Anda di halaman 1dari 14

NAMA : MUHAMMAD WAHYUDI

STAMBUK : A 311 17 015

MESIR DAN DINASTI-DINASTI ISLAM YANG PERNAH BERKUASA

Mesir merupakan salah satu kawasan yang terletak di kawasan Afrika Utara.
Afrika utara menjadi wilayah yang sangat berperan penting dalam penyebaran agama
Islam. Sejak Rasulullah masih hidup, Mesir sudah menjalin hubungan yang baik
dengan Rasulullah.

Perkembangan Islam di Mesir tentu saja tidak terlepas dari peran para
penguasa Islam di Mesir. Peran dari Dinasti-Dinasti dalam menyebarkan Islam di
Mesir sangatlah besar. Berikut beberapa Dinasti-dinasti yang memiliki peran besar
dalam perkembangan Islam di Mesir.

A. Dinasti Fathimiyah

Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimyah (909-1171 M) meliputi Afrika Utara,


Mesir, dan Suriah. Sejarah kemunculan Dinasti Fathimyah tidak terlepas dari
gerakan-gerakan militant dan frontal yang dilakukan oleh Syi’ah Ismailiyah yang
dipimpin oleh Abdullah ibn Syi’I dengan terampil dan terorganisir. Pada tahun 909
M, gerakan tersebut berhasil mendirikan Dinasti Fatimiyah di Tunisia (Afrika Utara)
dibawah pimpinan Sa’id ibn al-Husain setelah mengalahkan Dinasti Aghlabiah di
Sijilasma. Dinasti Fathimiyah merasakan tiga ibu kota yaitu Raqadah, al-Mahdiyah
dan Kairo selama 262 tahun, yaitu sejak tahun 909 M hingga 1171 M.
Adapun beberapa penguasa Dinasti Fathimiyah adalah sebagai berikut.

 Al-Mahdi (909-934 M)

Al Mahdi merupakan penguasa Fathimiyah yang cakap. Dua tahun semenjak


penobatannya, ia menghukum mati pimpinan propagandanya yakni Abdullah Al-
Husain. Al Mahdi juga melancarkan gerakan perluasan wilayah kekuasaan ke seluruh
Afrika yang terbentang dari Mesir sampai dengan wilayah Fes di Maroko. Pada tahun
914 M, ia menduduki Alexandria. Kota-kota lainnya seperti Malta, Syria, Sardinia,
Corsica, dan sejumlah kota lain jatuh ke dalam kekuasaannya.

 Al- Qa’im (934-949 M)

Al- Mahdi digantikan oleh putranya yang tertua bernama Abdul Qasim dan
bergelar Al-Qa’im. Ia meneruskan gerakan ekspansi yang telah dimulai oleh ayahnya.
Di tengah kesuksesannya dalam ekspansi, Al-Qa’im mendapat perlawanan dari
kalangan Khawarij yang melancarkan pemberontakan di bawah pimpinan Yazid
Makad. Berkali-kali gerakan pemberontak ini mampu menahan serangan pasukan
Fathimiyah dalam peperangan yang berlangsung hampir tujuh tahun.

Al-Qa’Im merupakan prajurit pemberani, hampir setiap ekspedisi militer


dipimpinnya secara langsung. Al-Qaim meninggal pada tahun 946 M dan digantikan
oleh putranya yang bernama Al-Manshur. Al Manshur membangun sebuah kota yang
sangat megah di wilayah perbatasan Susa’ yang diberi nama kota Al-Manshuriyah.

 Mu’iz Lidinillah (965-975 M)

Ketika Al-Manshur meninggal, putranya yang bernama Abu Tamim Ma’ad


menggantikan kedudukannya sebagai khalifah dengan bergelar Mu’iz Lidinillah.
Penobatan Mu’iz sebagai khalifah ke empat menandai era baru Dinasti Fathimiyah.
Banyak keberhasilan dicapainya dengan melakukan program konsolidasi dan juga
mengerahkan perhatiannya pada program ekspansi kekuasaan.
Khalifah Mu’iz meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selama 23
tahun. Ia merupakan khalifah yang terbesar. Kecakapannya sebagai negarawan
terbukti oleh perubahan Fathimyah sebagai dinasti kecil menjadi imperium besar.

