di masjid-masjid kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa. KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Sultan mendanai kegiatan-kegiatan masjid.
Mendatangkan para ulama, baik dari mancanegara, terutama Timur Tengah, maupun dari kalangan ulama pribumi sendiri. Para ulama yang kemudian juga difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara, bukan saja memberikan pengajaran agama Islam di masjid- masjid negara, tetapi juga di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi rupanya juga menimba ilmu dari para ulama Secara Politik Mundur
Berkembang Samudera Pasai Malaka
Tradisi keilmuannya tetap Pusat studi Islam di Asia
berlanjut Tenggara
Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang
banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam Hal-hal yang Dilakukan Kerajaan Malaka:
1) Giat melaksanakan pengajian dan pendidikan
Islam. Hal itu terbukti dengan berhasilnya kerajaan ini dalam waktu singkat melakukan perubahan sikap dan konsepsi masyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan dan pengakaran itu sebagian berlangsung di kerajaan. 2) Perpustakaan sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Hal-hal yang Dilakukan Kerajaan Malaka:
3) Karena perhatian kerajaan yang tinggi terhadap
pendidikan Islam, banyak ulama dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar, Hindustan, dan terutama dari Arab. 4) Banyaknya para ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka telah menarik para penuntut ilmu dari berbagai kerajaan Islam di Asia Tenggara untuk datang. Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernah menuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan pendidikannya mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di tempat masing-masing. 5) Untuk mengintensifkan proses Islamisasi, para ulama telah mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karyakarya keilmuan Islam. Hubungan antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan.
Ketiganya tersohor dengan sebutan
Serambi Mekkah Sultan Iskandar Muda adalah raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil Hamzah al Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al Makassari ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan pernah menuntut ilmu di Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti yang berjasa menyebarkan pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat. BANTEN
Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan
juga sangat mencolok. Bahkan pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para ulama dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk belajar. Martin van Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukup menonjol ketika Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596 dan menyaksikan bahwa orang-orang Banten memiliki guru-guru yang berasal dari Mekkah”. Sultan Ageng Tirtayasa
Pada masa ini Banten semakin maju. Hasil pertanian
melimpah, penyiaran agama Islam semakin pesat dengan ditunjang oleh ulama besar seperti Syekh Yusuf al Magassari dari Sulawesi. Kerajaan Banten menjalin hubungan baik dengan luar negeri seperti Turki dan Moghul. Pada masa ini juga diterapkan hukum Islam dengan sangat ketat. Dengan penerapan hukum Islam di kerajaan, maka keadilan dan kesejahteraan rakyat pun semakin terasa. Misalnya, Sultan Ageng pernah menerapkan hukum potong tangan bagi pencurian seberat 1 gram emas. Akibatnya tidak ditemukan lagi tindak kriminalitas pada masanya. PALEMBANG
Istana (keraton) juga difungsikan sebagai pusat sastra dan
ilmu agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorong perkembangan intelektual keagamaan, seperti Sultan Ahmad Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha’uddin (1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka, telah muncul banyak ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karyakarya ilmiah keagamaan: ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh, dan al-Qur’an. Perhatian sultan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam tercermin pada keberadaan perpustakaan keraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi. Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara yang sangat luas.
Hal yang mempercepat: penggunaan
aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca).
Jawi (di Melayu)
Aksara Arab Pegon (di Jawa). Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolah menjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran di masyarakat.
Setelah terbentuknya berbagai ulama hasil didikan dari istana-
istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkatan yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum, khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttâb di wilayah Arab. Demikianlah yang terjadi di wilayah-wilayah Islam di Nusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh Darussalam, Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang, Mataram, Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore, Banjar, Papua dan lain sebagainya.
Dengan memiliki tingkat otonomi dan kebebasan tertentu, di
masjid proses pendidikan dan pengajaran mengalami perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang cukup kompleks, seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau, langgar di Kalimantan dan pesantren di Jawa.