Anda di halaman 1dari 11

BANGUNAN BANGUNAN ZAMAN MEGALITIKUM

A. Pengertian Megalitikum
Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti
batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar,karena pada zaman ini
manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu
besar. Kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu.
Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka
masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang, Kepercayaan
ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.
B. Periodisasi Zaman Megalitikum
Menurut Von Heine Geldern1, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia
melalui 2 gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM)
dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh
bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa
oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan
megalitnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan
bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan
manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalitikum biasanya tidak
dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk
mendapatkan bentuk yang diperlukan.
C. Hasil Kebudayaan
Adapun beberapa hasil-hasil kebudayaan pada zaman megalitikum adalah sebagai
berikut:

1 Robert Baron (Freiherr) von Heine Geldern-(16 Juli 1885 - Mei 25/26, 1968), sering dikenal
sebagai Robert Heine Geldern-, adalah seorang etnolog Austria, sejarawan kuno, dan arkeolog.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_von_Heine-Geldern : diakses pada hari Selasa 21 Januari
2014 pukul 20.22 WIB)
1

1. Menhir

Batu Menhir di situs Lebak, Cibedug Banten, Taman Nasional Gunung Halimun2
Menhir dibuat pada zaman megalitikum dimana masyarakat mulai membangun bangunan
atau monument yang terbuat dari batu. Istilah Menhir diambil dari bahasa Keltik dari
kata men (batu) dan hir (panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau
berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh
manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi.
Menhir batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode
megalitikum yang umum ditemukan di berbagai negara seperti Perancis, Inggris, Irlandia,
Spanyol dan Italia.
Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya yang
besar. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog
mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna
simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang. Menhir adalah bangunan
yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang,
sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada
pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi
tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi
Tengah dan Kalimantan.

2 Di Unduh dari IndoCropCircles.wordpress.com pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 20.32


WIB
2

2. Punden Berundak

Candi Genthong di Penanggungan, Jawa Timur3


Punden berundak adalah salah satu hasil budaya Indonesia pada zaman megalitik
(megalitikum) atau zaman batu besar. Punden berundak merupakan bangunan yang
tersusun bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna
tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu,
tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan
kehidupan setelah meninggal. Punden Berundak ini banyak ditemukan di Tanah Jawa
yang dapat dikenali pada Candi-candi yang tersebar di seluruh Pulau Jawa.
3. Dolmen

3 Di Unduh dari Sejarah.Kompasiana.com pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 20.40 WIB
3

Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada
roh nenek moyang4. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Dolmen
yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya,
Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm
ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan
adanya sisa-sisa penguburan.
Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah. pada
umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sumatera Selatan Dolmen
merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada zaman megalit bangunannya
selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati
terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Domen ini merupakan sebuah
media atau peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap
roh nenek moyang.
Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat
tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai
mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu
meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang
masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan
menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak5.

4. Sarkofagus

4 wacananusantara.org/dolmen/ (Di akses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 20.50 WIB)
5 www.belajarpraktis.com/2013/04/07/dolmen.html (Di akses pada tanggal 21 Januari 2014,
pukul 20.55 WIB)
4

Sarkofagus adalah peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang pada ujungujungnya terdapat tonjolan. Dari hasil pengamatan di lapangan, temuan sarkofagus
memiliki berbagai jenis bentuk dan tipe dengan bentuk dan ornamen yang berbeda. ada
yang memiliki motif seperti kepala manusia dengan rambut panjang, ada yang berbentuk
kepala manusia memiliki sanggul, bentuk wajah menyeramkan, dan semua bentuk
tersebut terdapat patung pria di bawah dagunya dan patung wanita di belakangnya. Dari
temuan ini dapat disimpulkan bahwa nenek moyang kita terdahulu telah meiliki nilai seni
yang tinggi yang dapat menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual tinggi. Ukuran
bangunan kubur batu ini juga bervariasi, panjang berkisar antara 148 cm- 307 cm, lebar
60 cm 125 cm, tinggi 96 cm 180 cm.
Menurut kepercayaan masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis atau
gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak
zaman logam. Sarkofagus paling banyak ditemukan di daerah Bali. Sarkofagus seperti
juga dolmen adalah sebagai peti mayat dari batu. Di dalmnya ditemukan tulang-tulang
manusia bersama dengan bekal kuburnya periuk-periuk, beliung persegi, perhiasan dari
perunggu dan besi. Di Bali sarkofagus dianggap sebagai benda keramat.
Sarkofagus di bali pada umunya berukuran kecil (antara 80-140 cm) dan ada pula
beberapa yang berukuran besar yaitu lebih dari 2 meter. Sebagai seorang peneliti
Soejono6 berhasil membuat klasifikasi dan tipologi sarkofagus-sarkofagus yang
ditemukan di seluruh Bali. Berdasarkan penelitiannya yang dilakukan sejak tahun 1960,
dapat dipastikan bahwa sarkofagus di Bali berkembang pada masa manusia sudah
mengenal bahan logam, mengingat benda-benda bekal kuburnya yang terdapat di
dalamnya kebanyakan dibuat dari perunggu.
Soejono membagi sarkofagus Bali atas tiga tipe, yaitu Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Tipe A
berukuran kecil (dengan variasi 80-148 cm) serta bertonjolan di bagian depan dan
dibidang bagian belakang wadah dan tutup; tipe B berukuran sedang (dengan variasi
antara 150-170 cm), tanpa tonjolan; tipe C berukuran besar (dengan variasi 200-268 cm),
6 Profesor Raden Panji Soejono (lahir 1926) adalah seorang arkeolog Indonesia. Dia pensiun
sebagai direktur dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) pada tahun 1987. Pada awal
karirnya, pada tahun 1956, ia menjabat sebagai Kurator Prasejarah di Museum Nasional
Indonesia. Dia menerima gelar Extraordinarius Profesor di Universitas Indonesia dan Universitas
Gadjah Mada, dan Doktor Onoris Causa di Aix-Marseille University. Pada tahun 1990, ia
dianugerahi Chevalier de l'Ordre des Arts et Lettres.
(en.wikipedia.org/wiki/Raden_Panji_Soejono)
5

bertonjolan di tiap-tiap bidang wadah dan tutup. Sesuai dengan batas-batas daerah
perkembangan tiap-tiap tipe, oleh Soejono tipe A disebut tipe Bali, tipe B disebut tipe
Cacang, dan tipe C disebut tipe Manuaba. Atas dasar pengamatan bahwa tipe A
ditemukan tersebar disebagian besar pulau Bali, tipe B banyak ditemukan di daerah
pengunungan Bali Tengah terutama disekitar Cacang, dan tipe C banyak ditemukan di
daerah Manuaba.

5. Kubur Batu
Kubur Baru adalah peti mati yang dibentuk dari enam papan batu, terdiri dari dua
sisi panjang, dua sisi lebar, dan sebuah lantai. Kubur Batu yang paling banyak ditemukan
di Indonesia terdapat di dua daerah, yaitu Sumba dan Minahasa. Bangunan megalitik di
Sumba umumnya berupa kubur batu yang dihiasi arca dan relief-relief menarik.
Berdasarkan bentuknya tinggalan Kubur Batu di Sumba Barat dapat dibedakan menjadi
enam jenis yaitu7:
a. Watu pawa'i: Batu kubur besar berupa meja batu (dolmen) yang ditopang oleh
beberapa batu bulat yang berfungsi sebagai kaki atau penyangga. Watu pawa'i ada
yang berkaki 4, bekaki 6 bahkan ada pula yang berkaki banyak. Biasanya menjadi
kuburan raja-raja dan golongan bangsawan. Akan tetapi watu pawa'i ini tidak
selalu menjadi kuburan, ada juga yang dibangun hanya sebagai monumen agung.
Yang berfungsi sebagai kuburan biasanya dilengkapi batu kubur berukuran lebih
kecil yang ditempat persis di bawah watu pawai.
b. Watu Kuoba: Berupa batu utuh yang dipahat membentuk peti dengan lempengan
batu lebar sebagai penutup. Batu jenis ini ada yang berhias ada pula yang tidak.
Pola hiasnya lebih sederhana dan terletak pada bagian peti batu. Ko'ang umumnya
dipakai sebagai kuburan golongan menengah dan keluarganya.
c. Koro Watu: Batu kubur jenis ini terbentuk dari 6 lempengan batu yang disusun
menjadi peti batu. 1 sebagai dasar, 1 sebagai penutup dan 4 lainnya diletakkan di

7 http://www.westsumba.com/page/en/1474/batu-kubur.html (Di akses pada tanggal 21 Januari


2014, pukul 21.10 WIB)
6

masing-masing sisi. Koru Watu biasanya langsung diletakkan di atas tanah tanpa
perlengkapan lainnya.
d. Kurukata: varian lain dari Koro Watu dengan dua lempeng penutup bagian atas
yang ditumpuk jadi satu.
e. Watumanyoba: Bentuknya sederhana, hanya berupa lempengan batu tanpa kaki
yang langsung diletakkan di tanah. Ada beragam model Watumanyoba:
lempengan segi empat, persegi panjang, bulat telur dan lainnya. Watumanyoba
umumnya digunakan sebagai kuburan para hamba, sehingga sering kali
ditemukan bersisian dengan kuburan para raja.
f. Kaduwatu: Batu tegak lurus (penji) berhiaskan beragam ukiran. Biasanya
merupakan pasangan batu kubur lain, terutama dari jenis Watu Pawa'i. Berfungsi
sebagai pernanda arah kepala atau kaki si mayat sekaligus sebagai simbol
bangsawan.

Kubur Batu Khas Sumba


6. Waruga
Kubur Batu Waruga dari daerah Minahasa juga memiliki cirri khas tersendiri.
Waruga berasal dari dua kata, yaitu waru dan ruga. Dalam bahasa Minahasa, waru artinya
rumah dan ruga artinya badan. Jadi, waruga berarti rumah tempat badan yang akan
kembali ke surga. Bentuk Waruga kebanyakan berupa kotak batu dengan tutupnya yang
berbentuk segitiga. Mirip bangunan rumah sederhana. Hanya sedikit Waruga yang
berbentuk bulat atau segi delapan. Waruga dibuat dari batu utuh yang besar. Berat sebuah
Waruga bisa mencapai 100 kg hingga 400 kg. Beberapa Waruga, terutama yang berasal

dari daerah Tonsea, diukir dengan gambar relief. Gambar relief itu menunjukkan profesi
atau pekerjaan orang tersebut semasa hidupnya8.

Kubur Batu Khas Minahasa

7. Arca Batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia 9. Bentuk binatang
yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca
manusia yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan
penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah.
Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang
menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah
(Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain
Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur10.

8 http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Potret-Negeriku/Warisan-Nusantara/Kubur-Batu-Waruga
(Di akses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 21.20 WIB)
9 kbbi.web.id/arca
10 http://epri-wismark.blogspot.com/ (Diakses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 21.40 WIB)
8

Arca Batu Pasemah


8. Kapak Lonjong
Kapak dengan penampang berbentuk lonjong atau bulat telur. Kapak lonjong terbuat dari
batu kali yang berwarna kehitaman. Persebarannya melalui jalur timur, yaitu Jepang,
Formosa, Filipina, Minahasa, Maluku, dan Papua. Dua bentuk kapak lonjong Yaitu kapak
besar (Walzanbeil) dan kapak kecil (kleinbeil). Kapak Lonjong ini berfungsi sebagai alat
penggembur tanah seperti halnya pacul/ cangkul11.

Kapak Lonjong
9. Kapak Persegi
Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia.
Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya
yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam
berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan
beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut
dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu
sebagaimana lazimnya pahat. Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu
biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari
11 http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/03/pra-sejarah-neolithikum-zaman-batumuda_16.html (Diakses pada tanggal 21 Januari 2014, pukul 22.00 WIB)
9

calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda
kebesaran. Kapak jenis ini ditemukan di daerahi Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara,
Maluku, Sulawesi dan Kalimantan12.

Kapak Persegi
10. Tembikar
Bentuk tembikar periode awal masih sangat sederhana. Manusia pra-sejarah kala itu telah
mulai mengenal teknik membentuk tembikar dengan menggunakan tangan, sementara
teknik menghaluskan peralatan rumah tangga ini berkembang lebih kemudian. Tanah
yang mereka ambil dibulatkan dan dilubangi pada bagian tengahnya. Dinding bagian luar
dipukul perlahan dengan sebilah kayu dan di saat bersamaan bagian dalam ditahan
dengan sebuah batu yang dipegang dengan tangan. Bentuknya tidak begitu bulat dan
dindingnya masih agak tebal dan tidak begitu halus.
Teknik pembuatan tembikar mulai meningkat setelah teknik peleburan logam
(perundagian) muncul. Kala itu teknologi roda putar pada perundagian berkembang pada
teknik pembuatan tembikar. Hasilnya pun semakin bagus dan indah dengan bentuk lebih
simetris dan dinding yang tipis, bahkan dengan sejumlah hiasan bermakna. Kemajuan ini
menghasilkan berbagai jenis tembikar, dan fungsinya juga berkembang dari sekedar
peralatan dapur hingga perlengkapan upacara sosial keagamaan.
Teknik pembuatan tembikar yang maju ini berkembang di sejumlah daerah di
Indonesia. Beberapa daerah itu adalah Kendenglembu (Banyuwangi), Kelapadua
(Bogor), Serpong (Tangerang), Kalumpang dan Minang Sipakka (Sulawesi), di sekitar
danau di Bandung, dan Minangkabau-Sumatera Barat. Tembikar di MinangkabauSumatera Barat, berdasarkan sejumlah temuan arkeologis, justru menunjukkan hampir
12 Ibid,
10

tidak ada produk yang diolah secara halus karena penggunaan roda putar baru
berkembang pada periode terakhir. Meski demikian, jenis tembikar yang dihasilkan dan
fungsinya juga beragam, tidak hanya untuk keperluan memasak dan sosial keagamaan
namun berkembang untuk fungsi sosial ekonomi13.

Tembikar Logam

DAFTAR PUSTAKA
kbbi.web.id

http://id.wikipedia.org/
http://sejarah.kompasiana.com/
http://wacananusantara.org/
http://www.westsumba.com/
http://www.kidnesia.com/
http://warisanbudayaindonesia.info

13 http://warisanbudayaindonesia.info/view/warisan/1736/Tembikar_ (Diakses pada tanggal 21


Jaunari 2014, pukul 22.10 WIB)
11

Anda mungkin juga menyukai