Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN SISTEM DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ZAMAN INDONESIA


MERDEKA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah pendidikan

DOSEN PENGAMPU:

Anny Wahyuni, M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

HALIMAH A1A222O33
FAJRI KHUSAINI A1A222061
FARHAN AKBAR A1A222067
SATYA KISMA AMRINA A1A222077
YESSI USPA PRATAMA A1A222085
ULTIFA KHOERIAH A1A222087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
16, MARET, 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Pendidikan
dengan baik.

Sebelumnya kami sangat berterima kasih kepada Ibu Anny wahyuni, M.Pd Selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Sejarah Pendidikan yang telah memberikan tugas berupa makalah
kepada kami. Adapun penulisan dalam makalah, kegiatan ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan
terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan
semoga dari makalah Pengantar Sejarah Indonesia. Semoga kegiatan ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Jambi, 16, Maret,2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. ......2

1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Warisan Zaman Kolonial Tahun 1950-an ..................................................................4

2.2 Lahirnya Konsep Pendidikan Nasional ( Karakteristik dan Implementasinya...........5

2.3 Sekolah Sekolah Swasta.............................................................................................6

2.4 Pendidikan profesi ( Kedinasan).................................................................................7

2.5 Isu Isu Dalam Masalah Pendidikan Tahun 1950-1960................................................8

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN.....................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................... ....10


BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Pendidikan Indonesia pada masa awal kemerdekaan tahun 1945-1950 masih dalam keadaan yang
sulit. Bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan banyak mengalami kesulitan dimana banyak
terjadi perubahan-perubahan, yang tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja tetapi
juga dalam bidang pendidikan. Pendidikan Indonesia pada masa awal kemerdekaan tahun 1945-
1950 masih dalam keadaan yang sulit. Bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan banyak
mengalami kesulitan dimana banyak terjadi perubahan-perubahan, yang tidak hanya terjadi di
bidang pemerintahan saja tetapi juga di bidang pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan untuk
menciptakan warga negara yang sosial, demokratis, dan bertanggung jawab dan siap sedia
membayar tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan lepas penjajahan tekanan
pengembangan jiwa patriotisme. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melatih
kemampuan berpikir ilmiah dengan mengintergrasikan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan penelitian yang berjudul sejarah pendidikan indonsesia awal kemerdekaan tahun 1945-
1945. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pendidikan di Indonesia awal
kemerdekaan dan dapat memahami sejarah pendidikan di Indonesia pembaca awal kemerdekaan.
Adapun metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan.
Penelitian ini menemukan gambaran mengenai sejarah pendidikan Indonesia awal kemerdekaan
tahun 1945-1950. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa perlunya mengkaji sejarah Pendidikan
Indonesia untuk memahami nilai-nilai sejarah Pendidikan Indonesia pada masa awal
kemerdekaan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangan di atas maka penulis dapat menyimpulkan ke dalam rumusan
masalah sebgai berikut:

1. Bagaimana Warisan Zaman Kolonial Tahun 1950-an?


2. Bagaimana Lahirnya Konsep Pendidikan Nasional ( Karakteristik dan Implementasinya?
3. Bagaimana Sekolah Sekolah Swasta?
4. Bagaimana Pendidikan profesi ( Kedinasan)?
5. Isu Isu Dalam Masalah Pendidikan Tahun 1950-1960?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat menyimpulkan rumusan masalah ke
dalam tujuan masalah sebagai berikut:

1. Memaparkan Penjelasan Tentang Warisan Zaman Kolonial Tahun 1950-an


2. Memberikan informasi Tentang Lahirnya Konsep Pendidikan Nasional ( Karakteristik dan
Implementasinya
3. Menjelaskan tentang Sekolah Sekolah Swasta
4. Menjelaskan Tentang Pendidikan profesi ( Kedinasan)
5. Menjelaskan Tentang Isu Isu Dalam Masalah Pendidikan Tahun 1950-1960
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Warisan Zaman Kolonial Tahun 1950-an

