“PERGOLAKAN DI LIBANON”
Disusun Oleh :
Arya Syahputra (A1A219024)
Dosen Pengampu :
Reka Seprina, S.Pd, M.Pd
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
2020
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah Timur Tengah dengan judul
“Pergolakan Di Libanon”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Arya Syahputra
NIM. A1A219024
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................................................2
Daftar Isi................................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
Pendahuluan..........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................6
Pembahasan...........................................................................................................................................6
2.1 Latar Belakang Terjadinya Pergolakan di Libanon......................................................................6
2.2 Proses Berlangsungnya Pergolakan di Libanon...........................................................................7
2.3 Upaya Penyelesaian Pergolakan di Libanon................................................................................8
2.4 Dampak Positif dan Negatif dari Pergolakan di Libanon.....................................................10
2.5 Pengaruh Pergolakan di Libanon...............................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................13
Penutup................................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................14
BAB I
Pendahuluan
Sebelum terbentuknya Libanon Raya pada tahun 1920, yakni ketika masih berbentuk
sanjaq, yang disebut Libanon sebenarnya hanya mencakup daerah pegunungan yang
didominasi orang-orang Maronit & Druze. Tetapi ketika membentuk Libanon raya, Prancis
memasukkan juga daerah-daerah lain yang didominasi oleh golongan-golongan di laur
Maronit & Druze. Misalnya lembah Biqa yang didominasi oleh orang-orang Syiah &
Katholik Yunani, daerah-daerah pantai yang didominasi orang-orang Sunni & Ortodoks
Yunani, daeah selatan yang dihuni orang-orang Syiah, serta daerah utara di mana orang-orang
Sunni merupakan mayoritas. Akibatnya, di Libanon tidak ada kelompok mayoritas dalam arti
yang sebenarnya. Maronit sebagai kelompok terbesar hanya mencakup 30% dari jumlah
penduduk Libanon secara keseluruhan.
Prancis pada saat itu memang tidak mempunyai pilihan lain. Libanon yang hanya
terdiri atas daerah pegunungan kurang berarti dari segi ekonomis. Daerah-daerah di luar
pegunungan, khususnya daerah pantai cukup potensial untuk menghasilkan sumber devisa
yang lebih besar. Tetapi dengan menggabungkan daerah pegunungan & daerah pantai,
Prancis telah menanamkan benih-benih perpecahan di Libanon, karena impian golongan
Maronit yang menghendaki sebuah negara Libanon di mana tampil sebagai kelompok
mayoritas sudah tidak ada lagi, namun Prancis memaksakan tampilnya golongan Maronit
sebagai kekuatan sosial politik yang paling dominan yakni melalui Pakta Nasional 1943.
Pakta Nasional (Al-Mitsq Al-Wathani) 1943, antara lain mengatur bahwa presiden
harus berasal dari golongan Maronit, perdana Menteri dari golongan Sunni, & ketua parlemen
dari golongan Syiah. Parlemen yang berjumlah 99 orang terdiri atas 30 Maronit, 20 Sunni, 19
Syiah, 11 Ortodoks Yunani, 6 Druze, 6 Katholik Yunani, 5 Armenia & 2 untuk kristen
lainnya. Fakta ini merupakan sebuah perjanjian tidak tertulis atau konvensi yang disponsori
oleh Prancis & disetujui juga oleh pemimpin golongan Maroni, Bisyara Al-Khuri &
pemimpin golongan Sunni, Riyad Al-Sulth.
Pakta Nasional 1943 dibuat berdasarkan sensus yang diadakan pada tahun 1932.
Sensus 1932 yang juga diselenggarakan oleh Prancis menghasilkan komposisi komunitas
keagamaan Libanon sebagai berikut; Golongan Maronit berjumlah 261.043 orang (30% dari
jumlah penduduk Libanon), golongan Sunni 182.842 orang (21%), Syiah 158.425 (18%),
Ortodoks Yunani 90.275 (10%), Druze 56.812 (6,5%), Katholik Yunani 52.602 (6%),
Armenia 34.296 (4%), Kristen lainnya 14.065 (2%), & Yahudi 10.469 (1%). Jadi Pakta
Nasional 1943 sebenarnya merupakan suatu pengabsahan dari pembagian masyarakat
Libanon berdasarkan latar belakang keagamaan.
