Anda di halaman 1dari 18

HADIST DAN RA’YU/IJTIHAD DALAM ISLAM

Diajukan sebagai tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing : ZARKASYI, SHI, MHI

Disusun oleh kelompok IV :

Muhammad Ridha (210130082)

Wira Andika (210130085)

Marsha Peronicha (210130086)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. Yang telah menciptakan langit dan bumi 7 lapis
dan menjadikan gunung sebagai pancang dan menjadikan langit sebagai pelindung.

Shalawat bermahkotakan salam pula kita haturkan kepada “ Pembawa


Risalah-Nya” yaitu Nabi Muhammad Saw. Yang telah membawa wahyu dari Allah
Swt perantara malaikat Jibril sehingga menjadi penerang bagi kita untuk mengetahui
hal yang shahih dan yang bathil.

Makalah ini penulis susun sebagai tugas kelompok dalam mengikuti


perkuliahan mata kuliah Pendidikan Agama Islam . Adapun isi makalah ini yaitu
membahas tentang “Kedudukan Hadist dalam Islam”

Proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan


bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Pak Zarkasyi, SHI, MHI sebagai Dosen Pembimbing. Ucapan terima kasih,
juga Penulis ucapkan kepada mereka yang telah berjasa dalam penyelesaian
makalah ini.

Hasil penulisan makalah ini tidak menutup kemungkinan adanya kekhilafan


ataupun kekeliruan dalam penulisan makalah ini, maka penulis mohon kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan di masa
mendatang. Akhirnya, Penulis berharap agar makalah ini dapat diterima dan
bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca.

Lhokseumawe, 17 September 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits.......................................................................................4

B. Kedudukan dan Fungsi Hadist terhadap al-Qur’an...............................6

C. Pengertian Ra’yu/ Ijtihad ...................................................................... 11

D. Fungsi Ra’yu/Ijtihad terhadap al-Qur’an dan Hadist........................ 11

BAB III : PENUTUPAN

A. Kesimplan................................................................................................ 13

B. Saran......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT menurunkan wahyu perantara malaikat jibril kepada Nabi

Muhammad SAW di gua hira, dengan wahyu surah al-alaq. Sehingga sempurna

wahyu Allah SWT diturunkan dalam masa 23 tahun dan sempurnalah al-Quran

diturunkan. Adapun setelah al-Qur’an yang menjadi panduan dalam islam yaitu hadist

lalu ra’yu/ijtihad.

Dalam kehidupan kita, tentu hidup harus berpedoman pada al-Qur’an, namun

tak semua pedoman dalam al-Qur’an dapat dipahami, maka dengan itu

diperjelaskanlah dengan hadits. Kemudian pula dalam hidup ini tentu terdapat

beberapa masalah hukum kontemporer dimana butuh ra’yu/ijtihad dari para ulama

sehingga butuh banyak pertimbangan dalam masalah hukum islam.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang disusun oleh penulis sebagai berikut, yaitu:

1. Apakah pengertian dari hadist ?

2. Jelaskan kedudukan hadist terhadap al-Qur-an ?

3. Apakah pengertian dari ra’yu/ijtihad ?

1
2

4. Jelaskan fungsi ra’yu/ijtihad terhadap al-Qur’an dan Hadist ?


3

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini disusun oleh penulis sebagai berikut, yaitu:

1. Agar mahasiswa dapat memahami hadist berkenaan pengertian, kedudukan

terhadap al-Qur’an.

2. Agar mahasiswa dapat memahami ra’yu/ijtihad berkenaan dengan pengertian

dan fungsi terhadap al-Qur’an.


BAB II

A. Pengertian Hadist

Hadits adalah satu dari 4 sumber hukum Islam yang disepakati para

ulama. Hadits menjadi rujukan bagi umat muslim untuk menjelaskan hukum-

hukum yang terdapat dalam Al Quran.Dikutip dari buku Memahami Ilmu

Hadits oleh Asep Herdi, secara etimologis hadits dimaknai sebagai jadid,

qarib, dan khabar. Jadid adalah lawan dari qadim yang artinya yang baru.

Sedangkan qarib artinya yang dekat, yang belum lama terjadi. Sementara itu,

khabar artinya warta yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari

seseorang kepada yang lainnya.

Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan

yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara bahasa, hadits

berarti perkataan, percakapan, berbicara.

Definisi hadits dikategorikan menjadi tiga, yaitu perkataan nabi

(qauliyah), perbuatan nabi (fi'liyah), dan segala keadaan nabi (ahwaliyah).

Sebagian ulama seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda,

perbuatan, dan taqrir nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan

taqrir para sabahat dan Tabi'in.Hadits memiliki makna yang relatif sama

dengan sunnah, khabar, dan atsar. Hanya saja penyebutannya bisa disamakan

atau dibedaka

4
5

Hadits adalah satu dari 4 sumber hukum Islam yang disepakati para

ulama. Hadits menjadi rujukan bagi umat muslim untuk menjelaskan hukum-

hukum yang terdapat dalam Al Quran.Dikutip dari buku Memahami Ilmu

Hadits oleh Asep Herdi, secara etimologis hadits dimaknai sebagai jadid,

qarib, dan khabar. Jadid adalah lawan dari qadim yang artinya yang baru.

Sedangkan qarib artinya yang dekat, yang belum lama terjadi. Sementara itu,

khabar artinya warta yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari

seseorang kepada yang lainnya. Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai

ucapan dan segala perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan secara bahasa, hadits berarti perkataan, percakapan, berbicara.

Definisi hadits dikategorikan menjadi tiga, yaitu perkataan nabi (qauliyah),

perbuatan nabi (fi'liyah), dan segala keadaan nabi (ahwaliyah). Sebagian

ulama seperti at-Thiby berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda,

perbuatan, dan taqrir nabi. Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan

taqrir para sabahat dan Tabi'in.

Hadits memiliki makna yang relatif sama dengan sunnah, khabar, dan

atsar. Hanya saja penyebutannya bisa disamakan atau dibedakan. Dalam

kedudukannya
6

B. Kedudukan dan Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an

1. Kedudukan

Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang

memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar

apa yang ditentukan Allah dalam Al-Quran.

Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang

menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh

semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT.

Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai

sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan

ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri

yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh

karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain.

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil

kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk

semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil,

di antaranya :
7

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan

kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti

yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :

 artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang

mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-

Nisa : 80:

Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah.

dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu

untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut

adalah mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul

sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.

Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla

wahyu mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun

mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber

hukum ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya

dan keduadari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi

kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya

yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu: mutawatir,

masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan diatas.


8

Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang

meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari

sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini kebenarannya bahwa

hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir ini tidak banyak

namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan Al-Qur’an.

Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan dan

menghasilkan kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir

sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat

mengatakan bahwa khabar mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun

mereka berbeda pendapat dalam menetapkan cara sampai kepada ilmu

yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian

kebenarannya. Untuk sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu

yakin harus terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-syarat itu

disepakati oleh ulama dan syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat yang

disepakati ada yang menyangkut pembawa berita.

2. Fungsi Hadits

Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar

ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang

secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits.


9

Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-

Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64

Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan

agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu.

Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum

fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya

sebagai bayani  dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan

fungsi senagai berikut :

1. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an

atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti

mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah

dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :

“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi

yang artinya :

“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain

Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat.

2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam

hal :

-Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an

-Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.

-Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum

-Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an


10

Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat

yang masih samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a

sebagaimana yang biasa dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi

melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri dari ucapan dan pebuatan

secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir dengan salam.

Sesudah itu Nabi bersabda :inilah shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana

kamu melihat saya mengerjakan shalat.

3. Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam

Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri

hukumyang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini

disebut itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa

yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa

yang disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an

secara terbatas. Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai,

darah, dan daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan

sebagai hukum baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang

diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau

dipahami lebih lanjut larangan Nabi itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap

larangan Al-Qur’anlah memakan sesuatu yang kotor.

 
11

C. Pengertian Ra’yu/Ijtihad

Menurut bahasa berarti ‘pengerahan segenap kemampuan untuk

mengerjakan sesuatu yang sulit’. • Menurut istilah, yaitu ‘pencurahan segenap

kemampuan dari seorang ahli fiqh atau mujtahid secara maksimal untuk

menetapkan hukum syara yang amali atas dasar dalil-dali yang tafshili (rinci)’.

Kedudukannya sebagai sumber ajaran Islam ketiga. Fungsinya untuk

menjelaskan atau menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat baik dalam

alQuran

D. Fungsi Ra’yu/Ijtihad terhadap al-Qur;an dan Hadist

Kedudukannya sebagai sumber ajaran Islam ketiga. Fungsinya untuk

menjelaskan atau menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat baik dalam

alQuran maupun al-Hadist.


12

sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum dalam Al-

Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah

dalam Al-Quran. Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi

yang menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima

oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT.

Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan

sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan

dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan

Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah

sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain. Jumhur

ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil

kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat

untuk semua umat Islam.


BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Hadits adalah satu dari 4 sumber hukum Islam yang disepakati para

ulama. Hadits menjadi rujukan bagi umat muslim untuk menjelaskan hukum-

hukum yang terdapat dalam Al Quran.Dikutip dari buku Memahami Ilmu

Hadits oleh Asep Herdi, secara etimologis hadits dimaknai sebagai jadid,

qarib, dan khabar. Jadid adalah lawan dari qadim yang artinya yang baru.

Sedangkan qarib artinya yang dekat, yang belum lama terjadi. Sementara itu,

khabar artinya warta yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari

seseorang kepada yang lainnya.

Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan

yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara bahasa, hadits

berarti perkataan, percakapan, berbicara. Definisi hadits dikategorikan

menjadi tiga, yaitu perkataan nabi (qauliyah), perbuatan nabi (fi'liyah), dan

segala keadaan nabi (ahwaliyah). Sebagian ulama seperti at-Thiby

berpendapat bahwa hadits melengkapi sabda, perbuatan, dan taqrir nabi.

Hadits juga melengkapi perkataan, perbuatan, dan taqrir para sabahat dan

Tabi'in.Hadits memiliki makna yang relatif sama dengan sunnah, khabar, dan

atsar. Hanya saja penyebutannya bisa disamakan atau dibedakan. Dalam

13
14

kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum

dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan

Allah dalam Al-Quran. Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan

fungsi yang menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di

terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah

SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan

sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan

dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan

Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah

sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain. Jumhur

ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil

kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat

untuk semua umat Islam.

B. Saran

Penulis menyarankan kepada pembaca supaya dapat memahami makalah

ini dan bermanfaat sebagai tambahan wawasan.


DAFTAR PUSTAKA

1. https://news.detik.com/berita/d-5588482/pengertian-hadits-menurut-bahasa-

fungsi-dan-kedudukannya

2. https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/1952/pengertian-kedudukan-dan-

fungsi-hadits.html#:~:text=perbuatan%2C%20dan%20perkataan.-,Jumhur

%20ulama%20berpendapat%20bahwa%20Hadits%20berkedudukan

%20sebagai%20sumber%20atau%20dalil,untuk%20menjelaskan%20Al

%2DQur'an

3. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PAI%20%207%20Ijtihad%20atau

%20al-Ra'yu.pdf

Anda mungkin juga menyukai