Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH INDONESIA BARU II

“ Perlawanan Pattimura Menghadapi Kolonialisme “

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Sejarah Indonesia Baru II.

Dosen Pengampu :
Drs. Zul Asri, M.Hum

Ridho Bayu Yesterson, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok III :

Arif Maghfirah (20046042)

Hafiz Alkhusari (20046060)

Nurul Fazira Pratama (20046078)

Saripa Aini (20046088)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Perlawanan Pattimura Menghadapi
Kolonialisme “ dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Sejarah Pendidikan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Zul Asri, M.Hum dan Bapak
Ridho Bayu Yesterson, S.Pd, M.Pd selaku dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya, hingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Dengan adanya saran dan kritik, maka penulis akan belajar menjadi
lebih baik lagi dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Padang, 5 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................................... 2

D. Manfaat ........................................................................................................................ 2

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Latar belakang perlawanan Pattimura menghadapi Kolonialisme ................................. 3

B. Proses perlawanan Pattimura menghadapi Kolonialisme .............................................. 4

C. Akhir perlawanan Pattimura menghadapi Kolonialisme ............................................... 6

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 7

B. Saran .............................................................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal abad ke-19, daerah sekitaran maluku kembali dikuasai oleh Belanda yang
sebelumnya dikuasai oleh Inggris. Inggris menandatanggani perjanjian traktat London
sebagai penyerahan Indonesia ke Belanda. Bangsa Indonesia yang dijajah oleh bangsa Barat
(Kolonial Belanda) mendapatkan perlakukan tindakan sewenang-wenang. Tindakan Belanda
yang melakukan tindakan sewenang-wenang menimbulkan perlawanan rakyat Maluku yang
dipimpin oleh Kapitan Pattimura. Secara khusus perlawanan dilakukan karena kemarahan
rakyat atas penolakan Residen Van Den Berg atas penolakan pembayaran harga perahu sesuai
harga yang sebenarnya. Pada tahun 1817, rakyat Maluku yang dipimpin Kapitan Pattimura
menyerang benteng Duurstede di Saparua. Penyerangan ini menewaskan pemimpin Belanda
di wilayah tersebut, yaitu Van den Berg. Pertempuran lain juga dilakukan di daerah sekitar
pulau Hiu, Nusa Laut dan Hanuku. Jatuhnya benteng Duurstede ke tangan rakyat Maluku
membuat Belanda melakukan serangan besar-besaran yang menyebabkan Kapitan Pattimura
dan kawan-kawannya tertangkap dan dijatuhkan hukuman mati dengan cara digantung yang
dilakukan pada bulan Desember 1817 di Ambon.

Sehubungan dengan hal di atas, maka penulis akan membahas mengenai perlawanan
rakyat Maluku yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura, sebagai pelopor utama pergerakan
rakyat Maluku. Kapitan Pattimura merupakan pelopor utama perlawanan rakyat Maluku yang
kemudian disusul oleh pahlawan-pahlawan lainnya di Maluku.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan pada makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang perlawanan Pattimura menghadapi Kolonialisme ?

2. Bagaimana proses perlawanan pattimura menghadapi Kolonialisme ?

3. Bagaimana akhir perlawanan pattimura menghadapi Kolonialisme ?

C. Tujuan

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan

rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang perlawanan


Pattimura menghadapi Kolonialisme.

2. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis proses perlawanan pattimura


menghadapi Kolonialisme.

3. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis akhir perlawanan pattimura


menghadapi Kolonialisme.

D. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, baik secara
teoristis maupun praktis. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan baru bagi para pembaca, khususnya mengenai Perlawanan Pattimura
Menghadapi Kolonialisme. Semoga makalah ini bisa memberikan pembelajaran dan manfaat
yang baik bagi para pembaca.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar belakang perlawanan Pattimura menghadapi Kolonialisme

Maluku merupakan salah satu wilayah penghasil rempah-rempah yang sangat


melimpah. Maluku bersama wilayah-wilayah disekitarnya sering diibaratkan sebagai
“mutiara dari timur” yang sering diperebutkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada awal abad ke-
19, daerah sekitaran maluku kembali dikuasai oleh Belanda yang sebelumnya dikuasai oleh
Inggris. Inggris menandatanggani perjanjian traktat London sebagai penyerahan Indonesia ke
Belanda.

