Anda di halaman 1dari 29

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)
Nama Sekolah : SMA NEGERI 1 NAGRAK
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas/Semester : X/1
Topik : Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik
(Hindu dan Buddha)
Pertemuan ke : 13
Alokasi Waktu : 1 x 2 jam pelajaran (2 x 45 menit)

A. KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Mengembangkan prilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami dan menerapkan menerapkanpengetahuan faktual, konseptual, procedural
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaaan , kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian
serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah kongkrit dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. KOMPETENSI DASAR
1. Memahami dan menerapkan konsep berpikir kronologis (diakronik), sinkronik, ruang dan
waktu dalam sejarah
2. Memahami corak kehidupan masyarakat pada masa praaksara
3. Menganalisis asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia (Proto, Deutro Melayu dan
Melanesoid)
4. Menganalisis berdasarkan tipologi hasil budaya praaksara Indonesia termasuk yang berada
di lingkungan terdekat
5. Menganalisis berbagai teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
6. Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintah, dan kebudayaan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti
yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini

C. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI


1. Menjelaskan perkembangan kerajaan-kerajaan zaman Hindu dan Buddha di Indonesia
2. Menganalisis kehidupan social dan ekonomi masyarakat zaman Hindu-Buddha
3. Menganalisis perkembanagn hasil-hasil kebudayaan zaman Hindu-Buddha
4. Menunjukkan bukti-bukti kehidupan dan hasil budaya Hindu-Buddha yang masih ada
sampai sekarang

D. TUJUAN PEMBELAJAR (ABCD)


1. Memahami kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Kutai
2. Memahami kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Tarumanegara
3. Menjelaskan keteladanan para pemimpin agama dan raja pada masa Hindu-Buddha
E. MATERI PEMBELAJARAN
- Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara

F. ALOKASI WAKTU
2 x 45 menit

G. METODE PEMBELAJARAN
Pendekatan : Scientifik
Strategi/metode : Ceramah, Cooperative Learning, tanyajawab, penugasan

H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Alokasi
Waktu
Pendahuluan - Memberikan salam 15 menit
- Mempersilahkan salah satu siswa memimpin doa
- Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif, kerapihan dan
kebersihan ruang kelas, presensi (absen, kebersihan kelas,
menyiapkan media dan alat serta buku yang diperlukan)
- Menyampaikan topik tentang “Kerajaan-kerajaan Hindu-
Buddha”
- Guru menegaskan kembali topic dan menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai
- Siswa dibagi menjadi enem kelompok (kelompok I, II, III, IV,
V, dan VI)

Inti - Sebelum menyampaikan materi, siswa diterangkan 60 menit


ilustrasi/gambar yang terdapat pada buku teks pelajaran
Sejarah Indonesia di halaman 65
- Siswa diterangkan bahwa tidak hanya nama Gajah Mada yang
tersohor pada masa Hindu-Buddha. Siswa disajikan
tayangan/gambar parasasti-prasasti Kerajaan Tarumanegara
- Setelah menyampaikan materi, guru memberikan tugas
kepada siswa berdasarkan pertanyaan uji kompetensi halaman
68 dan 73 secara berkelompok
- Siswa diminta untuk menuliskan hasil diskusi dalam kertas
kerja dan dikumpulkan

Penutup - Guru menutup pembelajaran dengan memberikan ringkasan 15 menit


Kegiatan tentang makna ketokohan Mulawarman dan Purnawarman
- Guru menanyakan apakah siswa sudah memahami materi
tersebut
- Mengucapkan salam

I. PENILAIAN
Teknik dan Bentuk Instrumen
Teknikpenilaian
Tes : Uraian dan lisan
Non Tes : Pengamatan sikap, unjuk kerja
Instrumen : lembar pengamatan Diskusi, dan lembar pengamatan presentasi
Lembar pengamatan sikap

Menghargai Berani
Nama Jumlah
No Kerjasama Toleransi Keaktifan pendapat ungkap Nilai
siswa skor
teman pendapat

Lembar Pengamatan Presentasi

Nama Keberania Sistematika Jumlah


No penyampaian
Wawasan Komunikasi Performance Nilai
Siswa n skor

KriteriaPenskoran :

Masing-masing kolom diisi dengan kriteria :


4= Baik Sekali
3= Baik
2= Cukup Baik
1= Kurang

Nilai = Jumlahskor
Skormaximal ( 20 ) x 100 %

KriteriaNilai :
A = > 80 = Baik Sekali
B = 70 - 79 = Baik
C = 60 - 69 = Cukup
D = < 60 = Kurang
J. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1. Buku sumber sejarah kelasX :Kemendikbud RI, Sejarah Indonesia Kls X, Politeknik Negeri
Media Kreatif, jakarta.
2. Internet
3. LCD
4. Kertas
5. White board/papan flanel
Nagrak, 13 Juli 2013
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Drs.Wawan Muwardi, M.M.Pd Irwan Rusnindar,S.Pd, MM


NIP. 19620909 198703 1 018 NIP. 19751116 200801 1 001
Lampiran-lampiran :

Kerajaan Kutai
Sejarah Kerajaan Kutai

Kutai adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, diperkirakan muncul pada abad 5
M atau ± 400 M, keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita
yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa/tiang batu berjumlah 7
buah.

Yupa dari Kutai

Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat
disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan,
antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Kehidupan Politik

Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai
adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.

Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa


Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga
raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang
sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam agama Hindu. Untuk itu para ahli
berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku,
yang menurunkan raja-raja Kutai.

Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja


Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa raja
Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam
tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara–tempat suci untuk
memuja Dewa Siwa–di pulau Jawa disebut Baprakewara.

Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman
dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari
cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang
datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.

Aswawarman

Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia
juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang
putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.

Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup
sejahtera dan makmur.

Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.

Salah satu yupa dengan inskripsi, kini diMuseum Nasional Republik Indonesia, Jakarta
Kutai Martadipura
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti
sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara
Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.[1][2] Nama Kutai
diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas
menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat
diperoleh.

Yupa
Prasasti Kerajaan Kutai
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang
berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli
dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang
berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah
satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu
adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman
dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari
cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang
datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia
juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang
putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup
sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas
dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan
Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung
Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra
Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang
disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Nama-Nama Raja Kutai

Peta Kecamatan Muara Kaman

1. Maharaja Kundungga, gelar anumerta Dewawarman


2. Maharaja Asmawarman (anak Kundungga)
3. Maharaja Mulawarman
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia

Sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara

Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno,


Kerajaan Kutai merupakan kerajaan
tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya 7 buah prasasti
yang ditulis diatas yupa (tugu batu)
yang ditulis dalam bahasa Sansekerta
dengan menggunakan huruf Pallawa. Tulisan pada
Berdasarkan paleografinya, tulisan prasasti Kutai
tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 Masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah


kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja
Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari
Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh
Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura,
dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.

Pada awal abad ke-13, berdirilah sebuah kerajaan baru


di Tepian Batu atau Kutai Lama yang bernama Kerajaan
Kutai Kartanegaradengan rajanya yang pertama, Aji
Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325).

Dengan adanya dua kerajaan di kawasan Sungai


Mahakam ini tentunya menimbulkan friksi diantara
keduanya. Pada abad ke-16 terjadilah peperangan
diantara kedua kerajaan Kutai ini. Kerajaan Kutai
Kartanegara dibawah rajanya Aji Pangeran Sinum Panji
Mendapa akhirnya berhasil menaklukkan Kerajaan
Kutai Martadipura. Raja kemudian menamakan
kerajaannya menjadiKerajaan Kutai Kartanegara Ing
Martadipura.

Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh


Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-
nama Islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama
raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan
raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang
pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan
Aji Muhammad Idris (1735-1778).

Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah


dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Perpindahan ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara dari


Kutai Lama (1300-1732) ke Pemarangan (1732-1782)
kemudian pindah ke Tenggarong (1782-kini).

Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu


dari Sultan Wajo Lamaddukelleng berangkat ke tanah
Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan
VOC bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan
Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh
Dewan Perwalian.

Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan


laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadilah perebutan tahta
kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji
Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke
Wajo. Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai
Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar
Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.

Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putera mahkota yang


syah dari Kesultanan Kutai Kartanegara kembali ke
tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan kerabat istana
yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut
dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan
gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin. Penobatan
Sultan Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang
(Samarinda Seberang). Sejak itu dimulailah perlawanan
terhadap Aji Kado.

Perlawanan berlangsung dengan siasat embargo yang


ketat oleh Mangkujenang terhadap Pemarangan. Armada
bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan
melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap
Pemarangan. Tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan
VOC namun tidak dapat dipenuhi.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali


ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan
sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad
Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara.
Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau
Jembayan.

Sejarah Kerajaan Kutai di Indonesia


Letak Kerajaan

Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai
Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.

Pendiri Dinasti

Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4 M prasasti tersebut didirikan oleh
Raja Mulawarman. Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh
prasasti yang berbentuk yupa (tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa
dan bahasa sansekerta.

Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama
Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai
wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi
berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai
dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang
telah memeluk agama Hindu.

Kehidupan Kerajaan

Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang


ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut :

 Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur


 Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya
luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan
melestarikan budayanya sendiri.

Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini :
Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India.
Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.

Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah
memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.

Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut :

 Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek
moyangnya.
 Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan
kebudayaan.
 Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.

Masuknya Pengaruh Budaya

Masuknya pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya Indonesia


mengalami perubahan. Perubahan yang terpenting adalah timbulnya suatu sistem
pemerintahan dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India masuk,
pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku.
Selain itu, percampuran lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia
mendirikan tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam menerima unsur-
unsur budaya asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya bangsa Indonesia
berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut dengan
kebudayaan sendiri.

Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang disebut menhir,
untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa) yang didirikan oleh
raja Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan kurban.

Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan
bijaksna. Ia pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para
brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman
merupakan pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga yang menjadi pendiri
dinasti tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada saat itu Raja Kudungga
belum memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa menjadi pendiri dinasti Hindu.

Dari Raja Aswawarman menurunlah sampai Mulawarman, karena Mulawarman pun


memeluk agama Hindu. Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci untuk Dewa
Trimurti. Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua Kembeng di
Pedalaman Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu seperti Siwa dan Ganesa.

Bukti Peninggalan

Bukti sejarah Kerajaan Kutai ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang
berbentuk Yupa (tiang batu)

a. Kehidupan politik

Kerajaan Kutai terletak di dekat


Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui
dari tujuh buah prasasti (Yupa) yang
ditemukan di Muarakaman, tepi Sungai
Mahakam. Prasasti yang berbentuk yupa
itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Menurut para ahli, diperkirakan
kerajaan Kutai dipengaruhi oleh kerajaan
Hindu di India Selatan. Perkiraan itu
didasarkan dengan membandingkan huruf
di Yupa dengan prasasti-prasasti di India.
Dari bentuk hurufnya, prasasti itu diperkirakan
berasal dari abad ke-5 M. Apabila
dibandingkan dengan prasasti di Tarumanegara,
maka bentuk huruf di kerajaan
Kutai jauh lebih tua.
Berdasarkan salah satu isi prasasti Yupa,
kita dapat mengetahui nama-nama raja yang
pernah memerintah di Kutai, yaitu Kundungga,
Aswawarman dan Mulawarman. Prasasti
tersebut adalah:
“Srinatah sri-narendrasya, kundungasya
mahatmanah, putro svavarmmo
vikhyatah, vansakartta yathansuman,
Tasya putra mahatmanah, tryas traya
ivagnayah, tesn traynam prvrah, tapobala-
damanvitah, sri mulavarmma
rajendro,yastva bahusuvarunakam,
tasya yjnasya yupo ‘yam, dvijendarais
samprakalpitah.
(Sang maharaja Kundungga, yang amat
mulia, mempunyai putra yang masyhur
, sang Aswawarman yang seperti ansuman,
sang Aswawarman mempunyai tiga putra
yang seperti api yang suci. Yang paling
terkemuka ialah sang Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat,
dan kuasa. Dia melaksanakan selamatan dengan emas yang banyak. Untuk
itulah Tugu batu ini didirikan)

b. Kehidupan ekonomi

Kehidupan ekonomi di kerajaan Kutai tergambar dalam salah satu prasasti,


yang isinya, seperti berikut ini.
(Tugu ini ditulis untuk (peringatan) dua (perkara) yang telah
disedekahkan oleh sang Mulawarman yakni segunung minyak, dengan
lampu dan malai bunga)
Dari Isi Yupa di atas, kita dapat menemukan beberapa benda yang
disedekahkan yaitu minyak, lampu, dan malai bunga. Sedekah dari raja kepada
Brahmana pasti dalam jumlah yang besar. Untuk itu, diperlukan jumlah minyak,
lampu dan malai bunga yang banyak. Benda-benda itu didapatkan dalam
jumlah yang banyak jika ada upaya untuk memperbanyaknya. Adanya minyak
dan bunga malai, kita dapat menyimpulkan bahwa sudah ada usaha dalam
bidang pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kutai. Sementara itu,
lampulampu
tersebut dihasilkan dari usaha dibidang kerajinan dan pertukangan.
Hal ini menunjukkan bahwa kedua bidang usaha tersebut sudah berkembang
di lingkungan masyarakat Kutai.
Begitu pula pada prasasti yang lain, berisikan sebagai berikut.
Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah
20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api. Bertempat
didalam tanah yang sangat suci Waprakeswara, buat peringatan
akan kebaikan didirikan Tugu ini)
Kehidupan ekonomi yang dapat disimpulkan dari prasasti tersebut adalah
keberadaan sapi yang dipersembahkan oleh Raja Mulawarman kepada
Brahmana.
Keberadaan sapi menunjukkan adanya usaha peternakan yang dilakukan oleh
rakyat Kutai. Arca-arca yang ditemukan oleh para arkeolog menunjukkan
bahwa arca tersebut bukan berasal dari Kalimantan, tetapi berasal dari India.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sudah ada hubungan antara Kutai
dan India, terutama hubungan dagang.

c. Kehidupan sosial-budaya

Pada Yupa diketemukan sebuah nama yaitu Kundungga yang tidak dikenal
dalam bahasa India. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa nama
tersebut merupakan nama asli daerah tersebut. Namun masih dalam yupa
yang sama dijelaskan bahwa Kundungga mempunyai anak yang bernama
Aswawarman yang mempunyai putra pula bernama Mulawarman. Dua nama
terakhir merupakan nama yang mengandung unsur India, berbeda dengan
nama Kundungga. Baik Kundungga, Aswawarman maupun Mulawarman
merupakan raja-raja di Kutai, namun dari nama mereka dapat menunjukkan
bahwa pengaruh Hindu pada keluarga kerajaan itu sudah mulai masuk pada
masa Kundungga, meskipun baru menguat pada masa Aswawarman.
Bukti kebudayaan Hindu sudah mulai masuk pada masa Kundungga dapat
dibuktikan dengan diberikannya nama Hindu kepada anaknya. Namun pendapat
itu bisa saja tidak tepat, jika Aswawarman yang mengganti namanya sendiri,
dan bukan oleh ayahnya melalui upacara vrtyastoma. Vrtyastoma adalah
upacara penyucian diri dalam agama Hindu. Upacara vrtyastoma digunakan
oleh orang-orang Indonesia yang terkena pengaruh Hindu untuk masuk ke
dalam kasta tertentu sesuai dengan kedudukan asalnya, dan setelah upacara
ini diadakan, biasanya disusul dengan pergantian nama.
d. Kepercayaan

Berdasarkan isi prasasti itu pula dapat diketahui bahwa masyarakat di


Kerajaan Kutai memeluk agama Hindu. Hal itu dapat dilihat dari prasasti
yang menyebutkan tempat suci yaitu Waprakeswara, yaitu tempat suci yang
dihubungkan dengan Dewa Wisnu. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan
bahwa agama Hindu merupakan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
Kutai. Agama yang dianut di Kutai yaitu agama Hindu aliran pemuja Siwa
yang diduga berasal dari India Selatan, dengan bukti adanya huruf Pallawa
yang digunakan di India Selatan, serta penggunaan nama Warman yang
merupakan
kebiasaan dari India Selatan.

Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai Merupakan Kerajaan Tertua di Indonesia.Kerajaan Kutai Terletak di


daerah Kutai Kalimantan Timur. Pusat Pemerintahan Kerajaan Kutai diperkirakan
berada di Muarakaman di tepi sungai Mahakam.

Kerajaan Kutai meninggalkan prasasti berupa tiang-tiang batu yang di kenal dengan
sebutan Yupa. Kata yupa memiliki arti tiang batu sebagai tempat untuk mengikat
binatang korban yang di persembahakan kepada dewa. Yupa-yupa tersebut dibangun
atas perintah Raja Mulawarman sebagai peringatan bahwa ia telah memberikan
korban besar-besaran dan hadiah untuk kemakmuran negara dan rakyatnya.

Huruf yang dipakai dalam penulisan yupa adalah huruf pallawa. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa sansekerta. isi dari yupa itu antara lain silsilah raja yang
mengatakan bahwa maharaja Kundungga mempunyai seorang putra bernama
Asmawarman. Asmawarman disamakan dengan Dewa Ansuman( Dewa Matahari).
Asmawarman mempunyai tiga putra, salah seorang yang termuka adalah
Mulawarman.

Raja Pertama kutai yang terpengaruh oleh ajaran hindu adalah Asmawarman,
Asmawarman adalah anak dari kundungga seorang kepala suku di kutai. Pengganti
Asmawarman adalah anaknya Mulawarman, dibawah kepemimpinannya kutai
memiliki kemajuan. Raja Mulawarman adalah raja yang bijaksana, Kuat dan
berkuasa
Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam
salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas
dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana.
Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan
sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai
telah melakukan kegiatan dagang.

Kehidupan Budaya

Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini
dibuktikan melalui upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) yang
disebut Vratyastoma.
Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih
mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya, sedangkan yang memimpin upacara
tersebut, menurut para ahli, dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India.
Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut
dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum
Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya
tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah
bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum
Brahmana untuk masalah keagamaan

KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di
sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran
Wisnu.
Historiografi
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah
Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai
tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan
penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia.[8] Coedès
menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya
dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada
kekaisaran yang sama.[9]
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar
Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan
tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.[8]
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya
Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan
Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab
menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama
merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.[2] Sementara
dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei
yang kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.[6]
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan
berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit
Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang).[2]
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi
(di provinsi Jambi sekarang),[6] dengan catatan Malayu tidak di kawasan
tersebut, jika Malayu pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat
Moens,[10] yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat
kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau
sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing,[11]
serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang
dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri
Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng
tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di
Muara Takus).[12] Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola
I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah
sekarang).[6]
Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta.
Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan
naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.
Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh
putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali
Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.
Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia
membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai.
Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan
kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi
penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7.
Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan
bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman,
banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas
daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi
ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin
sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai
pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti
mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah
daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang
termasuk kawasan Kerajaan Sunda?
Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan
keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti
Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai
Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan
bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang
dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke
Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali
Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa
silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja
Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah
status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan
Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari
kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh
Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan
Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka
Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri
Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari
Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan
ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang
memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus
pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur.
Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan
baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh
Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi
Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih
berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada
tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya,
Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama
Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana
menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis,
tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu
Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa,
karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri,
yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan
kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk
berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

A. RAJA-RAJA DI KERAJAAN TARUMANEGARA

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada


tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya,
Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama
Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana
menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis,
tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu
Tarusbawa.

Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa,


karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri,
yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan
kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk
berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

B. SUMBER-SUMBER SEJARAH
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah
prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten.
Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M.
Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi).
Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara
lain:
1. Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi
menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang
beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan
sebagian masih animisme.
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan
dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang
utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu
adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi
hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.

C. LETAK / WILAYAH KEKUASAAN


Dari sumber – sumber di atas dapat di simpulkan bahwa Tarumanegara terletak di
jawa Barat. Pusatnya belum dapat di pastikan, namun para ahli menduga kali
Chandabagha adalah kali Bekasi, kira – kira anatar sungai Citarum dan sungai
Cisadane. Adapun wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara meliputi daerah Banten,
Jakarta, sampai perbatasan Cirebon.

D. BERDIRINYA TARUMANEGARA DAN PEMERINTAHANNYA


Kerajaan Tarumanegara diperkirakan mulai berdiri sejak abad ke V hampir
bersamaan dengan Kutai (Kalimantan Timur)
Kata Tarumanegara berasal dari kata Tarum yaitu sejenis tumbuhan yang daunya di
sebut Nila (sejenis zat pewarna Biru). Tarumanegara terletak di Jawa barat. Di kerajaan
ini pernah memerintah seorang raja yaitu PURNAWARMAN. Besar kemungkinan raja
asli orang Indonesia. Tetapi memakai nama Sansekerta. Sama halnya Asmawarman /
Mulawarman raja di Kalimantan Timur.
Dan untuk memastikan kapan Tarumanegara berdiri terpaksa para ahli berusaha
mencari sumber lain. Dan usahanya tidak sia – sia. Setelahnya ke cina untuk
mempelajari hubungan cina dengan Indonesia di masa lampau mereka menemukan
naskah – naskah hubungan kerajaan Indonesia dengan kerajaan Cina menyebutnya
Tolomo
Menurut catatan tersebut, kerajan Tolomo mengirimkan utusan ke cina pada
tahun 528 M, 538 M, 665 M, 666M. sehingga dapat di simpulkan Tarumanegara berdiri
sejak / sekitar abad ke V dan ke VI

E. PRASASTI-PRASASTI KERAJAAN TARUMANEGARA


Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar
dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19,
tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah
swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu
merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan
Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk
angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu
untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya
merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model
aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara
tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan
naskah-naskah (lontar).

1. Prasasti Ciaruteun

Salinan gambar prasasti Ciaruteun dari buku The Sunda Kingdom of West Java
From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor.
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun,
dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan
metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang
telapak kaki Raja Purnawarman.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut).
2. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya
penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan
kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai
penguasa sekaligus pelindung rakyat.
3. Prasasti Jambu

Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir
Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti
inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam
arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram
shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat
ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini,
yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan
jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi
musuh-musuhnya.

4. Prasasti Kebonkopi

Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang


Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang
disamakan dengan Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh
dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada
ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa
barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca
(5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan
"angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat
dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
4. Prasasti Muara Cianten
5. Prasasti Pasir awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal
yang belum dapat dibaca.
6. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi
sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru
ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa
dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja
Purnawarman.

7. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu di Museum Nasional

Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara.


Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling
panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal
yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.
Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah:
1. Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu
sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai
tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut
Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah)
sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
2. Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap
dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang
diduga sama dengan bulan Februari dan April.
3. Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh
Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
F. KEPURBAKALAAN MASA TARUMANAGARA
G. KEHIDUPAN KERAJAAN TARUMANEGARA
Berdasarkan tulisan-tulisan yang terdapat pada prasasti diketahui bahwa raja
yang pernah memerintah di tarumanegara hanyalah raja purnawarman. Raja
purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya.
Hal ini dibuktikan dari prasasti tugu yang menyatakan raja purnawarman telah
memerintah untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya,
karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar
pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.

KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan social kerajaan tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari
upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya. Raja purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum
brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang
dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
 Lapisan Masyarakat (Sosial)
Lapisan masyarakat Tarumanegara di duga terdiri dari:
1. Keluarga raja dan kaum bangsawan (pangeran) yang memerintah kerajaan
2. Kaum Brahmana yang memimpin upacara agama dan mengembangkan agama Hindu
3. Rakyat yang terdiri dari pemburu, pedagang, petani, pelayar, penambang, peternak
4. Budak - budak

KEHIDUPAN EKONOMI
Prasasti tugu menyatakan bahwavraja purnawarman memerintahkan rakyatnya
untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini
mempunyai arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan
sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan
antardaerah di kerajaan tarumanegara denagn dunia luar. Juga perdagangan dengan
daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan
tarumanegara sudah berjalan teratur.
 Mata Pencaharian (Ekonomi)
Mata pencaharian rakyat taruma di perkirakan
1. Perburuan di simpulkan dari adanya perdagangan cula badak dan gading gajah
dengan cina
2. Pertambangan disimpulkan dari banyaknya perdagangan emas dan perak
3. Perikanan di simpulkan dari adanya perdagangan penyu, disamping menangkap
penyu juga menangkap ikan
4. Pertanian disimpulkan dari penggalian kali untuk mengairi sawah – sawah
5. perdagangan di simpulakan dari adanya hubungan dagang dengan cina
6. Pelayaran disimpulakan dari pengiriman utusan ke cina
7. Peternakan di simpulakan dari hadiah 1.000 ekor sapi dari Purnawarman

KEHIDUPAN BUDAYA
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang
ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, dapat diketahui bahwa
tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan
budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya
kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.
 Adapun Kepercayaan (Agama)
Agama yang dianut adalah:
1. Agama Hindu seperti yang di anut Purnawarman
2. Agama Budha meskipun hanya sedikit
3. penganut animisme dan dinamisme

H. RUNTUHNYA TARUMANEGARA
Tahun 686 Kerajaan Tarumanegara runtuh ditaklukan Dapunta Hyang Salendra,
yaitu raja Sriwijaya dari Kedah. Dalam prasasti kedukan bukit yang ditemukan di dekat
Palembang mempunyai angka tahun 605 Caka atau sama dengan 683 Masehi,
menerangkan tentang perjalanan penjelajahan Raja Dapunta Hyang Cri Jayanaca. Raja
berangkat dari Minangatamwan dengan armada berkekuatan 20.000 tentara dan
menaklukan beberapa daerah sehingga menjadikan Palembang sebagai Bandar
pelabuhan terbesar di Sumatra (Suwarna Dwipa). Dalam sejarah, Palembang menjadi
tempat penting untuk pusat ziarah umat beragama Buddha Mahayana. Karena kejayaan
Kerajaan Sriwijaya pada tahun 670 M dan didirikannya Bandar pelabuhan Palembang,
maka kekuatan armada laut semakin kuat dan bertambah besar sehingga dengan
mudah memperluas kekuasaannya di Tanah Jawa termasuk Kerajaan Tarumanegara

TES URAIAN :
1. Sebutkan 2 kerajaan Hindu tertua di Indonesia!
2. Sebutkan nama Raja-Raja dari kerajaan Kutai!
3. Apa yang di maksud dengan Yupa!
4. Sebutkan nama Raja dari kerajaan Tarumanegara!
5. Apa peninggalan kerajaan Tarumanegara!

KUNCI JAWABAN

1. Kerajaan Kutai dan Tarumanegara


2. Kundungga, Aswawarman, dan Mulawarman
3. Tugu Batu untuk persembahan kepada Dewa
4. Purnawarman
5. Prasasti Ciaruteun,Kebon Kopi,Jambu,Pasir Awi,Muara
Ciaruteun, Cidanghiyang,Tugu,Batu Tulis

Anda mungkin juga menyukai