Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“PERGOLAKAN DI LIBANON”

Disusun Oleh :
Arya Syahputra (A1A219024)

Dosen Pengampu :
Reka Seprina, S.Pd, M.Pd

UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
2020
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah Timur Tengah dengan judul
“Pergolakan Di Libanon”.

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jambi, April 2020

Arya Syahputra
NIM. A1A219024
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................................................2
Daftar Isi................................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
Pendahuluan..........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................6
Pembahasan...........................................................................................................................................6
2.1 Latar Belakang Terjadinya Pergolakan di Libanon......................................................................6
2.2 Proses Berlangsungnya Pergolakan di Libanon...........................................................................7
2.3 Upaya Penyelesaian Pergolakan di Libanon................................................................................8
2.4 Dampak Positif dan Negatif dari Pergolakan di Libanon.....................................................10
2.5 Pengaruh Pergolakan di Libanon...............................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................13
Penutup................................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................14
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Republik Lebanon adalah sebuah negara di Timur Tengah, sepanjang Laut Tengah, dan
berbatasan dengan Suriah di utara dan timur, dan Israel di selatan. Bendera
Lebanon menampilkan sebuah pohon aras berwarna hijau dengan latar belakang putih, diapit
oleh dua garis merah horisontal di atas dan bawahnya. Karena keanekaragamannya
yang sektarian, Lebanon menganut sebuah sistem politik khusus, yang dikenal
sebagai konfesionalisme, yang dimaksudkan untuk membagi-bagi kekuasaan semerata
mungkin di antara aliran-aliran agama yang berbeda-beda.
Sebelum Perang Saudara Lebanon (1975-1990), negara ini menikmati ketenangan dan
kemakmuran yang relatif, didorong oleh sektor pariwisata, pertanian, dan perbankan dalam
ekonominya serta Agama asli penduduk Arab Lebanon ialah Kristen Maronite (Maronite
Christianity). Lebanon dianggap sebagai ibu kota perbankan di dunia Arab dan umumnya
dianggap sebagai "Swiss di Timur Tengah" Karena kekuatan finansialnya, Lebanon juga
menarik banyak sekali wisatawan, hingga ibu kotanya, Beirut, dirujuk oleh banyak orang
sebagai "Parisnya Timur Tengah."
Segera setelah perang, ada banyak upaya untuk menghidupkan kembali ekonominya dan
membangun kembali infrastruktur nasionalnya. Pada awal 2006, stabilitas yang cukup besar
telah tercapai di hampir seluruh negeri, rekonstruksi Beirut hampir selesai, dan semakin
banyak wisatawan asing yang datang ke resort-resort Lebanon. Namun, Perang Lebanon
2006 menimbulkan korban sipil dan militer, kerusakan hebat pada infrastruktur sipil, dan
pengungsian besar-besaran dari 12 Juli 2006 hingga gencatan senjata diberlakukan pada 14
Agustus 2006. Pada September 2006, pemerintah Lebanon telah memberlakukan rencana
pemulihan awal yang ditujukan untuk membangun kembali properti yang dihancurkan oleh
serangan-serangan Israel di Beirut, Tirus, dan desa-desa lainnya di Lebanon selatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa latar belakang terjadinya pergolakan di Libanon ?
2. Bagaimana proses berlangsungnya pergolakan di Libanon ?
3. Apa upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan pergolakan di Libanon ?
4. Apa dampak positif dan negative dari pergolakan di Libanon ?
5. Apa pengaruh pergolakan Libanon bagi Libanon sendiri, Timur Tengah, Indonesia
dan wilayah lainnya.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa latar belakang terjadinya pergolakan di Libanon.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses berlangsungnya pergolakan di Libanon.
3. Untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan pergolakan di.
4. Untuk mengetahui Apa dampak positif dan negative dari pergolakan di Libanon.
5. Untuk mengetahui apa pengaruh pergolakan Libanon bagi Libanon sendiri, Timur
Tengah, Indonesia dan wilayah lainnya.
BAB II
Pembahasan

2.1 Latar Belakang Terjadinya Pergolakan di Libanon

Sebelum terbentuknya Libanon Raya pada tahun 1920, yakni ketika masih berbentuk
sanjaq, yang disebut Libanon sebenarnya hanya mencakup daerah pegunungan yang
didominasi orang-orang Maronit & Druze. Tetapi ketika membentuk Libanon raya, Prancis
memasukkan juga daerah-daerah lain yang didominasi oleh golongan-golongan di laur
Maronit & Druze. Misalnya lembah Biqa yang didominasi oleh orang-orang Syiah &
Katholik Yunani, daerah-daerah pantai yang didominasi orang-orang Sunni & Ortodoks
Yunani, daeah selatan yang dihuni orang-orang Syiah, serta daerah utara di mana orang-orang
Sunni merupakan mayoritas. Akibatnya, di Libanon tidak ada kelompok mayoritas dalam arti
yang sebenarnya. Maronit sebagai kelompok terbesar hanya mencakup 30% dari jumlah
penduduk Libanon secara keseluruhan.

Prancis pada saat itu memang tidak mempunyai pilihan lain. Libanon yang hanya
terdiri atas daerah pegunungan kurang berarti dari segi ekonomis. Daerah-daerah di luar
pegunungan, khususnya daerah pantai cukup potensial untuk menghasilkan sumber devisa
yang lebih besar. Tetapi dengan menggabungkan daerah pegunungan & daerah pantai,
Prancis telah menanamkan benih-benih perpecahan di Libanon, karena impian golongan
Maronit yang menghendaki sebuah negara Libanon di mana tampil sebagai kelompok
mayoritas sudah tidak ada lagi, namun Prancis memaksakan tampilnya golongan Maronit
sebagai kekuatan sosial politik yang paling dominan yakni melalui Pakta Nasional 1943.

Pakta Nasional (Al-Mitsq Al-Wathani) 1943, antara lain mengatur bahwa presiden
harus berasal dari golongan Maronit, perdana Menteri dari golongan Sunni, & ketua parlemen
dari golongan Syiah. Parlemen yang berjumlah 99 orang terdiri atas 30 Maronit, 20 Sunni, 19
Syiah, 11 Ortodoks Yunani, 6 Druze, 6 Katholik Yunani, 5 Armenia & 2 untuk kristen
lainnya. Fakta ini merupakan sebuah perjanjian tidak tertulis atau konvensi yang disponsori
oleh Prancis & disetujui juga oleh pemimpin golongan Maroni, Bisyara Al-Khuri &
pemimpin golongan Sunni, Riyad Al-Sulth.

Pakta Nasional 1943 dibuat berdasarkan sensus yang diadakan pada tahun 1932.
Sensus 1932 yang juga diselenggarakan oleh Prancis menghasilkan komposisi komunitas
keagamaan Libanon sebagai berikut; Golongan Maronit berjumlah 261.043 orang (30% dari
jumlah penduduk Libanon), golongan Sunni 182.842 orang (21%), Syiah 158.425 (18%),
Ortodoks Yunani 90.275 (10%), Druze 56.812 (6,5%), Katholik Yunani 52.602 (6%),
Armenia 34.296 (4%), Kristen lainnya 14.065 (2%), & Yahudi 10.469 (1%). Jadi Pakta
Nasional 1943 sebenarnya merupakan suatu pengabsahan dari pembagian masyarakat
Libanon berdasarkan latar belakang keagamaan.
Dalam perkembangan selanjutnya golongan Muslim menuntut agar pembagian
kekuasaan yang berlaku selama ini ditinjau kembali. Berkat laju pertumbuhan yang lebih
tinggi, golongan Muslim merasa telah menjadi lebih banyak jumlahnya dari pada kaum
Kristen sehingga menuntut bagian kekuasaan yang lebih besar. Akan tetapi golongan Kristen
dengan berbagai dalih menolak tuntutan itu & berusaha sekuat tenaga mempertahankan status
Quo yang menjamin kedudukan dominan dalam pemerintahan. Selama ini golongan Kristen
juga menolak setiap usaha untuk mengadakan suatu sensus karena khawatir hasilnya akan
membenarkan klaim golongan Muslim bahwa golongan Muslim telah menjadi mayoritas &
oleh karena itu juga berhak atas kedudukan yang lebih kuat. golongan Muslim kemudian
bertekad untuk menggunakan kekerasan guna mendukung klaim mereka.

Ketimpangan sosial menjadi benih-benih lain dari konflik Libanon. Prancis yang
memegang mandat atas Libanon sejak Perang Dunia ke-1 sampai 1943, lebih memperhatikan
golongan Maronit dari pada golongan-golongan lainnya. Hal ini disebabkan oleh hubungan
antara orang-orang Maronit & orang-orang Prancis sudah terjalin sejak awal abad ke-12,
yakni ketika golongan Maronit mendukung pasukan Salib dari Prancis. Perhatian khusus
Prancis kepada golongan Maronit, khususnya di bidang pendidikan, mengakibatkan
munculnya golongan Maronit sebagai komunitas paling terpelajar di Libanon. Sebagai
konsekuensinya, mereka pun memegang peranan penting di sektor sosial ekonomi. Dengan
begitu, golongan Maronit tidak hanya menjadi kekuatan politik paling dominan, namun juga
menjadi kekuatan sosial ekonomi yang menentukan di Libanon.

2.2 Proses Berlangsungnya Pergolakan di Libanon

Perang Saudara di Libanon pada tahun 1975 berawal dari terjadinya usaha
pembunuhan terhadap pemimpin Partai Phalangis (Maronito, Pierre Gamayel pada tanggal 13
April 1975, yang dilakukan oleh para gerilyawan Palestina. Pihak Phalangis segera membalas
dengan melakukan pembantaian terhadap sekelompok orang Palestina yang sedang berada di
sebuah bus. Peristiwa itu dengan cepat berubah menjadi suatu perang besar antara golongan
Kristen & golongan Islam yang didukung oleh gerilyawan Palestina.

Pemerintah Sulayman Franjieh (Presiden Libanon 1970-1976) tidak mampu melerai


pihak-pihak yang berperang. Pada bulan Januari 1976 sebuah delegasi dari Suriah mencoba
mengadakan perundingan dengan berbagai kelompok yang terlibat dalam peperangan. Tetapi
mereka menemui kegagalan, sebab rencana perdamaian yang diajukan ditolak oleh pihak-
pihak yang berperang. Pertengahan 1976, yakni ketika pasukan Islam & Palestina berada di
ambang kemenangan, pasukan Suriah memasuki Libanon untuk membantu golongan Kristen.

Pemerintah Elias Sarkis (Presiden Libanon 1976-1982) juga tidak mampu mengatasi perang
saudara di Libanon. Setelah mencoba untuk membangun kembali angkatan bersenjata
Libanon yang terpecah dengan jalan melepaskan AB dari kepentingan pihak-pihak yang
bertikai. Tetapi usaha Sarkis tidak banyak membawa hasil. Situasi Libanon pada periode
Sarkis bahkan semakin tidak menentu. Pertempuran yang semula terjadi antara golongan
Islam atau Palestina melawan golongan Kristen berkembang menjadi pertempuran antar
kelompok, baik sesama Islam, sesama Kristen, Islam lawan Palestina, maupun sesama
Palestina sendiri. Pada tahun 1979 semakin meningkatnya pertempuran tidak hanya
melumpuhkan pemerintahan pusat di Beirut, namun juga telah menghancurkan infrastuktur
perekonomian Libanon. Di Kalangan rakyat tumbuh rasa pesimisme yang kuat akibat
kehancuran ekonomi. Tidak sedikit orang-orang kaya di Libanon meninggalkan negerinya.

Awal 1980-an ditandai oleh bermunculannya milisi-milisi bersenjata baru yang


sebagian besar berafiliasi dengan negara-negara lain. sebagian besar dari mereka merupakan
pecahan dari kelompok-kelompok yang sudah ada. Diantaranya adalah Hizbullah (Syiah),
Partai Nasional Liberal (Maronit), Tahud (Sunni), Murabitun (Sunni), Tentara Pembebasan
Palestina, Gerakan Nasional (Nasseris), & Jihad Islam (Syiah), Hizbullah, Tauhid, & Jihad
Islam mempunyai hubungan erat dengan Iran. Tentara Pembebasan Palestina (PLO) &
Gerakan Nasional mendapat dukungan dari Suriah, sedangkan Partai Nasional Liberal (NLP)
merupakan sekutu Israel. Munculnya milisi-milisi itu juga menandakan semakin tajamnya
fragmentasi baik di pihak Islam, Kristen, maupun Palestina. Kepentingan yang
melatarbelakangi konflik Libanon, yang semula terpolarisasi antara pihak yang anti & pro
status quo telah mengalami pergeseran. Sekarang setiap milisi atau kelompok memiliki latar
belakang kepentingan masing-masing dalam konflik Libanon. NLP & SLA (Tentara Libanon
Selatan) menghendaki sebuah negara Libanon yang bersekutu dengan Israel. Sebagian
kelompok seperti Phalangis, Murabitun, Amal (Syiah), & Partai Sosialis Progresif (Druze)
masih tetap menginginkan kemerdekaan penuh Libanon.

Sejak tahun 1982 terjadi beberapa peristiwa penting yang sedikit mengubah peta
politik Libanon. Pada bulan Juli 1982 pasukan Israel melancarkan ofensif ke Libanon
Selatan. Dengan bantuan milisi SLA, mereka berhasil mengusir sebagian besar gerilayawan
Palestina yang tergabung dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari wilayah
Libanon. Pada tanggal 14 September 1982, Presiden Libanon Basyir Gemayel (pengganti
Elias Sarkis) dibunuh oleh kawan-kawan politiknya yang juga berasal dari golongan Maronit.

2.3 Upaya Penyelesaian Pergolakan di Libanon

Untuk mencegah kemungkinan konflik Libanon menjadi peperangan baru di Timur


Tengah, telah dilakukan serentetan usaha perdamaian, tidak hanya dari pemerintah Libanon
sendiri, namun juga oleh Suriah, Liga Arab, Vatikan, & Prancis, tetapi semuanya sia-sia saja.
Kedua pihak yang bersengketa masih berkeras kepala & belum mau mengadakan kompromi.
Golongan muslim menuntut perubahan-perubahan politik secara radikal sebagai syarat untuk
menghentikan tembak-menembak. Golongan Kristen sebaliknya menyatakan bersedia
berunding namun hanya setelah pemerintah Libanon berhasil mengukuhkan kekuasaan atas
seluruh negara, termasuk kamp-kamp gerilyawan Palestina. Untuk mengatasi kemacetan itu,
pada tanggal 8 Nopember 1975, Perdana Menteri Karami mengusulkan suatu kompromi
yakni pemerintah akan melibatkan angkatan bersenjata untuk mengukuhkan kekuasaan
negara sesuai dengan tuntutan golongan Kristen & sekaligus mengadakan perubahan-
perubahan politik sesuai dengan tuntutan golongan muslim. Dalam rangka itu diusulkan suatu
perimbangan kekuasaan baru & penghapusan sistem pengangkatan pegawai negeri atas dasar
ratio konvensional.

Golongan Muslim & golongan Kristen masing-masing akan menduduki separuh kursi
dalam Parlemen & kekuasaan Presiden akan dikurangi dalam arti bahwa tidak bisa
membubarkan Parlemen & mengangkat atau memberhentikan menteri-menteri, termasuk
Perdana Menteri. Perdana Menteri akan ditunjuk mayoritas dalam Parlemen. Awalnya usulan
kompromi itu ditolak oleh kedua golongan. Golongan Kristen karena memuat perubahan
yang terlalu besar & golongan Muslim karena perubahannya kurang mendalam. Usul hanya
memuat suatu pertimbangan baru & tidak menghapus dasar konvensional negara yang dilihat
sebagai faktor yang paling besar dalam kesulitan-kesulitan yang dialami Libanon.

Amin Gemayel yang sejak tanggal 21 September 1982 menggantikan Basir sebagai
presiden Libanon juga berusaha membentuk Pemerintah Kesatuan Nasional. Pemerintah itu
merupakan koalisi Maronit, Sunni, Syiah & Druze. Pihak Sunni diwakili Rasyid Karami,
pihak Syiah Nabih Berri & pihak Druze Walid Jumblat. Tetapi pemerintah ini juga terbukti
tidak mampu menyelesaikan konflik di Libanon. Di satu pihak meskipun mewakili empat
kelompok terbesar pemerintahan, namun tidak berdaya mengendalikan kelompok-kelompok
lain yang lebih kecil. Di lain pihak, pemerintah koalisi itu dibangun di atas landasan yang
rapuh karena pembentukannya disponsori oleh Suriah, bukan inisiatif 4 kelompok itu.

Usaha serupa, juga dilakukan lagi untuk memecahkan masalah konflik di Libanon
yang terjadi pada Oktober 1985. Pada saat itu juga atas inisiatif Suriah, Elie Hobeika,
komandan pasukan kekuatan Libanon yang mengatasnamakan golongan Maronit
mengadakan persetujuan perdamaian dengan Nabih Berri & Walid Jumblat. Persetujuan yang
ditandatangani di Damaskus itu, ditentang keras oleh Presiden Amin Gemayel & golongan
Sunni. Usaha perdamaian juga kembali mengalami kegagalan.

Sejumlah pengamat berpendapat bahwa konflik di Libanon akan bisa diselesaikan


secara damai setelah masalah Palestina diselesaikan & sebagai akibat campur tangan asing di
Libanon berkurang. Banyak tokoh Kristen hanya bersedia berunding dengan golongan
Muslim untuk meninjau kembali pembagian kekuasaan setelah gerilyawan Palestina
meninggalkan Libanon atau menghormati kedaulatannya. Sebaliknya PLO baru akan
meninggalkan Libanon setelah terbuka kemungkinan untuk kembali ke Palestina &
mendirikan negara. Sebelum hal itu tercapai, gerilyawan Palestina akan tinggal di Libanon &
menggunakannya sebagai pangkalan bagi perjuangan melawan Israel. Dalam hal ini mereka
mendapat dukungan golongan Muslim Libanon & negara-negara Arab lainnya pendapat itu
mungkin benar, paling tidak untuk sebagian. Kenyataannya mereka telah menjadi katalisator
konflik di Libanon & terlibat di dalamnya, tidak hanya sebagai salah satu pokok sengketa,
namun juga sebagai pihak yang bersengketa. 

Bagaimanapun juga sengketa antar golongan di Libanon hanya bisa diselesaikan


dengan pembaharuan-pembaharuan politik & pembagian pendapatan & kemakmuran
nasional secara merata. Libanon lama akan berakhir & diganti Libanon baru yang lebih adil.
Apakah hal itu akan dicapai melalui pembaharuan atau revolusi yang sebagian besar
tergantung pada kebijaksanaan pemimpin-pemimpin politik Libanon. Tekad kaum miskin
untuk mengatasi kesengsaraan mereka telah melancarkan suatu pergolakan yang
menghancurkan segala sesuatu yang menghambatnya untuk membangun hari depan yang
lebih baik. Di samping itu sengketa akan berlangsung terus & mengobarkan pertempuran-
pertempuran yang selalu berbahaya karena bisa meningkat menjadi suatu peperangan baru.

Suatu pelajaran yang bisa ditarik dari konflik Libanon adalah bahwa ketidaksamaan
yang  mencolok antara golongan kaya & miskin sesama warga negara selalu mengandung
benih-benih perpecahan & ketegangan yang bisa menjadi suatu ledakan yang banyak
meminta korban & menimbulkan kerusakan & kerugian yang besar. Persamaan & keadilan
sosial adalah salah satu aspirasi manusia yang  dalam & kuat. Untuk mencegah terjadinya
ledakan itu, maka perlu diusahakan agar ketidaksamaan tidak meningkat tetapi berkurang.
Dengan maksud itu harus diberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk ikut
serta dalam kehidupan nasional & mendapatkan bagian pendapatan yang wajar.

2.4 Dampak Positif dan Negatif dari Pergolakan di Libanon

A. Dampak positif

Setelah berakhirnya perang saudara di Libanon, Libanon kemudian mulai membangun


kembali. Namun pada tahun 2010 negara ini kembali berada di tengah konflik, kali ini akibat
dari perang Suriah yang merupakan negara tetangga Libanon. Libanon kini lebih dikenal
dengan citra sebagai negara konflik. Namun, untuk sementara negara ini masih menyisahkan
kecantikan alamnya bagi para Turis.

B. Dampak Negatif

Masuk abad ke 19, tercatat bahwa golongan Maronit dan Druze merupakan golongan
yang paling sering berkonflik. Dampak politik dari kebangkitan golongan maronit sangat
dirasakan pada abad ini. Pada tahun 1820, terjadi sebuah pemberontakaan petani melawan
tuan tanah feodal. Gerakan Maronit, juga menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan
golongan Druze, yang merespon tekanan dari golongan Maronit dengan melakukan
pengorganisasian dan penyatuan kelompok. Sejumlah kebijakan pada pemerintahan Bashir II
(1788-1840), mempolarisasikan situasi ini. Bashir berusaha memusatkan kekuasaannya dan
menekan lawan-lawannya yang terutama merupakan para pemuka suku Druze.
Ia menghancurkan kekuatan golongan Druze pada tahun 1825, dan bergabung dalam
invasi Muhammad Ali terhadap Suriah, dan Libanon pada tahun 1831. Namun, pada tahun
1840 pihak inggris dan prancis berkepentingan mengusir mesir dan mendukung perlawanan
Golongan Maronit terhadap kediktatoran Bashir, dan terhadap otoritas mesir. Di saat Bashir
turun dari kekuasaannya, golongan Maronit dan Druze masih tetap dalam keadaan konflik,
sehingga negara tidak terkendali. Terjadi beberapa peperangan antara golongan Maronit dan
Druze pada tahun 1838, 1841, 1842, dan 1845. Kekacauan tersebut membagi Lebanon
menjadi dua bagian. Pembagian yang terjadi pada tahun 1843 ini membagi distrik utara
Libanon yang dipimpin oleh Gubernur golongan Maronit dan distrik selatan yang dipimpin
Gubernur golongan Druze, dan sebuah majelis campuran yang berlaku untuk negara tersebut.

2.5 Pengaruh Pergolakan di Libanon

A. Pengaruh di Libanon

Islam masuk ke Libanon pada 632 Masehi. Di bawah kekuasaan dinasti umayyah dan
abasiyah, Libanon menunjukkan sifat sebagai masyarakat modern. Pada era ini, bahasa arab
menjadi bahasa resmi libanon dan kehidupan sebagai bagian dari peradaban islam yang
gemilang. Ini berlangsung hingga tahun 1099 ketika para penganut kristen yang datang dari
eropa menaklukkan libanon dan negara disekitar kawasan tersebut. Selain memperluas agama
kristen, orang eropa ini juga berusaha untul membendung proses islamisasi yang mengalir.

Dengan cara damai dalam masa pemerintahan islam. Mereka berusaha sekuat mungkin
menancapkan pengaruh kristen dengan memasukkan budaya barat di dalam kehidupan islam.
Tapi pada tahun 1187, kesultanan mamluk berhasil menggulingkan kekuasaan eropa yang
menguasai libanon hingga tahun 1500.

Pada saat era dinasti mamluk, golongan Sunni sempat menjadi kelompok masyarakat
yang paling dominan di libanon. Namun, saat takluknya dinasti mamluk oleh turki ustmani,
posisi golongan Sunni yang saat itu merupakan yang paling dominan menjadi tergeser
dominasinya yang disebabkan oleh golongan Druze. Golongan Druze mendominasi
kekuasaan politik hingga awal abad ke-17. Pemerintah ustmani merasa terancam dengan
golongan Druze terpaksa menyingkirkan golongan Druze.

Memasuki abad ke-19, tercatat bahwa golongan Maronit dan Druze adalah golongan yang
paling sering berkonflik. Dampak politik dari bangkitnya golongan Maronit sangat dirasakan
pada abad ke-19 ini. Pada 1820, terjadi pemberontakan para petani melawan para tuan tanah
feodal pada saat itu. Gerakan golongan Maronit juga menyebabkan golongan Druze untuk
melakukan pengorganisasian dan penyatuan kelompok. Kebijakan Bashir II yang merupakan
raja Libanon saat itu, mempolarisasikan situasi ini.

B. Pengaruh Bagi Timur Tengah

Di suriah membrikan dampak melemahnya pengaruh suriah di timur tengah dalam


melawan israel. Dampak yang nyata adalah tuntutan atas mundurnya Bashar al-Assad dari
tahta kekuasaannya yang diperjuangkan oleh Amerika serikat dan Liga Arab. Tuntutan
mundur ini agar dengan kepemimpinan baru di suriah dapat memutuskan hubungan dengan
iran dan hizbullah. Penyerangan israel ke suriah merupakan indikasi bahwa dukungn israel
untuk menggulingkan kekuasaan Bashar. Walaupun pergolakan yang terjadi telah
memutuskan hubungan dengan turki, tetapi masalah nuklir iran merupakan ancaman terbesar
bagi israel bila nuklir tersebut berada di tangan suriah atau hizbullah.
C. Pengaruh Bagi Indonesia

Hubungan Indonesia dan Libanon dimulai pada tahun 1950. Indonesia memiliki kedutaan
besar di beirut dan konsulat jendral di tripoli, sedangkan Libanon memiliki kedutaan besar di
jakarta. Hubungan bilateral antara indonesia-libanon dimulai dengan pengakuan indonesia
oleh presiden Libanon yaitu Bechara El-Khoury pada tanggal 29 juli 1947. Hubungan
diplomatik secara resmi didirikan pada tahun 1950, melalui kedutaan indonesia yang berada
di kairo yang juga terakreditasi untuk libanon. Pada pertengahan 1950-an indonesia
mendirikan kantor perwakilan di beirut, tapi kantor ini ditutup pada tahun 1976 dikarenakan
perang saudara di Lebanon.
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Republik Lebanon adalah sebuah negara di Timur Tengah, sepanjang Laut Tengah, dan
berbatasan dengan Suriah di utara dan timur, dan Israel di selatan. Bendera
Lebanon menampilkan sebuah pohon aras berwarna hijau dengan latar belakang putih, diapit
oleh dua garis merah horisontal di atas dan bawahnya. Karena keanekaragamannya
yang sektarian, Lebanon menganut sebuah sistem politik khusus, yang dikenal
sebagai konfesionalisme, yang dimaksudkan untuk membagi-bagi kekuasaan semerata
mungkin di antara aliran-aliran agama yang berbeda-beda.
Perang Saudara di Libanon pada tahun 1975 berawal dari terjadinya usaha
pembunuhan terhadap pemimpin Partai Phalangis (Maronito, Pierre Gamayel pada tanggal 13
April 1975, yang dilakukan oleh para gerilyawan Palestina. Pihak Phalangis segera membalas
dengan melakukan pembantaian terhadap sekelompok orang Palestina yang sedang berada di
sebuah bus. Peristiwa itu dengan cepat berubah menjadi suatu perang besar antara golongan
Kristen & golongan Islam yang didukung oleh gerilyawan Palestina.
Daftar Pustaka

Republika Lebanon.academia.edu.

Proses berlangsungnya pergolakan di libanon.historya

Suwarno, windratmo. 2019 pengaruh pergolakan Suriah dan israel terhadap pergolakan di
Suriah.

Anda mungkin juga menyukai