Awalnya, Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi lama kelamaan
mereka ingin berkuasa dan melakukan monopoli di wilayah Indonesia. Tindakan monopoli
yang dilakukan Belanda untuk mengambil untung besar dari rempah-rempah melalui Hongi
di Maluku sangat menyesengsarakan rakyat maluku. Mereka bahkan sampai melakukan
penjajahan yang sangat tidak manusiawi seperti penindasan, penyiksaan sampai dengan kerja
paksa. Dari penderitaan yang dialami ditambah dengan desas-desus itu membuat rakyat
maluku semakin geram. Sikap dari Residen Saparua juga sewenang-wenang terhadap rakyat
maluku. Sebagai contoh adalah ketika Belanda tidak mau membayar perahu yang Belanda
pesan terhadap Maluku. Bangsa Belanda tidak pernah menghargai jasa-jasa orang Maluku,
sudah diberi ikan asin secara gratis tapi malah bertindak semaunya dengan tidak membayar
perahu yang telah dibuatkan. Para pembuat perahu kemudian menuntut agar dibayar, jika
tidak maka akan mogok kerja. Tuntutan itu kemudian ditolak oleh Residen Saparua Van den
Berg. Perlawanan yang diadakan tersebut di pimpin oleh komando Thomas Matulessy atau
biasa disebut Kapitan Pattimura.
Atas perlakuan pihak Kolonial Belanda yang tidak adil dan beradab itu, kemudian
menyulut kemarahan rakyat Maluku. Rakyat Maluku tidak mau terus-terusan mengalami
penderita dan kesengsaraan. Para tokoh dan pemuda Maluku kemudian melakukan pertemuan
rahasia. Seperti pada pertemuan rahasia di Pulau Haruku dan di Pulau Saparua. Dari berbagai
pertemuan rahasia tersebut, mendapatkan kesimpulan bahwa rakyat Maluku tidak ingin terus
menderita di bawah keserakahan dan kekajaman Belanda. Dari sinilah dimulainya
perlawanan Maluku melawan Penjajahan Belanda. Perlawanan ini dipimpin oleh Thomas
Matulessy, seorang mantan pegawai di dinas angkatan perang Inggris. Thomas Matulessy ini

3
kemudian mendapat gelar Pattimura.1 Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa ada beberapa hal
yang melatarbelakangi terjadinya perlawanan Pattimura menghadapi kolonialisme,
diantaranya yaitu :

a. Pihak kolonial Belanda melakukan tindakan yang sewenang-wenang, sehingga


menyengsarakan rakyat Maluku. Tindakan tersebut seperti kerja paksa, sistem
penyerahan secara paksa, penyerahan atap dan gaba-gaba, serta penyerahan paksa
ikan asin, kopi dan rempah-rempah.
b. Pihak kolonial Belanda tidak menghargai jasa rakyat Maluku dalam membuat kapal.
c. Pihak kolonial Belanda melakukan pemecatan guru-guru sekolah akibat
pengurangan sekolah dan gereja.
d. Pihak kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam,
sehingga menambah kegelisahan rakyat Maluku karena mereka belum terbiasa.
e. Pihak kolonial Belanda mengirim orang-orang Maluku untuk dinas militer ke
Batavia agar mereka menjadi Serdadu (Tentara) Belanda.

B. Proses perlawanan pattimura menghadapi Kolonialisme

Perlawanan dimulai ketika rakyat melakukan protes di Kantor Residen Saparua di


dalam Benteng Duurstedee. Mereka menuntut agar pemerintah bersedia membayar perahu
Orambai yang dipesan oleh pemerintah Belanda dengan harga yang pantas karena selama ini
perahu orambai yang diserahkan kepada pemerintah Belanda tidak pernah dibayar. Tuntutan
yang disampaikan oleh rakyat itu ditolak oleh Residen Saparua Van dan Berg. Kejadian itu
menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin menjadi-jadi dan geram.

