(RPP)
Nama Sekolah : SMA NEGERI 1 NAGRAK
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas/Semester : X/1
Topik : Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik
(Hindu dan Buddha)
Pertemuan ke : 13
Alokasi Waktu : 1 x 2 jam pelajaran (2 x 45 menit)
A. KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Mengembangkan prilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami dan menerapkan menerapkanpengetahuan faktual, konseptual, procedural
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaaan , kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian
serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah kongkrit dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B. KOMPETENSI DASAR
1. Memahami dan menerapkan konsep berpikir kronologis (diakronik), sinkronik, ruang dan
waktu dalam sejarah
2. Memahami corak kehidupan masyarakat pada masa praaksara
3. Menganalisis asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia (Proto, Deutro Melayu dan
Melanesoid)
4. Menganalisis berdasarkan tipologi hasil budaya praaksara Indonesia termasuk yang berada
di lingkungan terdekat
5. Menganalisis berbagai teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
6. Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintah, dan kebudayaan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-bukti
yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini
F. ALOKASI WAKTU
2 x 45 menit
G. METODE PEMBELAJARAN
Pendekatan : Scientifik
Strategi/metode : Ceramah, Cooperative Learning, tanyajawab, penugasan
H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Alokasi
Waktu
Pendahuluan - Memberikan salam 15 menit
- Mempersilahkan salah satu siswa memimpin doa
- Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif, kerapihan dan
kebersihan ruang kelas, presensi (absen, kebersihan kelas,
menyiapkan media dan alat serta buku yang diperlukan)
- Menyampaikan topik tentang “Kerajaan-kerajaan Hindu-
Buddha”
- Guru menegaskan kembali topic dan menyampaikan
kompetensi yang akan dicapai
- Siswa dibagi menjadi enem kelompok (kelompok I, II, III, IV,
V, dan VI)
I. PENILAIAN
Teknik dan Bentuk Instrumen
Teknikpenilaian
Tes : Uraian dan lisan
Non Tes : Pengamatan sikap, unjuk kerja
Instrumen : lembar pengamatan Diskusi, dan lembar pengamatan presentasi
Lembar pengamatan sikap
Menghargai Berani
Nama Jumlah
No Kerjasama Toleransi Keaktifan pendapat ungkap Nilai
siswa skor
teman pendapat
KriteriaPenskoran :
Nilai = Jumlahskor
Skormaximal ( 20 ) x 100 %
KriteriaNilai :
A = > 80 = Baik Sekali
B = 70 - 79 = Baik
C = 60 - 69 = Cukup
D = < 60 = Kurang
J. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1. Buku sumber sejarah kelasX :Kemendikbud RI, Sejarah Indonesia Kls X, Politeknik Negeri
Media Kreatif, jakarta.
2. Internet
3. LCD
4. Kertas
5. White board/papan flanel
Nagrak, 13 Juli 2013
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
Kerajaan Kutai
Sejarah Kerajaan Kutai
Kutai adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, diperkirakan muncul pada abad 5
M atau ± 400 M, keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita
yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa/tiang batu berjumlah 7
buah.
Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat
disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan,
antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai
adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman
dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari
cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang
datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia
juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang
putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup
sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Salah satu yupa dengan inskripsi, kini diMuseum Nasional Republik Indonesia, Jakarta
Kutai Martadipura
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti
sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara
Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.[1][2] Nama Kutai
diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas
menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat
diperoleh.
Yupa
Prasasti Kerajaan Kutai
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang
berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli
dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang
berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah
satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu
adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman
dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari
cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang
datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia
juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang
putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup
sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas
dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan
Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung
Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra
Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang
disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Nama-Nama Raja Kutai
Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai
Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
Pendiri Dinasti
Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4 M prasasti tersebut didirikan oleh
Raja Mulawarman. Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh
prasasti yang berbentuk yupa (tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa
dan bahasa sansekerta.
Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama
Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai
wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi
berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai
dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang
telah memeluk agama Hindu.
Kehidupan Kerajaan
Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini :
Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India.
Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah
memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek
moyangnya.
Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan
kebudayaan.
Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.
Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang disebut menhir,
untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa) yang didirikan oleh
raja Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan kurban.
Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan
bijaksna. Ia pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para
brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman
merupakan pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga yang menjadi pendiri
dinasti tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada saat itu Raja Kudungga
belum memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa menjadi pendiri dinasti Hindu.
Bukti Peninggalan
Bukti sejarah Kerajaan Kutai ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang
berbentuk Yupa (tiang batu)
a. Kehidupan politik
b. Kehidupan ekonomi
c. Kehidupan sosial-budaya
Pada Yupa diketemukan sebuah nama yaitu Kundungga yang tidak dikenal
dalam bahasa India. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa nama
tersebut merupakan nama asli daerah tersebut. Namun masih dalam yupa
yang sama dijelaskan bahwa Kundungga mempunyai anak yang bernama
Aswawarman yang mempunyai putra pula bernama Mulawarman. Dua nama
terakhir merupakan nama yang mengandung unsur India, berbeda dengan
nama Kundungga. Baik Kundungga, Aswawarman maupun Mulawarman
merupakan raja-raja di Kutai, namun dari nama mereka dapat menunjukkan
bahwa pengaruh Hindu pada keluarga kerajaan itu sudah mulai masuk pada
masa Kundungga, meskipun baru menguat pada masa Aswawarman.
Bukti kebudayaan Hindu sudah mulai masuk pada masa Kundungga dapat
dibuktikan dengan diberikannya nama Hindu kepada anaknya. Namun pendapat
itu bisa saja tidak tepat, jika Aswawarman yang mengganti namanya sendiri,
dan bukan oleh ayahnya melalui upacara vrtyastoma. Vrtyastoma adalah
upacara penyucian diri dalam agama Hindu. Upacara vrtyastoma digunakan
oleh orang-orang Indonesia yang terkena pengaruh Hindu untuk masuk ke
dalam kasta tertentu sesuai dengan kedudukan asalnya, dan setelah upacara
ini diadakan, biasanya disusul dengan pergantian nama.
d. Kepercayaan
Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai meninggalkan prasasti berupa tiang-tiang batu yang di kenal dengan
sebutan Yupa. Kata yupa memiliki arti tiang batu sebagai tempat untuk mengikat
binatang korban yang di persembahakan kepada dewa. Yupa-yupa tersebut dibangun
atas perintah Raja Mulawarman sebagai peringatan bahwa ia telah memberikan
korban besar-besaran dan hadiah untuk kemakmuran negara dan rakyatnya.
Huruf yang dipakai dalam penulisan yupa adalah huruf pallawa. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa sansekerta. isi dari yupa itu antara lain silsilah raja yang
mengatakan bahwa maharaja Kundungga mempunyai seorang putra bernama
Asmawarman. Asmawarman disamakan dengan Dewa Ansuman( Dewa Matahari).
Asmawarman mempunyai tiga putra, salah seorang yang termuka adalah
Mulawarman.
Raja Pertama kutai yang terpengaruh oleh ajaran hindu adalah Asmawarman,
Asmawarman adalah anak dari kundungga seorang kepala suku di kutai. Pengganti
Asmawarman adalah anaknya Mulawarman, dibawah kepemimpinannya kutai
memiliki kemajuan. Raja Mulawarman adalah raja yang bijaksana, Kuat dan
berkuasa
Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam
salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas
dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana.
Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan
sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai
telah melakukan kegiatan dagang.
Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini
dibuktikan melalui upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) yang
disebut Vratyastoma.
Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih
mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya, sedangkan yang memimpin upacara
tersebut, menurut para ahli, dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India.
Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut
dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum
Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya
tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah
bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum
Brahmana untuk masalah keagamaan
KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di
Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di
sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran
Wisnu.
Historiografi
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah
Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai
tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan
penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia.[8] Coedès
menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya
dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada
kekaisaran yang sama.[9]
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar
Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan
tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.[8]
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya
Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan
Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab
menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama
merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.[2] Sementara
dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei
yang kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.[6]
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan
berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit
Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang).[2]
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi
(di provinsi Jambi sekarang),[6] dengan catatan Malayu tidak di kawasan
tersebut, jika Malayu pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat
Moens,[10] yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat
kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau
sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing,[11]
serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang
dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri
Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng
tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di
Muara Takus).[12] Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola
I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah
sekarang).[6]
Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta.
Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan
naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.
Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh
putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali
Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.
Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia
membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai.
Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan
kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi
penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7.
Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan
bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman,
banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas
daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi
ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin
sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai
pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti
mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah
daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang
termasuk kawasan Kerajaan Sunda?
Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan
keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti
Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai
Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan
bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang
dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke
Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali
Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa
silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja
Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah
status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan
Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari
kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh
Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan
Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka
Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri
Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari
Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan
ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang
memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus
pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur.
Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan
baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh
Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi
Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih
berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada
tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya,
Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama
Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana
menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis,
tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu
Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa,
karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri,
yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan
kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk
berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
B. SUMBER-SUMBER SEJARAH
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah
prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten.
Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M.
Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi).
Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara
lain:
1. Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi
menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang
beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan
sebagian masih animisme.
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan
dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang
utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu
adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi
hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
1. Prasasti Ciaruteun
Salinan gambar prasasti Ciaruteun dari buku The Sunda Kingdom of West Java
From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor.
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun,
dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan
metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang
telapak kaki Raja Purnawarman.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut).
2. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya
penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan
kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai
penguasa sekaligus pelindung rakyat.
3. Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir
Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti
inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam
arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram
shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat
ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini,
yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan
jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi
musuh-musuhnya.
4. Prasasti Kebonkopi
7. Prasasti Tugu
KEHIDUPAN SOSIAL
Kehidupan social kerajaan tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari
upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
kehidupan rakyatnya. Raja purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum
brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang
dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
Lapisan Masyarakat (Sosial)
Lapisan masyarakat Tarumanegara di duga terdiri dari:
1. Keluarga raja dan kaum bangsawan (pangeran) yang memerintah kerajaan
2. Kaum Brahmana yang memimpin upacara agama dan mengembangkan agama Hindu
3. Rakyat yang terdiri dari pemburu, pedagang, petani, pelayar, penambang, peternak
4. Budak - budak
KEHIDUPAN EKONOMI
Prasasti tugu menyatakan bahwavraja purnawarman memerintahkan rakyatnya
untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini
mempunyai arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan
sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan
antardaerah di kerajaan tarumanegara denagn dunia luar. Juga perdagangan dengan
daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan
tarumanegara sudah berjalan teratur.
Mata Pencaharian (Ekonomi)
Mata pencaharian rakyat taruma di perkirakan
1. Perburuan di simpulkan dari adanya perdagangan cula badak dan gading gajah
dengan cina
2. Pertambangan disimpulkan dari banyaknya perdagangan emas dan perak
3. Perikanan di simpulkan dari adanya perdagangan penyu, disamping menangkap
penyu juga menangkap ikan
4. Pertanian disimpulkan dari penggalian kali untuk mengairi sawah – sawah
5. perdagangan di simpulakan dari adanya hubungan dagang dengan cina
6. Pelayaran disimpulakan dari pengiriman utusan ke cina
7. Peternakan di simpulakan dari hadiah 1.000 ekor sapi dari Purnawarman
KEHIDUPAN BUDAYA
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang
ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, dapat diketahui bahwa
tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan
budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya
kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.
Adapun Kepercayaan (Agama)
Agama yang dianut adalah:
1. Agama Hindu seperti yang di anut Purnawarman
2. Agama Budha meskipun hanya sedikit
3. penganut animisme dan dinamisme
H. RUNTUHNYA TARUMANEGARA
Tahun 686 Kerajaan Tarumanegara runtuh ditaklukan Dapunta Hyang Salendra,
yaitu raja Sriwijaya dari Kedah. Dalam prasasti kedukan bukit yang ditemukan di dekat
Palembang mempunyai angka tahun 605 Caka atau sama dengan 683 Masehi,
menerangkan tentang perjalanan penjelajahan Raja Dapunta Hyang Cri Jayanaca. Raja
berangkat dari Minangatamwan dengan armada berkekuatan 20.000 tentara dan
menaklukan beberapa daerah sehingga menjadikan Palembang sebagai Bandar
pelabuhan terbesar di Sumatra (Suwarna Dwipa). Dalam sejarah, Palembang menjadi
tempat penting untuk pusat ziarah umat beragama Buddha Mahayana. Karena kejayaan
Kerajaan Sriwijaya pada tahun 670 M dan didirikannya Bandar pelabuhan Palembang,
maka kekuatan armada laut semakin kuat dan bertambah besar sehingga dengan
mudah memperluas kekuasaannya di Tanah Jawa termasuk Kerajaan Tarumanegara
TES URAIAN :
1. Sebutkan 2 kerajaan Hindu tertua di Indonesia!
2. Sebutkan nama Raja-Raja dari kerajaan Kutai!
3. Apa yang di maksud dengan Yupa!
4. Sebutkan nama Raja dari kerajaan Tarumanegara!
5. Apa peninggalan kerajaan Tarumanegara!
KUNCI JAWABAN