Disusun Oleh
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Proses Kedatangan Islam di Nusantara..........................................................3
B. Islam dan jaringan perdagangan antar pulau..................................................6
C. Peran kepulauan indonesia dalam perdagangan.............................................8
BAB III PENUTUP..................................................................................................9
A. Kesimpulan....................................................................................................9
B. Saran...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat penulis buat suatu rumusan masalah
yaitu:
1. Proses kedatangan Islam di Nusantara?
2. Islam dan jaringan perdangangan antar Pulau ?
C. Tujuan
Untuk Mengetahui
1. Proses kedatangan Islam di Nusantara
2. Islam dan jaringan perdangangan antar Pulau
v
BAB II
PEMBAHASAN
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang di jual disana
menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara China dan
India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa
dan Sumatera, untuk kemudian dijual pada pedagang asing.
Sebagaimana dikutip oleh Badri Yatim dari buku Sejarah Nasional Indonesia III
karya Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa Pedagang-pedangang muslim asal
Arab, Persia, dan India juga telah sampai ke kepulauan Nusantara untuk berdagang
sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur
Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukan oleh Portugis (1511) merupakan pusat
utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan
rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara di bawa ke Cina dan India, terutama
Gujarat, yang melakukan hubungan langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan
demikian, Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi
dari Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang
dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui Selat Ormuz, ke
Teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari kota Suez
jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan
pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke
Timur dan terus ke negeri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran
pulang perginya.
vi
Menurut J.C. Van Leur, Berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat
diperkirakan bahwa sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatera, yaitu
di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal. Dari berita Cina bisa diketahui
bahwa dimasa Dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di Kanton
(Kanfu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia,
yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat
dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani
Umayyah di bagian barat dan kerajaan Cina zaman dinasti Tang di Asia bagian timur
serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Akan tetapi, belum ada bukti bahwa
pribumi Nusantara di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang muslim itu
beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling bisa
dipertanggungjawabkan ialah para pedagang Arab tersebut hanya berdiam untuk
menunggu musim yang baik bagi pelayaran
Terdapat perbedaan pendapat antara para sejarawan tentang teori masuknya Islam
ke Nusantara. Secara garis besar perbedaan pendapat tentang teori masuknya Islam
ke Nusantara dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
vii
2. Pendapat kedua dikemukakan sarjana-sarjana muslim sendiri yang dipelopori
Prof. Hamka yang pada seminar masuknya Islam di Nusantara di Medan
tahun 1963 mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad pertama
Hijriyah ( ± abad ke 7 sanpai 8 masehi) langsung dari arab dengan bukti
bahwa jalur pelayaran internasional sudah ramai dan jauh dari abad ke 13
yaitu dimulai abad 7 sampai 8 M melalui selat malaka yang menghubungkan
dinasti Tang di China dan Sriwijaya di Timur dengan Bani Umaiyah di Asia
barat.
3. Sarjana muslim kontemporer yang dipelopori Taufiq Abdulloh dan Kunto
Wijoyo yang berusaha mengkompromikan kedua pendapat di atas, memang
benar Islam sudah datang ke nusantara pada abad 7 sampai 8 M, namun baru
dianut oleh seklompok timur tengah di kota pelabuhan-pelabuhan, dan Islam
masuk secara besar-besaran pada abad ke 13 M yang dianut oleh para raja dan
menjadi kekuatan politik (samudra pasai) hal ini sebagai arus balik dari
hancurnya Baghdad dari serangan Hulagu, sehingga pedagang muslim
mengalihkan aktivitas perdagangannya ke Asia Selatan, Tenggara dan Timur.
Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Perdaban Islam mengutip dari Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa ada enam saluran masuknya Islam ke Nusantara
yaitu:
1. Saluran Perdagangan
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. Membuat
pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia, dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Para
pedagang Muslim banyak bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya waktu
itu masih non-muslim. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan
mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya
anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat,
penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang
ditempatkan di pesisir utara Jawa banyk yang masuk Islam, ini karena faktor
hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. Selanjutnya, mereka
kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
viii
2. Saluran Perkawinan
Para saudagar dan dai-dai yang menikah dengan keturunan bangsawan setempat yang
keturunannya mempunyai pengaruh sosial yang tinggi di masyarakat.
3. Saluran Tasawuf
Ajaran tasawuf “bentuk Islam” yang diajarkan oleh para sufi mempunyai persamaan
dengan alam fikiran penduduk setempat yang sebelumnya menganut agama Hindu.
Ini menyebabkan Islam mudah diterima oleh mereka.
4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama. Lulusan dari
pondok atau pesantren ini kemudian berdakwah ke kampungnya masing-masing.
6. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya
Islam di daerah ini.
ix
syahbandar yang berperan melahirkan dan membangun pusat-pusat
perdagangan di Nusantara.
b. Pelaut-pelaut Nusantara juga telah mengetahui beberapa rasi bintang. Ketika
berlayar pada siang hari, mereka mencari pedoman arah pada pulau-pulau,
gunung-gunung, tanjung-tanjung, atau letak kedudukan matahari di langit.
Pada malam hari mereka memanfaatkan rasi bintang di langit yang cerah
sebagai pedoman arahnya. Para pelaut mengetahui bahwa rasi bintang pari
berguna sebagai pedoman mencari arah selatan dan rasi bintang biduk besar
menjadi pedoman untuk menentukan arah utara. Hubungan perdagangan
antarpulau di Indonesia sebelum tahun 1500 berpusat di beberapa wilayah,
antara lain Samudera Pasai, Sriwijaya, Melayu, Pajajaran, Majapahit, Gowa-
Tallo, Ternate, dan Tidore.
c. Wilayah Nusantara menyimpan berbagai kekayaan di darat dan di laut.
Sumber daya alam ini sejak dulu telah dimanfaatkan untuk keperluan sendiri
dan diperdagangkan antarpulau atau antarnegara. Barang dagangan utama
yang mendapat prioritas dalam perdagangan antarpulau, yaitu a.lada, emas,
kapur barus, kemenyan, sutera, damar madu, bawang putih, rotan, besi, katun
(Sumatera); b.beras, gula, kayu jati (Jawa); c.emas, intan, kayu-kayuan
(Kalimantan); d.kayu cendana, kapur barus, beras, ternak, belerang (Nusa
Tenggara); e.emas, kelapa (Sulawesi); dan f. perak, sagu, pala, cengkih,
burung cenderawasih, perahu Kei (Maluku dan Papua).
d. Rasi bintang biduk besar dan rasi bintang pari. Pada saat ini cara perdagangan
dilakukan melalui system barter (tukar menukar barang dengan barang).
Sistem barter umumnya dilakukan oleh para pedagang daerah pedalaman. Hal
ini disebabkan kegiatan komunikasi dengan daerah-daerah luar kurang lancer.
e. Beberapa macam mata uang yang telah beredar pada saat itu adalah 1.Drama
(Dirham), mata uang emas dari Pedir dan Samudera Pasai; 2.Tanga, mata
uang perak dari Pedir; 3.Ceiti, mata uang timah dari Pedir; 4.Cash (Caxa),
mata uang emas di Banten; 5.Picis, mata uang kecil di Cirebon; 6.Dinara,
mata uang emas dari Gowa-Tallo; 7.Kupa, mata uang emas kecil dari Gowa-
Tallo; 8.Benggolo, mata uang timah dari Gowa-Tallo; Tumdaya, mata uang
emas di Pulau Jawa; dan 10.Mass, mata uang emas di Aceh Darussalam. Mata
x
uang asing yang telah digunakan dalam kegiatan perdagangan di Nusantara
antara lain Real (Arab); Yuan dan Cash (Cina).
f. Para pedagang Nusantara, baik dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku,
maupun pulau-pulau lain telah berjasil menjalin hubungan dagang bandar-
bandar, seperti Malaka dan Johor di Semenanjung Malaka; Pattani, dan Kra di
Thailand; Pegu di Myanmar (Birma); Campa di Kamboja; Manila di Filipina;
Brunei dan bandar-bandar lain. Perahu yang dipakai dalam pelayaran di masa
lalu.
Peranan Sriwijaya sebagai salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Asia
Tenggara umumnya dan Nusantara khususnya, kemudian digantikan oleh Kesultanan
Samudera Pasai sejak abad ke-13.
xi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
xii
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca yang
budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi kami khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR ISI
https://ardiansyahputera.wordpress.com/2010/11/06/kedatangan-islam-di-
nusantara/
http://chyput06.blogspot.com/2015/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/30/134831869/masuknya-
islam-dan-jaringan-perdagangan-di-indonesia
xiii