Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah pendidikan
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
HALIMAH A1A222O33
FAJRI KHUSAINI A1A222061
FARHAN AKBAR A1A222067
SATYA KISMA AMRINA A1A222077
YESSI USPA PRATAMA A1A222085
ULTIFA KHOERIAH A1A222087
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Pendidikan
dengan baik.
Sebelumnya kami sangat berterima kasih kepada Ibu Anny wahyuni, M.Pd Selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Sejarah Pendidikan yang telah memberikan tugas berupa makalah
kepada kami. Adapun penulisan dalam makalah, kegiatan ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan
terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan
semoga dari makalah Pengantar Sejarah Indonesia. Semoga kegiatan ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
COVER MAKALAH.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Pendidikan Indonesia pada masa awal kemerdekaan tahun 1945-1950 masih dalam keadaan yang
sulit. Bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan banyak mengalami kesulitan dimana banyak
terjadi perubahan-perubahan, yang tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja tetapi
juga dalam bidang pendidikan. Pendidikan Indonesia pada masa awal kemerdekaan tahun 1945-
1950 masih dalam keadaan yang sulit. Bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan banyak
mengalami kesulitan dimana banyak terjadi perubahan-perubahan, yang tidak hanya terjadi di
bidang pemerintahan saja tetapi juga di bidang pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan untuk
menciptakan warga negara yang sosial, demokratis, dan bertanggung jawab dan siap sedia
membayar tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan lepas penjajahan tekanan
pengembangan jiwa patriotisme. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melatih
kemampuan berpikir ilmiah dengan mengintergrasikan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan penelitian yang berjudul sejarah pendidikan indonsesia awal kemerdekaan tahun 1945-
1945. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pendidikan di Indonesia awal
kemerdekaan dan dapat memahami sejarah pendidikan di Indonesia pembaca awal kemerdekaan.
Adapun metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan.
Penelitian ini menemukan gambaran mengenai sejarah pendidikan Indonesia awal kemerdekaan
tahun 1945-1950. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa perlunya mengkaji sejarah Pendidikan
Indonesia untuk memahami nilai-nilai sejarah Pendidikan Indonesia pada masa awal
kemerdekaan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangan di atas maka penulis dapat menyimpulkan ke dalam rumusan
masalah sebgai berikut:
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat menyimpulkan rumusan masalah ke
dalam tujuan masalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Indonesia modern adalah warisan masa lalu yang bercampur aduk, atau lebih tepat
disebut pusaka yang beragam dan dengan identitas yang beragam pula. Sebagian berasal dari
warisan nenek moyang di zaman kuno sebagian lagi warisan peradaban Islam dan sebagia
lainnya adalah pengaruh Barat, khususnya penjajahan Belanda. Kuasa penjajahan Belanda
terbilang khas. Meskipun berlangsung selama ratusan tahun, tetapi tidak lebih awal dan dengan
demikian juga tidak lebih lama daripada penjajahan Portugis; juga tidak hilang secepat jajahan
Spanyol, dan tidak seluas dan seberagam kuasa jajahan Inggris dan Perancis (Pyenson, 1989).
Koloni-koloni Inggris dan Perancis, terbentang luas di hampir semua anak benua di planet ini,
tetapi koloni Belanda terutama hanya terpumpun di Hindia-Belanda dengan beberapa
kekecualian yang tidak sebegitu berarti seperti di Suriname, Kepulauan Antilan dan Afrika
Selatan (Wesseling & Emmer, 1979).
Kekuatan armada laut Belanda relatif kuat, tetapi mungkin tidak lebih hebat daripada
armada Inggris dan Perancis, sehingga otoritas kekuasaan Belanda di Indonesia, gampang
diintervensi oleh saingan Eropanya (Inggris dan Perancis), bahkan juga dari kekuatan Asia.
Tidak seperti koloni Perancis di Afrika dan Inggris di tiga benua (Amerika, Australia dan Asia),
di mana warisan bahasanya relatif mengakar dan langgeng, bahasa Belanda pupus
bersamaandengan terusirnya Belanda dari Indonesia (1950). Meskipun begitu, tentu naif
mengatakan warisan Belanda samasekali tidak mengakar dan langgeng di Indonesia. Ada banyak
macam ragam warisan Belanda di Indonesia, pisik dan nonpisik. Perbincangan tentang warisan
kolonial dapat dilihat dalam dua tingkat berikut ini.
Kedua, erat kaitannya dengan butir di atas, kebijakan kolonial didukung oleh
jaringan birokrasi yang ketat dan rumit. Ciri utama dari birokrasi kolonial menurut sejarawan
Harry J. Benda ialah apa yang disebutnya ‘beambtenstaat’ (negara pejabat), suatu mesin
birokrasi ciptaan khas zaman kolonial, di mana terdapat jaringan lembaga pemerintahan yang
sangat luas dan rumit dan didukung ‘korps’ pegawai bumiputra yang memiliki kesetiaan total
dan berdisiplin tinggi (Sutherland, 1979). Oleh karena birokrasi di sini terutama berarti
menjalankan roda administrasi, yang dalam arti teknis adalah rasional, impersonal, hierarkis,
termasuk kepandaian tulis menulis beserta perangkat upacaranya, maka mesin birokrasi yang
digerakkan dari Batavia itu senantiasa berputar menggelinding “bagaikan mesin pabrik yang siap
melayani kepentingan kolonial.”
Menurut Raka Joni (1992) secara gamblang, proses pendidikan adalah upaya untuk
menghasilkan manusia Indonesia yang mandiri. Kriteria manusia mandiri adalah manusia yang
mempunyai rasa percaya diri dan mempunyai budaya belajar di masyarakat sehingga dapat
menumbuhkan sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan berkeinginan untuk maju, sesuai
dengan tertera dalam GBHN 1993-1998. Maka proses pendidikan adalah upaya untuk
menciptakan iklim belajar mengajar dan budaya belajar di masyarakat sehingga tercapai
pembentukan manusia mandiri. Definisi Sistem pendidikan di indonesia, adalah keseluruhan
komponen pendidikan saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berikut dipaparkan mengenai dasar & fungsi pendidikan nasional, yaitu :
Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (UUD, 1945).
Sedangkan yang terkandung dalam Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Nasional, berpijak pada
logika bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multi makna Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Pendidikan diselenggarakan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggara dan
pengendalian mutu layanan pendidikan . Apabila berbicara mengenai Sistem Pendidikan di
Indonesia, maka perlu memahami hirarkhi mengenai tujuan pendidikan di Indonesia, maka dapat
tergambarkan seperti Tujuan Pendidikan Nasional Paparan maupun ilustrasi di atas akan lebih
jelas, dengan demikian diharapkan para pengampu yang dalam hal ini seorang dosen, dapat
menerapkan alur tersebut dalam pembelajaran, karena :
a). Menjadi arah & pedoman umum bagi seluruh upaya pendidikan di suatu negara
b). Terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003
c). Pada perundangan tersebut tertulis Pokok-pokok tujuan Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:
Bersumber pada Pancasila & UUD 1945 Mencakup seluruh perkembangan aspek kepribadian
(bersifat komprehensif) Merupakan satu kesatuan yang utuh atau kebulatan Merupakan pedoman
pokok atau induk untuk segala tujuan pendidikan di Indonesia. Tujuan Institusional
Dalam Tujuan Pendidikan Institusional dipersyaratkan adanya ciri khusus suatu lembaga, yaitu :
Memberikan rambu-rambu tentang arah, isi dan jenis usaha pendidikan Memberikan
pembatasan tentang karakteristik siswa yang diterima Pada tujuan lembaga tersebut ada beberapa
hal yang dapat mempengaruhi secara institusional, yaitu :
Tujuan Kurikuler
Merupakan penjabaran tujuan institusional yang harus dicapai oleh setiap bidang studi pada
lembaga pendidikan tertentu. Setiap bidang studi memiliki tujuan sendiri-sendiri dan dirumuskan
dalam kurikulum, Contoh rumusan tujuan kurikuler antara lain :
Siswa memiliki kemampuan berbahasa indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati
bahasa & sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman
mahasiswa. Tujuan Instruksional (Capaian Pembelajaran)Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan tujuan instruksional atau yang sekarang disebut dengan
capaian pembelajaran, yaitu :
a. Tujuan yang paling rendah tingkatannya, merupakan tujuan setiap pokok bahasan pada bidang
studi tertentu
b. Rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar.
c. Ada dua macam Tujuan Instruksional (Capaian Pembelajaran), yaitu Tujuan Instruksional
Umum (TIU)/ Capaian Pembelajaran Umum (CPU) dan Tujuan Instruksional Khusus
(TIK)/Capaian Pembelajaran Khusus (CPK).
Dalam rangka menyusun rencana pembelajaran setiap semester, perlu dirumuskan terlebih
dahulu tujuan instruksional khususnya/capaian belajar, yaitu :
Menjadi manusia yang beriman & bertaqwa kepada Tuhan YME Berakhlak mulia,
sehat, Menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab Struktur & Organisasi
Pendidikan di Indonesia Secara struktur dan keorganisasian tentang system pendidikan di
indonesia, memiliki beberapa karakteristik, antara lain : Pendidikan di Indonesia, terdiri jalur
pendidikan formal, non-formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah & pendidikan
tinggi Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan & khusus.
Muncullah pada awal abad ke-20 sekolah-sekolah swasta antara lain Taman Siswa
yang didirikan oleh Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, Indonesisch
Nederlandsche School oleh Mohammad Sjafei, Ksatrian Instituut oleh E.F.E. Douwes Dekker,
Sekolah-sekolah Sarekat Islam oleh Tan Malaka, dan sekolah-sekolah Pasundan oleh Paguyuban
Pasundan. Tiap-tiap sekolah swasta itu mempunyai ciri khas masing-masing, sesuai dengan
pandangan pendirinya. Sekolah-sekolah Pasundan yang didirikan pertama kali pada tahun 1922
bertujuan untuk menambah jw nlab sekolah agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan
sekolah. Di samping itu, didirikannya sekolah-sekolah Pasundan karena adanya keinginan untuk
mengajarkan kebudayaan sendiri, seperti seni tari, seni suara, bahasa yaitu Sunda, dan pencak.
Untuk menghidupi sekolah-sekolah swasta, termasuk sekolah-sekolah Pasundan, diperlukan dana
dan dana itu yang pokok diperoleh dari murid. Besarnya dana yang masuk tergantung pada
jumlah murid, lingkungan sekolah, dan keadaan sosial-ekonomi para orang tua murid. Selain itu,
ada sekolah-sekolah yang mendapat subsidi dari pemerintah. Dana itu diperlukan untuk berbagai
keperluan seperti gaji guru, karyawan, sewa gedung atsu membuat gedung sekolah sendiri, alat-
alat sekolah dan lain sebagainya. Sikap pemerintah terhadap sekolah-sekolah Pasundan cukup
baik, tidak beda dengan sikap pemerintah terhadap Paguyuban Pasundan. Pemerintah
memberikan ijin terhadap sekolah-sekolah Pasundan yang meminta, bahkan ada sekolah-sekolah
yang mendapat subsidi dari pemerintah. Masyarakat menanggapi hadirnya sekolah-sekolah
swasta dengan rasa senang, karena dengan munculnya sekolah-sekolah swasta memperluas
kesempatan mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka Masyarakat juga senang karena
uang sekolah di sekolah-sekolah swasta relatif lebih murah dibandingkan dengan dengan sekolah
pemerintah.
Tokoh pendidik yang berjasa pada masa kolonial Belanda seperti Ki Hajar Dewantara,
Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan Bahasa Indonesia yang disusun
sebelumnya oleh Van Phuysen. Dari beberapa tokoh di atas, pemerintahan Indonesia telah
berupaya untuk mengangkat tokoh yang berjasa dalam pendidikan Indonesia dimasa kolonial ini
pada awal pendidikan masa kemerdekaan. Pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono
dari partai Kiri Murba menjadi tanda pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan.
Usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya
telah dilancarkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknorat dalam pucuk
pimpinan pemerintahan. Rencana pendidikan dalam Pelita I ini dapat dikembangkan menurut
satu rencana dan menyesuaikan keuangan Negara. Harga minyak tanah yang melonjak naik pada
masa orde baru ini berakibat pada keuangan Negara yang membengkak. Hal ini menjadi
penyebab di dirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak
buku pelajaran. Hasil dari Pelita I dalam bidang pendidikan yaitu telah ditatar lebih dari 10.000
orang guru. Enam puluh tiga koma lima juta buku SD kelas I telah dibagikan, 6000 gedung SD
dibangun, 57.740 orang guru terutama guru SD diangkat, serta 5 Proyek Pusat Latihan Teknik
yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang telah dibangun.
c. Pendidikan pada Masa Reformasi
A. Efisiensi Pengajaran
Efisiensi yaitu bagaimana agar menghasilkan efektivitas dari suatu tujuan dengan
proses yang lebih ‘mudah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula.
Hal itu jugalah yang kurang jika di lihat dari pendidikan yang ada di Indonesia. Kita kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah
disepakati. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di di Indonesia adalah mahalnya biaya
pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain
yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh
dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik. Jika berbicara tentang biaya
pendidikan, tidak hanya berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga
pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti
pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat
sampai ke lembaga pendidikan yang kita pilih.
Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya
pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks
pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang dapat kita lihat hal itu diwajibkan oleh
pendidik yang bersangkutan. Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah
lainnya adalah waktu pengajaran. Dapat dilihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relatif
lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah
misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarannya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri
sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika di amati lagi, peserta didik
yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak
peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan
sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga,
karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan
formal yang dinilai kurang. Mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada
kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa,
namun ia mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut
benar-benar terjadi jika melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah
pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah
dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum
1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran
menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum,
kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih
dahulu yang juga menambah biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering
mengganti kurikulum yang dianggap kurang efektif lalu langsung menggantinya dengan
kurikulum yang dinilai lebih efektif. Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan
dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relatif tetap, atau jika masukan
yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal.
Sosok guru bisa dibilang ujung tombak dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu
proses pendidikan serta tinggi rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan salah satu
faktornya adalah guru. Pentingnya peranan seorang guru tentunya mengarah pada suatu tanggung
jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan suatu sikap profesionalisme yang tinggi.
C. Pemerataan Pendidikan
Hal ini berkaitan dengan sistem pendidikan yang mana seharusnya menyiapkan peluang besar
bagi seluruh masyarakat agar dapat mengakses pendidikan, agar mampu menjadi tempat bagi
keberlanjutan peningkatan SDM di Indonesia. Menurut Wayan (1992) pemerataan pendidikan
yang berkaitan dengan mutu proses dan hasil pendidikan belumlah merata di Indonesia. Masih
banyak terdapat gap yang cukup besar pada penyelenggaraan pembelajaran pendidikan baik di
kota maupun di desa, lebih khusus lagi bila dibandingkan daerah Jawa dan daerah Timur
Indonesia.
Terkait hal peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, juga harus ditunjang dengan sarana
dan prasarana pendidikan yang memadai. Tapi sayangnya hingga sekarang, sarana dan prasarana
pendidikan yang dimiliki sebagian besar sekolah di Indonesia masih kurang memadai seperti
fasilitas laboratorium dan sebagainya. Sarana dan prasarana ini padahal sangat vital dalam
kegiatan proses belajar dan mengajar. Sebagian besar alat peraga di sekolah-sekolah masih
kurang terkontrol baik dari segi mutu, harga dan sikap pribadi para pengusaha sarana pendidikan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada zaman sekarang, dibutuhkan sebuah lembaga yang membantu pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, menjalin kerjasama untuk memeroleh dana pendidikan, dan
menggalang dukungan untuk pendidikan agar menjadi lebih baik. Lembaga tersebut tak hanya
bekerjasama dengan pemerintah, namun juga pihak swasta dan kelompok masyarakat untuk
bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam meningkatkan mutu
pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan
pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif dan memunculkan inovasi dalam dunia
pendidikan. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas,
kreativitas, dan kompetensi guru, seperti pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi,
pelatihan dan praktek.
Untuk lembaga tersebut, juga melakukan mediasi kepada masyarakat, pendidik, dan
pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki
pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki
pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk
kebijakan yang dibuat. Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah,
dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan demi mewujudkan
manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan
pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah
diharapkan mampu untuk membawa sekolah yang dipimpinnya menjadi berkembang dan meraih
prestasi yang diharapkan.
[1]. Fadli, MR, & Kumalasari, D. (2019). Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Lama
(Periode 1945-1966). Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya, 9(2), 157-171.
[3]. Gunawan, Ary. H (1995) Kebijakan- Kebijakan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara
[5]. Ismaun, 2005. Sejarah sebagai Ilmu. Bandung: Histori Utama Pers
[6]. Kuntowijoyo, 2003. Pengantar Ilmu Sejarah. yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
[7]. Moleong, 2002. Rancangan Penelitian: Pustka Fahima Nazir Yogyakarta, Moh. (2013).
Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
[8]. Noor, T. (2018). rumusan tujuan pendidikan nasional pasal 3 undang-undang sistem
pendidikan nasional No 20 Tahun 2003. Wahana Karya Ilmiah Pendidikan, 3(01), 123-144
[9]. Sartono, K. 1982. Pikiran dan Perkembangan Historiografi Indoneisa Suatu Altarnatif.
Jakarta : Gramedia
[10]. Saputra, A. (2008). Menuju Sistem Pendidikan Global. Unisia, 31(67), 1-15
[11]. Widja, IG 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta:
Depdikbud.