DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Ofianto, M.Pd
Firza,S.Pd, M.Pd
Uun Lionar, S.Pd, M.Pd
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sehingga dalam melaksanakan prinsip penyelenggaraan pendidikan harus
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu; mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan baik oleh bangsa barat
maupun pada masa penjajahan Jepang. Sehingga tidak mengherankan apabila
pengaruhnya sangat kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik,
ekonomi, maupun militer.
Sebelum penjajahan belanda, bumi nusantara melalui masa pendidikan
pada zaman Praaksara dan Hindu-Buddha. Bahkan pada zaman Hindu-Buddha
Indonesia menjadi pusat pendidikan, pengajaran dan pengembangan ilmu
pengetahuan
Masa penjajahan juga berpengaruh terhadap sejarah pendidikan di
Indonesia. Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas
sistem pendidikan di masa kerajaan, sistem pendidikan pra kemerdekaan dan
masa kemerdekaan. Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang
sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan
"Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu.
B. Rumusan Masalah
Mengingat luasnya materi yang berkenaan dengan perkembangan
pendidikan di indonesia pada masa pra aksara dan pengaruh hindu-budha,
maka pada makalah ini kami hanya membahas sekitar:
1. Bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia pada zaman
Praaksara dan Hindu-Buddha?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah
untuk menjawab rumusan masalah diatas.
1. Menjelaskan perkembangan pendidikan di Indonesia pada
zaman Praaksara dan Hindu-Buddha.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Organisasi Pendidikan
1. Zaman Praaksara
Meganthropus Paleojavanicus, manusia jenis pertama ini hanya
berkapasitas 350cc yang otaknya minim sekali digunakan untuk bisa
berpikir. Jenis ini belum memiliki kebudayaan, pendidikan yang diterima
hanya seputar menghasilkan keturunan, cenderung nomaden (berpindah
tempat), dan food gathering (mengambil makanan dari alam).
Manusia kedua, jenis Pithecanthropus Erectusber-ras negroid,
mongoloid, dan kaukasoid yang menyebar dari Afrika ke seluruh dunia.
Jenis ini memiliki kapasitas otak 900cc dengan budaya mesolithikum, yang
mulai memiliki kepercayaan kepada sang Pencipta. Di Indonesia, sistem
relijius mereka dapat dikatakan menjadi akar dari berkembangnya
kepercayaan animisme dan dinamisme. Budaya yang dibawa oleh manusia
Pithecanthropus Erectus ini semakin mengalami perkembangan dengan
munculnya pembagian sistem sosial di lingkungan keluarga, teknik
perumahan, dan sistem bercocok tanam. Sistem sosial di lingkungan
keluarga manusia purba sudah diajarkan mengenai pembagian pekerjaan
ayah sebagai tulang punggung keluarga, ibu yang bertugas memasak, dan
menjaga anak-anak, serta anak-anak yang nantinya diajarkan bagaimana
cara berburu, dan membuat peralatan berburu seperti kapak. Kemudian
mereka mengembangkan cara-cara tersebut untuk bertahan hidup dengan
mulai membuat rumah, dan menanam sesuatu untuk kehidupan di masa
mendatang.
Manusia ketiga, adalah jenis homo (sapien, habilis, africanus,
floreinsis, soloensis) yang dianggap sebagai manusia paling sempurna
diantara jenis manusia purba lainnya. Dapat dikatakan bahwa pendidikan
yang diterima manusia purba kala itu sudah mencapai tahap puncak, mulai
dikenalnya teknik pembuatan alat yang lebih sempurna seperti teknik
pembuatan patung, pembuatan pakaian, bangunan-bangunan besar ala
megalithik yang digunakan sebagai tempat pemujaan kepada roh, teknik
penguburan, serta terbentuknya koloni manusia yang nantinya menciptakan
sistem kemasyarakatan yang kita kenal saat ini. Memang, pendidikan masa
praaksara dapat dikatakan sangat sederhana karena pada masa inilah
manusia pertama kalinya belajar tentang keterampilan hidup. Berdasarkan
teori humaniora, pendidikan sebaik-baiknya memanusiakan manusia
menjadi pribadi yang lebih sempurna, mengolah pengetahuan di masa lalu
untuk kepentingan generasi di masa depan. Manusia purba mengajarkan
kepada kita bahwa tidak ada kehidupan tanpa belajar, tidak ada belajar tanpa
mengenal pengetahuan, dari yang sederhana sekalipun.
