Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Gowa Tallo lebih sering disebut Kerajaan Makassar. Kerajaan ini semula terdiri dari
dua kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Kemudian, keduanya bergabung
menjadi Kerajaan Makassar. Kerajaan Makassar adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku
Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Kerajaan Makassar
berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, yang memerintah pada
tahun 1653-1669.

Letak Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini
terletak di daerah Sulawesi Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu
disebut sebagai Ujung pandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang
penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Dengan letak seperti
ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa
atas jalur perdagangan Nusantara.

Masa kejayaan Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan
menguasai daerah-daerah yang dapat subur serta daerah-daerah ynag dapat menunjang
keperluan perdagangan Makassar. Perluasan daerah Makassar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat. Sultan Hasanuddin ingin menjadikan Kerajaan Gowa Tallo sebagai pusat
perdagangan di Asia Tenggara.

Masa keruntuhan Kerajaan Gowa Tallo

Adanya kerjasama Arung Palaka (Kerajaan Bone) dengan VOC. Karena masing-masing dari
mereka mempunyai tujuan yang sama-sama menjatuhkan Kerajaan Gowa. Akibat
persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota Kerajaan Makassar dan
secara terpaksa Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dan menandatangani
penjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan Kerajaan Makassar.
Peninggalan – Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo

1. Benteng Fort Rotterdam

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan
Gowa Tallo. Terletak pada pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I Manrigau
Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ Kallonna. Benteng ini berbentuk seperti seekor
penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa
penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya
di daratan maupun di lautan.

2. Masjid Katangka

Masjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa
kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi
Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta
Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan masjid tertua
Kerajaan Gowa ini.

3. Kompleks makam Raja Gowa Tallo

Makam raja-raja Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad XVII
sampai dengan abad XIX M. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota
Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada
sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo.

Kondisi Sosial, Ekonomi Dan Politik Kerajaan Gowa Tallo

1. Kondisi sosial budaya Kerajaan Gowa Tallo

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makassar adalah nelayan dan
pedagang. Bahkan dari mereka tidak jarang yang merantau untuk menambah kemakmuran
hidupnya. Walaupun masyarakat Makassar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam
mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan
norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur
berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Masyarakat Makassar
juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas (Golongan Bangsawan) dan
keluarganya (Anakarung/Karaeng), sedangkan rakyat kebanyakan (To Maradeka) dan
masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya (Golongan Ata).

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda


budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal.
Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama “Pinisi dan Lombo”. Kapal
Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai
mancanegara.

2. Kondisi ekonomi Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Makassar merupakan Kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat


perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :

 letak yang strategis,


 memiliki pelabuhan yang baik
 jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-
pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan
banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan
sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.

Pelayaran dan perdagangan di Makassar diatur berdasarkan hukum niaga (ADE’ ALOPING
LOPING BICARANNA PABBALUE), sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka
perdagangan di Makassar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.

Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makassar


juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

3. Kondisi politik Kerajaan Gowa Tallo

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang


dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan,
bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk
agama Islam adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar
berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan
Sultan Muhammad Said (1639 – 1653).

Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan


Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta
daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makassar. Ia berhasil
menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke
Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di
Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia
(pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan
Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin
dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di
daerah Maluku.

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan
padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan
dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan
kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah
oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan
Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan
Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar.
Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai
perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:

1. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.


2. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
3. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar
Makasar.
4. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra
Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan
rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda
dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

Proses Islamisasi di Gowa Tallo

Proses Islamisasi raja dan masyarakat di Sulawesi Selatan sering dihubungkan dengan
kedatangan para mubalig yang disebut Dato’ Tallu (3 Dato’) ialah:
1. Abdul Makmur atau Khatib Tunggal (Dato’ Ri Bandang),
2. Sulaiman atau Khatib Sulung (Dato’ Ri Pattimang), dan
3. Abdul Jawad atau Khatib Bungsu (Dato’ Ri Tiro).

Para Mubaligh itulah yang mengislamkan Raja Luwu yaitu Datu’ La Patiware’ Daeng
Parabung dengan gelar Sultan Muhammad, pada 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari
1605 M). Dato’ Tallu tersebut lalu meminta petunjuk kepada Raja Luwu tentang dakwah
Islam di kerajaan lainnya. Raja Luwu memberi pertimbangan, bahwa sebaiknya beliau bertiga
menghubungi kerajaan Gowa Tallo (Kerajaan Makassar).

Abdul Jawad Khatib Bungsu singgah di daerah Tiro, Beliau mengembangkan Islam dengan
pendekatan tasawuf. Sulaiman Khatib Sulung dan Abdul Makmur Khatib Tunggal di Gowa,
kembali lagi ke Luwu untuk mengajarkan agama Islam di sana dengan mengutamakan
keimanan (tauhid). Yang menetap di Gowa ialah Abdul Makmur Khatib Tunggal (Datuk Ri
Bandang). Pada tanggal 9 Jumadil Awal 1015 H/ 22 September 1605 M Abdul Makmur
Khatib Tunggal berhasil meng-Islam-kan Raja Tallo I Malingkaan Daeng Manyonri (gelar
Sultan Abdullah Awwalul Islam) dan Raja Gowa I Mangarangi Daeng Manrabia (Sultan
Alauddin). Dua tahun kemudian, seluruh rakyat Gowa dan Tallo dinyatakan memeluk Islam
tanggal 9 November 1607. Kerajaan Makassar dengan resmi memproklamirkan Islam sebagai
agama resmi kerajaan. Dengan demikian Makassar adalah kerajaan Islam yang pertama di
Sulawesi Selatan.
KESULTANAN KERAJAAN GOWA TALLO

I Manga’ rangi Daeng Manrabbia (Sultan Alauddin)


(1591-1639 M). Seorang raja kerajaan Gowa. Pada pemerintahan Sultan Alauddin, Kesultanan
Gowa Tallo mulai terjun dalam dunia pelayaran dan perdagangan.

I Mallingkang Daeng Manyonri (Sultan Abdullah)


(1593-1623 M). Seorang raja Kerajaan Tallo sekaligus perdana menteri Kesultanan Gowa Tallo,
yang sangat berpengaruh pada abad ke-17. Ia melantik Sultan Alauddin sebagai raja Kerajaan
Gowa. Berhasil meningkatkan kejayaan Kesultanan Gowa Tallo sehingga menjadi kekuatan
militer dan perdagangan yang disegani di wilayah timur Nusantara.

Sultan Muhammad Said


(1639-1653 M). Pada Pemerintahan Sultan Muhammad Said, perkembangan Makassar maju
pesat sebab Bandar transit, bahkan Sultan Muhammad Said juga pernah mengirimkan pasukan
ke Maluku untuk membantu rakyat Maluku berperang melawan Belanda.

Sultan Hasanuddin
(1653-1669 M). Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makassar mencapai masa
kejayaan. Makassar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan
memperluas wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan sebagian Flores).
Hasanuddin mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”, karena keberaniannya dan semangat
perjuangannya untuk Makassar menjadi besar.

KAPAL PINISI

Anda mungkin juga menyukai