Dalam perkembangan selanjutnya golongan Muslim menuntut agar pembagian
kekuasaan yang berlaku selama ini ditinjau kembali. Berkat laju pertumbuhan yang lebih
tinggi, golongan Muslim merasa telah menjadi lebih banyak jumlahnya dari pada kaum
Kristen sehingga menuntut bagian kekuasaan yang lebih besar. Akan tetapi golongan Kristen
dengan berbagai dalih menolak tuntutan itu & berusaha sekuat tenaga mempertahankan status
Quo yang menjamin kedudukan dominan dalam pemerintahan. Selama ini golongan Kristen
juga menolak setiap usaha untuk mengadakan suatu sensus karena khawatir hasilnya akan
membenarkan klaim golongan Muslim bahwa golongan Muslim telah menjadi mayoritas &
oleh karena itu juga berhak atas kedudukan yang lebih kuat. golongan Muslim kemudian
bertekad untuk menggunakan kekerasan guna mendukung klaim mereka.
Ketimpangan sosial menjadi benih-benih lain dari konflik Libanon. Prancis yang
memegang mandat atas Libanon sejak Perang Dunia ke-1 sampai 1943, lebih memperhatikan
golongan Maronit dari pada golongan-golongan lainnya. Hal ini disebabkan oleh hubungan
antara orang-orang Maronit & orang-orang Prancis sudah terjalin sejak awal abad ke-12,
yakni ketika golongan Maronit mendukung pasukan Salib dari Prancis. Perhatian khusus
Prancis kepada golongan Maronit, khususnya di bidang pendidikan, mengakibatkan
munculnya golongan Maronit sebagai komunitas paling terpelajar di Libanon. Sebagai
konsekuensinya, mereka pun memegang peranan penting di sektor sosial ekonomi. Dengan
begitu, golongan Maronit tidak hanya menjadi kekuatan politik paling dominan, namun juga
menjadi kekuatan sosial ekonomi yang menentukan di Libanon.
Perang Saudara di Libanon pada tahun 1975 berawal dari terjadinya usaha
pembunuhan terhadap pemimpin Partai Phalangis (Maronito, Pierre Gamayel pada tanggal 13
April 1975, yang dilakukan oleh para gerilyawan Palestina. Pihak Phalangis segera membalas
dengan melakukan pembantaian terhadap sekelompok orang Palestina yang sedang berada di
sebuah bus. Peristiwa itu dengan cepat berubah menjadi suatu perang besar antara golongan
Kristen & golongan Islam yang didukung oleh gerilyawan Palestina.
Pemerintah Elias Sarkis (Presiden Libanon 1976-1982) juga tidak mampu mengatasi perang
saudara di Libanon. Setelah mencoba untuk membangun kembali angkatan bersenjata
Libanon yang terpecah dengan jalan melepaskan AB dari kepentingan pihak-pihak yang
bertikai. Tetapi usaha Sarkis tidak banyak membawa hasil. Situasi Libanon pada periode
Sarkis bahkan semakin tidak menentu. Pertempuran yang semula terjadi antara golongan
Islam atau Palestina melawan golongan Kristen berkembang menjadi pertempuran antar
kelompok, baik sesama Islam, sesama Kristen, Islam lawan Palestina, maupun sesama
Palestina sendiri. Pada tahun 1979 semakin meningkatnya pertempuran tidak hanya
melumpuhkan pemerintahan pusat di Beirut, namun juga telah menghancurkan infrastuktur
perekonomian Libanon. Di Kalangan rakyat tumbuh rasa pesimisme yang kuat akibat
kehancuran ekonomi. Tidak sedikit orang-orang kaya di Libanon meninggalkan negerinya.
Sejak tahun 1982 terjadi beberapa peristiwa penting yang sedikit mengubah peta
politik Libanon. Pada bulan Juli 1982 pasukan Israel melancarkan ofensif ke Libanon
Selatan. Dengan bantuan milisi SLA, mereka berhasil mengusir sebagian besar gerilayawan
Palestina yang tergabung dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari wilayah
Libanon. Pada tanggal 14 September 1982, Presiden Libanon Basyir Gemayel (pengganti
Elias Sarkis) dibunuh oleh kawan-kawan politiknya yang juga berasal dari golongan Maronit.
Golongan Muslim & golongan Kristen masing-masing akan menduduki separuh kursi
dalam Parlemen & kekuasaan Presiden akan dikurangi dalam arti bahwa tidak bisa
membubarkan Parlemen & mengangkat atau memberhentikan menteri-menteri, termasuk
Perdana Menteri. Perdana Menteri akan ditunjuk mayoritas dalam Parlemen. Awalnya usulan
kompromi itu ditolak oleh kedua golongan. Golongan Kristen karena memuat perubahan
yang terlalu besar & golongan Muslim karena perubahannya kurang mendalam. Usul hanya
memuat suatu pertimbangan baru & tidak menghapus dasar konvensional negara yang dilihat
sebagai faktor yang paling besar dalam kesulitan-kesulitan yang dialami Libanon.
Amin Gemayel yang sejak tanggal 21 September 1982 menggantikan Basir sebagai
presiden Libanon juga berusaha membentuk Pemerintah Kesatuan Nasional. Pemerintah itu
merupakan koalisi Maronit, Sunni, Syiah & Druze. Pihak Sunni diwakili Rasyid Karami,
pihak Syiah Nabih Berri & pihak Druze Walid Jumblat. Tetapi pemerintah ini juga terbukti
tidak mampu menyelesaikan konflik di Libanon. Di satu pihak meskipun mewakili empat
kelompok terbesar pemerintahan, namun tidak berdaya mengendalikan kelompok-kelompok
lain yang lebih kecil. Di lain pihak, pemerintah koalisi itu dibangun di atas landasan yang
rapuh karena pembentukannya disponsori oleh Suriah, bukan inisiatif 4 kelompok itu.
Usaha serupa, juga dilakukan lagi untuk memecahkan masalah konflik di Libanon
yang terjadi pada Oktober 1985. Pada saat itu juga atas inisiatif Suriah, Elie Hobeika,
komandan pasukan kekuatan Libanon yang mengatasnamakan golongan Maronit
mengadakan persetujuan perdamaian dengan Nabih Berri & Walid Jumblat. Persetujuan yang
ditandatangani di Damaskus itu, ditentang keras oleh Presiden Amin Gemayel & golongan
Sunni. Usaha perdamaian juga kembali mengalami kegagalan.
Suatu pelajaran yang bisa ditarik dari konflik Libanon adalah bahwa ketidaksamaan
yang mencolok antara golongan kaya & miskin sesama warga negara selalu mengandung
benih-benih perpecahan & ketegangan yang bisa menjadi suatu ledakan yang banyak
meminta korban & menimbulkan kerusakan & kerugian yang besar. Persamaan & keadilan
sosial adalah salah satu aspirasi manusia yang dalam & kuat. Untuk mencegah terjadinya
ledakan itu, maka perlu diusahakan agar ketidaksamaan tidak meningkat tetapi berkurang.
Dengan maksud itu harus diberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk ikut
serta dalam kehidupan nasional & mendapatkan bagian pendapatan yang wajar.
A. Dampak positif
B. Dampak Negatif
Masuk abad ke 19, tercatat bahwa golongan Maronit dan Druze merupakan golongan
yang paling sering berkonflik. Dampak politik dari kebangkitan golongan maronit sangat
dirasakan pada abad ini. Pada tahun 1820, terjadi sebuah pemberontakaan petani melawan
tuan tanah feodal. Gerakan Maronit, juga menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan
golongan Druze, yang merespon tekanan dari golongan Maronit dengan melakukan
pengorganisasian dan penyatuan kelompok. Sejumlah kebijakan pada pemerintahan Bashir II
(1788-1840), mempolarisasikan situasi ini. Bashir berusaha memusatkan kekuasaannya dan
menekan lawan-lawannya yang terutama merupakan para pemuka suku Druze.
Ia menghancurkan kekuatan golongan Druze pada tahun 1825, dan bergabung dalam
invasi Muhammad Ali terhadap Suriah, dan Libanon pada tahun 1831. Namun, pada tahun
1840 pihak inggris dan prancis berkepentingan mengusir mesir dan mendukung perlawanan
Golongan Maronit terhadap kediktatoran Bashir, dan terhadap otoritas mesir. Di saat Bashir
turun dari kekuasaannya, golongan Maronit dan Druze masih tetap dalam keadaan konflik,
sehingga negara tidak terkendali. Terjadi beberapa peperangan antara golongan Maronit dan
Druze pada tahun 1838, 1841, 1842, dan 1845. Kekacauan tersebut membagi Lebanon
menjadi dua bagian. Pembagian yang terjadi pada tahun 1843 ini membagi distrik utara
Libanon yang dipimpin oleh Gubernur golongan Maronit dan distrik selatan yang dipimpin
Gubernur golongan Druze, dan sebuah majelis campuran yang berlaku untuk negara tersebut.
A. Pengaruh di Libanon
Islam masuk ke Libanon pada 632 Masehi. Di bawah kekuasaan dinasti umayyah dan
abasiyah, Libanon menunjukkan sifat sebagai masyarakat modern. Pada era ini, bahasa arab
menjadi bahasa resmi libanon dan kehidupan sebagai bagian dari peradaban islam yang
gemilang. Ini berlangsung hingga tahun 1099 ketika para penganut kristen yang datang dari
eropa menaklukkan libanon dan negara disekitar kawasan tersebut. Selain memperluas agama
kristen, orang eropa ini juga berusaha untul membendung proses islamisasi yang mengalir.
Dengan cara damai dalam masa pemerintahan islam. Mereka berusaha sekuat mungkin
menancapkan pengaruh kristen dengan memasukkan budaya barat di dalam kehidupan islam.
Tapi pada tahun 1187, kesultanan mamluk berhasil menggulingkan kekuasaan eropa yang
menguasai libanon hingga tahun 1500.
Pada saat era dinasti mamluk, golongan Sunni sempat menjadi kelompok masyarakat
yang paling dominan di libanon. Namun, saat takluknya dinasti mamluk oleh turki ustmani,
posisi golongan Sunni yang saat itu merupakan yang paling dominan menjadi tergeser
dominasinya yang disebabkan oleh golongan Druze. Golongan Druze mendominasi
kekuasaan politik hingga awal abad ke-17. Pemerintah ustmani merasa terancam dengan
golongan Druze terpaksa menyingkirkan golongan Druze.
Memasuki abad ke-19, tercatat bahwa golongan Maronit dan Druze adalah golongan yang
paling sering berkonflik. Dampak politik dari bangkitnya golongan Maronit sangat dirasakan
pada abad ke-19 ini. Pada 1820, terjadi pemberontakan para petani melawan para tuan tanah
feodal pada saat itu. Gerakan golongan Maronit juga menyebabkan golongan Druze untuk
melakukan pengorganisasian dan penyatuan kelompok. Kebijakan Bashir II yang merupakan
raja Libanon saat itu, mempolarisasikan situasi ini.
Hubungan Indonesia dan Libanon dimulai pada tahun 1950. Indonesia memiliki kedutaan
besar di beirut dan konsulat jendral di tripoli, sedangkan Libanon memiliki kedutaan besar di
jakarta. Hubungan bilateral antara indonesia-libanon dimulai dengan pengakuan indonesia
oleh presiden Libanon yaitu Bechara El-Khoury pada tanggal 29 juli 1947. Hubungan
diplomatik secara resmi didirikan pada tahun 1950, melalui kedutaan indonesia yang berada
di kairo yang juga terakreditasi untuk libanon. Pada pertengahan 1950-an indonesia
mendirikan kantor perwakilan di beirut, tapi kantor ini ditutup pada tahun 1976 dikarenakan
perang saudara di Lebanon.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Republik Lebanon adalah sebuah negara di Timur Tengah, sepanjang Laut Tengah, dan
berbatasan dengan Suriah di utara dan timur, dan Israel di selatan. Bendera
Lebanon menampilkan sebuah pohon aras berwarna hijau dengan latar belakang putih, diapit
oleh dua garis merah horisontal di atas dan bawahnya. Karena keanekaragamannya
yang sektarian, Lebanon menganut sebuah sistem politik khusus, yang dikenal
sebagai konfesionalisme, yang dimaksudkan untuk membagi-bagi kekuasaan semerata
mungkin di antara aliran-aliran agama yang berbeda-beda.
Perang Saudara di Libanon pada tahun 1975 berawal dari terjadinya usaha
pembunuhan terhadap pemimpin Partai Phalangis (Maronito, Pierre Gamayel pada tanggal 13
April 1975, yang dilakukan oleh para gerilyawan Palestina. Pihak Phalangis segera membalas
dengan melakukan pembantaian terhadap sekelompok orang Palestina yang sedang berada di
sebuah bus. Peristiwa itu dengan cepat berubah menjadi suatu perang besar antara golongan
Kristen & golongan Islam yang didukung oleh gerilyawan Palestina.
Daftar Pustaka
Republika Lebanon.academia.edu.
Suwarno, windratmo. 2019 pengaruh pergolakan Suriah dan israel terhadap pergolakan di
Suriah.