Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA MASA


PRA AKSARA DAN PENGARUH HINDU-BUDHA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

M. Habib Al Hisyam ( 17046163)


Samsul Bahri (17046106)

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Ofianto, M.Pd
Firza,S.Pd, M.Pd
Uun Lionar, S.Pd, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sehingga dalam melaksanakan prinsip penyelenggaraan pendidikan harus
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu; mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan baik oleh bangsa barat
maupun pada masa penjajahan Jepang. Sehingga tidak mengherankan apabila
pengaruhnya sangat kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik,
ekonomi, maupun militer.
Sebelum penjajahan belanda, bumi nusantara melalui masa pendidikan
pada zaman Praaksara dan Hindu-Buddha. Bahkan pada zaman Hindu-Buddha
Indonesia menjadi pusat pendidikan, pengajaran dan pengembangan ilmu
pengetahuan
Masa penjajahan juga berpengaruh terhadap sejarah pendidikan di
Indonesia. Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas
sistem pendidikan di masa kerajaan, sistem pendidikan pra kemerdekaan dan
masa kemerdekaan. Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang
sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan
"Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu.
B. Rumusan Masalah
Mengingat luasnya materi yang berkenaan dengan perkembangan
pendidikan di indonesia pada masa pra aksara dan pengaruh hindu-budha,
maka pada makalah ini kami hanya membahas sekitar:
1. Bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia pada zaman
Praaksara dan Hindu-Buddha?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah
untuk menjawab rumusan masalah diatas.
1. Menjelaskan perkembangan pendidikan di Indonesia pada
zaman Praaksara dan Hindu-Buddha.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Sejarah


1. Pendidikan Zaman Pra-Aksara
Tujuan pendidikan pada zaman ini adalah agar generasi muda
dapat mencari nafkah, membela diri, hidup bermasyarakat, taat terhadap
adat dan terhadap nilai-nilai religius yang mereka yakini. Karena
kebudayaan masyarakat masih bersahaja, pada zaman ini belum ada
lembaga pendidikan formal (sekolah).
Manusia tidak pernah lahir dalam keadaan penuh dengan
kecerdasan seperti sekarang, namun mengalami perkembangan. Mengacu
pada buku berjudul “Origin of The Human” yang disusun oleh Charles
Darwin , manusia berevolusi dari fisiknya yang mirip dengan struktur
anatomi primata menjadi struktur manusia seutuhnya dengan kapasitas
otak dan kemampuan masa kini. Pada masa pra-aksara ini tentunya
manusia saat itu masih belum mengenal tulisan,sehingga pengetahuannya
masih belum efektif. Pendidikan pada masa praaksara dapat dikatakan
sangat sederhana, karena pada masa inilah manusia pertama kalinya
belajar tentang keterampilan untuk mempertahankan hidupnya,dimana
manusia pada saat itu sangat tergantung pada alam dan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga mereka melakukan suatu
pewarisan pendidikan yang dilakukan dalam keluarga,sebagai orang tua
mereka mentransferkan pengetahuan kepada anaknya,misalnya anak
perempuan di didik oleh ibunya dengan mengajarkan cara menguliti
hewan,mengawetkan makanan dan cara mengolah makanan tersebut.
Sedangkan anak laki-laki diajarkan oleh bapaknya mengenai cara-cara
memburu hewan,membuat perkakas dan lain sebagainya. Hewan yang
diburu tentunya bermacam-macam ada hewan darat dan ada juga hewan
laut,sehingga untuk memburu hewan tersebut dibutuhkan suatu alat bantu.
Peralatan pada saat itu masih sederhana,dimana kita lihat dari hasil
kebudayaan yang dihasilkan masyakat prasejarah,mulai dari masa
paleolithikum, mesolithikum, neolithikum, megalithikum dan masa
perundagian. Pada masa paleolithikum, mesolithikum, neolithikum dan
megalithikum alatnya masih sederhana,dimana alatnya terbuat dari
kayu,tulang dan umumnya adalah batu-batu,misalnya kapak
genggam,kapak penetak,kapak perimbas,kapak persegi dan yang lainnya.
Pada masa Neolithik perkakas batu sudah diasah, sudah
menetap,melakukan food producing dan bercocok tanam tingkat. Dan pada
masa perundagian mengalami suatu perkembangan yang pesat dalam hal
kebudayaan manusia saat itu,dimana pada masa perundagian sudah
mengenal peralatan dengan bahan logam sehingga pendidikan sudah
diarahkan untuk menguasai pembuatan beberapa benda logam,seperti
gerabah berbahan perunggu, kapak perunggu, bejana, nekara, moko dan
lain-lain.
Model pendidikannya pun tidak sama seperti sekarang, dimana
pada saat itu model pendidikannya berbentuk aplikatif langsung
kelapangan atau alam dan diturunkan secara turun temurun ke generasi
selanjutnya.
Cara mendidik pada saat itu masih sangat sederhana, pendidikan
hanya dilakukan di keluarga karena saat itu belum dikenal tulisan.
Keluarga yang terdiri atas bapak dan ibu memberikan ketrampilan untuk
berburu dan mengumpulkan makanan. Pendidikan berbentuk aplikatif
langsung di alam dan berlangsung secara turun menurun antar generasi.
Sesuai dengan karakteristik masyarakat yang sangat tergantung
pada alam dan lingkungan, materi pendidikan diarahkan pada keterampilan
untuk berburu, meramu, mengumpulkan makanan, bercocok tanam, dan
mencetak benda. Model pendidikan berbentuk aplikatif, langsung ke
lapangan (alam terbuka) dan diturunkan secara turun-temurun. Hal itu
dapat dilihat dari kebudayaan yang dihasilkan masyarakat prasejarah,
mulai dari masa paleolithikum, mesolithikum, neolithikum, megalithikum,
dan perundagian. Pada masa perundagian, pendidikan sudah diarahkan
untuk menguasai pembuatan beberapa benda logam, misalnya gerabah
perunggu, kapak perunggu, bejana, nekara, moko, dll. Pengajaran pada
masa ini sudah dilakukan pada tingkat sosial tertentu. Manusia dicita-
citakan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya, yaitu
memiliki semangat gotong royong, menghormati para tetua, dan taat
kepada adat.
Kemudian mereka belajar cara bercocok tanam, hal ini dilakukan
karena dirasa berburu tidak lagi efektif menghasilkan makanan. Dengan
bertani mereka bisa hidup menetap di rumah-rumah sederhana dan
memberikan pendidikan kepada anak-anaknya di tempat itu.
Ketika zaman perundagian pengajaran sudah diarahkan untuk
menguasai pembuatan beberapa benda logam, misalnya nekara dan moko.
Pengajaran juga dilakukan pada tingkat sosial tertentu karena pada masa
perundagian sudah ada pembagian tugas dan tingkatan sosial dari rakyat
jelata sampai kepala suku.

