Anda di halaman 1dari 15

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)
Satuan Pendidikan : SMKN 06 Malang
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas/Semester : X semua jurusan / 1
Tema/ Subtema : Perkembangan Teknologi Masa Prasejarah
Topik : Perkembangan Kebudayaan Zaman Megalithikum
Pertemuan ke- :7
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. KOMPETENSI DASAR
3.4 Menganalisis berdasarkan tipologi hasil budaya Praaksara Indonesia termasuk yang
berada di lingkungan terdekat.
Indikator:
3.4.1 Menganalisis hasil-hasil kebudayaan batu zaman Praaksara.
3.4.2 Menganalisis kebudayaan batu yang masih ada pada masa sekarang di lingkungan
terdekat.
4.2. Menyajikan hasil penalaran mengenai corak kehidupan masyarakat pada zaman
praaksara dalam bentuk tulisan.
Indikator:
4.2.1 Menyajikan hasil penalaran corak kehidupan masyarakat zaman Praaksara dalam
bentuk peta konsep atau cerita yang diberi keterangan.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mengumpulkan informasi mengenai hasil kebudayaan batu zaman Prasejarah
2. Mendisripsikan perkembangan teknologi bebatuan zaman Prasejarah
3. Menganalisis kebudayaan batu yang masih ada pada masa sekarang.
4. Menganalisis corak kehidupan masyarakat zaman Prasejarah

D. MATERI AJAR
1. Perkembangan kebudayaan zaman megalithikum.
2. Manusia pendukung kebudayaan megalitikum.
3. Hasil kebudayaan zaman megalithikum.

E. METODE PEMBELAJARAN
Metode : ceramah, diskusi, presentasi, tanya jawab.
Pendekatan : Saintifik (mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan dan
mengkomunikasikan).
Model : examples non examples

F. MEDIA, ALAT DAN SUMBER PEMBELAJARAN


1. Media : Power Point, gambar hasil kebudayaan Prasejarah yang saat ini masih
digunakan .
2. Alat : LCD, White Board, Spidol.
3. Sumber :
a. Djoened Poesponegoro, Marwati, dan Nugroho Notosusanto. 2009. Sejarah Nasional
Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
b. Gunawan, Restu, dkk. 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI. 2013.
c. Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius

G. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan Diskripsi Alokasi Waktu

PENDAHULUAN 1. Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik 10 menit


untuk mengikuti proses pembelajaran.
2. Guru memberi salam dan kepada para siswa.
3. Guru meminta ketua kelas untuk memimpin doa
4. Guru memeriksa kerapian dan kebersihan kelas,
melakukan absensi terhadap siswa, menyiapkan
media pembelajaran yang diperlukan dalam
pembelajaran.
5. Guru mengabsen siswa dan memberikan nomor
dada kepada setiap siswa.
6. Guru mengingatkan tentang materi yang dibahas
pada minggu sebelumnya dan mencoba
mengaitkannya dengan materi yang akan dibahas
pada pertemuan hari ini (Apersepsi).
7. Guru menampilkan gambar hasil-hasil
kebudayaan pada masa Megalithikum
8. Guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menyampaikan hasil pengamatan dari
gambar yang ditampilkan
9. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

60 menit
INTI Mengamati
 Siswa mengamati penyampaian materi yang
dilakukan oleh guru tentang perkembangan budaya
zaman Megalithikum
 Peserta didik membaca buku teks untuk
menemukan pengertian zaman neolithikum dan
perkembangan kebudayaan zaman megalithikum.
 Peserta didik dibagi menjadi ke dalam 6 kelompok
Menanya
 Dengan membaca buku teks peserta didik dapat
membuat pertanyaan.
 Peserta didik ditugaskan untuk dan berdiskusi
tentang hasil kebudayaan Megalithikum yang masih
ada saat ini.
Menalar
 Peserta didik diperintahkan untuk kembali ke
tempat duduk masing-masing setelah bekerja
kelompok. Guru kemudian membagikan kertas
kerja/Kartu Kuis.
 Peserta didik diperintahkan untuk bekerja secara
individual menjawab pertanyaan-pertanyaan pada
lembar kuis
Membuat jejaring
 Guru meminta perwakilan masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di
depan kelas dan kelompok lain menanggapi.
 Memberi motivasi kepada peserta didik yang
sedang presentasi.
 Peserta didik mencatat atau menyempurnakan hasil
diskusinya.
 Peserta didik membuat laporan hasil dikusi untuk
dikumpulkan.

1. Guru menanyakan kepada siswa mengenai materi


PENUTUP 20 enit
yang belum dipahami dalam pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
2. Guru meminta beberapa orang siswa untuk
memberikan refleksi dari materi yang telah
disampaikan.
3. Guru memberikan kesimpulan dan refleksi
berkaitan materi pelajaran yang telah disampaikan.
4. Guru memberikan arahan untuk merapikan
kembali tempat duduk seperti semula.
5. Guru mengakhiri pelajaran dan mengucapkan
salam
.

H. PENILAIAN
a. Teknik penilaian dan bentuk instrumen

Teknik Bentuk Instrumen


1. Observasi Lembar pengamatan sikap dan rubrik
2. Portofolio Laporan hasil diskusi

b. Instrumen
1. Lembar Pengamatan Sikap
No. Aspek Skor Catatan
1 2 3  Skor 3 jika
1. Mensyukuri keberadaan
memenuhi 3
pelajaran Sejarah
deskriptor
Indonesia
 Skor 2 jika hanya
memenuhi 2
2. Kesantunan, kejujuran,
deskriptor
kepedulian, dan tanggung
 Skor 1 jika hanya
jawab dalam mengerjakan
memenuhi 1
soal dan berdiskusi
deskriptor

2. Rubrik penilaian sikap

No. Aspek Deskriptor


1. Rasa syukur atas  Menunjukkan ekspresi atau ungkapan senang
keberadaan pelajaran dan kagum terhadap pelajaran Sejarah
Sejarah Indonesia Indonesia
 Menunjukkan sikap yakin dan bangga
terhadap keberadaan pelajaran Sejarah
Indonesia
2. Kesantunan, kejujuran,  Kalimat yang digunakan komunikatif
kepedulian, dan  Pilihan kata yang digunakan dalam diskusi
tanggung jawab dalam menggunakan kata-kata halus seperti tolong,
berdiskusi saya harap, menurut pendapat saya, dsb.
 Sebelum memberi tanggapan/menyela terlebih
dahulu meminta kesempatan kepada ketua
kelompok/moderator

Rubrik Instrumen
a. Penilaian Sikap
Lembar pengamatan kerja kelompok
Aspek Pengamatan
Kerja Mengkomun Toleransi Keakti Menghar
Nama Jumla Nil Ket
sama i-kasikan fan gai
Siswa h Skor ai
N
pendapat pendapat
o
teman

Ds
t

Keterangan Skor :
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria
4 = Baik sekali
3 = Baik
2 = Cukup
1 = Kurang

∑Skor Perolehan
Nilai= --------------------------- x 100
Skor Maksimal
Kriteria Nilai
 A = 80 – 100 Baik Sekali
 B = 70 - 79 Baik
 C= 60 - 69 Cukup
 D = < 60 Kurang
1. Lembar Observasi

LEMBAR PENGAMATAN OBSERVASI

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia


Kelas/Program :
Kompetensi :
Materi :

No Nama Siswa Sikap Pribadi Sikap Ilmiah Jml Nilai


Skor
Jujur Displ Tgjw Kritis Objek Tolr
b
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
4 4 3 4 3 3 21

Keterangan pengisian skor


4 = Sangat baik
3 = Baik
2.= Cukup
1 = Kurang

Mengetahui, Malang, 16 September 2016


Guru Pamong, Mahasiswa KPL

Dra. Hj. Sri Slamet Yuli Susanti, M.si Risma Bayu Dwi Cahyono
NIP. 19620722 198703 2 012 NIM. 130731615742

Mengetahui,
Kepala SMKN 6 Malang

Dra. Dwi Lestari, M.M


NIP. 19620709 198803 2 008
LAMPIRAN : MATERI AJAR

ZAMAN MEGALITHIKUM
1 Pengertian
Secara Etimologi Megalitikum berasal dari bahasa Yunani “mega” yang berarti besar
dan “lithos” yang berarti batu. Kebudayaan Megalitikum menghasilkan benda-benda dari batu-
batu besar yang biasanya dikerjakan secara kasar, tetapi ditemukan pula benda-benda pendukung
lainya yang sudah diasah(diupam) sehingga lebih halus. Megalitikum itu akarnya terdapat pada
zaman Neolitikum tetapi baru berkembang pada zaman logam itu bukanlah membawa arti
timbulnya kembali zaman batu sesudah zaman logam. Karena di tempat-tempat penemuan hasil
megalitikum(lebih-lebih dalam kuburan zaman itu) d sekali manik-manik dan alat-alat dari
perunggu ataupun dari besi, dibawa oleh pendukung kebudayaan Dongson yang menjadi cabang
zaman Megalitikum di Indonesia.
Zaman Megalithikum pada saat itu manusia purba sudah mulai hidup dengan
memproduksi bahan makanannya sendiri (food producing) dan juga sudah mulai mengenal
adanya sistem kepercayaan dan seni dalam kehidupannya. Hal itu tterbukti dengan banyak
ditemukannya karya seni yang amat sederhana didinding-dinding gua yang berupa cap-cap
tangan dan juga batu-batu yang berdiri untuk dijadikan tempat pemujaan terhadap nenek
moyangyang menjadi kepercayaan manusia pada zaman tersebut.
Dari segi alat-alat yang ditinggalkan, banyak ditemukan alat-alat yang sudah lebih
halus dari zaman sebelumnya. Alat-alat yang digunakan juga beragam dan memiliki kegunaan
yang berbeda-beda. Alatnya sudah diasah (diupam) sehingga lebih halus, tradisi pengupaman
tersebut sangat terkenal di masyarakat Indonesia.
2 Manusia
Pada zaman Megalithikum tidak diketahui manusia purba yang hidup pada saat itu,
karena tidak adanya temuan rangka yang cukup utuh dari masa itu. Kekurangan dalam
pengetahuan tentang manusia pada periode ini membuat beberapa arkeolog yang mulai mengali
dari penemuan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam. Dari situ
dapat diketahui bahwa manusia yang hidup pada zaman Megalithikum mengalami perbedaan
dengan manusia yang hidup pada zaman Paleolithikum dan Mesolithikum.
Penemuan di Thailand, memperlihatkan bahwa manusia yang hidup memiliki ciri-ciri
Mongolid yang dibuktikan oleh temuan Ban Kao. Hal tersebut berdasar pada ciri-ciri antara lain,
bentuk kepala yang bundar, muka lebar, dan gigi seri yang menembilang. Namun, pada
penemuan di Malaysia terjadi perbedaan dimana ditemukan pembaruan komponen Mongolid dan
Australomelannesid dengan komponen pertama yang lebih dominan.
Berdasarkan hasil-hasil yang ditemukan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia
pada zaman Megalithikum di Indonesia bagian barat sama dengan manusia yang hidup di
negara-negara tetangga. Namun, di Indonesia bagian timur terjadi perbedaan. Banyak yang
ditemukan, bahwa manusia yang tinggal disana lebih condong pada ciri-ciri Australomelanesid
yang berbadan lebih tinggi meskipun variasinya lebih besar pula dengan tengkorak yang relatif
kecil, dahi yang agak miring pelipisnya tidak bulat benar, tengkoraknya lonjong atau sedang dan
dinding samping tengkoraknya hampir tegak lurus.
3 Kehidupan
Zaman Megalithikum pada saat itu manusia purba sudah mulai hidup dengan
memproduksi bahan makanannya sendiri (food producing). Manusia pada zaman Megalithikum
memanfaatkan bumi dengan lebih baik, tidak lagi dengan menggunakannya saja tapi juga
mengolahnya. Manusia purba pada zaman ini mulai menemukan beberapa penemuan baru
berupa penguasaan sumber-sumber alam. Mereka menemukan tumbuhan-tumbuhan yang bisa
diolah dan hewan-hewan yang sudah bisa dijinakkan. Hutan dengan tumbuhan berlukar sudah
mulai ditebang dan dibakar untuk dikembangkan menjadi ladang-ladang yang digunakan untuk
pertanian, meski masih bersifat sangat sederhana. Akan tetapi, manusia purba pada masa ini tidak
meninggalkan kebiasaan mereka untuk berburu hewan dihutan dan ikan dilaut.
Di zaman Megalithikum kelompok manusia lebih besar karena sudah adanya pertanian dan
pertenakan yang dapat memberi makanan pada manusia zaman itu dengan jumlah jauh lebih
besar. Hal itu juga mengakibatkan kepadatan penduduk yang semakin lama semakin bertambah.
Makanan yang dihasilkan lebih banyak dan lebih teratur. Kehidupan mulai tertata dengan tinggal
menetap dan tidak lagi berpindah-pindah.
Dalam mengolah/mengerjakan ladang atau terutama sawah harus ada kerjasama diantara
mereka, seperti gotong royong membuat parit, membuat pintu air, bahkan mendirikan rumah.
Kehidupan ini hanya dapat berjalan dalam masyarakat yang sudah teratur, yang telah mengetahui
hak dan kewajibannya. Ini berarti telah ada organisasi dan yang menjadi pusat organisasi ialah
desa dan ada aturan-aturan yang harus dipatuhi bersama. Kepentingan desa berarti kepentingan
bersama. Dalam suasana untuk saling memahami, saling menghargai, tolong menolong dan
bertanggung jawab, maka muncullah faktor baru, yakni pemimpin (ketua desa/datuk).
Pimpinan yang memimpin desa adalah ketua adat, yang dianggap memiliki kelebihan dari yang
lain. Ia harus melindungi anggotanya dari serangan kelompok lain, atau ancaman binatang buas
sehingga tercipta kemakmuran, kesejahteraan dan ketentraman. Pemimpin bekerja untuk
kepentingan seluruh desa, maka masyarakat berhutang budi kepada pemimpinnya. Sifat kerja
sama antara rakyat dan pemimpinnya membentuk persatuan yang kuat dan memunculkan
kepercayaan.
4. Kepercayaan
Dengan kehidupan manusia pada zaman megalitikum kemudian muncullah
kepercayaan Animisme, Dinamisme, dan Totemisme. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing kepercayaan di zaman megalithikum:
A. Animisme
Setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh itu mempunyai
kekuatan gaib yang disebut mana. Roh atau jiwa itu pada manusia disebut nyawa. Nyawa itu
dapat berpindah-pindah dan mempunyai kekuatan gaib. Oleh karena itu, nyawa dapat hidup di
luar badan manusia. Nyawa dapat meninggalkan badan manusia pada waktu tidur dan dapat
berjalan kemana-mana (itulah merupakan mimpi). Akan tetapi apabila manusia itu mati, maka
roh tersebut meninggalkan badan untuk selama-lamanya.
Roh yang meninggalkan badan manusia untuk selama-lamanya itu disebut arwah.
Menurut kepercayaan, arwah tersebut hidup terus di negeri arwah serupa dengan hidup manusia.
Mereka dianggap pula dapat berdiam di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah
orang-orang ter- kemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan sebagainya itu di-
anggap suci. Oleh karena itu, mereka dihormati; demikian pula nenek moyang kita. Dengan
demikian timbullah kepercayaan yang memuja arwah dari nenek moyang yang disebut
Animisme.
Karena arwah itu tinggal di dunia arwah (kahyangan) yang letaknya di atas gunung,
maka tempat pemujaan arwah pada zaman Megalitikum, juga dibangun di atas gunung/bukit.
Demikian pula pada zaman pengaruh Hindu/Buddha, candi sebagai tempat pemujaan arwah
nenek moyang atau dewa dibangun diatas gunung/bukit. Sebab menurut kepercayaan Hindu
bahwa tempat yang tinggi adalah tempat bersemayamnya para dewa, sehingga gambaran gunung
di Indonesia (Jawa khususnya) merupakan gambaran gunung Mahameru di India.
Pengaruh ini masih berlanjut juga pada masa kerajaan Islam, di mana para raja jika
meninggal di makamkan di tempat-tempat yang tinggi, seperti raja-raja Yogyakarta di Imogiri
dan raja-raja Surakarta di Mengadek. Hubungannya dengan arwah tersebut tidak diputuskan
melainkan justru dipelihara sebaik-baiknya dengan mengadakan upacara-upacara selamatan
tertentu. Oleh karena itu, agar hubungannya dengan arwah nenek moyang terpelihara dengan
baik, maka dibuatlah patung-patung nenek moyang untuk pemujaan.
B. Dinamisme
Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme adalah
paham/kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan juga
benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat
suci. Benda suci itu mem- punyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya)
sehingga dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada manusia dan dunia sekitarnya.
Dengan demikian, di dalam masyarakat terdapat orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-
benda, dan sebagainya yang dianggap mem- punyai pengaruh baik dan buruk dan ada pula yang
tidak.
Benda-benda yang berisi mana disebut fetisyen yang berarti benda sihir. Benda-benda
yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan, tombak, keris, gamelan, dan
sebagainya akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat; misalnya suburnya tanah, hilangnya
wabah penyakit, me- nolak malapetaka, dan sebagainya. Antara fetisyen dan jimat tidak terdapat
perbedaan yang tegas. Keduanya dapat berpengaruh baik dan buruk ter- gantung kepada siapa
pengaruh itu hendak ditujukan. Perbedaannya, jika jimat pada umumnya dipergunakan/dipakai di
badan dan bentuknya lebih kecil dari pada fetisyen. Contohnya: fetisyen panji Kiai Tunggul
Wulung dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.
C. Totemisme
Adanya anggapan bahwa binatang-binatang juga mempunyai roh, itu disebabkan di
antara binatang-binatang itu ada yang lebih kuat dari manusia, misalnya gajah , harimau, buaya,
dan ada pula yang larinya lebih cepat dari manusia. Pendeknya, banyak yang mempunyai
kelebihan-kelebihan di- bandingkan dengan manusia sehingga ada perasaan takut atau juga
meng- hargai binatang-binatang tersebut. Sebaliknya, banyak pula binatang yang bermanfaat
bagi manusia, seperti kerbau, sapi, kambing, dan sebagainya. Dengan demikian, hubungan antara
manusia dengan hewan dapat berupa hubungan permusuhan berdasarkan takut-menakuti dan ada
pula hubungan baik, hubungan persahabatan bahkan hubungan keturunan (totemisme). Itulah
sebabnya pada bangsa-bangsa di dunia terdapat kebiasaan menghormati binatang-binatang
tertentu untuk dipuja dan dianggapnya seketurunan.
5 Kebudayaan (Peninggalan-peninggalan)
Kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan
dari batu besar yang muncul sejak zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman logam.
Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2
gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah
menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh
pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti
kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan
bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-
manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan
secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk
yang diperlukan.
Peninggalan kebudayaan megalithikum ternyata masih dapat Anda lihat sampai sekarang,
karena pada beberapa suku-suku bangsa di Indonesia masih memanfaatkan kebudayaan
megalithikum tersebut. Contohnya seperti suku Nias.
Adapun beberapa hasil-hasil kebudayaan pada zaman megalitikum adalah sebagai berikut:
• Menhir : tugu batu digunakan untuk menghormati roh nenek moyang
• Punden berundak : terbuat dari batu untuk meletakan sesaji
• Dolmen : meja batu yang digunakan untuk meletakan sesaji
• Waruga : kubur batu yang berbentuk kubus
• Kubur batu : tempat menyimpan mayat
• Sarkofagus : kubur batu yang berbentuk lesung
1. Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh
nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok
serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi
tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah
dan Kalimantan.
Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk
saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Lokasi
tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah
dan Kalimantan.
Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk
saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Selain
menhir terdapat bangunan yang lain bentuknya, tetapi fungsinya sama yaitu sebagai punden
berundak-undak.
2. Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya
sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal. Bangunan tersebut
dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak
Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur, sedangkan mengenai bentuk
dari punden berundak dapat Anda amati gambar-gambar berikut ini.

3.Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk
pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut
tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup
rapat oleh batu. Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat
disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa
Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT. Bagi
masyarakat Jawa Timur, dolmen yang di bawahnya digunakan sebagai kuburan/tempat
menyimpan mayat lebih dikenal dengan sebutan Pandhusa atau makam Cina.
4.Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai
lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya
terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari
perunggu serta besi. Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat
Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa
sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.

5.Kubur batu
Kubur batu adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari
lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan
alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu. Daerah penemuan kubur batu adalah
Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di
dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu
dan besi serta manik-manik.Dari penjelasan tentang kubur batu, tentu Anda dapat mengetahui
persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat
menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya. Tetapi untuk dapat mencari perbedaan antara
keduanya.

6.Arca batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang
digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang
ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis
seperti arca batu gajah. Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang
sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah
(Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain
Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

7.Waruga
Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti
pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang
manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik,
gelang perunggu, piring dan lain- lain Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga,
diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga
bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk,
perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi
orang yang akan meningga

Anda mungkin juga menyukai