2. Zaman Hindu-Buddha
Pendidikan pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada
pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang
ini. namun dengan demikian ada beberapa tempat yang biasa dijadikan
sebagai lembaga pendidikan.
a. Padepokan atau pecatrikan
Merupakan tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid
yang belajar kepada guru di suatu tempat, sehingga disebut
pecatrikan dengan nama lain bisa juga disebut padepokan. Dari
kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan
pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya
sejak zaman Hindu Budha. Di pesantren dan atau padepokan
itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan brahmana
untuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber
dari kitab suci. di Candi Borobudur terlihat suatu lukisan yang
menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku
sekarang. di tengah-tengah pendopo besar seorang brahmana
atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya
membawa buku, dan mereka belajar membaca dan menulis.
Guru tidak menerima gaji namun dijamin oleh murid-muridnya
untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan adalah agama
Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief relief yang
tertulis di Candi Borobudur dan Prambanan.
b. Pura
Merupakan tempat yang berada di istana. Tempat ini
diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. mereka diberi
pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai
keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka
belajar tentang mengatur negara, ilmu beladiri baik secara fisik
maupun secara batiniah.
c. Pertapaan
Karena orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan
kebatinan yang sangat tinggi. oleh karena itu para pertapa
menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama berkaitan
dengan hal-hal yang gaib.
d. Keluarga
Pada waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang
juga tapi hanya pendidikan sebagai informal. dalam keluargalah
akan terjadi partisipasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua
yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
C. Kualifikasi Guru dan Murid
1. Zaman Praaksara
Pendidikan pada masa ini hanya bersumber dari keluarga, bagaimana
anggota keluarga mengajarkan tentang cara mengumpulkan makanan dan
bertahan hidup. Semua yang mereka ajarkan berasal dari alam dimana
mereka menetap. Begitupun anak - anak mereka memiliki rasa ingin tau
untuk melakukan aktivitas yang dilakukan orang tua mereka. Dan dari
sanalah mereka belajar.
2. Zaman Hindu-Buddha
a. Kualifikasi Guru
Kaum Brahmana yaitu kaum ulama menyelenggrakan pendidikan
dan pengajaran. Mereka mempelajari dan mengajarkan ilmu-ilmu
Theologi, sastra, bahasa, dan ilmu-ilmu kemasyarakatan. Diantara
golongan masyarkat desa pada masa itu ada duua golongan yang
mempunyai kecakapan istimewa, yakni pandai besi dan dukun. Padai
besi adalah seorang ahli dalam pengetahuan duniawi, sedangkan
dukun adalah ahli dalam pengetahuan maknawiayah. orang yang
memiliki kemampuan istimewa tersebut mendapat gelar empu (tuan
atau engku). dua jenis kecakapan itu ternyata menjadi monopoli suatu
keluarga, sehingga hanya keturunan merekalah yang mendapat
mewarisi ilmu yang istimewa itu. Untuk membentuk manusia baru
diperlukan adanya guru yang menyebarluaskan pengetahuan baru
derdasarkan adama Hindu.
Maka muncullah lembaga pendidikan guru dengan para empu
sebagai siswanya dan Brahmana sebagai gurunya. Perkembangan
selanjutnya pengaruh agama budha rupanya juga masuk ke keraton.
Dengan demikian ada lembaga pendidikan keraton yang dilaksankan
oleh para pendeta keraton untuk mendidik ahli waris dan keturunan-
keturunan raja, dan adajuga pendidikan diluar keraton yang biasa
diselenggarakan oleh para guru pertapa (resi). Guru keraton adalah
punggawa-keraton yang hanay melayani ahli waris keraton atau kaum
ningrat, jadi bersifat aristokrastis. edangkan guru-pertapa tidak
mementingkan asal-usul orang.Setiap orang diterima sebagai
muridnya.
b. Kualifikasi Murid
Kualifikasi Murid sebagai berikut.
Bagi kaum brahmana, pendidikan bertujuan untuk menguasai
kitab suci (Weda untuk Hindu dan tripitaka untuk budha) sebagai
sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.
Bagi golongan ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan
bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang
pengaturan pemerintahan.
Bagi rakyat biasa,pendidikan bertujuan agar warga masyarakat
memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan
pekerjaan yang secara turun temurun. Misalnya keterampilan
bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat, dan sebagainya.
E. Cara Pendidikan
1. Zaman Praaksara
Bentuk pendidikan masa prasejarah masih sangat sederhana.
Pendidikan hanya dilakukan melalui keluarga. Orang tua memberikan
materi pendidikan kepada anak. Sesuai dengan karakteristik masyarakat
yang sangat tergantung pada alam dan lingkungan, materi pendidikan
diarahkan pada keterampilan untuk berburu, meramu, mengumpulkan
makanan, bercocok tanam, dan mencetak benda. Model pendidikan
berbentuk aplikatif, langsung ke lapangan (alam terbuka) dan diturunkan
secara turun-temurun dan hal tersebut juga berlaku pada era food
producing tepatnya masa neolithikum.
2. Hindu-Buddha
Mengenai sistem pendidikan tinggi telah digambarkan pada keadaan
sekitar abad ke-4 sampai abad ke-8. Pada abad-abad terakhir menjelang
jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia sistem pendidikan tidak lagi
dijalankan secara besar-besaran seperti sebelumnya tetapi dilakukan oleh
ulama guru kepada siswa dalam jumlah terbatas dalam pedepokan. Pada
pedepokan tersebut kepada siswa selain diajarkan ilmu pengetahuan yang
bersifat umum diajarkan pula ilmu-ilmu yag bersifat spritual religius. Selain
itu mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara
formal sehingga seorang siswa yang belum merasa puas akan ajaran yang
telah diperoleh, mungkin saja berusaha menjcari dan perpindah-pindah dari
guru yang satu ke guru yang lainnya.
F. Materi Pelajaran
1. Zaman Praaksara
Materi pelajaran yang di ajarkan menjadi lebih spesifik dengan
melakukan pembagian tugas sesuai gender, dimana anak laki-laki diajarkan
keterampilan berburu dan anak perempuan diajarkan untuk memiliki
kemampuan mengolah hasil buruan yang mana ini hanya pada era
paleolithikum.
Sedangkan pada masa neolithikum materi pembelajaran tidak
melalui perbedaan pembagian kerja melalui gender lagi, dimana mulai
banyak orang-orang membuat lahan pertanian baik itu laki-laki maupun
perempuan. Selain itu kemampuan dari membuat kapak batu kini menjadi
kapak logam yang mana kemampuan itu diajarkan secara turun-temurun
pada setiap generasinya.
2. Hindu-Buddha
a. Pendidikan intelektual
Kegiatan pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci.
Vedda dipelajari oleh kaum brahmana, dan kitab tripitaka dipelajari oleh
penganut Buddha. pada waktu itu hanya golongan brahmana yang berhak
mempelajari kitab suci veda. Pendidikan intelektual juga berkaitan
dengan penguasaan doa dan mantra, yang berkaitan dengan penguasaan
alam semesta, pengabdian kepada Siwa dan Buddha Gautama.
b. Pendidikan ksatria
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan
keluarga istana kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang berkaitan dengan pengaturan pemerintahan, mengatur negara, dan
belajar untuk berperang.
c. Pendidikan keterampilan
Pendidikan keterampilan dan pendidikan kesatriaan yang merupakan
pendidikan kegiatan yang diprogram secara tertib sudah berjalan dengan
teratur. Sedangkan pendidikan keterampilan yang diajukan bagi
masyarakat jelata berlangsung secara informalyang berlangsung dalam
keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya.
Seorang pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya
begitu pula dengan para petani, nelayan dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN