Dosen Pengampu:
Fadliyanur, M.Pd.I
Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Ahmad Zainal Arifin
1910815310004
Della Alya Aaliyah
1910815220024
Muhammad Iqbal Alfirdausy
1910815310008
Nadila Rusma Ramadhani 1910815320004
Salsabila Aurelia Putri
1910815220003
2019
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah “Hadis Sebagai Sumber
Ajaran Islam” sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam di semester 1.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………........ 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………..………. 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….……………….. 3
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….……… 3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………............................ 3
1.3 Tujuan…………………………………………………………….............. 4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….……... 5
2.1 Pengertian Hadis …………………………………………………………. 5
2.2 Fungsi dan Kedudukan Hadis… …………………………………………. 5
2.3 Pembagian Hadis………...………………………………………………. 10
2.4 Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam………………………………......... 14
2.5 Penjelasan Hadis Terhadap Hukum dalam Al-Qur’an….……………....... 15
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..…. 18
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...... 18
3.2 Saran…………………………………………………………………….... 18
DAFTAR PUSTAKA……………….…………………………………………….. 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan tercapai setelah pembahasan materi pada
makalah ini ialah:
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari hadis
2. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan kedudukan hadis serta pembagian
hadis
3. Mahasiswa memahami bagaimana posisi hadis sebagai salah satu sumber
hukum islam.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid. Yang dimaksud
dengan bayan ialah menetapkan atau memperkuat apa yang diterangkan dalam
al-Qur’an. Funsi al-Hadits disini yakni memperkuat dan memperkokoh isi
kandungan. Seperti dalam al-Qur’an (Q.S. 5:6)
“Rasulullah SAW telah bersabda “Tidak diterima salat seseorang yang berhadas
sebelum ia berwudu (H.R Bukhari)
2. Bayan at-Tafsir
7
Artinya : “dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah beserta orang-
orang yang rukuk”
Untuk memperjelas ayat tersebut nabi memberikan perincian dengan
sabdanya :
3. Bayan at-Tasyri’
Kata at-Tasyri’, artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan
aturan atau hukum, maka yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah
mewwujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu hukum atau aturan syara’
yang tidak didapati nash-nya dalam al-Qur’an. Hadist sebagai bayan At tasyri’
ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak
dijelaskan dalam Al-Quran. Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-
pokoknya saja. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat fitrah, dibawah
ini:
8
4. Bayan Nasakh
Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir
(mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah
(menghilangkan).
Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang
datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab
ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih
luas. Salah satu contohnya yakni:
ث ِ صيَّةَ لِ َو
ٍ ار ِ الَ َو
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan
di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan
menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok
Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus
matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat
hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh
bukanlah fungsi hadist.
9
b. Kedudukan Hadis
Hadits merupakan penjelas ayat-ayat Al Quran yang kurang jelas atau
sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Al Quran. Bagi mereka yang
telah beriman terhadap Al Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara
otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam.
Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al-
Qur’ān. Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al-
Qur’ān, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut.
Hal ini sebagaimana firman Allah Swt:
…..……… َو َمااَتَا ُك ْم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َمانَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ا
“Apa yang diperintahkan Rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang
Rasul maka hentikanlah” (QS.Al-Hasyr:7).
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu
10
Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal
Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
11
Pembagian hadits ahad dilihat dari jumlah periwayatannya di bagi kepada tiga
tingkatan yaitu :
Ø Hadits Masyhur: Hadits yang di riwayatkan oleh tiga orang atau lebih,serta belum
mencapai derajat Mutawatir.
Ø Hadits ‘Azis: Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walupun dua orang rawi
tersebut terdapat pada satu thabaqah saja,kemudian setelah itu,orang-orang pada
meriwayatkannya.
Ø Hadits gharib: Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri
dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.
12
2. Hadis Hasan
Hadits Hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh orang yang yang adil yang
kurang sedikit kedhobitannya, bersambung-sambung sanadnya sampai kepada nabi
SAW. dan tidak mempunyai ‘Illat serta syadz.
Menutut Ibnu Shalah, hadits hasan itu dapat dibagi menjadi dua:
Ø Hasan li-dzatihi: Berita Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan
amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para
perawi hadits shahih.
Ø Hasan li-ghairih
Hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang yang tidak jelas perilakunya atau
kurang baik hafalannya dan lain-lainnya.
13
ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Jadi, hadis
mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.
Hadis Daif
Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadis hasan
14
Hadis dalam hukum Islam dianggap sebagai mashdarun tsanin (sumber
kedua) setelah Al-Quran. Ia berfungsi sebagai penjelas dan penyempurna ajaran-
ajaran Islam yang disebutkan secara global dalam Al-Quran.
Bisa dikatakan bahwa kebutuhan Al-Quran terhadap hadis sebenarnya jauh lebih
besar ketimbang kebutuhan hadis terhadap Al-Quran.
Kendati demikian, seorang Muslim tidak dibenarkan untuk mengambil salah
satu dan membuang yang lainnya karena keduanya ibarat dua sisi mata uang yang
tidak bisa dipisahkan.
Untuk mengeluarkan hukum Islam, pertama kali para ulama harus menelitinya
di dalam Al-Qur’an. Kemudian setelah itu, baru mencari bandingan dan
penjelasannya di dalam hadis-hadis Nabi karena pada dasarnya tidak satupun ayat
yang ada dalam Al-Qu’ran kecuali dijelaskan oleh hadis-hadis Nabi.
Dengan beberapa ayat dan hadis tersebut, seorang ulama bisa memutuskan
hukum-hukum agama sesuai dengan persoalan yang dihadapi, tentunya dengan
dukungan ilmu dan perangkat pengetahuan terhadap kedua sumber tersebut.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, seorang ahli hukum Islam berkebangsaan Mesir,
hadis mempunyai paling tidak tiga fungsi utama dalam kaitannya dengan Al-Quran :
Pertama, hadis berfungsi sebagai penegas dan penguat segala hukum yang ada dalam
Al-Quran seperti perintah shalat, puasa, zakat dan haji. Abdul Wahab Khallaf
mengatakan,
“Adakalanya hadis berfungsi sebagai penegas dan penguat terhadap hukum yang
ada dalam Al-Quran.”
Kedua, hadis juga berfungsi sebagai penjelas dan penafsir segala hukum yang
bersifat global dalam Al-Quran, seperti menjelaskan tatacara shalat, puasa, zakat dan
haji.
15
Ketiga, hadis juga berfungsi sebagai pembuat serta memproduksi hukum yang belum
dijelaskan oleh Al-Quran seperti hukum mempoligami seorang perempuan sekaligus
dengan bibinya, hukum memakan hewan yang bertaring, burung yang berkuku tajam
dan lain sebagainya. Khallaf kembali mengatakan sebagai berikut.
“Adakalanya hadis berfungsi sebagai penetap dan pencipta hukum baru yang belum
disebutkan oleh Al-Quran.”
Dengan demikian, karena begitu pentingnya posisi hadis dalam konsepsi hukum
Islam, maka seseorang yang akan berkecimpung di dalamnya diharuskan untuk
mengenal istilah dasar dalam ilmu hadis, menguasai kaidah-kaidah takhrij dan kajian
sanadnya, serta mengetahui seluk beluk dan tatacara memahami redaksinya.
16
2. Nabi memberikan pejelasan dengan cara-cara dan contoh-contoh yang secara
nyata terdapat disekitar lingkungan kehidupan pada waktu itu. Dengan
demikian hukum yang ditetapkan dalam al-Qur'an mudah dimengerti dan
diterima serta dijalankan oleh umat. 24 Dari segi bentuk penjelasan Nabi
terhadap hukum yang disebutkan dalam al-Qur'an, terdapat beberapa bentuk
penjelasan:
Pertama, penjelasan Nabi secara jelas dan terperinci sehingga tidak mungkin ada
pemahaman lain. Walaupun dalam al-Qur'an beberapa hukum bersifat garis besar,
namun dengan penjelasan Nabi secara rinci, lafaz-lafaz yang menunjukkan hukum itu
menjadi jelas. Penjelasan Nabi yang rinci itu dipahami baik oleh sahabat. Dalam hal
ini tidak timbul perbedaan pendapat dalam memahami penjelasan tersebut. Dengan
demikian penjelasan Nabi bersifat Qath'i. Penjelasan Nabi yang bersifat Qath'i itu
berlaku dalam bidang akidah dan pokok-pokok ibadah seperti shalat, puasa zakat, dan
ibadah haji. Dalam hal yang bersifat pokok ini, meskipun tidak ada penjealsan rinci
dalam al-Qur'an namaun karena Nabi memberikan penjelasan secara Qath'i, maka
tidak ada lagi kesamaran, dan karenanya tidak timbul perbedaan mendasar dikalangan
ulama dalam hukumnya.
Kedua, penjelasan Nabi tidak tegas dan rinci, sehingga masih menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan dalam pemahamn meskipun sudah ada penjelasan dari
Nabi. Kemungkinan pemahamn itu terjadi dari segi kebenaran materinya atau terjadi
akibat ketidakpastian penjelasannya. Penjelasan Nabi yang belum tuntas dan jelas itu
disebut penjelasan yang zanni. Penjelasan yang zanni itu pada umumnya berlaku pada
bidang mu'amalah dalam arti yang luas. Begitu pula dalam bidang ibadah yang tidak
pokok.
Umpamanya sikap berdiri atau duduk dalam shalat tidak dijelaskan secara pasti
sehingga dalam pelaksanaannya timbul sedikit perbedaan. Mengenai kekuatan hadis
sebagi sumber hukum ditentukan oleh dua segi, pertama dari segi kebenaran
materinya dan kedua dari segi kekuatan petunjuknya terhadap hukum. Dari segi
kebenaran materinya, kekuatan hadis mengikuti kebenaran pemberitaannya
(wurudnya) yang terdiri tiga tingkat yaitu : mutawatir, masyhur dan ahad.
17
1. Konfirmator hukum Al-Qur’an
2. Interpretator hukum Al-Qur’an, diantaranya:
- Interpretator keglobalan hukum Al-Qur’an
- Mukhassis (mengkhususkan)
- Muqayyid (membatasi)
3. Argumentator eksistensi naskh
4. Produsen hukum secara mandiri
BAB III
PENUTUP
18
3.1 Kesimpulan
Al-Hadis memiliki kedudukan penting dalam penegakan hukum Islam.
Karena dalam Al-Qur’an tidak dimuat semua peraturan-peraturan dan hukum dalam
beragama maka digunakanlah hadis atau sunnah sebagai pendamping serta pedoman
umat muslim dalam memahami hukum Islam.
Hadis sangatlah istimewa karena merupakan segala perkataan, perbuatan,
serta sikap Rasulullah dalam menyikapi peristiwa sehari-hari serta peraturan atau
hukum yang tidak tertuang dalam Al-Qur’an.
3.2 Saran
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau kehidupan di dunia, sebaiknya
kita tidak lupa dengan segala peraturan dan hukum Islam yang telah ditetapkan.
Menjauhi larangannya dan mengerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Al-Qur’an
dan sunnah perlu diterapkan.
Kadangkala kita sering lupa dan tidak sengaja melakukan kesalahan, oleh
sebab itu mempelajari al-qur’an dan hadis sangat penting agar kita tidak tersesat dan
selalu dalam keadaan tenang dalam melakukan sesuatu karena kita telah mengetahui
hukum yang mengaturnya.
DAFTAR PUSTAKA
19
Penulis Tim MKU. 2019. Studi Islam di Era 4.0. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo.
PAI Kelas 10 SMA.
Jurnal:
AL-FIKR Volume 14 Nomor 3 Tahun 2010. KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS
SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM. Tasbih. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo.
Yusuf, Nasruddin. HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM. (Telaah Terhadap
Penetapan Kesahihan Hadis Sebagai Sumber Hukum Menurut Syafi'iy).
Choiri, Amrul. Setiaji, Bambang. AL-QURAN DAN AL-SUNNAH SEBAGAI
SUMBER AJARAN ISLAM. (Kajian Kritis Pemahaman Minardi Mursyid di Solo
Raya). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMS. Fakulas Ekonomi
UMS.
Internet:
https://wikihadis.id
https://dalamislam.com
20