2. Pendidikan Zaman Hindu-Budha


Pada zaman ini, sudah mulai menampakkan suatu gerakan
pendidikan dengan misi penyebaran agama dan cara hidup yang lebih
universal dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya.
Di daerah Kalimantan (kutai) dan Jawa Barat (tarumanegara)
ditemukan prasasti adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua pada
abad ke-5. Para cendekiawan ulama biarawan musafir dan ziarah Buddha
dalam perjalanan ke India singgah di Indonesia untuk mengadakan studi
pendahuluan dan persiapan lainnya.negara India merupakan tanah suci dan
merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu pengetahuan dan kesenian bagi
pemeluk agama Budha.Agama Hindu di India terbagi dua golongan besar
yaitu brahmanisme dan syiwaisme. Hinduisme yang datang ke Indonesia
adalah syiwaisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang brahmana yang
bernama Agasatya. Siwaisme berpandangan bahwa dewa Siwa adalah
dewa yang paling berkuasa dan pencipta dan perusak alam, segala sesuatu
bersumber pada Syiwa dan kembali kepada Syiwa
Syiwaisme yang berkembang di Indonesia berbeda dengan India
yang sangat bertentangan dan hidup bermusuhan dengan buddhisme. Di
Indonesia siwaisme dan buddhisme hidup dan tumbuh berdampingan,
walaupun terjadi penumpasan wangsa Syailendra yang beragama Budha
oleh wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun di masyarakat biasa
tidak nampak pertentangan tersebut, bahkan mungkin dapat dikatakan
telah terjadi sinkretisme antara Hinduisme, buddhisme dan kepercayaan
animisme dan dinamisme, suatu keyakinan untuk menyatukan syiwa,
budha, dan arwah arwah nenek moyang sebagai suatu sumber dan maha
tinggi. pendidikan formal ini diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan
Indonesia pada saat itu.
Pendidikan pada zaman Hindu masih terbatas kepada golongan
minoritas, belum menjangkau golongan mayoritas kasta waisya dan sudra
apalagi kasta paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kata di
Indonesia tidak begitu ketat seperti halnya dengan di India yang menjadi
asalnya agama Hindu. Pendidikan zaman ini lebih tepat dikatakan sebagai
"perguruan" dimana para murid berguru kepada para cerdik cendekia.
Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan nama pesantren, jadi
berbeda sekali dengan sekolah yang kita kenal sekarang ini.
Sistem perguruan yang dikenal dengan pesantren itu berkembang
terus sampai pada pengaruh Buddha, zaman Islam sampai sekarang
(pesantren tradisional). Pada zaman Buddha pendidikan berkembang pada
kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang sudah terdapat perguruan
tinggi Buddha. Dimana para murid-muridnya banyak berasal dari indocina,
Jepang dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu adalah dharmapala.
Perguruan-perguruan budaya tersebut mungkin menyebar ke seluruh
kekuasaan Sriwijaya. Mungkin saja candi candi Borobudur, Mendut, dan
Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Buddha.
Kalau kita memperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti
candi-candi, patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid belajar
tentang ilmu membangun dan seni pahat. Karena pembuatan candi
memerlukan kemampuan teknik dan seni yang tinggi. Demikian juga
dengan memahat relief-relief Candi dibimbing oleh suatu alur cerita yang
menceritakan kehidupan Sang Buddha dan para dewa, bisa juga cerita
tentang Ramayana. Karya hasil sastra yang ditulis oleh para pujangga
banyak yang bermutu tinggi antara lain : pararaton, Negarakertagama,
Arjuna Wiwaha, dan Brata Yudha. Para pujangga yang terkenal
diantaranya sebagai berikut : mpu kawa, mpu sedah, mpu Panuluh, mpu
Prapanca.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu seperti Singasari,
Majapahit dan kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat uraian yang jelas
mengenai pendidikan. Namun sudah pasti bahwa pada zaman tersebut
sudah berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang disengaja
dibuat secara formal. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut berbentuk
perguruan yang lebih dikenal dengan sebutan pesantren. Pada saat itu mutu
pendidikan cukup memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.

B. Organisasi Pendidikan
1. Zaman Praaksara
Meganthropus Paleojavanicus, manusia jenis pertama ini hanya
berkapasitas 350cc yang otaknya minim sekali digunakan untuk bisa
berpikir. Jenis ini belum memiliki kebudayaan, pendidikan yang diterima
hanya seputar menghasilkan keturunan, cenderung nomaden (berpindah
tempat), dan food gathering (mengambil makanan dari alam).
Manusia kedua, jenis Pithecanthropus Erectusber-ras negroid,
mongoloid, dan kaukasoid yang menyebar dari Afrika ke seluruh dunia.
Jenis ini memiliki kapasitas otak 900cc dengan budaya mesolithikum, yang
mulai memiliki kepercayaan kepada sang Pencipta. Di Indonesia, sistem
relijius mereka dapat dikatakan menjadi akar dari berkembangnya
kepercayaan animisme dan dinamisme. Budaya yang dibawa oleh manusia
Pithecanthropus Erectus ini semakin mengalami perkembangan dengan
munculnya pembagian sistem sosial di lingkungan keluarga, teknik
perumahan, dan sistem bercocok tanam. Sistem sosial di lingkungan
keluarga manusia purba sudah diajarkan mengenai pembagian pekerjaan
ayah sebagai tulang punggung keluarga, ibu yang bertugas memasak, dan
menjaga anak-anak, serta anak-anak yang nantinya diajarkan bagaimana
cara berburu, dan membuat peralatan berburu seperti kapak. Kemudian
mereka mengembangkan cara-cara tersebut untuk bertahan hidup dengan
mulai membuat rumah, dan menanam sesuatu untuk kehidupan di masa
mendatang.
Manusia ketiga, adalah jenis homo (sapien, habilis, africanus,
floreinsis, soloensis) yang dianggap sebagai manusia paling sempurna
diantara jenis manusia purba lainnya. Dapat dikatakan bahwa pendidikan
yang diterima manusia purba kala itu sudah mencapai tahap puncak, mulai
dikenalnya teknik pembuatan alat yang lebih sempurna seperti teknik
pembuatan patung, pembuatan pakaian, bangunan-bangunan besar ala
megalithik yang digunakan sebagai tempat pemujaan kepada roh, teknik
penguburan, serta terbentuknya koloni manusia yang nantinya menciptakan
sistem kemasyarakatan yang kita kenal saat ini. Memang, pendidikan masa
praaksara dapat dikatakan sangat sederhana karena pada masa inilah
manusia pertama kalinya belajar tentang keterampilan hidup. Berdasarkan
teori humaniora, pendidikan sebaik-baiknya memanusiakan manusia
menjadi pribadi yang lebih sempurna, mengolah pengetahuan di masa lalu
untuk kepentingan generasi di masa depan. Manusia purba mengajarkan
kepada kita bahwa tidak ada kehidupan tanpa belajar, tidak ada belajar tanpa
mengenal pengetahuan, dari yang sederhana sekalipun.
2. Zaman Hindu-Buddha
Pendidikan pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada
pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang
ini. namun dengan demikian ada beberapa tempat yang biasa dijadikan
sebagai lembaga pendidikan.
a. Padepokan atau pecatrikan
Merupakan tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid
yang belajar kepada guru di suatu tempat, sehingga disebut
pecatrikan dengan nama lain bisa juga disebut padepokan. Dari
kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan
pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya
sejak zaman Hindu Budha. Di pesantren dan atau padepokan
itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan brahmana
untuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber
dari kitab suci. di Candi Borobudur terlihat suatu lukisan yang
menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku
sekarang. di tengah-tengah pendopo besar seorang brahmana
atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya
membawa buku, dan mereka belajar membaca dan menulis.
Guru tidak menerima gaji namun dijamin oleh murid-muridnya
untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan adalah agama
Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief relief yang
tertulis di Candi Borobudur dan Prambanan.
b. Pura
Merupakan tempat yang berada di istana. Tempat ini
diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. mereka diberi
pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai
keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka
belajar tentang mengatur negara, ilmu beladiri baik secara fisik
maupun secara batiniah.
c. Pertapaan
Karena orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan
kebatinan yang sangat tinggi. oleh karena itu para pertapa
menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama berkaitan
dengan hal-hal yang gaib.
d. Keluarga
Pada waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang
juga tapi hanya pendidikan sebagai informal. dalam keluargalah
akan terjadi partisipasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua
yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
C. Kualifikasi Guru dan Murid
1. Zaman Praaksara
Pendidikan pada masa ini hanya bersumber dari keluarga, bagaimana
anggota keluarga mengajarkan tentang cara mengumpulkan makanan dan
bertahan hidup. Semua yang mereka ajarkan berasal dari alam dimana
mereka menetap. Begitupun anak - anak mereka memiliki rasa ingin tau
untuk melakukan aktivitas yang dilakukan orang tua mereka. Dan dari
sanalah mereka belajar.
2. Zaman Hindu-Buddha
a. Kualifikasi Guru
Kaum Brahmana yaitu kaum ulama menyelenggrakan pendidikan
dan pengajaran. Mereka mempelajari dan mengajarkan ilmu-ilmu
Theologi, sastra, bahasa, dan ilmu-ilmu kemasyarakatan. Diantara
golongan masyarkat desa pada masa itu ada duua golongan yang
mempunyai kecakapan istimewa, yakni pandai besi dan dukun. Padai
besi adalah seorang ahli dalam pengetahuan duniawi, sedangkan
dukun adalah ahli dalam pengetahuan maknawiayah. orang yang
memiliki kemampuan istimewa tersebut mendapat gelar empu (tuan
atau engku). dua jenis kecakapan itu ternyata menjadi monopoli suatu
keluarga, sehingga hanya keturunan merekalah yang mendapat
mewarisi ilmu yang istimewa itu. Untuk membentuk manusia baru
diperlukan adanya guru yang menyebarluaskan pengetahuan baru
derdasarkan adama Hindu.
Maka muncullah lembaga pendidikan guru dengan para empu
sebagai siswanya dan Brahmana sebagai gurunya. Perkembangan
selanjutnya pengaruh agama budha rupanya juga masuk ke keraton.
Dengan demikian ada lembaga pendidikan keraton yang dilaksankan
oleh para pendeta keraton untuk mendidik ahli waris dan keturunan-
keturunan raja, dan adajuga pendidikan diluar keraton yang biasa
diselenggarakan oleh para guru pertapa (resi). Guru keraton adalah
punggawa-keraton yang hanay melayani ahli waris keraton atau kaum
ningrat, jadi bersifat aristokrastis. edangkan guru-pertapa tidak
mementingkan asal-usul orang.Setiap orang diterima sebagai
muridnya.
b. Kualifikasi Murid
Kualifikasi Murid sebagai berikut.
Bagi kaum brahmana, pendidikan bertujuan untuk menguasai
kitab suci (Weda untuk Hindu dan tripitaka untuk budha) sebagai
sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.
Bagi golongan ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan
bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang
pengaturan pemerintahan.
Bagi rakyat biasa,pendidikan bertujuan agar warga masyarakat
memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan
pekerjaan yang secara turun temurun. Misalnya keterampilan
bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat, dan sebagainya.

D. Lokasi dan Peralatan Pendidikan


1. Zaman Praaksara
Berbicara tentang pendidikan pada masa prasejarah tentu kita
berpikir bahwa lokasi tempat pengajaran pasti masih tidak terlepas dari
alam. Orang-orang pada masa prasejarah masih menggantungkan hidup dari
apa yang alam berikan. Layaknya pribahasa “alam takambang jadi guru”,
sangat berlaku dikehidupan sejarah. Bumi yang keadaannya yang masih
belum stabil terkadang memunculkan berbagai perubahan iklim yang
menuntut manusianya untuk survivor di alam liar. Wilayah indonesia yang
pada masa prasejarah telah dikenal sebagai wilayah tropis dimana banyak
terdapat hutan hujan tropis yang di dalamnya muncul berbagai hasil alam
yang melimpah sehingga pola kehidupan masyarakat prasejarah di indonesia
bergantung pada food gathering atau mengumpulkan makanan baik itu
dalam bentuk berburu, meramu dan kegiatan lainnya. Buktinya dapat kita
lihat di wilayah pantai barat sumatera dimana terdapat kebudayaan
kkjokomondingger yakni tumpukkan cangkang kerang hasil dari
mengumpulkan makanan. Mengenai peralatannya tentu saja kita kenal
dengan kapak genggam sebagai bentuk sederhana dari perangkat berburu,
alat-alat dari tulang dan serpihan-serpihan.
Bergeser maju lebih sesikit tepatnya era neolithikum, manusia
prasejarah mengubah pola menjadi food producing selaras dengan kemajuan
teknologi berupa logam tempaan yang menjadi hasil kebudayaannya.
Pertanian dan hewan ternak mulai dikembangkan dan manusia lama-
kelamaan meninggalkan budaya berburu karena telah berhasil menemukan
cara lain untuk menghasilkan makanan. Hasil pendidikannya dapat dilihat
dari banyaknya barang logam seperti neraca, kapak logam, dll.
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya pendidikan pada era
prasejarah memiliki tempat dan lokasi di alam dan peralatan yang
digunakan adalah apa yang dituntut dan diberikan oleh alam juga. Selain itu
pemberian edukasi juga dilakukan dengan sisitem turun temurun dimana
mulai banyaknya pandai besi yang mewarisi kemampuan nenek moyangnya
dalam membuat barang kebudayaan.
2. Zaman Hindu-Buddha
Pulau Jawa adalah pusat theologi Budha dengan guru-guru besar
berasal dari wilayah itu sendiri. Dari sumber sama yaitu I-Tsing dapat
diketahui bahwa di Sumetera terdapat kerajaan kuat serta berpengaruh
bernama Sriwijaya yang pusat pemerintahannya dari Ganton ke India pada
tahun 671 singgah di Sriwijaya untuk belajar Gramatika bahasa Sanskerta
selama enam bulan. Perguruan tinggi di Sriwijaya termasuk salah satu
peruruan tinggi yang terkanal dan tidak kalah mutunya dari perguruan
tinggi yang ada di India.

E. Cara Pendidikan
1. Zaman Praaksara
Bentuk pendidikan masa prasejarah masih sangat sederhana.
Pendidikan hanya dilakukan melalui keluarga. Orang tua memberikan
materi pendidikan kepada anak. Sesuai dengan karakteristik masyarakat
yang sangat tergantung pada alam dan lingkungan, materi pendidikan
diarahkan pada keterampilan untuk berburu, meramu, mengumpulkan
makanan, bercocok tanam, dan mencetak benda. Model pendidikan
berbentuk aplikatif, langsung ke lapangan (alam terbuka) dan diturunkan
secara turun-temurun dan hal tersebut juga berlaku pada era food
producing tepatnya masa neolithikum.
2. Hindu-Buddha
Mengenai sistem pendidikan tinggi telah digambarkan pada keadaan
sekitar abad ke-4 sampai abad ke-8. Pada abad-abad terakhir menjelang
jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia sistem pendidikan tidak lagi
dijalankan secara besar-besaran seperti sebelumnya tetapi dilakukan oleh
ulama guru kepada siswa dalam jumlah terbatas dalam pedepokan. Pada
pedepokan tersebut kepada siswa selain diajarkan ilmu pengetahuan yang
bersifat umum diajarkan pula ilmu-ilmu yag bersifat spritual religius. Selain
itu mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara
formal sehingga seorang siswa yang belum merasa puas akan ajaran yang
telah diperoleh, mungkin saja berusaha menjcari dan perpindah-pindah dari
guru yang satu ke guru yang lainnya.

F. Materi Pelajaran
1. Zaman Praaksara
Materi pelajaran yang di ajarkan menjadi lebih spesifik dengan
melakukan pembagian tugas sesuai gender, dimana anak laki-laki diajarkan
keterampilan berburu dan anak perempuan diajarkan untuk memiliki
kemampuan mengolah hasil buruan yang mana ini hanya pada era
paleolithikum.
Sedangkan pada masa neolithikum materi pembelajaran tidak
melalui perbedaan pembagian kerja melalui gender lagi, dimana mulai
banyak orang-orang membuat lahan pertanian baik itu laki-laki maupun
perempuan. Selain itu kemampuan dari membuat kapak batu kini menjadi
kapak logam yang mana kemampuan itu diajarkan secara turun-temurun
pada setiap generasinya.
2. Hindu-Buddha
a. Pendidikan intelektual
Kegiatan pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci.
Vedda dipelajari oleh kaum brahmana, dan kitab tripitaka dipelajari oleh
penganut Buddha. pada waktu itu hanya golongan brahmana yang berhak
mempelajari kitab suci veda. Pendidikan intelektual juga berkaitan
dengan penguasaan doa dan mantra, yang berkaitan dengan penguasaan
alam semesta, pengabdian kepada Siwa dan Buddha Gautama.
b. Pendidikan ksatria
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan
keluarga istana kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang berkaitan dengan pengaturan pemerintahan, mengatur negara, dan
belajar untuk berperang.
c. Pendidikan keterampilan
Pendidikan keterampilan dan pendidikan kesatriaan yang merupakan
pendidikan kegiatan yang diprogram secara tertib sudah berjalan dengan
teratur. Sedangkan pendidikan keterampilan yang diajukan bagi
masyarakat jelata berlangsung secara informalyang berlangsung dalam
keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya.
Seorang pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya
begitu pula dengan para petani, nelayan dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN

Bentuk pendidikan pada masa praaksara masih sangat sederhana yaitu:


Pendidikan yang diberikan dari orang tua kepada anaknya. Pendidikan tersebut berupa
cara-cara bertahan hidup dengan berburu, mengumpulkan makanan dan bercocok
tanam.
Pelaksanan pendidikan oleh kaum brahmana mulai tingkat dasar hingga tingkat
tinggi. Pendidikan pada saat itu tidak formal dan murid bisa berpindah ke guru yang
lain. Para bangsawan mendapatkan pendidikan dengan mengundang guru untuk
mendidik anak-anaknya di lingkungan istana atau juga mengirim anak untuk belajar ke
guru-guru tertentu. Sedangkan Pendidikan keterampilan dilaksanakan secara turun-
temurun antar generasi pada kastanya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansah, G.2012. Sejarah Pendidikan di Indonesia. (online).


(https://gatotardiansah. wordpress.com/pengantar-pendidikan-sejarah-
pendidikan-di-indonesia, diakses pada tanggal 26 Februari 2020).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Di Indonesia Dari Jaman


Ke Jaman.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Timur.

Hardiyanti, T. 2011. Makalah Sejarah Pendidikan di Indonesia. (online). (https://


haedarakib.files.wordpress.com/2012/01/sejarah-pendidikan-di-
indonesia.pdf, diunduh pada tanggal 26 Februari 2020).

Ivan. 2012. Perkembangan Pendidikan Pada Masa Hindu Budha. (online).


(http://pendidikan4sejarah.blogspot.co.id/2011/11/pendidikan-indonesia-
masa-hindu-budha.html, diakses pada tanggal 26 Februari 2020).

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta:


Djambatan

Marwati Djoened Poesponegoro. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakatra:


Balai Pustaka

Sumiatie. 2015. Materi Kuliah Sejarah Pendidikan Indonesia

Tanjung, F.A.2015. Sejarah Pendidikan di Indonesia dan Perkembangannya Antar


Generasi. (online). (http://www.bglconline.com/2015/01/sejarah-
pendidikan-di-indonesia-dan-perkembangannya, diakses pada tanggal 26
Februari 2020).

Anda mungkin juga menyukai