Pada tahun 1817, mereka membuat beberapa pertemuan untuk membahas strategi dan
konsep yang akan dilakukan untuk mengusir penjajah kolonial Belanda dari Maluku. Mereka
membahas mengenai rencana perlawanan dan juga mengenai siapa yang akan memimpin.
Dalam rapat itu seorang pria bernama Matulessy tampak mendominasi pertemuan.
Mattulessy memiliki nama lengkap ketika lahir adalah Achmat Lussy dan biasa dipanggil
Mat Lussy, ketika Maluku dikuasai Inggris Mat Lussy bekerja sebagai anggota tentara
kolonial Inggris dan memperoleh pangkat kapten (kapitan). Karena begitu akrab dengan
orang Inggris dan sangat menyukai kebudayaannya Mat Lussy bahkan berpindah agama

1
Nama Kapitan Pattimura disematkan untuk Matulessy pada 14 Mei 1817 setelah ia ditunjuk
sebagai pemimpin pemberontakan terhadap Belanda.

4
menjadi Kristen Protestan Anglikan dan merubah namanya menjadi Thomas Matulessy.
Pengalaman di kemiliteran Inggris membuat Mattulessy cukup disegani karena keahliannya
menyusun strategi perlawanan terhadap Belanda, maka para pemimpin adat sepakat untuk
mengangkat Mattulessy sebagai pemimpin dengan gelar Pattimura.
Pattimura menetapkan sasaran adalah Benteng Duurstede.2 Benteng di tepi pantai itu
akan diserang oleh pasukan yang didaratkan dari pantai. Untuk mengangkut pasukan
Pattimura merencanakan akan memakai orambai yang sedianya akan dipesan oleh Belanda.
Benteng Duurstede adalah tempat tinggal residen Saparua Johannes Rudolph Van den Berg
yang baru berusia 29 tahun yang sejak 15 Maret 1817 menetap di sana. Ia tinggal bersama
istri dan 4 anaknya. Selain keluarga residen, benteng ini juga dijaga oleh ratusan tentara dan
pegawai administrasi.
Pada tanggal 15 Mei 1817 terjadi kerusuhan di Porto di mana sebuah perahu pos
Belanda dirampas oleh rakyat yang marah, rakyat mengancam jika Pemerintah Belanda tidak
bersedia membayar orambai maka perahu pos itu tidak akan dikembalikan berikut isinya.
Residen Van den Berg dengan ditemani 7 pasukan pengawal berangkat ke Porto untuk
melakukan dialog dengan rakyat. Tetapi residen dan pengawalnya tidak tahu bahwa rakyat itu
adalah pengikut Pattimura. Ketika sampai di daerah Haria, residen dan pengawalnya disergap
dan semuanya berhasil ditangkap, beberapa pengawalnya bahkan ada yang terbunuh.
Pattimura membangun pertahanannya yang terdiri dari batu-batu karang. Bahkan peluru
meriam Belanda tak mampu menghancurkannya. Pattimura membangun benteng karang ini
di tempat-tempat strategis. Pertahanan ala Pattimura ini menimbulkan rasa salut Belanda pada
Pattimura.
Belanda kembali mencoba untuk merebut bantengnya dengan mendatangkan bantuan
dari Ambon pada 20 Mei 1817. Belanda dengan pasukanya yang lebih dari 200 tersebut
dibawah pimoinan Mayor Beetjes menyerang Pattimura dan pasukanya di Sapurua.Upaya
tersebut berhasil digagalkan oleh Pattimura dan pasukanya.

2
Benteng Duurstedee berfungsi sebagai bangunan pertahan dan pusat pemerintahan VOC
selama menguasai wilayah Saparua.

5
C. Akhir perlawanan pattimura menghadapi Kolonialisme

Sebagai pembalasanya, Belanda segera menempatkan kapal-kapal perangnya ke


perairan Saparua. Serangan meriam dilancarkan terus menerus ke Duurstede. Pada 2 Agustus
1817, Belanda berhasil menduduki Duurstade. Namun, Belanda gagal menangkap Pattimura.
Lalu Beladna melancarkan politik adu domba, dengan memberikan tawaran 1000 gulden.
Belanda akan memberikan hadiah kepada siapapun yang memberikan informasi tentang
Pattimura. Raja Boi mendengar hal tersebut dan tergiur dengan harta akhirnya membocorkan
informasi mengenai persembunyian Pattimura. Akhirnya Pattimura ditangkap di sebuah
rumah di daerah Siri Sori. Karena Pattimura bukanlah raja maka dia diperlakukan seperti
tawanan perang rendahan. Tertangkapnya Pattimura ini tidak membuat surut perlawanan
Maluku. Raja Manusama Paulus Tiahahu dari Abobu, Nusa Laut terus melakukan
pemberontakan dengan cara membajak kapal-kapal Belanda. Untuk menumpas
pemberontakan Belanda bertindak sangat kejam dalam menghukum daerah yang dicurigai
sebagai sarang pemberontak. Rumah-rumah dibakar. Orang-orang Ternate dan Tidore yang
membantu Belanda diijinkan untuk merampok dan merampas desa-desa di Saparua.

Pada tanggal 16 Desember 1817, para pemimpin perlawanan Maluku dihukum


gantung di Benteng Nieuw Victoria di tepi pantai Ambon. Mereka adalah Pattimura, Anthoni
Ribok, Philip Latumahina, dan Said Parintah. Anak Residen Van den Berg yang telah
dikembalikan kepada Belanda diharuskan menyaksikan hukuman ini. Upacara eksekusi ini
cukup megah karena dimeriahkan dengan formasi kapal perang Belanda dan kora-kora
Ternate dan Tidore, salvo meriam dan marching band. Kemudian paduan suara gereja
menyanyikan lagu-lagu rohani. Kemudian seorang tentara berpangkat kapten membacakan
kesalaahan-kesalahan Pattimura dan kawan-kawan untuk kemudian membacakan keputusan
vonis mati dengan digantung. Sebelum digantung Pattimura mengucapkan sebuah kata-kata
yang terkenal. ”Pattimura-Pattimura tua boleh mati tetapi Pattimura-Pattimura muda akan
bangkit kembali dan melawan.” Akhirnya matilah Pattimura dan kawan-kawan. Jenazah-
jenazah para pemberontak ini dibiarkan bergantung di muka umum sampai membusuk. Jean
Lubbert, anak Van den Berg, memohon kepada Pemerintah Belanda agar ia diizinkan
melengkapi namanya menjadi Van den Berg Van Saparua untuk mengenang Pattimura.
Perlawanan rakyat Maluku berhenti setelah banyak pemimpin yang tertangkap atau terbunuh.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada awal abad ke-19, Maluku kembali dikuasai oleh Belanda yang sebelumnya
dikuasai oleh Inggris. Inggris menandatanggani perjanjian traktat London sebagai penyerahan
Indonesia ke Belanda. Kedatangan belanda sangat menyengsarakan masyarakat maluku.
Perlawanan yang diadakan tersebut di pimpin oleh komando Thomas Matulessy atau biasa
disebut Kapitan Pattimura. Beliau melakukan perlawanan kepala penjajah Kolonial Belanda
dan berhasil menakhlukan Duurstade. Namun, 16 Desember 1918, Pattimura dijatuhi hukum
gantung di Benteng Nieuw Victoria di tepi pantai Ambon. Pattimura ditangkap oleh kolonial
Belanda akibat pengkhianatan salah satu anak buahnya, yakni Raja Boi. Raja Boi
membocorkan informasi mengenai persembunyian Pattimura.

B. Kritik dan saran

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk kelengkapan makalah
ini sangat penulis harapkan. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hanna, Williard. (1996). Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya.

Maelissa, S. H. (1999). Perlawanan pasukan Pattimura di Saparua 1829.

Notosusanto, Nugroho : Poesponegoro Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia

Jilid IV. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Pätsch, G. (1982). Ricklefs, MC: Modern Javanese Historical Tradition (Book Review).

Orientalistische Literaturzeitung, 77(1), 81.

Suyono Capt. R. P. (2003). Peperangan Kerajaan di Nusantara. Jakarta : PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai