakat Keresidenan Sumatera Barat untuk segera mempunyai
tatanan pemerintahan sendiri dan menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan Republik
Indonesia. Selama berbulan-bulan setelah proklamasi, pembentukan KNID di
keresidenan dan setiap kewedanaan sampai ke tingkat nagari merupakan peristiwa-
peristiwa sipil paling penting di seluruh wilayah Keresidenan Sumatera Barat.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tanggal 23 November 1945,
KNID tingkat karesidenan kemudian membentuk KNID kewedanaan yang dilanjutkan
dengan KNID cabang di berbagai nagari. Namun di beberapa desa, umumnya para
pemudalah dan tokoh masyarakat yang berinisiatif mendirikan KNID pada rapat-rapat
umum nagari. KNID di berbagai nagari ini betugas bersama-sama dengan dipimpin
Kepala Daerah menjalankan pekerjaan rumah tangga daerahnya, tentu tetap dalam jalur
peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih luas.
Tanggal 15 Oktober 1945 diadakanlah Konprensi Pemerintah Keresidenan
Sumatera Barat untuk pertama kalinya di gedung Balai Kota Padang. Pertemuan ini
diharapkan dapat mengukuhkan kedudukan pemerintah Keresidenan dan mempererat
hubungan di kalangan pejabat daerah. Konprensi tersebut dihadiri oleh seluruh pejabat
kantor residen, kepala-kepala Luhuk (Kabupaten), Demang (Wedana) dan kepala-kepala
polisi di wilayah Keresidenan Sumatera Barat. Salah satu keputusan penting dalam
konprensi tersebut adalah pengangkatan sumpah jabatan yang tetap setia kepada
pemerintah Republik Indonesia.

B. Perkembangan Minangkabau Periode Demokrasi


Liberal 1. PDRI (1948-1949)
Pada awal perkembangan pemerintahan di Sumatera, Sumatera Barat merupakan
wilayah yang berada di Propinsi Sumatera Tengah. Setelah adanya pengakuan kedaulatan
oleh Belanda pada tahun 1949 Propinsi Sumatera dimekarkan menjadi tiga Propinsi,
yaitu Propinsi Sumatera Tengah, Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Sumatera Selatan.
Setelah adanya pemekaran tersebut keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau ikut
kedalam Provinsi Sumatera Tengah. Ibukota Propinsi Sumatera Tengah adalah Bukit
Tinggi.
Setelah Indonesia merdeka terjadi pemekaran Keresidenan, Sumatera Barat
berubah menjadi Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang.Sejak terjadinya
Revolusi Nasional kota kota di Sumatera Barat sudah menjadi daerah yang mulai diawasi
perkembangan nya oleh pemerintah pusat di Jawa, hal ini terjadi karena daerah Sumatera
sangat baik untuk menjalankan pemerintahan. “Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda
I daerah kekuasaan Republik di Jawa menjadi semakin kecil dan pemerintahan Republik
yang berkedudukan di Yogyakarta mulai melihat ke Sumatera sebagai daerah tempat
mundur yang potensial seandainya Belanda berhasil menguasai pusat pusat Republik di
Jawa.
Sebelum terjadi Agresi Militer Belanda II, pemerintah telah bersiap
untukmengahadapi kemungkinan terjadinya serangan militer dari Belanda. Pemimpin
Republik di Jawa telah menduga kemungkinan Agresi Militer Belanda II dan telah
membuat rencana menghadapi kemungkinan itu, pada bulan November 1948 Wakil
Presiden, Muhamad Hatta mengajak Menteri Kemakmuran, Mr. Sjafrudin Prawiranegara
ke Bukit Tinggi. Dan ketika Muhamad Hatta kembali ke Yogyakarta, Mr. Sjafrudin
Prawiranegara tetap tinggal di Bukit Tinggi untuk mempersiapkan kemungkinan
pembentukan sebuah pemerintahan darurat di Sumatera seandainya ibukota Republik di
Jawa jatuh ke tangan Belanda.
Pada tanggal 22 Desember 1948 Sjafrudin Prawiranegara mengumumkan
berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ), Mr. Sjafrudin
Prawiranegara sendiri sebagai Ketua, Gubernur Sumatera Mr.Tengku Muhamad Hasan
sebagai wakil ketua dan Mr.Rasyid sebagai Menteri Keamanan. Kabinet mengangkat
panglima Angkatan Darat, Laut dan Udara kemudian menunjuk perwakilan Republik
Indonesia di India Mr. A.A Maramis sebagai menteri luar negeri dan menugaskannya
agar membawa masalah Indonesia ke PBB, dan menunjuk perwakilan PDRI di Jawa di
bawah pimpinan Sukiman, Kasimo dan Mr.Susanto semuanya itu adalah menteri dalam
kabinet Hatta yang luput dari penangkapan Belanda ketika mereka menyerang
Yogyakarta.
PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan melawan
Belanda tetap dipimpin oleh pemerintahan yang sah yang diakui oleh kaum Republik di
seluruh Nusantara. Kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan Mr. Sjafrudin
Prawiranegara dan jajaran nya dengan melakukan kegiatan pemerintahan secara
berpindah pindah dan kunjungan ke beberapa Nagari di Sumatera Barat merupakan
kegiatan politik yang dilakukan Pemerintah (PDRI) dalam rangka memberikan dukungan
moril dan menunjukan kepada rakyat bahwa pemerintah selalu dekat dengan Rakyat.
Rakyat akan lebih nyaman, aman dan terlindungi karena dekat dengan Pemerintah.
Begitu juga dengan pemerintah dapat melihat keadaan rakyat dan mendengar langsung
kemauan rakyat pada saat keadaan darurat ( perang ).
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ) telah membentuk program
kerja dalam bidang pertahanan keamanan. Program kerja dalam bidang pertahanan
keamanan ini adalah sebuah usaha untuk melawan dan menanggulangi serangan pasukan
Belanda.Program kerja dalam bidang pertahanan keamanan antara lain :
1. Pembentukan Daerah Sub Komando A.
Daerah Sub Komando A meliputi wilayah Padang Pariaman. Pasukan
TNI yang beroperasi di daerah Padang Pariaman adalah Kompi Bakapak yang
dipimpin oleh Muhamad Noer, Kompi Bakipek yang dipimpin oleh Zaidin
Bahry, Kompi Yager dibawah pimpinan Yusuf Siraj, ALRI , BPNK
2. Pembentukan Daerah Sub Komando B
Daerah Sub Komando B meliputi wilayah Solok Utara, Solok Selatan,
Sawah Lunto, dan Alahan Panjang.Seperti di Daerah Sub Komando A , Sub
Komando B juga dibagi atas beberapa pasukan dan Operasi Gerilya.
3. Pembentukan Daerah Sub Koamndo C
Daerah Sub Komando C dibagi atas tiga sektor Sektor pertempuran
Kerinci dibawah pimpinan Letda Murady, Sektor pertempuran Inderapura
dibawah pimpinan Letda Imran, Sektor pertempuran Painan dibawah
pimpinan Lettu Mugni Zein.
4. Mengatur pertahanan rakyat semesta
Pertahanan Rakyat Semesta merupakan pertahanan yang diselenggarakan
oleh Komando satuan dari tingkat paling bawah yang bekerja bersama Rakyat.
Yang aktif bertindak adalah para Komandan Brigade dan Komandan Resimen
yang berkoordinasi dan mengawasi mereka, kemudian yang lebih penting lagi
adalah menyelenggarakan perhubungan satu sama lain, Panglima Gubernur
dan Gubernur Militer dengan Gubernur Sipil merancang rencana untuk fase
fase selanjutnya sambil memelihara semangat bawahan dan rakyat umum nya.
5. Pembentukan Basis Gerilya
Perang Gerilya yang dilaksanakan di Sumatera Barat tidak terlepas dari
peranan Desa atau Nagari. Pasukan Keamanan setingkat Desa disebut dengan
Badan Pengawal Nagari dan Kota ( BPNK ) dan Pasukan Mobil Teras ( PMT
) yang merupakan pasukan elit yang direkrut dari BPNK yang berada dibawah
komando wali nagari dan camat ( Depdikbud, 1998 : 104 ). Dengan demikian
terjadilah pemerataan persebaran pasukan TNI diseluruh Desa atau Nagari.
Sebagai akibatnya medan pertempuran TNI meluas ke seluruh daerah di
Sumatera Barat. Desa atau Nagari dijadikan sebagai Basis Gerilya karena
dukungan masyarakat desa kepada Pasukan Republik yang sangat baik serta
kondisi daerah yang sangat sulit ditembus oleh Pasukan Belanda. Partisipasi
Petani di pedesaan dalam membiayai perjuangan ini tercermin dalam
kesepakatan mereka untuk memberikan iuran perang. Pemungutan tersebut
dilakukan oleh satu penitia Nagari
6. Pembentukan jaringan pertahanan logistic
Untuk mendukung pelaksanaan tugas Tentara Nasional Indonesia ketika
melaksanakan gerilya maka dibentuklah pertahanan logistik yang bertugas
menyediakan bahan makanan dan keperluan perang lainnya. Peran rakyat pun
sangat baik dalam mendukung perjuanagan yang dilakukan oleh TNI, langkah
yang dilakukan oleh rakyat antara lain dalam penyediaan makanan yang
dilakukan secara tersembunyi. Sebagian rakyat menyerahkan bantuan tidak
hanya 10 % saja, bahkan apa yang ada semua diserahkan untuk keperluan
perang. Pada beberapa tempat ditengah tengah rumah kosong telah tersedia
makanan dalam bentuk ubi rebus, jagung rebus, dan lain lainnya yang
disiapkan penghuninya pada waktu malam hari sedangkan pada siang hari
mereka pergi mengungsi, makanan itu disediakan untuk para pejuang yang
lewat.
7. Pertahanan internal
Semua pemuda yang berumur antara 17 sampai dengan 35 tahun yang
tidak menjadi anggota laskar partai harus masuk badan ini, disitu mereka akan
memperoleh latihan militer dari opsir tentara reguler, BPNK menjadi tempat
berkumpulnya pemuda yang diberhentikan dari tentara dapat memainkan
peranan aktif dalam mempersiapkan pertahanan setempat mereka. Tugas
utama Badan Pengamanan Nagari dan Kota adalah untuk menjaga keamaan
Nagari, siap menghadapi serangan Belanda, mengatur pemuda mengumpulkan
dan membawa perbekalan untuk tentara dan menyelidiki musuh dari dalam
dan luar kota. BPNK tidak hanya bertindak sebagai barisan keamanan karena
juga mempunyai unsur jaringan komunikasi diseluruh wilayah.

Pada tanggal 13 - 17 Mei 1949 PDRI mengadakan sidang Paripurna, Sidang


Paripurna Kabinet PDRI di Silantai, Sumpur Kudus di daerah Ampalu. Di tempat itu
berkumpul semua anggota Kabinet PDRI yang berada di Bidar Alam dan Koto Tinggi,
untuk membicarakan reaksi PDRI terhadap prakarsa perundingan yang dilakukan oleh
para pemimpin yang ditawan di Bangka (Pimpinan Soekarno Hatta). PDRI mengeluarkan
pernyataan yang menolak prakarsa perundingan kelompok Bangka. Pemimpin sipil dan
pemimpin militer sangat mencurigai maksud Belanda, yakni bahwa Belanda hanya mau
berunding sewaktu Belanda mendapat tekanan dan segera sesudah Belanda memperkuat
posisi militer Belanda akan kembali mengangkat senjata. Para pemimpin tersebut
mengambil contoh pada saat disetujui dan dibatalkannya persetujuan Linggajati dan
persetujuan Renville oleh Belanda.

C. Perkembangan Minangkabau Pasca Kemerdekaan Periode Demokrasi


Terpimpin 1. PRRI 1958-1961
a. Latar Belakang PRRI
Peristiwa PPRI ini merupakan peristiwa besar yang melibatkan
masyarakat Minangkabau yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin, yang
dilatar belakangi oleh berbagai bidang dalam pemerintahan pada saat itu yang
tidak stabil terutama bidang politik, sosial dan militer. Politik pada saat itu belum
lah stabil, banyak terjadi pemberontakan yang di awali pemberontakan PKI
Madiun 1948, lalu APRA, Andi Aziz, RMS, DII/TI dan lainnya. Pemberontakan
tersebut hanya segelintir penyebab tidak stabil nya pemerintahan pada saat itu.
Bahkan setelah beberapa pemberontakan telah berhasil diredam lalu muncul lagi
permasalahan baru yaitu kebijakan politik Bung Karno. Eksistensi PKI yang
meningkat dapat kita lihat kedekatan PKI dengan Bung Karno ditambah beberapa
posisi strategis dipemerintahan dipegang oleh kader PKI. Dan samng Preisedan
secara resmi mengumumkan Demokrasi terpimpin melalui pidatonya pada tahun
1957, seperti yang sudah kita pahami bagaimana kedekatan antara PKI dengan
Bung Karno yang sangat mesra. Hal ini semakin kuat tak kala Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 juli 1959 yang memperkuat
Demokrasi terpimpinnya, dimasa ini lah PKI kian mesra dengan sang
Presiden Soekarno ditambah dengan kebijakannya yang tidak sesuai dengan
pancasila seperti NASAKOM dan menjadi Presiden seumur hidup. Kedekatan
antara Bung Karno dengan PKI membuat banyak golongan tidak menyukainya
karena seperti yang kita ketahui orang-orang PKI banyak tidak menyukainya.
Kedekatan antara PKI dengan Bung Karno ini membuat sebagain
golongan merasa takut bahwa pandangan Bung Karno sudah sama dengan
pandangan ideologi komunis. Dan tak hanya itu birokrasi yang pada saat itu juga
tidak baik karena sentralisasi sistem droping pegawai yang muncul pada saat
kaniet Ali II yang berkuasa antara tahun 1955-1957 yang mendesak putra daerah
untuk mengatur urusan daerah mereka masing-masing dan peranan mereka
dipusat. Hal ini menyebabkan birokrasi pemerintah tidak memiliki kontrol yang
mandiri sehingga para pejabat tersebut tidak terawasi yang akibat nya mereka
leluasa melakukan tindakan seperti korupsi di daerah. Dengan begitu banyak
terjadi tuntutan untuk otonomi daerah.
Bidang militer ini di akibatkan dari kekacauan dalam tubuh angkatan
darat, pemberontakan PRRI pada mulanya menyangkut tuntutan perbaikan
kesejahteraan prajurit yang datang dari komando-komando daerah (Padang,
Medan dll). mereka mendesak agar KSAD agar melalukan pembangunan asrama
dan perbaikan kesejahteraan prajurit, namun tidak dipenuhi. Dan tak hanya itu
terjadi Konflik internal AD yang berawal dari peristiwa 17 Oktober 1952 dan
peristiwa 27 Juni 1955. hal ini beruntut panjang yang membuat bahwa pemerintah
ikut campur dalam menentukan personil atau saya sebut dengan politisasi dalam
kubu militer hal ini yang akan merusak militer itu sendiri. Pada awal 1956 tokoh-
tokoh militer dan sipil di Sumatera dan Sulawesi merasa kecewa atas alokasi
anggaran pembangunan yang diterima dari pemerintah pusat amat sedikit. Akibat
pembangunan daerah menjadi terhambat.
Penyebab ini lah masuk dalam lingkup sosial, ketidakmerataan
pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah di luar pulau
Jawa. Kekecawaan mereka berkembang menjadi tidak percaya dengan
pemerintahan pusat dan menuntut otonomi daerah. Gerakan tuntutan ini semakin
menguat. Kemudian mereka membentuk dewan-dewan daerah sebagai alat
perjuangannya.
Dewan Banteng Di Sumatera Barat dibentuk oleh Letnan Kolonel Ahmad
Husein (Komandan Resimen Infanteri 4) pada 20 Desember 1956. Dewan Gajah
di Medan dibentuk oleh Kolonel Maludin Simbolon (Panglima Tentara dan
Teritorium I TI-I) pada 22 Desember 1956, Dewan Garuda dibentuk pada 24
Desember 1956 di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Barlian
(Panglima TI-II di Palembang), dan Dewan Manguni yang dibentuk oleh Letnan
Kolonel Ventje Sumual (Panglima TI-VII) di Makassar pada 18 Februari 1957.
Ketiga dewan yang ada di Sumatera ini bertemu dan melakukan kesepakatan yang
melahirkan Piagam Banteng. Piagam ini berisi sejumlah tuntutan kepada
pemerintah pusat yaitu otonomi yang seluas-luas dan pembangunan daerah
(Sumatera Tengah) dan dibidang pertahan mereka menuntut agar di daerah
Sumatera Tengah dibentuk komando pertahanan daerah dalam arti teritrorial,
operatif dan administratif sesuai dengan pembagian adminitratif dari wilayah
negara RI. Pada tanggal 20 Desember 1956 Ahmad Hueein sebagai ketua Dewan
Banteng memutuskan untuk mengambil alih kekuasaan pemerintah daerah
Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardirjo dan menyatakan diri
sebagai pelaksana pemerintah daerah.

b. Jalannya Pemberontakkan dan akhir dari pemberontakkan PRRI


Pemberontakan PRRI ini yang sayap militernya Ahmad Husein
menyatakan bahwa yang didirikan adalah pemerintah tandingan bukan negara
baru. Kelompok ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan Soekarno oleh
berbagai sebab salah satunya kedekatan beliau dengan PKI.
Terkait dengan masalah PRRI ini pemerintah dalam hal ini Presiden
Soekarno mengeluarkan sikap pada tahun 1958 dengan setuju terhadap usulan
rencana P.M. Ir. Djuanda dan KSAD. Mayjen. A.H. Nasution yaitu
menyelesaikan konflik dengan senjata. Pada 19 Feburari 1958 Wakil Presiden
Hatta bertemu langsung dengan Presiden Soekarno. Hatta mengusulkan untuk
menyelesaikan konflik dengan PRRI melalui jalur perdamaian atau perundingan
bukan dengan cara militer. Namun usulan tersebut ditolak oleh sang Presiden.
Pada tanggal 20 Februari pemerintah melakukan operasi militer gabungan yang
terbuka ke Jakarta. Keputusan pemerintah pusat melakukan operasi militer ini
merupakan langkah yang diambil sehubung dengan selesai nya ulitimatum
pemerintah pusat terhadap PRRI untuk menyerahkan diri.
Pada tanggal 22 Febuari KSAD. A.H. Nasution mengatakan bahwa beliau
siap dengan wewenangnya dengan mengerahkan pesawat tempur secara besar-
besaran ke Sumatera. Pada bulan Maret 1958 Angkatan Perang Republik
Indonesia (APRI) melancarkan serangan besar-besaran untuk menumpas PRRI di
Padang, serangan dilancarkan di laut, udara dan darat. Ada beberapa alasan yang
membuat pemerintah pusat melakukan tindakan kekerasan bersenjata itu
dilakukan. Ketika itu PKI sudah duduk di kabinet dan terus mendesak agar PRRI
segera ditumpas sampai ke akr-akarnya. Nasution yang selaku KSAD tidak
mungkin membiarkan PRRI karena salah satu tuntutan PRRI adalah agar
pimpinan AD agar diganti secara langsung Nasution akan terancam posisinya.
Dan tak hanya itu saja pemaksaan Nasakom oleh Soekarno menimbulkan
perlawanan dan ketidakpatuhan. Maka sejak Februari 1958-1961 perang saudara
berkobar di Sumatera Barat dan Tapanuli. Korban berjatuhan terutama korban
jiwa dikalangan Rakyat dan musnahnya harta benda mereka.
Pada tanggal 12 Maret 1958 di mulai operasi militer di Riau yang disebut
Operasi Tegas. Operasi ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution.
Pada hari itu langsung Pekanbaru berhasil di kuasai. Gaung tegas terasa di
Padang, orang muali berbondong-bondong meninggalkan kota dan termasuk harta
benda mereka. Kota Padang mulai mendapat serangan dari udara terutama untuk
membungkam RRI (studio radio) di Padang dan Bukittinggi. Kegiatan PRRI
mulai terlihat di puncak Gunung Padang menghadap ke laut, dibangun sebuah
kubu yang dipersenjatai meriam. Pada 19 Maret 1958 radio RRI Padang
mengabarkan bahwa Medan berhasil dikuasai pemberontak, dan sekitar 2000
pasukan di Sumatera telah membelot dan siap menghadapi pasukan APRI dari
Jawa. Pada tanggal 20 Maret Riau telah berhasil di kuasai APRI. Ahmad Husein
mengirim tiga kompi pasukan untuk menahan gerakan APRI untuk memasuki
Sumatera Barat.
Pada tanggal 15 April 1958 dalam jarak 22 km dari Pantai Padang terlihat
iring-iringan kapal pasukan APRI. Baru pada tanggal 17 April operasi dimulai.
Kapal perang Gajah Mada memulia dengan tembakan meriam-meriam untuk
mengamankan daerah pendaratan. Pasukan APRI mendarat di Pantai Padang
tanpa mendapat perlawan yang berarti dari PRRI. Pada hari itu juga kota Padang
berhas il dikuasai APRI, oleh karena nya ibukota PRRI dipindahkan ke
Bukittinggi. Satu persatu daerah berhasil diduduki oleh pasukan APRI akibatnya
Ahmad Husein sendiri pindah ke Solok. Akibat pasukan APRI dibawah pimpinan
Ahmad Yani menyadari alasan mundur nya Ahmad Husein ke daerah Solok dan
menyiapkan strategi yaitu strategi dengan menyerang di dua arah. Dan ketika
berhasil memasuki solok kontak senjatapun tak terhindari antara APRI dan PRRI.
Dan Solok pun berhasil dikuasai oleh pasukan APRI. Dan menjelang 1961
pemberontakan sudah sampai puncak hanya beberapa daerah terpencil saja yang
belum dikasai APRI, kota-kota penting telah berhasil dikuasai oleh APRI yang
membuat PRRI semakin lemah. A.H. Nasution juga sudah berseru agar PRRI
kembali lagi ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pada tanggal 29 Mei 1961 Ahmad Husein
dengan pasukannya dan tokoh yang sepihak dengannya baik sipil maupun militer
menyerahkan diri.

c. Akibat Yang di Timbulkan Oleh Pemberontakan PRRI


Dampak yang paling terasa setelah pemberontakan PRRI ini adalag
dibidang sosial, keberhasilan tentara APRI tidak menjadi tentara pusat mendapat
simpati dari masyarakat, bahkan banyak masyarakat umum mengecam tindakan
pemerintahan pusat tersebut sehingga tentara tidak disukai oleh masyarakat secara
umum. Dampak lainnya adalah peristiwa ini telah menodai MASYUMI dengan
cap pengkianat seperti PKI Madiun 1948, karena basis besar MASYUMI ada di
Sumatera Barat. Dengan berkahirnya PRRI sejumlah tokoh sipil dan militer
ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim Soekarno.
Banyak para perwira yang dari luar Jawa diberhentikan dan akibatnya
korp perwira tersebut ditempati oleh orang-orang Jawa. Pasca PRRI tersebut tentu
meninggalkan luka dan rasa takut dari masyarakat. Gerakan yang mereka lakukan
yang dicap sebagai pemberontakan oleh pemerintahan, padahal pada awal nya
Ahmad Husein telah menyatakan PRRI bukanlah gerakan pemberontakan. Namun
masyarakat tidak bisa dan tidak punya kuasa untuk membantah anggapan
pemerintah pusat bahwa PRRI itu sebuah gerakan pemberontakan. Mereka lebih
memilih mengikuti arus dari pemerintah karena takut akan tekanan dari
pemerintah. Bahkan mereka tidak mau membicarakan apa yang sebenarnya terjadi
pada saat peristiwa PRRI ini.
Dalam pertempuran antara pasukan APRI dan PRRI tentu banyak menelan
korban, banyak korban yang meninggal akibatnya banyak dari mereka yang tidak
dikuburkan secara sah dan hanya dikuburkan secara massal. Dan termasuk juga
kekerasan fisik yang tentu meninggalkan trauma bagi masyarakat khususnya
Sumatera Barat. Setelah peristiwa PRRI ini berakhir kehidupan masyarakat di
Sumatera Barat sangat berat. Banyak permasalahan sosial muncul seperti
pengangguran karena kepala keluarga mereka meninggal dalam peristiwa
tersebut, kekurangan gizi, kurangnya terjamin kesehatan dan persoalan lainnya
yang menambah berat kehidupan masyarakat di Sumatera Barat. Seperti itulah
keadaan masyarakat Sumater barat pasca PRRI.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Semangat pemuda yang begitu besar dan penuh inisiatif menimbulkan terciptanya
beberapa organisasi kepemudaan, sebagai muara yang memperjelas arah perjuangan.
Organisasi kepemudaan tersebut selanjutnya diharapkan dapat menjadi nyawa dan
memberikan sumbangsih dalam pemerintahan daerah. Wilayah Keresidenan Sumatera
Barat dapat dikatakan sebagai salah satu pos terdepan Republik Indonesia di Sumatera,
dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera. Para pemuda dan pemimpin di
Keresidenan Sumatera Barat juga tampaknya lebih siap dan relatif berhasil
mempersatukan berbagai kelompok kekuatan revolusi.
PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan melawan
Belanda tetap dipimpin oleh pemerintahan yang sah yang diakui oleh kaum Republik di
seluruh Nusantara. Kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan Mr. Sjafrudin
Prawiranegara dan jajaran nya dengan melakukan kegiatan pemerintahan secara
berpindah pindah dan kunjungan ke beberapa Nagari di Sumatera Barat merupakan
kegiatan politik yang dilakukan Pemerintah (PDRI) dalam rangka memberikan dukungan
moril dan menunjukan kepada rakyat bahwa pemerintah selalu dekat dengan Rakyat.
Rakyat akan lebih nyaman, aman dan terlindungi karena dekat dengan Pemerintah.
Begitu juga dengan pemerintah dapat melihat keadaan rakyat dan mendengar langsung
kemauan rakyat pada saat keadaan darurat ( perang ).
Dampak yang paling terasa setelah pemberontakan PRRI ini adalag dibidang
sosial, keberhasilan tentara APRI tidak menjadi tentara pusat mendapat simpati dari
masyarakat, bahkan banyak masyarakat umum mengecam tindakan pemerintahan pusat
tersebut sehingga tentara tidak disukai oleh masyarakat secara umum. Dampak lainnya
adalah peristiwa ini telah menodai MASYUMI dengan cap pengkianat seperti PKI
Madiun 1948, karena basis besar MASYUMI ada di Sumatera Barat. Dengan berkahirnya
PRRI sejumlah tokoh sipil dan militer ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim Soekarno.

B. Kritik dan saran


Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menulis makalah ini. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan demi perbaikan makalah ini
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Amura, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Di Minangkabau 1945-1952, (Jakarta: Pustaka Antara,


1979), hlm. 25

BPSIM, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Minangkabau 194-1950 Jilid I,


(Jakarta: BPSIM, 1978), hlm. 143.

Joko Suryanto. 2009. “Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat 1958-1961”. Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Keilmuan. Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial. Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta

Tufik Abdullah dkk. 2012. “Indonesia Dalam Arus Sejarah (Pasca Revolusi)”. Yogyakarta: PT.
Ichtiar Van Hoeve.

Usmaya,Deden,dkk.2013.Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Di Sumatra Barat


tahun 1948-1949.Fkip Unila Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai