Anda di halaman 1dari 12

Filsafat Sejarah

Laporan Bacaan
Filsafat Sejarah Naratif

Kelompok 8 :
Kusumo Ratri W. (4415131190)
Bianda Fiarty A.

(4415131213)

Advent Silaban

(4415133834)

Triawan Herdian

(4415133809)

Universitas Negeri Jakarta


Jurusan Sejarah
Program Studi Pendidikan Sejarah

Kelas A Th. 2013

FILSAFAT SEJARAH NARATIF


Filsafat sejarah naratif (dekonstruksionis) berasal dari sekelompok kaum intelektual dan
aktivis dengan latar belakang disiplin akademik berbeda beda termasuk diantaranya filsafat,
bahasa dan sastra serta sejarah. Mereka bekerja untuk menghasilkan semacam pengetahuan baru
tentang sejarah.
A. Akar Pemikiran
Filsafat sejarah naratif yang merupakan suatu refleksi kesadaran baru dalam menyikapi iklim
intelektual jaman modern yang dianggap sudah aus atau usang. Ide dasarnya adalah bahwa kita
ini hidup dijaman paska modern dan dalam alam ketidakpastian jaman modern. Semua bentuk
teori teori besar yang berbau universal, foundasionalis yang merumuskan hukum hukum
umum yang berlaku untuk segala jaman dan semua kebudayaan harus ditolak dan dirombak. hal
ini bisa tercermin dalam bidang estetika, arsitektur, sastra, filsafat termasuk didalamnya teori
teori kritis dan ilmu ilmu sosial dan sejarah.
Filsafat sejarah naratif terhadap epistemologi sejarah menggugat hasil penyelidikan sejarah
dimana seorang sejarawan merekonstruksi kenyataan sejarah berdasarkan metodologi sejarah.
Mereka yakin bahwa mereka mampu mencapai pengertian yang akurat tentang masa lampau,
yakni melalui teknik teknik pelacakan bekas bekas sumber sejarah. Dengan kata lain mereka
mampu menangkap hubungan hubungan antara pengetahuan mengenai sumber dan penjelasan
yang dibuatnya guna menemukan kenyataan dan kebenaran masa lalu. Menurut aliran baru ini
kebenaran sejati dari deskripsi sejarah terletak pada narasi sejarah sejarawan bukan pada status
empiriknya.
Tentang bukti sejarah, filsafat sejarah naratif melihat cara kerja sejarawan memperlakukan
teks yaitu kedudukan teks sebagai representasi realitas masa lampau dan interpretasi. Sumber
sejarah berupa teks itu merupakan bentuk bentuk representasi dari unsur unsur masa lampau
yang secara kultural bermuatan ideologis dan tidak terlepas dari minat dan kepentingan
kepentingan kekuasaan untuk menciptakan kebenaran.
B. Model Pendekatan Terhadap Sejarah
1. Model Rekonstruksionis

Model ini berupaya menyusun kembali masa lalu dengan berdasarkan bukti
bukti yang tersedia seperti sisa sisa jejak peninggalan masa lampau khususnya
dokumen sebagai data konkrit dengan asumsi mereka mampu membebaskan diri dari
prasangka ideologis dan subjektivitas.
2. Model Konstruksionis
Para penggagas model ini berasal dari tradisi pemikiran strukturalisme dimana
kenyataan sejarah hanya dapat dipahami bila dikenali strukturnya. Struktur yang
dimaksud disisni adalah jaringan sistem sistem yang dapat diidentifikasi melalui
penyelidikan ilmiah. Dengan kata lain tugas sejarawan bukan merekonstruksi masa
lampau melainkan menstrukturkan, memolakan kenyataan sejarah dan menjelaskan
hubungan hubungan kausal seperti yang dikerjakan teoretisi sosial
3. Model Dekonstruksionisme
Sejarah dekonstruksionisme adalah produk filsafat sejarah naratif. Bagi mereka
kajian sejarah diubah menjadi semacam ilmu baru yaitu ilmu cerita. Dengan demikian
sejarah masa silam tidak ditemukan dalam kenyataan empiris, melainkan hanya
dalam teks. Tugas seorang sejarawan hanyalah mengolah data sejarah dalam bentuk
teks dan hasilnya juga dalam bentuk teks. Teks adalah sejarah dan sejarah adalah teks.
Oleh sebab itu dekonstruiksionis berupaya merelokasi sejarah sebagai bagian dari
karya karya sastra, sama halnya dengan memahami puisi, novel dan drama sebagai
teks.
Asumsi yang paling mendasar bagi mereka adalah pengetahuan seseorang tentang
dunia termasuk pengetahuan sejarah adalah suatu yang dikonstruksikan oleh
sejarawan atas dasar konsep konsep dan menurut bahasa yang digunakannya. Kita
tidak punya cara untuk mengenal seperti apa sejarah yang sebenarnya kecuali melalui
sumber sumber sejarah yang secara kultural menentukan persepsi persepsi dan
pengertian pengertian seseorang tentang masa silam.

C. Sejarah Sebagai Teks

Tugas sejarawan dalam pandangan ini adalah untuk mengidentifikasi kesadaran sejarah
yang terkandung dalam teks dan teks memberikan dan membatasi makna sejarah. Kedua, bahwa
sejarah adalah tekstual, maksudnya karya sejarah berawal dari dan berakhir dengan teks.
Sejarawan juga tidak bebas dari nilai nilai kebenaran yang dianutnya dan jiwa zaman yang
mengitarinya. Tugas sejarawan menurut pendekatan dekonstruksionis adalah berupaya
menyelami historitas dari teks dan menyatakannya dalam bentuk teks atau tekstualitas dari
sejarah. Dalam hermeneutika penghayatan seorang peneliti sejarah biasanya mengandaikan
bahwa pelaku sejarah menanggapi lingkungannya dengan cara yang tidak berbeda dengan
dirinya. Filsuf sejarah R.G. Collingwood memperkenalkan konsep hermeneutik melalui apa yang
disebutnya reenactment, yakni upaya menghidupkan kembali pengalaman pelaku sejarah
dalam benak peneliti. Penafsiran sejarah sama artinya dengan menafsirkan sebuah teks. Tidak
perlu ada upaya untuk menerapkan pola pola hukum umum, sebab lingkup perbuatan manusia
tidak terarah, dan tidak dibatasi. Dasar pikiran ini adalah bahwa dunia kehidupan manusia
merupakan suatu dunia yang penuh arti. Dunia yang penuh arti itu hanya dapat di tangkap
melalui bahasa atau sebuah teks sebagai sebagai suatu kesatuan yang dibangun dengan arti arti.
Para filsuf sejarah naratif menyarankan bahwa untuk mempelajari masa silam, seolah olah
merupakan suatu teks.
Tugas subjek peneliti adalah mengungkapkan kebenaran kebenaran realitas. Membuka
teks untuk diinterpretasikan kembali oleh subjek secara terus menerus, berarti berketerusan pula
membuat makna makna baru, dan dengan demikian teks selalu terbuka dan dapat dikritik.
Pengetahuan selalu dibentuk dalam wacana sebelum pengalaman manusia dapat ditangkap dan
dimengerti, kemudian dituangkan kembali kedalam wacana teks. Hyden White adalah seorang
filsafat sejarah naratif, dalam karyanya ia menyebut gagasan filosofinya dengan new
historisisme, tetapi pada dasarnya tetap kembali ke bahasa atau teks. Disini timbul kesulitan
sebab orang mudah keliru karena beberapa alasan berikut:
1. Sebuah teks dapat mengacu pada bermacam macam arti dan beragam hal
(informasi) tentang masa silam, sementara sumber sumber yang tersedia amat
terbatas. Arti teks dalam bahasa tertentu, apa lagi jika di terjemahkan ke dalam bahasa
berbeda beda, tidaklah seragam atau stabil sebagaimana yang dikira banyak orang.
2. Setiap teks memiliki konteks sosial dan makna teks di tentukan atau di konstruksikan
melalui bahasa pembuatnya di masa lalu.

3. Beberapa penulis sejarah post-modernis memandang teks sebagai produk wacana di


mana ia diciptakan dan sama sekali bukan merupakan ekspresi dari maksud
pembuatnya.
Menurut White tugas seorang peneliti sejarah adalah menafsirkan teks. Dengan kata
katanya sendiri, mengalihkan teks (dalam bentuk prosa) masa silam menjadi puisi penulisan
sejarah. Mengerti masa silam, menurut White, merupakan suatu proses penerjemahan teks dari
bahasa prosa yang satu ke bahasa prosa yang lain. Sejarawan harus belajar
mengidentifikasikan unsur unsur masa silam yang berdiri sendiri, kemudian membuat
semacam daftar bagaimana unsur unsur itu nampak dalam konteks konteks yang berbeda
beda, kemudian mempelajari bagaimana unsur unsur itu terkait dalam keseluruhan yang lebih
luas, sehingga ia akhirnya dapat mengatakan, apa arti sebenarnya dari suatu segi dalam masa
silam melalui teks dan akhirnya menyampaikan pula melalui teks. Membaca bukanlah hal yang
spontan atau alami, melainkan dipelajari, misalnya melalui perkuliahan atau informasi untuk
menambah pengertian seseorang tentang sejarah tertentu melalui berbagai macam teks. Bahasa
adalah konstruk kesadaran penulisnya. Penulis sejarah atau mereka yang memerankan dirinya
seperti sejarawan, bukan menemukan masa silam, melainkan menciptakan masa lampau sesuai
dengan interpretasi sejarawan.

D. Kerangka Analisis Filsafat Sejarah Naratif


Analisis filsafat sejarah naratif sama sekali lain dari model analisis dalam filsafat sejarah
spekulatif ataupun filsafat sejarah kritis-analitis, ruang lingkup kajiannya seperti yang diajukan
White dalam Metahistory yaitu didasarkan padfa upaya membongkar unsur-unsur naratif dan
peranan linguistic atau poetic style dalam penulisan sejarah.
Menurut White, setiap gaya Bahasa menciptakan suatu integrase atau disintegrasi dalam
yang khas dalam penulisan sejarah. Demikianlah selanjutnya dengan gaya Bahasa yang lain.
Dalam penjelasan sejarah ia mengajukan empat model penjelasan yaitu formis, organis,
mekanistik, dan kontektualis. Dalam hal methodenstreit yakni berkenaan dengan wacana teori
metodologinya, White mengidentifikasikan empat model juga yaitu historisis, evolusionis,
empiris, dan fenomenologis, namun menurut White keempatnya harus diganti dengan apa yang

disebut new historisisme yaitu sejalan dengan tesisnya tentang sejarah sebagai karya sastra,
berkenaan dengan ilmu cerita. Akhirnya mengenai ideology mencakup empat macam yaitu
anarkhis, konservatif, radical dan liberal. Intinya ialah bahwa dunia masa lalu adalah teks yang
harus dibaca dan ditafsirkan dalam kacamata newhistorisme atau berdasarkan naratif. Naratif
sejarah bagaimanapun berkaitan erat dengan Bahasa sebagai instrument menyampaikan
diskursus sejarah. Maka tidaklah terlalu heran jika ada sejarawan atau filsuf seperti White yang
membandingkan masa silam dengan sebuah teks dan hamparan teks yang belum selesai harus
dibaca terus.

E. Menggugat Metanaratif
Erat kaitannya dengan filsafat sejarah naratif kita berjumpa dengan istilah metanaratif.
Istilah ini pada dasarnya mengandung pengertian yang lebih kurang sama dengan metasejarah.
Istilah metanarrative yakni teori-teori umum atau cerita-cerita besar tentang bagaimana
seseorang mendapatkan pengetahuan yang benar dan ide-ide tentang kemajuan sebagai proses
sejarah yang linear dan teleogis kea rah dunia modern yang sempurna dan ideal, tidak bisa lagi
dipercaya dank arena itu harus dirombak.

Sebagai gantinya, seseorang harus berupaya

membebaskan diri sepenuhnya dari metanaratif dengan memperkenalkan naratif kecil yakni
memberi tempat pada pengungkapan keberagaman dan bukan penyeragaman, subyektifitas dan
bukan obyektifitas, kekhususan dan bukan kesamaan.

F. Satu Masa Lampau, Banyak Sejarah


Sebagai konsekuensi dari cara pandang diatas, maka gambaran tentang realitas sejarah
tidak mungkin dan tidak mesti sama dengan realitas itu sendiri. Pandangan ini sebenarnya sudah
lama diterima oleh sejarawan professional mana pun. Namun bagi dekonstruksionis perbedaan
ini menjadi dasar yang penting untuk membongkar paradigm lama tentang epistimologi sejarah,
baik positif maupun empiris. Lalu menggantinya dengan yang baru yaitu apa yang disebut
dengan Filsafat Sejarah Naratif dengan produknyaberupa sejarah dekonstruksionis.

Dengan diakuinya interpretasi-interpretasi sejarah yang berbeda terhadap satu peristiwa


masa lampau, maka bagi mereka adalah sah bahwa satu masa lampau banyak sejarahnya.

G. Ringkasan
Filsafat sejarah naratif, yang telah dibahas dalam bab ini dapat disimpulkan sebagai suatu
upaya sekelompok sarjana untuk mengajukan suatu bentuk pengetahuan baru tentang sejarah
dengan menggambungkan antara filsafat sejarah dan kritik sastra. Akar pemikiran ini berasal dari
iklim intelektual postmodernisme yang didukung oleh sejumlah keahlian dari berbagai disiplin.
Sejarah seperti halnya dengan sastra, juga meletakkan naratif sebagai komponen utama
dalam wacana tentng dunia. Tanpa naratif, sejarah kehilangan ciri aslinya. Namun konsep sejarah
yang dipahami sejarawan selama ini sangat berbeda dengan naratif sastra. Yang pertama selalu
berkenaan dengan fakta-fakta, suatu penceritaan tentang kehidupan, yang kedua berurusan
dengan teks; tidak ada pemisahan yang tegas antara sejarah (fakta) dan fiksi. Kendatipun sejarah,
seperti halnya sastra, sama-sama melibatkan imajinasi, Bahasa atau lebih khusus gaya Bahasa,
menurut pandangan aliran baru ini, bukan mustahil terjadi fiktifisasi fakta atau sebaliknya
faktualisasi fiksi. Namun imajinasi dalam sejarah bukanlah hal yang semena-mena dalam arti
tanpa batas, atau membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, melainkan dibatasi oleh
komitmen epistemologis dari disiplinnya.
Teranglah bahwa filsafat sejarah naratif yang dipaparkan dalam bab ini hanyalah bersifat
sugestif tentang bagimana bentuk pengetahuan dan analisis sejarah dekonstruksionis yang sering
dinilai terlalu reaktif.

Tipe Tipe Naratif Sejarah


Naratif historis biasanya memfokuskan pada kredibilitas dan keadilannya, sebagaimana
yang harus kita lihat. Untuk memahami inti dari perdebatan ini, maka identifikasi atas jenis
jenis naratif tersebut perlu dilakukan. Selain itu, penting untuk membandingkan tiga jenis yang
berbeda dari naratif historis, yakni: struktur struktur yang logis (commonsense), pola pola
koligatoris, dan rangkuman rangkuman interpretasi interpretasi.

Terdapat dua cara yang paling umum bagi sejarawan untuk menghasilkan naratif naratif
yang dapat dikritisi dengan kuat. Yang pertama adalah, untuk menyusun naratif berdasarkan
beberapa prasangka tentang subyek, tanpa memeriksa apakah sifat tersebut secara akurat
mempresentasikan tentang informasi yang detail tentang subyek. Yang kedua adalah,
memfokuskan hanya pada bagian dari subyek historis, dengan cara demikian memberikan kesan
menyesatkan secara keseluruhan, hal ini seringkali dilakukan untuk alasan moral dan politis.
Permasalahan dengan sejarah Top Down adalah ditulis dalam penyesuaian dirinya
dengan metanaratif yang umum (prevailing), bahwa hal ini secara umum tidak sensitif terhadap
pengecualian pengecualian dan terhadap bacaan bacaan alternatif tentang bukti yang relevan
dan fakta fakta tentang masa lalu yang dapat diperoleh dari bukti tersebut. Sejarawan yang
bertanggung jawab akan mencoba untuk lebih adil dalam mempertimbangkan bukti dan fakta
fakta historis, sehingga tidak akan menyesatkan orang orang tentang apa yang telah terjadi.
Sejarah yang bertanggung jawab adalah sejarah Bottom Up, dimana sejarawan memulai
dengan menyusun sebanyak mungkin informasi tentang topik yang mereka pilih semampu
mereka, lalu mempertimbangkan umumnya.
Dalam rangka untuk menilai kredibilitas, keadilan, dan kejelasan (intelligibility) dari
sebuah naratif historis, penting untuk mengidentifikasikan jenis naratif yang dimaksud. Naratif
naratif yang komprehensif diharapkan untuk memberikan tulisan tulisan tentang subyeknya
yang bukan hanya kredibel dan jelas, namun juga adil. Naratif naratif parsial, di sisi lain, ketika
mereka mengharapkan utnutk kredibel dan jelas, tidak diharapkan menjadi adil (pemisahan ini
didiskusikan dalam McCullaugh, 2004).
Untuk menilai kredibilitas dan kejelasan tentang naratif naratif historis, disini penting
untuk dicatat cara cara yang berbeda dimana di dalamnya mereka membentuk naratif naratif
tersebut. Untuk menggarisbawahi beberapa perbedaan perbedaan ini, terdapat tiga tipe ideal
naratif yaitu: struktur struktur yang logis (commonsense), pola pola koligatori, dan
rangkuman rangkuman interpretasi interpretasi. Dalam praktiknya, pemisahan antara
semuanya tidak selalu jelas, seperti yang akan kita lihat, namun terdapat cukup perbedaan
perbedaan diantara tiga tipe naratif tersebut yang menjustifikasi karakteristik ketiganya secara
terpisah.

Naratif yang Logis


Naratif naratif yang logis menggunakan konsep konsep sehari hari untuk
mengidentifikasi subyek subyek naratif dan keyakinan sehari hari tentang penyebab
penyebab tindakan dan peristiwa untuk apa menjelaskan apa yang telah terjadi.
Terdapat beberapa bentuk bentuk umum dari naratif naratif logis.
1. Beberapa menelusuri sejarah tentang subyek historis yang terus menerus, sebagai
contoh sejarah orang atau institusi. Biografi biografi seringkali merupakan contoh baik tentang
sejarah yang logis. Individu individu masa lalu memiliki ambisi yang unik dan membagi
keyakinan keyakinan dan nilai nilai yang tidak logis saat ini. Namun, struktur struktur
kehidupan, cara cara umum kehidupan, cara cara umum dalam keluarga, pendidikan,
pekerjaan, dan kebenaran dapat memengaruhi kehidupan cukup banyak diketahui.
2. Banyak naratif naratif yang logis memelajari hubungan hubungan antara dua atau
lebih kelompok kelompok orang. Mereka (kelompok kelompok tersebut) seringkali
mengkompetisikan sesuatu; untuk kemenangan dalam perang, untuk pasar, untuk pemilihan di
level elektorak, untuk pembagian keuntungan yang lebih besar dalam perusahaan, dsb.
Terkadang, hubungan hubungan tersebut bersifat kooperatif, sebagaimana antara pemerintah
dengan industri, atau antara peradilan dengan organisasi kesejahteraan.
Godaan ketika mendeskripsikan hubungan hubungan kompetitif bagi sejarawan adalah
ketika merasakan simpati yang berlebih pada satu sisi dibandingkan sisi lainnya. konsekuensinya
adalah salah menggambarkan kepentingan kepentingan masing masing sisi tersebut, karena
menyukai satu hal dan menjelekkan hal lainnya. sebah sejarah yang adil adalah tidak
menyesatkan. Sehingga, sejarawan harus lebih hati hati untuk mencari semua alasan orang
orang pada masing masing sisi, terutama tentang aktivitas yang telah mereka lakukan.
3. Beberapa sejarah yang masuk akal mendeskripsikan dan menjelaskan peristiwaperistiwa yang membawa sebuah perubahan khusus tentang suatu hal. Misalnya, sebuah
perubahan konstitusional dari monarki absolut menjadi demokrasi, atau sebuah perubahan
ekonomi dari kemiskinan menjadi kemakmuran, atau sebuah terubahan teknologi dari tombak
menjadi senjata menjadi roket.

Naratif naratif semacam ini biasanya mendeskripsikan peristiwa peristiwa yang


meruntuhkan suatu keadaan hubungan, yaitu peristiwa peristiwa yang menciptakan keadaan
baru tentang hubungan, yang menggantikan. Untuk menulis sejarah perubahan menjadi adil,
semua tahap tahap yang penting harus dideskripsikan, pada level generalitas dan tingkat detail
yang telah dipilih oleh sejarawan.
4. akhirnya, beberapa sejarah yang logis mendeskripsikan penyebab penyebab sebuah
peristiwa utama. Mereka melakukan hal ini dengan mendeskripsikan peristiwa peristiwa
sebelumnya yang secara signifikan meningkatkan atau menurunkan probabilitas sebuah haisl
dalam kondisi kondisi tersebut.
Untuk menjadikan sebuah naratif genetik menjadi adil, maka naratif genetik harus
memasukkan semua penyebab penyebab untuk level signifikansi yang dipilih. Dalam sebuah
tulisan sejarah yang singkat, hanya memasukkan penyebab penyebab yang sangat
meningkatkan probabilitas tentang hasil yang akan dideskripsikan, sementara sebuah tulisan
sejarah yang lebih panjang dapat memasukkan penyebab penyebab yang lebih sedikit.

Pola Pola Koligatori


Sejarahwan seringkali menemukan pola pola yang lebih sempurna, dalam informasi
tentang masa lalu yang telah mereka dapatkan setelah memelajari bukti bukti yang tersedia. Ini
adalah pola pola yang dibentuk oleh tindakan tindakan dan peristiwa peristiwa, serta
seringkali mempresentasikan perubahan perubahan tentang sesuatu hal. Deskripsi deskripsi
tentang pola pola ini memberikan informasi baru tentang masa lalu, tentang cara sebuah
tindakan dan peristiwa peristiwa yang berhubungan satu sama lain.
Konsep konsep yang digunakan untuk mendeskripsikan pola pola ini bukanlah
konsep konsep sehari hari, namun merupakan konsep yang dikembangkan dari studi tentang
sejarah, seperti renaissans, dan revolusi. Kata Koligasi diambil dari Coligere yang artinya
membawa sesuatu bersama sama. Beberapa kata atau frase koligatori memiliki frase menamai
pola pola yang unik. Dalam cara yang sama seperti nama nama yang bermakna orang atau
tempat tempat yang unik. Sejumlah kata koligatori menamai pola pola umum, seperti benda
umum yang bermakna banyak hal. Frase Revolusi Perancis bermakna suatu pola peristiwa.

Sementara kata Revolusi adalah kata benda umum, yang dapat digunakan untuk memaknai
rangkaian revolusi.
W. H. Walsh adalah orang pertama yang menggunakan kata koligasi dalam sejarah
(Walsh, 1958: 59 64), ketika dia menekankan bahwa sejarahwan sering menulis tindakan
tindakan dan peristiwa peristiwa secara jelas dengan menunjukkan sebagai bagian dari sebuah
pola. Contoh pertamanya adalah beberapa peristiwa dideskripsikan sebagai alat, dimana dengan
alat tersebut Hitler membawa kebijakannya tentang tuntutan Jerman dan ekspansi.

Rangkuman Interpretasi Interpretasi


Sekali sejarahwan telah menulis sebuah naratif naratif yang logis tentang sebuah
subyek historis, mereka seringkali melihat pada sejarah untuk melihat apakah mungkin untuk
merangkum, terminologi terminologi umum, yang telah dideskripsikan. Mereka menginginkan
sebuah rangkuman yang kredibel dan adil, dan jika mungkin juga jelas.
Terkadang, rangkuman interpretasi secara sederhana ditambahkan para naratif logis,
sebagai sebuah refleksi terhadap apa yang telah diungkapkan. Meskipun terdapat penambahan
interpretasi umum tentang sebuah subyek historis terhadap sebuah naratif yang logis tentang
subyek historis, sejarahwan seringkali menggunakan sebuah interpretasi tertentu untuk
memberikan struktur pada naratifnya.
Sejarahwan seringkali menggunakan istilah istilah umum dalam ilmu ilmu sosial
seperti politik dan ekonomi ketika merangkum sejarah tentang subyek historis. Selalu penting
untuk mendefinisikan istilah istilah tersebut setepat mungkin dalam rangka menilai dalam
penerapannya.

***

Anda mungkin juga menyukai