Indonesia modern adalah warisan masa lalu yang bercampur aduk, atau lebih tepat
disebut pusaka yang beragam dan dengan identitas yang beragam pula. Sebagian berasal dari
warisan nenek moyang di zaman kuno sebagian lagi warisan peradaban Islam dan sebagia
lainnya adalah pengaruh Barat, khususnya penjajahan Belanda. Kuasa penjajahan Belanda
terbilang khas. Meskipun berlangsung selama ratusan tahun, tetapi tidak lebih awal dan dengan
demikian juga tidak lebih lama daripada penjajahan Portugis; juga tidak hilang secepat jajahan
Spanyol, dan tidak seluas dan seberagam kuasa jajahan Inggris dan Perancis (Pyenson, 1989).
Koloni-koloni Inggris dan Perancis, terbentang luas di hampir semua anak benua di planet ini,
tetapi koloni Belanda terutama hanya terpumpun di Hindia-Belanda dengan beberapa
kekecualian yang tidak sebegitu berarti seperti di Suriname, Kepulauan Antilan dan Afrika
Selatan (Wesseling & Emmer, 1979).

Kekuatan armada laut Belanda relatif kuat, tetapi mungkin tidak lebih hebat daripada
armada Inggris dan Perancis, sehingga otoritas kekuasaan Belanda di Indonesia, gampang
diintervensi oleh saingan Eropanya (Inggris dan Perancis), bahkan juga dari kekuatan Asia.
Tidak seperti koloni Perancis di Afrika dan Inggris di tiga benua (Amerika, Australia dan Asia),
di mana warisan bahasanya relatif mengakar dan langgeng, bahasa Belanda pupus
bersamaandengan terusirnya Belanda dari Indonesia (1950). Meskipun begitu, tentu naif
mengatakan warisan Belanda samasekali tidak mengakar dan langgeng di Indonesia. Ada banyak
macam ragam warisan Belanda di Indonesia, pisik dan nonpisik. Perbincangan tentang warisan
kolonial dapat dilihat dalam dua tingkat berikut ini.

Pertama, berkenaan dengan perubahan paradigma hubungan-hubungan kolonial yang


baru dari zaman VOC yang lebih bercorak ‘hubungan dagang’ yang menekan (monopolistik) ke
hubunganhubungan kolonial, yang bertangung jawab terhadap pembentukan watak dan mindset
kolonial. Selaku demikian ia bersifat intelligible, tetapi ekspresinya dapat dilacak lewat laku-
perbuatan. Kedua, perubahanperubahan radikal dalam pengaturan baru lewat ‘birokrasi kolonial’
yang khas dan sedikit banyak mengikut model Weberian. Kedua unsur ini – watak rezim
kolonial dan birokrasi pemerintahan - menentukanderajat pengaruh penjajahan Belanda di
Indonesia. Yang pertama berkenaan dengan sejauh mana tekanan kekuasaan rezim kolonial
menciptakan mentaliteit kolonial, yang kedua lewat sebaran birokrasi kolonial.

Pertama, yaitu kolonialisme (penjajahan) sebagai suatu bentuk kontrol dan


penguasaan asing atas suatu wilayah dan penduduk negeri jajahan, dengan menciptakan
ketergantungan abadi antara penjajah dan yang terjajah. Belanda mampu mempertahankan
daerah jajahannya dengan menciptakan watak kolonial yang bercorak otoriter, sentralistik,
diskriminatif, eksploitatif dan dalam arti tertentu paternalistic (Legge, 1961). Sudah disinggung
di muka, bahwa peletak dasar birokrasi kolonial adalah Daendels, representasi rezim
revolosioner Perancis yang bertangan besi dan brutal. Hampir sepertiga dari 68 pasal dalam
instruksi yang disiapkan untuk Daendels menyangkut urusan militer dan kebijakan administrasi
politik dan ekonomi untuk kepentingan penguasa (Carey & Haryadi, 2016). Ia juga mengharusan
gaya busana dan etiket baru bagi aparat sebagai simbol kelas elit yang dihormati (dengan rasa
takut) dan budaya ini masih membayangi Indonesia di kemudian hari. Perang kolonial,
panaklukan, dan aneksasi serta kepatuhan total terhadap sistem kolonial menciptakan mentaliteit
kolonial yang disebutkan di atas. Ini dibentengi dengan aturan hukum kolonial yang kemudian
terus berkembang dalam alur yang sama, yang dibuat untuk membentengi kekuasaan dan bukan
melindungi rakyat.

Kedua, erat kaitannya dengan butir di atas, kebijakan kolonial didukung oleh
jaringan birokrasi yang ketat dan rumit. Ciri utama dari birokrasi kolonial menurut sejarawan
Harry J. Benda ialah apa yang disebutnya ‘beambtenstaat’ (negara pejabat), suatu mesin
birokrasi ciptaan khas zaman kolonial, di mana terdapat jaringan lembaga pemerintahan yang
sangat luas dan rumit dan didukung ‘korps’ pegawai bumiputra yang memiliki kesetiaan total
dan berdisiplin tinggi (Sutherland, 1979). Oleh karena birokrasi di sini terutama berarti
menjalankan roda administrasi, yang dalam arti teknis adalah rasional, impersonal, hierarkis,
termasuk kepandaian tulis menulis beserta perangkat upacaranya, maka mesin birokrasi yang
digerakkan dari Batavia itu senantiasa berputar menggelinding “bagaikan mesin pabrik yang siap
melayani kepentingan kolonial.”

Dengan demikian pemerintah kolonial dapat mengharapkan keuntungan maksimal yang


sebagain besar dikirim ke negeri induk (Holland) (Hasselman, 1901). Hampir bisa dipastikan
bahwa semua warisan kolonial, baik yang positif maupun yang negatif, selalu bisa dirujuk
kepada institusi atau kelembagaan yang diciptakannya. Entah itu di bidang politik pemerintahan,
hukum, militer dan pertahanan, ekonomi dan lembaga keuangan, maupun pendidikan, sastra,
agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga reputasi tokoh-tokoh yang memiliki nama
baik ataupun nama buruk, semuanya dapat dilacak ke dalam kelembagaan yang diciptakan
Belanda di Hindia-Belanda dan sedikit banyak juga bentuk-bentuk kesinambungan dan
perubahannya ke masa pasca-kolonial.

Sejauh berkenaan dengan pengaruh warisan sistem hukum dan administrasi


pemerintahan Belanda terhadap Indonesia pasca-kolonial, beberapa unsur berikut ini hanyalah
sekadar ilustrasi. Paling konkret di antaranya ialah peta Indonesia modern. Peta di sini
maskudnya bukanlah sekedar petunjuk ilmu bumi, atau ‘lanscape’ (bentang alam) Hindia-
Belanda, melainkan mengacu langsung kepada apa yang disebut Edwar Said dengan
“imaginative geography,” yaitu suatu penemuan (invention) dan konstruksi ruang geografis yang
disebut "Orient" yang telah dan akan ditaklukkan dan dianeksasi sebagai milik pembuatnya
(Driver, 1992; Said & Barsamian, 1994), tak kecuali peta ‘geo-politik yang dikonstruksikan oleh
kekuasaan kolonial Belanda. Meskipun tidak dinyatakan secara gamblang dalam UUD 1945,
wilayah Indonesia modern secara de facto ialah mencakup“semua daerah bekas jajahan Belanda”
di Nusantara, sebagaimana disepakati dalam sidangsidang persiapan kemerdekaan sebelum
proklamasi 17 Agustus 1945 (Bahar & Hudawati, 2019).

2.2 Lahirnya Konsep Pendidikan Nasional ( Karakteristik dan Implementasinya)

1. Dasar dan Fungsi Pendidikan Nasional

Menurut Raka Joni (1992) secara gamblang, proses pendidikan adalah upaya untuk
menghasilkan manusia Indonesia yang mandiri. Kriteria manusia mandiri adalah manusia yang
mempunyai rasa percaya diri dan mempunyai budaya belajar di masyarakat sehingga dapat
menumbuhkan sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan berkeinginan untuk maju, sesuai
dengan tertera dalam GBHN 1993-1998. Maka proses pendidikan adalah upaya untuk
menciptakan iklim belajar mengajar dan budaya belajar di masyarakat sehingga tercapai
pembentukan manusia mandiri. Definisi Sistem pendidikan di indonesia, adalah keseluruhan
komponen pendidikan saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berikut dipaparkan mengenai dasar & fungsi pendidikan nasional, yaitu :

a. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.

b. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses
pendidikan yang juga merupakan upaya untuk menjaga kelangsungan hidup sistem pendidikan
(maintenance synergy-menciptakan iklim belajar dan budaya mengajar) dan untuk menghasilkan
sesuatu sesuai dengan tujuan pendidikan (effective synergy-manusia yang mandiri). Penjagaan
kelangsungan hidup sistem pendidikan mensyaratkan adanya evaluasi terus menerus terhadap
sub-sub sistem dan fungsi interaktif antar sub-sub sistem tersebut. jika ada sub sistem yang
kurang berfungsi, perbaikan atas sub-sub sistem segera dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.
Kemungkinan juga juga diperlukan sub sistem baru untuk melancarkan proses pendidikan.
Usaha-usaha perbaikan dan pengembangan sub sistem merupakan usaha yang perlu berlangsung
terus menerus dan di institusionalisasi-kan dalam lembaga yang bertanggung jawab mengelola
proses pendidikan. Program AA bagi dosen senior dan pengembangan keterampilan Dasar teknik
Instruksional bagi dosen junior merupakan salah satu contoh dari usaha perbaikan dan
pengembangan terhadap proses pendidikan tinggi di indonesia.

Usaha-usaha perbaikan dan pengembangan subsistem dalam proses pendidikan


berkaitan erat dengan kendali mutu hasil pendidikan. Usaha-usaha tersebut diadakan untuk
mempertahankan standar agar hasil yang dicapai sesuai dengan standar yang tercantum dalam
tujuan pendidikan (efektif). Hasil proses pendidikan adalah lulusan dalam jumlah dan mutu yang
sudah ditentukan berdasarkan standar. Lulusan tersebut nantinya akan berkecimpung di dalam
supra sistem dari sistem pendidikan, yaitu sistem pembangunan nasional.

2. Tujuan Pendidikan Nasional dan Prinsip Penyelenggara Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (UUD, 1945).

Sedangkan yang terkandung dalam Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Nasional, berpijak pada
logika bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multi makna Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Pendidikan diselenggarakan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggara dan
pengendalian mutu layanan pendidikan . Apabila berbicara mengenai Sistem Pendidikan di
Indonesia, maka perlu memahami hirarkhi mengenai tujuan pendidikan di Indonesia, maka dapat
tergambarkan seperti Tujuan Pendidikan Nasional Paparan maupun ilustrasi di atas akan lebih
jelas, dengan demikian diharapkan para pengampu yang dalam hal ini seorang dosen, dapat
menerapkan alur tersebut dalam pembelajaran, karena :

a). Menjadi arah & pedoman umum bagi seluruh upaya pendidikan di suatu negara

b). Terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003

c). Pada perundangan tersebut tertulis Pokok-pokok tujuan Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

Bersumber pada Pancasila & UUD 1945 Mencakup seluruh perkembangan aspek kepribadian
(bersifat komprehensif) Merupakan satu kesatuan yang utuh atau kebulatan Merupakan pedoman
pokok atau induk untuk segala tujuan pendidikan di Indonesia. Tujuan Institusional

Dalam Tujuan Pendidikan Institusional dipersyaratkan adanya ciri khusus suatu lembaga, yaitu :

Memberikan rambu-rambu tentang arah, isi dan jenis usaha pendidikan Memberikan
pembatasan tentang karakteristik siswa yang diterima Pada tujuan lembaga tersebut ada beberapa
hal yang dapat mempengaruhi secara institusional, yaitu :

Tujuan pendidikan nasional


Ciri khas lembaga Tingkat perkembangan anak didik yang diterima Dalam Tujuan Umum
Pendidikan, akan terkait dengan adanya kurikulum. Kurikulum tersebut sangat utama karena
menyangkut muatan materi ajar yang akan terkait dengan kompetensi lulusan yang dihasilkan
dalam proses belajar.

Tujuan Kurikuler

Merupakan penjabaran tujuan institusional yang harus dicapai oleh setiap bidang studi pada
lembaga pendidikan tertentu. Setiap bidang studi memiliki tujuan sendiri-sendiri dan dirumuskan
dalam kurikulum, Contoh rumusan tujuan kurikuler antara lain :

Siswa memiliki kemampuan berbahasa indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati
bahasa & sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman
mahasiswa. Tujuan Instruksional (Capaian Pembelajaran)Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan tujuan instruksional atau yang sekarang disebut dengan
capaian pembelajaran, yaitu :

a. Tujuan yang paling rendah tingkatannya, merupakan tujuan setiap pokok bahasan pada bidang
studi tertentu

b. Rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar.

c. Ada dua macam Tujuan Instruksional (Capaian Pembelajaran), yaitu Tujuan Instruksional
Umum (TIU)/ Capaian Pembelajaran Umum (CPU) dan Tujuan Instruksional Khusus
(TIK)/Capaian Pembelajaran Khusus (CPK).

Dalam rangka menyusun rencana pembelajaran setiap semester, perlu dirumuskan terlebih
dahulu tujuan instruksional khususnya/capaian belajar, yaitu :

a. Peserta harus mempelajari kurikulum

b. Menguasai taksonomi hasil belajar (domain kognitif, afektif & psikomotorik)

c. Kriteria perumusan TIK/CPK ,menggunakan unsur :

A (Audience), yaitu mahasiswa

B (Behavior), tingkah laku yang hendak dicapai

C (Content), kedalaman materi

D (Degree), tingkah kesulitan sesuai dengan kemampuan mahasiswa

E (Enviromental), lingkungan yang menunjang kegiatan belajar mahasiswa


d. Contoh rumusan TIK/CPK

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu (menjelaskan/Mengerjakan/melakukan)


klarifikasi kekayaan alam dengan tepat dan benar melalui pengamatan benda-benda yang ada di
lingkungan sekitar. Fungsi Pendidikan dan Struktur Organisasi Pendidikan di Indonesia
Pendidikan sebagai suatu sistem, berfungsi sebagai sarana pengembang kemampuan dan
membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

Menjadi manusia yang beriman & bertaqwa kepada Tuhan YME Berakhlak mulia,
sehat, Menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab Struktur & Organisasi
Pendidikan di Indonesia Secara struktur dan keorganisasian tentang system pendidikan di
indonesia, memiliki beberapa karakteristik, antara lain : Pendidikan di Indonesia, terdiri jalur
pendidikan formal, non-formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah & pendidikan
tinggi Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan & khusus.

2.3 Sekolah Sekolah Swasta

Berbeda dengan pemerintah Inggris di India, pemerintah Hindia Belanda terlambat


dalam mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak bumi putera Sekolah dasar bagi anak-anak
bumiputera baru dibuka pada akhir abad ke-19, sedangkan sekolah-sekolah dasar bagi anak-anak
Eropa telah dibuka sebelum pertengahan abad itu. Jumlah sekolah-sekolah pemerintah sangat
sedikit, tidak seimbang dengan jumlah penduduk. Di samping keterlambatan dan jumlah sekolah
yang sedikit, isi pendidikan sekolah-sekolah pemerintah oleh beberapa kalangan dinilai
intelektutistis, diskriminatif, tidak demokratis, dan menjauhkan murid-murid dari kebudayaan
sendiri. Melihat keadaan itu, beberapa kalangan baik perorangan maupun organisasi
menyikapinya dengan mendirikan sekolah-sekolah swasta Sekolah-sekolah swasta itu didirikan
di samping untuk menambah jumlah sekolah, juga untuk menghilangkan segi-segi negatif dari
sekolah-sekolah pemerintah.

Muncullah pada awal abad ke-20 sekolah-sekolah swasta antara lain Taman Siswa
yang didirikan oleh Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, Indonesisch
Nederlandsche School oleh Mohammad Sjafei, Ksatrian Instituut oleh E.F.E. Douwes Dekker,
Sekolah-sekolah Sarekat Islam oleh Tan Malaka, dan sekolah-sekolah Pasundan oleh Paguyuban
Pasundan. Tiap-tiap sekolah swasta itu mempunyai ciri khas masing-masing, sesuai dengan
pandangan pendirinya. Sekolah-sekolah Pasundan yang didirikan pertama kali pada tahun 1922
bertujuan untuk menambah jw nlab sekolah agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan
sekolah. Di samping itu, didirikannya sekolah-sekolah Pasundan karena adanya keinginan untuk
mengajarkan kebudayaan sendiri, seperti seni tari, seni suara, bahasa yaitu Sunda, dan pencak.
Untuk menghidupi sekolah-sekolah swasta, termasuk sekolah-sekolah Pasundan, diperlukan dana
dan dana itu yang pokok diperoleh dari murid. Besarnya dana yang masuk tergantung pada
jumlah murid, lingkungan sekolah, dan keadaan sosial-ekonomi para orang tua murid. Selain itu,
ada sekolah-sekolah yang mendapat subsidi dari pemerintah. Dana itu diperlukan untuk berbagai
keperluan seperti gaji guru, karyawan, sewa gedung atsu membuat gedung sekolah sendiri, alat-
alat sekolah dan lain sebagainya. Sikap pemerintah terhadap sekolah-sekolah Pasundan cukup
baik, tidak beda dengan sikap pemerintah terhadap Paguyuban Pasundan. Pemerintah
memberikan ijin terhadap sekolah-sekolah Pasundan yang meminta, bahkan ada sekolah-sekolah
yang mendapat subsidi dari pemerintah. Masyarakat menanggapi hadirnya sekolah-sekolah
swasta dengan rasa senang, karena dengan munculnya sekolah-sekolah swasta memperluas
kesempatan mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka Masyarakat juga senang karena
uang sekolah di sekolah-sekolah swasta relatif lebih murah dibandingkan dengan dengan sekolah
pemerintah.

2.4 Pendidikan profesi ( Kedinasan)

a. Pendidikan pada Masa Kemerdekaan

Tokoh pendidik yang berjasa pada masa kolonial Belanda seperti Ki Hajar Dewantara,
Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan Bahasa Indonesia yang disusun
sebelumnya oleh Van Phuysen. Dari beberapa tokoh di atas, pemerintahan Indonesia telah
berupaya untuk mengangkat tokoh yang berjasa dalam pendidikan Indonesia dimasa kolonial ini
pada awal pendidikan masa kemerdekaan. Pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono
dari partai Kiri Murba menjadi tanda pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan.

b. Pendidikan pada Masa Orde Baru

Usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya
telah dilancarkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknorat dalam pucuk
pimpinan pemerintahan. Rencana pendidikan dalam Pelita I ini dapat dikembangkan menurut
satu rencana dan menyesuaikan keuangan Negara. Harga minyak tanah yang melonjak naik pada
masa orde baru ini berakibat pada keuangan Negara yang membengkak. Hal ini menjadi
penyebab di dirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak
buku pelajaran. Hasil dari Pelita I dalam bidang pendidikan yaitu telah ditatar lebih dari 10.000
orang guru. Enam puluh tiga koma lima juta buku SD kelas I telah dibagikan, 6000 gedung SD
dibangun, 57.740 orang guru terutama guru SD diangkat, serta 5 Proyek Pusat Latihan Teknik
yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang telah dibangun.
c. Pendidikan pada Masa Reformasi

Kurikulum 1994 digunakan pada masa pemerintahan Habibie telah mengalami


penyempurnaan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pendidikan pada masa pemerintahan
Megawati mengalami perubahan tatanan, antara lain: Diubahnya Kurikulum 1994 ke Kurikulum
2000 menjadi Kurikulum 2002 setelah disempurnakan (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yaitu
kurikulum dalam orientasinya dalam pendidikan fokus pada 3 aspek utama yang dikembangkan,
antara lain aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disahkan pada 8 Juli 2003 yang memberikan dasar hukum untuk
membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi,
keadilan.

2.5 Isu Isu Dalam Masalah Pendidikan Tahun 1950-1960

A. Efisiensi Pengajaran

Efisiensi yaitu bagaimana agar menghasilkan efektivitas dari suatu tujuan dengan
proses yang lebih ‘mudah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula.
Hal itu jugalah yang kurang jika di lihat dari pendidikan yang ada di Indonesia. Kita kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah
disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di di Indonesia adalah mahalnya biaya
pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain
yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh
dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik. Jika berbicara tentang biaya
pendidikan, tidak hanya berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga
pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti
pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat
sampai ke lembaga pendidikan yang kita pilih.

Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya
pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks
pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang dapat kita lihat hal itu diwajibkan oleh
pendidik yang bersangkutan. Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah
lainnya adalah waktu pengajaran. Dapat dilihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relatif
lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah
misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarannya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri
sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika di amati lagi, peserta didik
yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak
peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan
sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga,
karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan
formal yang dinilai kurang. Mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada
kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa,
namun ia mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut
benar-benar terjadi jika melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah
pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah
dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum
1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran
menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum,
kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih
dahulu yang juga menambah biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering
mengganti kurikulum yang dianggap kurang efektif lalu langsung menggantinya dengan
kurikulum yang dinilai lebih efektif. Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan
dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relatif tetap, atau jika masukan
yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal.

B. Keprofesionalan dan Kesejahteraan Guru

Sosok guru bisa dibilang ujung tombak dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu
proses pendidikan serta tinggi rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan salah satu
faktornya adalah guru. Pentingnya peranan seorang guru tentunya mengarah pada suatu tanggung
jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan suatu sikap profesionalisme yang tinggi.

C. Pemerataan Pendidikan

Hal ini berkaitan dengan sistem pendidikan yang mana seharusnya menyiapkan peluang besar
bagi seluruh masyarakat agar dapat mengakses pendidikan, agar mampu menjadi tempat bagi
keberlanjutan peningkatan SDM di Indonesia. Menurut Wayan (1992) pemerataan pendidikan
yang berkaitan dengan mutu proses dan hasil pendidikan belumlah merata di Indonesia. Masih
banyak terdapat gap yang cukup besar pada penyelenggaraan pembelajaran pendidikan baik di
kota maupun di desa, lebih khusus lagi bila dibandingkan daerah Jawa dan daerah Timur
Indonesia.

D. Sarana dan Prasarana yang Kurang Mendukung

Terkait hal peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, juga harus ditunjang dengan sarana
dan prasarana pendidikan yang memadai. Tapi sayangnya hingga sekarang, sarana dan prasarana
pendidikan yang dimiliki sebagian besar sekolah di Indonesia masih kurang memadai seperti
fasilitas laboratorium dan sebagainya. Sarana dan prasarana ini padahal sangat vital dalam
kegiatan proses belajar dan mengajar. Sebagian besar alat peraga di sekolah-sekolah masih
kurang terkontrol baik dari segi mutu, harga dan sikap pribadi para pengusaha sarana pendidikan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada zaman sekarang, dibutuhkan sebuah lembaga yang membantu pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, menjalin kerjasama untuk memeroleh dana pendidikan, dan
menggalang dukungan untuk pendidikan agar menjadi lebih baik. Lembaga tersebut tak hanya
bekerjasama dengan pemerintah, namun juga pihak swasta dan kelompok masyarakat untuk
bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam meningkatkan mutu
pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan
pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif dan memunculkan inovasi dalam dunia
pendidikan. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas,
kreativitas, dan kompetensi guru, seperti pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi,
pelatihan dan praktek.

Untuk lembaga tersebut, juga melakukan mediasi kepada masyarakat, pendidik, dan
pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki
pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki
pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk
kebijakan yang dibuat. Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah,
dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan demi mewujudkan
manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan
pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah
diharapkan mampu untuk membawa sekolah yang dipimpinnya menjadi berkembang dan meraih
prestasi yang diharapkan.

Lembaga tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk


mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memeroleh dana
pengembangan infrastruktur sekolah. Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang
dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakat, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan
pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga
tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama
dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar
perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Fadli, MR, & Kumalasari, D. (2019). Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama
(Periode 1945-1966). Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya, 9(2), 157-171.

[2]. Gottschalk, Louis. 1986. Menegerti Sejarah. Jakarta: Pres UI

[3]. Gunawan, Ary. H (1995) Kebijakan- Kebijakan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

[4]. Haryanah, N. (2004). Rekonstruksi Sistem Pendidikan di Indonesia sebagai Upaya


Peningkatan Kualitas Bangsa. Tidak ada, 20(4), 540-554.

[5]. Ismaun, 2005. Sejarah sebagai Ilmu. Bandung: Histori Utama Pers

[6]. Kuntowijoyo, 2003. Pengantar Ilmu Sejarah. yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

[7]. Moleong, 2002. Rancangan Penelitian: Pustka Fahima Nazir Yogyakarta, Moh. (2013).
Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

[8]. Noor, T. (2018). rumusan tujuan pendidikan nasional pasal 3 undang-undang sistem
pendidikan nasional No 20 Tahun 2003. Wahana Karya Ilmiah Pendidikan, 3(01), 123-144

[9]. Sartono, K. 1982. Pikiran dan Perkembangan Historiografi Indoneisa Suatu Altarnatif.
Jakarta : Gramedia

[10]. Saputra, A. (2008). Menuju Sistem Pendidikan Global. Unisia, 31(67), 1-15

[11]. Widja, IG 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta:
Depdikbud.

[12]. Annisatul Inayah. 2019. Permasalahan Pokok Pendidikan. Academia.


https://www.academia.edu/32008797/PERMASALAHAN_POKOK_PENDIDIKAN. 19
Desember 2019.

[13]. Giyats Shifa Nugraha. 2014. Artikel Permasalahan Pendidikan di Indonesia.


https://www.kompasiana.com/giyatsshifa/54f9951da33311a13d8b582c/artikel
permasalahanpendidikan-di-indonesia. 15 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai