Anda di halaman 1dari 17

SUMBER AJARAN ISLAM

(SUNNAH / AL-HADITS)

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Pengantar Studi Islam Prodi Ekonomi Syari‟ah 5

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

OLEH:

KELOMPOK 9

JESNYTA
602022023120
NURUL ASTIA
602022023114

Dosen pengajar: Baharuddin, S,Pd., M,Pd

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN BONE

2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat allah swt. Karna atas
limpahan Rahmat dan hidayanya semata kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul: “ sumber ajaran islam (sunnah/al-hadits)”. Salawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, para keluarga, sahabat –
sahabat dan pengikut – pengikutnya sampai hari penghabisan.

Atas Kerjasama dan kepedulian teman-teman semuanya maka disusunlah


makalah ini, Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah
wawasan pengetahuan kepada kita semua, khususnya bagi pamateri itu sendiri.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah Pengantar Studi Islam dan segalah yang
tertuang dari makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca
dalam membagun khasanah keilmuan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan
saran yang bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan Langkah-
langkah selanjutnya.

Watampone, 19 November2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits 2

B. Kedudukan Hadits 4

C. Fungsi Hadits 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 13

B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat (qarib) dan
cerita(khabar). Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah “segala ucapan
Nabi, segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”. Akan tetapi para
ulama Ushul Hadits, membatasi pengertian hadits hanya pada ”Segala
perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad SAW, yang
bersangkut paut dengan hukum.

Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan


tentang kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa
Alquran merupakan sumber hukum utama atau primer dalam Islam. Akan
tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali
Alquran membicarakanya, atau Alquran membicarakan secara global saja atau
bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Alquran. Nah jalan keluar untuk
memperjelas dan merinci keuniversalan Alquran tersebut, maka diperlukan
Hadits atau Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau
penjelas dari Alquran atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder atau kedua
setelah Alquran. 1

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian hadits?

2. Apa Kedudukan hadits sebagai sumber kedudukan islam?

3. Apa Fungsi Hadits?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui pengertian hadits

2. Untuk Mengetahui Kedudukan hadits sebagai sumber kedudukan


islam

3. Untuk Mengetahui Fungsi Hadits

1
Muhamad Ali dan Didik Himmawan, Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama,
Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran, Risalah, Jurnal Pendidikan
dan studi islam; Vo.5, No. 1, 2019, h.126

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits

Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang
berarti pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti; yaitu

1. “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini
yang dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid
adalah hadis Nabi saw. Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa Al-
Qur‟an disebut wahyu yang matluw karena dibacakan oleh Malaikat Jibril,
sedangkan hadis adalah wahyu yang ghair matluw sebab tidak dibacakan
oleh malaikat Jibril. Nah, kalau keduanya sama-sama wahyu, maka
dikotomi, yang satu qadim dan lainnya jadid tidak perlu ada,

2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,

3. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu menggunakan
ungkapan ٚ ,‫ حذثٕا‬,‫ )أٔثأٔا أخشتٕا‬megabarkan kepada kami, memberitahu kepada
kami dan menceritakan kepada kami. Dari makna terakhir inilah diambil
perkataan “hadits Rasulullah” yang jamaknya “aha>di>ts.

Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya:

Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya


jika mereka orang benar”.(QS.52:34).

Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi perbedaan antara


pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli hadits ada yang
memberikan pengertian hadis secara

2
terbatas (sempit) dan ada yang memberikan pengertian secara luas. Pengertian
hadis secara terbatas diantaranya sebagaimana yang diberikan oleh Mahmud
Tahhan adalah:

‫سٍُ عٍيٗ اًٍ٘ صىً أٍية إىً أضيف ِا‬ٚ ِٓ ‫ي‬ٛ‫ ل‬ٚ‫ فعً أ‬ٚ‫ ذمشيش أ‬ٚ‫صفح أ‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan
atau persetujuan atau sifat”.

Ulama hadis yang lain memberikan pengertian hadis sebagai berikut:

ً٘‫ا‬ٛ‫سٍُ عٍيٗ اًٍ٘ صىً ال‬ٚ ً٘‫افعا‬ٚ ٛ‫اح‬ٚ

“Segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan dan segala keadaanya.”

Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang diberikan oleh


sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu tidak hanya
meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu‟), juga meliputi
sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadis mauquf), serta dari tabi‟in
(hadis maqthu‟).

Sedang menurut ahli ushul, hadits adalah:

ً٘‫ا‬ٛ‫سٍُ عٍيٗ اًٍ٘ صىً ال‬ٚ ً٘‫افعا‬ٚ ٖ‫ذماسيش‬ٚ ‫تٕا حىُ تٗ يرعٍك ِّا‬

“Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir nabi SAW yang
bersangkut paut dengan hukum”.

Dari pengertian yang diberikan oleh ahli ushul fiqih di atas, berarti informasi
tentang kehidupan Nabi ketika masih kecil, kebiasaan, kesukaan makan dan
pakaian yang tidak ada relevansinya dengan hukum, maka tidak disebut
sebagai hadis.

3
B. Kedudukan Hadits

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu
sumber ajaran Islam. la menempati kedudukan setelah al-Qur‟an.1 Keharusan
mengikuti hadist bagi umat Islam, baik berupa perintah maupun larangan sama
halnya dengan kewajiban mengikuti al-Qur‟an. Al-Qur‟an dan al-Hadits
merupakan sumber syari‟at yang saling terkait Seorang muslin tidak mungkin.
dapat memahami syari‟at. kecuali dengan merujuk kepada keduanya sekaligus
dan seorang mujtahid tidak mungkin mengabaikan salah satunya.

Jadi al hadits dipandang dari segi keberadaanya wajib diamalkan dan


sumbernya dari wahyu sederajat dengan al Qur‟an. la berada pada posisi setelah
Al Qur‟an dilihat dari kekuatannya. Karena Al Qur‟an berkualitas qathiy secara
global saja, tidak secara rinci. Di samping itu al Qur‟an merupakan pokok,
sedang sunnah merupakan cabang posisinya menjelaskan dan menguraikan.
merupakan pokok, sedang sunnah merupakan cabang posisinya menjelaskan dan
menguraikan.

Untuk mengetahui sejauhmana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran


Islam, dapat dilihat beberapa, dalil berikut:

a. Al- Qur‟an

Banyak ayat Al Qur‟an yang- menerangkan tentang kewajiban untuk tetap


beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan Allah
SWT merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan individu. Dengan
demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan, mereka. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran 17 dan An Nisa‟ 36.

Selain Allah memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW,
juga menyerukan agar mentaati segala bentuk perundang-undangan dan
peraturan yang dibawahnya, baik berupa, perintah maupun perundang-undangan
tuntutan taat dan patuh kepada Allah. Banyak ayat Al Qur‟an yang berkenaan
dengan masalah ini.

4
Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 32:

“Katakanlah ! taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling maka


sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir.”

Dalam surat An Nisa‟ ayat 59 Allah juga berfirman:

‫ا‬َٙ ‫ا اٌَّ ِزيََْٓ يٰٓا َ ُّي‬ْٰٛٓ َُِٕ ‫ا ا‬ُٛ‫ّللاَ اَطِ ْيع‬ َ ٰ ‫ا‬ُٛ‫اَطِ ْيع‬َٚ ‫ي‬ ََ ْٛ ‫س‬
ُ ‫اٌش‬ َ ْ َُْ ‫ِْ ِِ ْٕ ُى‬
َّ ‫ٌِى‬ُٚ‫ا‬َٚ ‫اْل ِْ َِش‬ َْ ‫ِي ذََٕاصَ ْعر ُ َُْ فَا‬ َ َُٖ ُّْٚ ‫ّللا اٌَِى فَ ُشد‬
َْ ‫ش ْي َء ف‬ َِٰ
َِ ْٛ ُ‫اٌشس‬
‫ي‬ َّ َٚ ِْ َِٰ ِ‫ َِ ت‬ْٛ َ‫ ْاٌي‬َٚ ‫سَُٓ َخيْشَ رٌِهََ ْاْلخِ َِش‬
َْ ‫ََْ وُ ْٕر ُ َُْ ا‬ْٛ ُِِٕ ْ‫اّلل ذُؤ‬ َ ً ‫ي‬ِٚ ْ ‫ࣖ ذ َأ‬
َ ْ‫اَح‬َّٚ ‫ْل‬

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya) ….(QS. An-
Nisa‟: 59).

Disamping banyak ayat yang menyebutkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-
Nya secara bersama-sama, banyak memerintahkan mentaati rasul secara terpisah
pada dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada Allah sebagaimana
firman Allah yang

berbunyi:

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati


Allah.”(An Nisa‟ : 80)

Allah juga, berfirman:

‫ِا‬ٚ ُ‫ي أذاو‬ٛ‫ٖ اٌشس‬ٚ‫ِا فخز‬ٚ ُ‫او‬ٙٔ ٕٗ‫ا ع‬ٛٙ‫احٍشش) فأر‬: (۷(

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)

5
Berdasarkan kenyataan ini, maka sebenarnya Allah SWT juga
menyebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur‟an kewajiban mengamalkan
sunnah sebagaimana di dalam ayat-ayat yang menerangkan kewajiban taat
kepada Rasul. Semua itu merupakan dalil bahwa Al Hadits dijadikan salah satu
sumber pembentukan syari‟at dalam. Al-Qur‟an.

b. Hadits Nabi saw

Banyak hadits yang menunjukkan perlunya ketaatan kepada. perintah


Rasul. Dalam satu pesannya, berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits
sebagai pedoman hidup disamping AlQur‟an, Rasul SAW bersabda:

‫ا ٌٓ أِشيٓ فيىُ ذشود‬ٍٛ‫ّا ذّسىرُ إْ ِا ذض‬ٙ‫سٕي اًٍ٘ وراب ت‬ٚ

“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama
masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.”

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:

ُ‫سٕح تسىد عٍيى‬ٚ ‫ذيٕي اٌشاشذيٓ اخٍٍفاء‬ٍِٙ‫ا ا‬ٛ‫ا ذّسى‬ٙ‫ ت‬... )ٖ‫ا‬ٚ‫ س‬ٛ‫ ات‬ٚ‫د(دا‬

“Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnah-ku dan sunnah Khulafaur


Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian
dengannya....” (HR. Abu Dawud).

c. Ijma‟

Umat Islam telah mengambil kesepakatan bersama untuk mengamalkan


sunnah. Bahkan hal ini mereka anggap sejalan dengan memenuhi panggilan
Allah SWT dan Rasul-Nya. Kaum muslimm menerima hadits seperti mereka
menerima Al-Qur‟an, karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai cumber
hukum Islam.

Kesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima dan


mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadits berlaku

6
sepanjang zaman, sejak Rasulullah masih hidup dan sepeninggalnya, maka
Khulafa‟ur Rasyidin, tabi‟in, tabi‟ut tabi‟in, atba‟u tabi‟in serta, masa-masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya, sampai sekarang. Banyak
diantara, mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi
kandunganya, akan tetapi mereka menghapal, mentadwin dan menyebarluaskan
dengan segala, upaya kepada, generasi-generasi selanjutnya. Dengan ini,
sehingga tidak ada, satu haditspun yang beredar dari pemeliharaannya. Begitu
pula tidak ada, satu hadits palsupun yang dapat mengotorinya.

d. Sesuai dengan petunjuk akal

Kerasulan Nabi Muhammad SAW. telah diakui dan dibenarkan oleh umat
Islam. Ini menunjukkan adanya pengakuan, bahwa Nabi Muhammad SAW
membawa, misi untuk menegakkan amanat dan Dzat yang mengangkat
karasulan itu, yaitu Allah SWT. Dari aspek akidah, Allah SWT bahkan
menjadikan kerasulan itu sebagai salah satu dari prinsip keimanan. Dengan
demikian, manifestasi dari, pengakuan dan keimanan itu mengharuskan semua
umatnya mentaati dan mengamalkan segala peraturan atau perundang-undangan
serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun
hasil ijtihadnya sendiri.

Di dalam mengemban misi itu, terkadang beliau, hanya sekedar


menyampaikan apa yang diterima oleh Allah SWT baik isi maupun
formulasinya dan terkadang pula atas inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham
dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad sema-
mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak
dibimbing oleh ilham. Kesemuanya itu merupakan hadits Rasul, yang terpelihara
dan tetap berlaku sampai ada Hash yang menasikhnya.Dari uraian di atas dapat
diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum. ajaran Islam yang
menduduki urutan kedua, setelah Al-Qur‟an..2

2
Khusniati Rofiah, M.SI., Studi Ilmu Hadits (Ponorogo; AIN PO Press,(2018), h. 1 dan
21

7
C. Fungsi Hadits

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya untuk menjelaskan


lebih detail apa yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur‟an. Pada dasarnya, hadits
memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan
hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-Qur‟an. Para ulama sepakat setiap
umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadits-hadits shahih.

Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

َ َ‫سَّٕح‬
َِٗ ٌِ ْٛ ُ‫َسس‬ َُ ََٚ
َ ِ‫َابَهللا‬ َّ َّ َ ‫اَ َِاَذ‬ْٛ ٍُّ‫ذ ََش ْودُ َفِ ْيىُ َُْأ َ ِْ َشي ٌََِْٓ َْٓذ َِض‬
َ ‫َ ِور‬:َ‫ َّا‬ِٙ ‫س ْىر ُ َُْ ِت‬

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu
Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta‟zhim wal
Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Berikut ini beberapa fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu kamu
pahami :

1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur‟an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah Bayan
At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Qur‟an. Hadits berfungsi untuk memperjalas
isi Al-Qur‟an, agar lebih mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat manusia
dalam menjalankan perintah dari Allah SWT.

Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur‟an.
Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait
perintah berwudhu, yakni:

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats


sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

8
Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang
berbunyi:

َُْ ُ‫ا َ ْس ُجٍَى‬َٚ


َ ُْ ُ‫ ِسى‬ْٚ ‫اََِت ُش ُء‬ْٛ ‫س ُح‬
َ ِْ ‫ا‬َٚ
ََ ‫ك‬ ْ ٌَِ‫أ َ ْي ِذ َ َيىُ ُْ َا‬َٚ
ِ ‫ىَاٌ َّ َشا ِف‬ َ ُْ ُ‫ َ٘ى‬ْٛ ‫ ُج‬َٚ‫ا‬ ّ ٌ‫ااِرَالُ ّْر ُ ُْ َاٌَِىَا‬ْٛ َُِٕ َ ‫ااٌَّ ِز َيَْٓ َا‬َٙ ُّ‫َيااَي‬
ُ ْٛ ٍُ‫ ِج َفَا ْغ ِس‬ٍَٛ‫ص‬
ْ ٌَِ‫ا‬
َِْٓ ‫ىَاٌ َى ْعثَي‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT
berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103)

“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan


laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji
dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).

Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah
rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu
Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan
perkataan. Rasulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).

2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur‟an)


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-
Tafsir atau hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur‟an.

Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian)


terhadap isi Al-Qur‟an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan

9
batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid).
Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW
mengenai hukum pencurian.

َِ‫َف‬ ْ ًِ ‫ص‬
ّ ‫َاٌى‬ َ ‫ََِِٓ ِِ ْف‬ ََ َ‫قَفَم‬
ْ َُٖ‫ط َعَيَذ‬ ِ ‫اَس‬
ِ ‫س‬ َ ِ‫أَذ َىَت‬

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau


memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:

َ َ ًََِِٓ‫سثَأََىَاْل‬
ِ‫هللا‬ َ ‫َّاسلَحَُ َفا ْل‬
َ ‫ َّاَ َجضَ ا ًءَتِ َّاَ َو‬ُٙ َ‫اا ََْيذَِي‬ْٛ ُ‫طع‬ َ ‫َّاس ُق‬
ِ ‫اٌس‬َٚ ِ ‫اٌس‬َٚ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan


keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)

Dalam Al-Qur‟an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan


memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW
memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.

3. Bayan At-Tasyri‟ (Memberi Kepastian Hukum Islam yang Tidak


Terdapat dalam Al-Qur‟an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni adalah sebagai
Bayan At-Tasyri‟, yang dimana hadits sebagai pemberi kepastian hukum atau
ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur‟an. Biasanya Al-Qur‟an
hanya menjelaskan secara general, kemudian diperkuat dan dijelaskan lebih
lanjut dalam sebuah hadits. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat
fitrah, dibawah ini:

َْٓ ِِ ‫عا‬ ً َ‫صا‬ َ َْٚ َ ‫صاَ ًعاَِ َِْٓذ َ َّشا‬ َ َ‫اط‬ ِ َّٕ ٌ‫عٍَىَا‬ َ َ َْ‫ضا‬
َ َِ ‫َس‬ ْ ‫سٍَّ ََُفَ َش َ َصَ وَاَج ََاٌف‬
َ ِْٓ َِ‫ِط ِش‬ َ ٗ‫عٍَ ْي‬
َ َِٚ َ َ‫صٍَّى‬
َ َُ ‫هللا‬ َ َِّْ ‫ا‬
َ َِ‫يَُهللا‬ْٛ ُ‫َسس‬
ََْٓ‫َأ ُ ْٔثَىََِِٓ َاٌْ ُّ ْسٍِِّ ي‬ْٚ َ ‫عثْذَرَوَشَأ‬
َ ْٚ َ ‫عٍَىَوُ ًَِّ ُح ّشَا‬َ َ‫ش ِعيْش‬
َ

10
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan
Ramadhan satu sha‟ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).

4. Bayan Nasakh (Mengganti Ketentuan Terdahulu)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan
Nasakh atau mengganti ketentuan terdahulu. Secara etimologi, An-Nasakh
memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan),
at-tahwil (memindahkan), atau ijalah (menghilangkan).

Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang


kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang
baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.

Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di
kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan
menasakh al-Qur‟an dengan segala hadits walaupun hadits ahad.

Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa


harus matawatir. Sedangkan para mu‟tazilah membolehkan menasakh dengan
syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan
Nasakh bukanlah fungsi hadist.
Salah satu contoh dari Bayan Nasakh ini yakni :
َ‫ ِاسز‬َِٛ ٌََ‫صيَّح‬
ِ َٚ َ‫ْل‬
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
َ َ‫ِِ َ َحماا‬ْٚ ‫اْألََ ْل َش ِتيَْٓ َ ِت ْاٌ َّ َْع ُش‬َٚ
ََْٓ‫ع ٍَىَاٌ ُّر َّ ِمي‬ َ ِْٓ ‫ا ٌِذََي‬َٛ ٍِْ ٌَُ‫صيَّح‬ َ ‫عٍَ ْيىُ َُْاِرَا َح‬
َ ‫خُ َا َِْْذ ََشنَ َ َخي َْش‬ْٛ َّ ٌ‫ض َشَا َ َحذََوُ َُْا‬
ِ ٌٛ‫ا‬ َ ‫وُر‬
َ َ‫ِة‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak

11
dan karib kerabat secara ma‟ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180) 3

3
Selma Intania Hafidha, “Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam, Pahami
Penjelasan dan Contohnya”dalam https://www.liputan6.com/hot/read/4404644/fungsi-hadits-
sebagai-sumber-hukum-islam-pahami-penjelasan-dan-contohnya?page=5 ,10 Nov 2020

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadis dalam hukum Islam sebagai mashdarun tsanin (sumber kedua) setelah Al-
Quran. Ia berfungsi sebagai penjelas dan penyempurna ajaran-ajaran Islam yang
disebutkan secara global dalam Al-Quran. Bisa dikatakan bahwa kebutuhan Al-
Quran terhadap hadis sebenarnya jauh lebih besar ketimbang kebutuhan hadis
terhadap Al-Quran.

Kendati demikian, seorang Muslim tidak dibenarkan untuk mengambil salah


satu dan membuang yang lainnya karena keduanya ibarat dua sisi mata uang
yang tidak bisa dipisahkan.

Untuk mengeluarkan hukum Islam, pertama kali para ulama harus menelitinya di
dalam Al-Quran. Kemudian setelah itu, baru mencari bandingan dan
penjelasannya di dalam hadis-hadis Nabi karena pada dasarnya tidak satupun
ayat yang ada dalam Al-Quran kecuali dijelaskan oleh hadis-hadis Nabi.

B. Saran

Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan dan penulisan dalam


makalah ini masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan dalam susunan dan penulisan
makalah ini dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik dari
pembaca yang bisa membangun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Muhamad Ali dan Didik Himmawan, Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran
Agama, Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran,
Risalah, Jurnal Pendidikan dan studi islam; Vo.5, No. 1, 2019, h.126

Khusniati Rofiah, M.SI., Studi Ilmu Hadits (Ponorogo; AIN PO Press,(2018), h. 1


dan 21

Selma Intania Hafidha, “Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam, Pahami
Penjelasan dan Contohnya”dalam
https://www.liputan6.com/hot/read/4404644/fungsi-hadits-sebagai-sumber-
hukum-islam-pahami-penjelasan-dan-contohnya?page=5 ,10 Nov 2020

14

Anda mungkin juga menyukai