 Al-Aziz (975-996 M)

Al-Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Mu’iz. Ia termasuk khalifah


Fathimiyah yang paling bijaksana dan pemurah. Kedamaian yang berlangsung pada
masanya ini ditandai dengan kesejahteraan seluruh warga, baik muslim maupun
nonmuslim. Kemajuan imperium Fathimiyah mencapai puncaknya pada masa
pemerintahan ini. Pembangunan fisik dan seni arsitektur merupakan lambang
kemajuan pada masa ini.

 Al-Hakim (996-1021 M)

Sepeninggal Al-Aziz, khalifah Fathimiyah dijabat oleh anaknya yang bernama


Abu Al-Mansur Al-Hakim. Ketika naik tahta ia berusia sebelas tahun. Selama tahun-
tahun pertama Al-Hakim berada di bawah pengaruh seorang gubernurnya yang
bernama Barjawan. Selama masa pemerintahannya ditandai dengan sejumlah
kekejaman. Ia menghukum mati pejabat-pejabat yang cakap tanpa alasan yang jelas.
Al-Hakim mendirikan sejumlah masjid, perguruan, dan pusat observatori.

 Az-Zahir (1021-1036 M)

Al-Hakim digantikan oleh putranya yang bernama Abu Hasyim Ali dengan
gelar Az-Zahir. Ia naik tahta pada usia enam belas tahun, sehingga pusat
kekuasaannya dipegang oleh bibinya yang bernama Sitt Al-Mulk. Sepeninggal
bibinya, Az-Zahir menjadi raja boneka di tangan menterinya. Pada masa
pemerintahan ini rakyat menderita kekurangan bahan makanan. Hal ini disebabkan
musibah banjir yang terjadi terus menerus.
 Al-Mustansir (1036-1095 M)

Al-Zahir digantikan oleh anaknya yang bernama Abu- Tamim Ma’ad yang
bergelar Al-Mustansir, pemerintahannya selama 61 tahun merupakan masa
pemerintahan terpanjang dalam sejarah Islam. Pada masa ini kekuasaan Fathimiyah
mengalami kemunduran secara drastis. Sepeninggal Al-Muntasir pada tahun 1095 M,
imperium Fathimiyah dilanda konflik dan permusuhan.

 Al-Musta’li (1095-1101 M)

Putra termuda Al-Mustansir yang bergelar Al-Musta’li menduduki tahta


kekhalifahan sepeninggal sang ayah Al-Mustansir. Pemerintahannya tidak bertahan
lama, dikarenakan imperium Fathimiyah memang sudah dilanda kemerosotan kala
itu. Setelah Al-Musta’li meninggal, anaknya yang masih muda bernama Al-Amir
Manshur dengan gelar Al-Amir dinobatkan sebagai khalifah. Selama masa
pemerintahannya Mesir menjadi cukup damai dan makmur.

Setelah Al-Amir menjadi korban pembunuhan politik, kemenakannya Al-


Hafiz memproklamirkan diri sebagai khalifah. Pemerintahan Al-Hafiz diwarnai
dengan perpecahan antarunsur kemiliteran. Al-Hafiz digantikan oleh anaknya yang
bernama Abu Manshur Ismail, dengan gelar Az-Zafir. Pemerintahannya tidak
bertahan lama dikarenakan beliau tidak terlalu peduli dengan urusan politik dan
pemerintahan. Az-Zafir meninggal pada tahun 1154 M, dan digantikan oleh anakknya
yang bergelar Al-Faiz. Ia meninggal dunia sebelum dewasa dan digantikan oleh
kemenakannya Al-Azid. Al-Azid merupakan khalifah terakhir yang menandai
berakhirnya masa pemerintahan Fathimiyah selama lebih kurang dua setengah abad.
Al-Azid berjuang keras untuk menegakkan kedudukannya dari serangan raja
Yerusalem yang pada waktu itu telah berada di gerbang kota Kairo.
 Bidang Politik dan Pemerintahan

Bentuk pemerintahan pada masa Fatimiyah merupakan suatu bentuk


pemerintahan yang dianggap sebagai pola baru dalam sejarah Mesir. Pengangkatan
dan pemecatan pejabat tinggi berada di bawah kekuasaan khalifah.

Menteri-menteri dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok militer dan


kelompok sipil. Kelompok militer fokus mengatur masalah keamanan. Sementara
kelompok sipil di antaranya: 1) Qadi, yang berfungsi sebagai hakim; 2) Ketua
Dakwah, yang memimpin Darul Hikam (bidang keilmuan); 3) Inspektur Pasar, yang
membidangi bazar, jalan dan pengawasan timbangan dan ukuran; 4) Bendaharawan
Negara, yaitu membidangi baitul mal; 5) Wakil kepala urusan rumah tangga khalifah;
6) Qori’ yang membacakan Al-Qur’an bagi khalifah kapan saja dibutuhkan.

 Kondisi Sosial

Mayoritas khalifah Fathimyah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada


urusan agama nonmuslim. Selama masa ini pemeluk Kristen Mesir diperlakukan
secara bijaksana, hanya Khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras terhadap
mereka. Mayoritas khalifah Fathimiyah berpola hidup mewah dan santai. Al-
Mustansir, menurut satu informasi, mendirikan semacam pavilion di istananya
sebagai tempat memuaskan kegemaran berfoya-foya bersama sejumlah penari
rupawan.

 Pemikiran dan Filsafat

Dalam menyebarkan tentang ke-Syi’ah-annya, Dinasti Fatimiyah banyak


menggunakan filsafat Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat
Plato, Aristoteles, dan ahli-ahli filsafat lainnya. Tokoh filsuf yang muncul pada masa
Dinasti Fatimiyah di antaranya: Abu Hatim ar-Rozi, Abu Abdillah an-Nasafi, Abu
Ya’kub as-Sajazi dan lain-lain.
 Keilmuan dan Kesusastraan

Seorang keilmuan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah adalah Yakub
ibnu Killis. Ia berhasil membangun akademi-akademi keilmuan. Kemajuan keilmuan
yang paling fundamental pada masa ini adalah keberhasilannya membangun sebuah
lembaga keilmuan yang disebut Darul Hikam atau Darul Ilmi yang dibangun oleh al-
Hakim pada 1005 M.

 Ekonomi dan Perdagangan

Pada masa Fatimiyah, Mesir mengalami kemakmuran ekonomi yang


mengungguli Irak dan daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang dengan dunia non-
Islam dibina dengan baik termasuk dengan India dan negeri-negeri Mediterania yang
beragama Kristen.

 Kemunduran Dinasti Fathimiyah

Kemunduran Dinasti Fathimiyah dengan cepat terjadi setelah berakhirnya


masa pemerintahan Al-Aziz. Keruntuhan itu diawali dengan munculnya kebijakan
untuk mengimpor tentara-tentara dari Turki dan Negro sebagaimana yang dilakukan
Dinasti Abbasiyah. Ketidakpatuhan dan perselisihan yang terjadi di antara mereka,
serta pertikaian dengan pasukan dari suku Barbar menjadi salah satu sebab utama
keruntuhan dinasti ini. Kemunduran Dinasti Fathimiyah juga disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya: 1) Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam
menjadi awal kemunduran dinasti Fathimiyah; 2) Konflik internal antar para elitnya
yang cukup dahsyat dan berkepanjangan; 3) Keberadaan tiga bangsa besar yang
mempunyai pengaruh kekuasaan Fathimiyah, yaitu bangsa Arab, bangsa Barbar dan
bangsa Turki; 4) Faktor eksternal juga ikut mempercepat kehancuran Dinasti
Fathimiyah, seperti ronrongan bangsa Normandia terhadap wilayah kekuasaan
Fathimiyah.
B. Dinasti Ayyubiyah

Dinasti Ayuyubiyah (1171-1250 M) didirkan oleh Shalahudin Yusuf al-


Ayyubi, setelah menaklukan khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah, Al-Adid. Wilayah
kekuasaan dinasti ini mencakup Mesir, Suriah, sebagian wilayah Irak dan Yaman.
Pusat pemerintahannya terletak di Kairo, Mesir. Selama kurang lebih 75 tahun dinasti
Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat beberapa penguasa yang menonjol, yaitu:
Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M), Malik Al-Adil Saifuddin,
pemerintahan I (1200-1218 M), dan Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M).

- Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)

Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi merupakan pendiri Dinasti Ayyubiyah.


Shalahuddin berhasil menaklukan daerah Islam lainnya daerah Islam lainnya dan
pasukan salib. Shalahuddin adalah tokoh dan pahlawan Perang Salib. Selain dikenal
sebagai panglima perang, Shalahuddin juga mendorong kemajuan di bidang agama
dan pendidikan.

Shalahuddin panglima perang muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem


pada Perang Salib itu tak hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga peradaban Barat.
Sosokya begitu mempesona. Di era keemasannya, dinasti ini menguasai wilayah
Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta Yaman. Masa ini pula perkembangangan
wakaf sangat menggembirakan, wakaf tidak hanya terpatas pada benda tidak
bergerak, tapi juga benda bergerak semisal wakaf tunai.

- Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)

Sering dipanggil Al-Adil , nama lengkapnya Al-Malik Al-Adil Saifuddin Abu


Bakar bin Ayyub, menjadi penguasa ke 4 Dinasti Ayyubiah yang memerintah pada
tahun 1200-1218 M berkedudukan di Damaskus. Beliau putra Najmuddin Ayyub
yang merupakan saudara muda Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi, dia menjadi Sultan
menggantikan Al-Afdal yang tewas dalam peperangan. Al-Adil merupakan seorang
pemimpin pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan ekfektif.

- Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)

Nama lengkap Al-Kamil, adalah Al-Malik Al-Kamil Nasruddin Abu Al-Maali


Muhammad. Al-Kamil adalah putra dari Al-Adil. Pada tahun 1218 Al-Kamil
memimpin pertahanan menghadapai pasukan salib yang mengepung kota Dimyat
(Damietta) dan kemudian menjadi Sultan setelah ayahnya wafat. Pada bulan Februari
tahun 1229 M, Al-Kamil menyepakati perdamaian selama 10 tahun dengan Frederick
II.

 Bidang Arsitektur dan Pendidikan

Penguasa Ayyubiiyah berhasil memajukan pendidikan. Ini ditandai dengan


dibangunnya Madrasah al-Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat
madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-
Kamillah juga dibangun untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum
terdapat diberbagai madzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang aristektur dapat
dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja,
serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja.

 Bidang Filsafat dan Keilmuan

Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-


karya orang Arab tentang astronomi dan geometri. Dalam bidang kedokteran, tekag
didirikan sebuah rumah sakit bagi orang-orang yang cacat pikiran.

 Bidang Industri

Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatya kincir oleh seorang Syiria
yang lebih canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain
dan pabrik gelas.
 Bidang Perdagangan

Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara-negara yang dikuasai
Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal ini
menimbulkan perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Dunia
ekonom dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of
Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas.

 Bidang Militer

Dinasti Ayyubiyah memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan
beberapa peralatan militer lainnya. Di samping itu, adanya perang Salib telah
membawa dampak positif, keuntungan di bidang industri, perdagangan, dan
intelektual, misalnya dengan adanya irigasi.

C. Dinasti Mamluk (1250-1517 M)

Dinasti Mamluk memiliki wilayah kekuasaan di Mesir dan Suriah. Dinasti


Mamluk pertama kali muncul di Mesir. Saat itu, Mesir menjadi salah satu wilayah
Islam yang selamat dari serbuan bangsa Mongol, baik yang dipimpin oleh Hulagu
Khan maupun Timur Lenk. Ia dikenal dengan nama Mamluk karena dinasti tersebut
didirikan oleh para budak yang bahasa arabnya Mamluuk, dan bentuk jamaknya
mamaaliik yang berarti budak/hamba sehingga ada penulis yang menyebutnya Dinasti
Mamalik.

Ada tiga pendapat terkait dengan latar belakang mereka di Mesir, yaitu: 1)
Mereka sudah muncul sejak masa pemerintahan daulah Abbasiyah sekitar abad ke-9
M; 2) Mereka adalah tawanan penguasa dinasti Ayyubi yang dijadikan budak oleh
Shalahuddin al-Ayyubi; 3) Mereka adalah para budak bangsa Turki dan bangsa
Mongol yang dibeli oleh Sultan Malik ash-Shalih, penguasa Dinasti Ayyubi.
 Pembagian Dinasti Mamluk
- Dinasti Mamluk Bahri

Pada tahun 1250 M, di Mesir berdiri Kesultanan Mamluk, para budak tersebut
berasal dari Suku Kipchaq, Rusia Selatan, yang berdarah campuran antara Mongol
dan Turki yang dibeli oleh Sultan Malikush-Shalih Najmuddin Ayyub dari Dinasti
Ayyubi. Mereka dididik dan dilatih kemiliteran. Lama-kelamaan, mereka dijadikan
pengawal sultan, karir mereka pun naik menjadi pasukan pengawal, bahkan di antara
mereka ada yang diangkat sebagai komandan pasukan kesultanan. Dengan posisi
mereka yang semakin penting, kalangan mamluk mulai memiliki peran yang sangat
strategis. Akhirnya, mereka diangkat menjadi amir, bahkan menjadi sultan. Para
sultan yang menjadi pemimpin Kesultanan Mamluk pada periode inilah yang
kemudian disebut periode Mamluk Bahri.

- Dinasti Mamluk Burji

Mamluk Burji adalah kaum mamluk yang didatangkan oleh Sultan Qalawun,
yang ditempatkan di benteng-benteng yang bermenara. Pada awalnya, Mamluk Burji
didatangkan untuk menjadi pengawal keluarga sultan, khususnya keturuanan Sultan
Qalawun. Selanjutnya, mereka memperoleh kekuasaan yang besar.

 Para Sultan Mamluk yang Berpengaruh


- Aybak

Izuddin Aybak adalah salah seorang dari tiga tokoh Mamluk yang merintis
dan membuka jalan berdirinya Dinasti Mamluk di Mesir. Pada awalnya, dia adalah
seorang budak yang dimiliki oleh sultan Malik ash-Saleh Najmuddin, dari Dinasti
Ayyubi, yang dikenal sebagai Aybak al-Turkmani. Pekerjaanya sebagai pencicip
makanan dan minuman sultan, dengan pangkat akuntan suktan, yang selanjutnya
diangkat sebagai komandan pasukan pengawal sultan.
- Qutuz

Prestasi terbesarnya selama memimpin adalah mengalahkan pasukan Mongol.


Kemenangan tersebut mampu menumbuhkan kembali rasa percaya diri umat Islam
bahwa kekuatan mereka masih ada. Selain itu, dengan kemenangan tersebut, salah
satu pusat peradaban Islam yang terpenting, kota Kairo khususnya, atau pun Mesir
pada umumnya dapat terselamatkan dari serangan bangsa Mongol.

- Baybars

Baybars dipandang sebagai pembangun Dinasti Mamluk yang sesungguhnya.


Tidak hanya mampu menghalau pasukan Mongol dari Mesir, dia juga mampu
meporakporandakan tentara salib di sepanjang Laut Tengah, Kaum Assasin di
pegunungan Syria, dan Cyrenia.

- Qalawun

Jika sultan Baybars dikenal sebagai pembangun militer, maka Qalawun


dikenal sebagai pembangun administrasi pemerintahan dan pembangun jaringan
perdagangan internasional bagi Mesir.

- Nashir

Nashir merupakan sultan yang bijaksana dan dicintai rakyatnya, dan berkuasa
cukup lama. Pada tahun 1303 M, mengalahkan tentara Tatar dalam pertempuran yang
terjadi di dekat Damaskus.

- Barquq

Di antara prestasinya adalah, dia dapat membentengi Mesir dari serbuan


pasukan Timur Lenk. Dengan demikan, Dinasti Mamluk telah menjadi benteng yang
tangguh dalam melindungi Mesir dari dua kali serbuan bangsa Mongol, Hulagu Khan
dan Timr Lenk.

 Sistem Pemerintahan Dinasti Mamluk

Dinasti Mamluk memiliki tradisi tersendiri dalam pengangkatan dan suksesi


kepemimpinan. Ada dua sistem pengangkatan pimpinan yang dilakukan oleh Dinasti
Mamluk. Pertama, sebagai dinasti seperti yang telah berlaku pada dinasti-dinasti
Islam yang sebelumnya, yang suksesi kepemimpinannya dilakukan dengan sistem
pengangkatan putra mahkota. Kedua, sistem oligarki militer, yang merupakan hasil
kreatifitas para tokoh militer Mamluk, yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

 Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Mamluk

Sebagai dinasti yang mempunyai pengaruh besar, Dinasti Mamluk tidak


hanya membangun kekuatan militer tetapi juga membangun peradaban yang dapat
mengharumkan umat Islam, khususnya di Mesir.

- Bidang Ilmu Keislaman

Ada beberapa tokoh dalam ilmu-ilmu keislaman, diantaranya: 1) Ibnu


Taymiyah, yang dikenal sebagai reformer pemikiran Islam yang bermadzhab
Hambali; 2) Jalaluddin as-Suyuthi dengan karya monumentalnya di bidang ulumul
Qur’an; 3) Ibnu Hajar al-Asqalani yang termasyhur dalam bidang penulisan ilmu
fiqih dan hadis.

- Ilmu-ilmu Semesta

Jatuhnya kota Bagdad sebagai pusat (iptek) dunia, menyebabkan sebagian


ilmuwan melarikan diri ke Mesir sebagai wilayah yang dianggap aman. Oleh karena
itu, pada masa Dinasti Mamluk (iptek) mengalami kemajuan yang sangat besar.
- Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, Dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan


negara-negara mancanegara, bahkan dengan negeri-negeri Kristen Mediterrenia
meskipun terdapat kebijaksanaan pemerintah yang anti-Kristen misalnya membuat
perjanjian perdagangan dengan James I.

- Arsitektur

Perekonomian Dinasti Mamluk yang kuat mendorong pendirian bangunan-


bangunan yang indah dan megah sehingga dinati ini betul-betul mengalami kemajuan
di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun
sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah.

- Seni

Dinasti Mamluk dikenal sebagai pelindung seni kaligrafi terutama hiasan al-
Qur’an. Kaligrafer ternama adalah Muhammad ibn a;-Wahid yang pada tahun 1304
M meninggalkan salinan al-Qur’an yang unik dalam tulisan Tsuluts.
DAFTAR BACAAN

Munir, Samsul Amin. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah

Muhammad Dandi dan Nurul Hasanah. 2019. Sejarah Perkembangan Dinasti Al


Ayyubiyah. Jurnal Kependidikan. 1 (1), 1-11

Mundzirin Yusuf. 2015. Peradaban Dinasti Mamluk di Mesir. Jurnal Bahasa,


Peradaban dan Informasi Islam. 16 (2), 178-199

Susmihara Susmihara. 2016. Dinasti Fatimiyah (Muncul, Perkembangan, dan


Kehancurannya). Jurnal Sejarah dan Kebudayaan. 4 (2), 49-58

Anda mungkin juga menyukai