Anda di halaman 1dari 12

FUNGSI HADITS

Dosen Pembimbing :
Rizky Saputra, S.HI,M.E

Disusun oleh :

Maulana Rizki
Nim : 4032019078
M. Ari Darmawan
Nim : 4032019072

Program Studi :
Manajemen Keuangan Syariah

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta nikmat-Nya kepada kami sehingga dapat meyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas perkuliahan dari mata kuliah Hadits yang berjudul Fungsi Hadits..

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan lebih dan
bermanfaat terutama bagi kami sendiri dan para pembaca, kami menyadari dalam pembuatan
makalah ini masi jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan
dari pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai kita semua.

Banda Aceh, Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2

A. Fungsi Hadits dalam Ajaran Islam sebagai Bayan.............................2


B. Fungsi Terhadap Al-Qur’an................................................................2
C. Pendapat Para Ulama tentang Fungsi Hadist......................................6

BAB III PENUTUP.......................................................................................8

Kesimpulan.................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mayoritas Ulama sepakat bahwa hadits atau sunnah merupaan sumber hukum Islam
kedua setelah al-Qur’an. Kedunya tidak dapat dipisahkan. Sebab antara keduanya sama-
sama merupakan wahyu Allah SWT. Jika al-Qur’an disebut sebagai wahyu “al-
matluw” (wahyu yang terbaca), maka sunnah merupakan wahyu “ghair al-
watluw”(wahyu yang tidak terbaca). Artinya al-Qur’an merupakan wahyu yang terbaca
yang disusun secara sistematis dan mengandung nilai mu’jizat, sementara sunnah
merupakan wahyu yang diriwayatkan (marwiy) yng dinukil tanpa susunan yang sistematis
sebagaimana al-Qur’an, dan juga tidak mengandung nilai mu’jizat,
tidak matluw meskipun maqru’. “Dan tiadalah yang iucapkan itu (al-Qur’an) menurut
kemauan hawa nafsunya”. Ucapanya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya)”. Oleh karena itu, umat Islam diwajibkan untuk taat kepada sunah
sebagaimana ketaatannya kepda al-Qur’an.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa fungsi hadits dalam ajaran Islam?
2. Bagaimana pendapat Ulama tentang fungsi hadits dalam ajaran Islam?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan kepada para pembaca fungsi
hadist dan bagaimana pendapat Ulama tentang fungsi hadits dalam ajaran Islam.

1
Mochamad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: RaSail Media Group, 2007),  h.29

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Hadits dalam Ajaran Islam sebagai Bayan

Semua umat Islam telah sepakat bahwa hadits rasul adalah sumber dan dasar hukum
Islam setelah al-Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti dan mengamalkan hadits
sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan al-Qur’an.
al-Qur’an dan Hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam secara mendalam
dan lengkap tanpa kembali kepada dua sumber hukum tersebut. Seorang mujtahid dan
seorang Ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah
satu diantara keduanya.
Banyak kita jumpai ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang memberikan pengertian
hadits merupakan sumber hukum Islam setelah al-Qur’an yang wajib diikuti, dan diamalkan
baik dalam bentuk perintah maupun larangannya, dan uraian dibawah ini merupakan
penjelasan tentang kedudukan hadits dalam syariat Islam dengan mengambil beberapa dalil,
baik aqli maupun naqli.2
Hadits sebagai bayan (penjelas) dalam ajaran Islam berfungsi sebagai memperkokoh apa
yang terkandung dalam al-Qur’an (bayan taqrir), sebagai penjelas ayat yang mujmal (bayan
tafsir), mengadakan suatu hukum yang belum ada dalam al-Qur’an (bayan tasyri’), dan juga
sebagai mengganti suatu hukum atau menghapus suatu hukum (bayan nasakh).

B. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an

Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam,
antara yang satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu
kesatuan. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang
bersifat umum atau global. Oleh karena itulah kehadiran hadits sebagai sumber ajaran yang
kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al- Qur’an tersebut.

2
Munzier Suprapta, lmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2003), h.49.

2
1. Bayan taqrir
Bayan at-taqrir atau yang disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat adalah hadits
yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan dalam al-Qur’an. Dalam hal
ini, hadits hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Contoh bayan at-
taqrir adalah hadits Nabi SAW yang memperkuat firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah
(2):185 yaitu
‫فمن شهد منكم الشهر فليصمه‬
“...,maka barang siapa diantara kamu melihat bulan, maka hendaklah berpuasa” (QS. Al-
Baqarah(2):185)
Ayat diatas ditaqrir oleh hadits Nabi SAW, yaitu:
)‫مسلم‬ ‫و‬ ‫البخري‬ ‫(رواه‬ ‫وافطروالرؤيته‬ ‫الرؤيته‬ ‫صومو‬

“berpuasalah kamu sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu sesudah melihat
bulan”(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Bayan Tafsir

Bayan tafsir berfungsi menjelaskan ayat-ayat yang mujmal (global) dan musytarak (satu
lafadz yang memiliki makna), memberikan persyaratan ayat-ayat yang bersifat mutlak, dan
menkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum.
a. Tafsir mujmal
Sebagai penjelasan ayat-ayat yang mujmal (global) dan musytarak (satu lafadz yang memiliki
makna),
Contoh hadits sebagai tafsir:
)‫ريي‬ ‫البخا‬ ‫واه‬ ‫(ر‬ ‫أصلي‬ ‫ني‬ ‫رأيتمو‬ ‫كما‬ ‫ا‬ ‫صلو‬
“sholatlah sebagaimana engkau melihatku sholat” (HR. Bukhari)
Hadits diatas menjelaskan sebagaimana mendirikan sholat. Sebab dalam Al-Qur’an tidak
menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang artinya yang memerintahkan sholat adalah:
“Dan kerjakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang ruku”(QS.
Al-baqarah:43)
b. Tafsir Mutlaq

Sebagai penjelasan ayat-ayat yang bersifat mutlak.

3
Sedangkan contoh hadits yang membatasi ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutlak adalah:

‫الكففا‬ ‫مفصل‬ ‫من‬ ‫ه‬ ‫يد‬ ‫فقطع‬ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫بسا‬ ‫سلم‬ ‫و‬ ‫عليه‬ ‫صلى‬ ‫هللا‬ ‫ل‬ ‫رسو‬ ‫أتي‬

“Rasulullah SAW. Didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri dari pergelangan tangan”.

Hadits ini mentaqyid QS. Almaidah:38 yang berbunyi:

“Rasulullah didatangi seseorang laki-laki yang membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan   pencuri dari pergelangan tangan”-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan mkeduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah” (QS. Almaidah:38)
c.         Tafsir ‘Am
Sebagai penjelasan untuk menkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum.
        Sedangkan contoh hadits yang berfungsi untuk mengkhususkan keumuman ayat Al-
Qur’an, Nabi SAW bersabda:

)‫ري‬ ‫البخا‬ ‫ه‬ ‫وا‬ ‫(ر‬ ‫المسلم‬ ‫فر‬ ‫الكا‬ ‫اال‬ ‫وال‬ ‫فر‬ ‫الكا‬ ‫المسلم‬ ‫ث‬ ‫ير‬ ‫ال‬ ‫سلم‬ ‫و‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫النبي‬ ‫قل‬

“Tidaklah orang muslim mewarisi dari orang kafir, begitu juga kafir tidak mewarisi dari
orang muslim”  (HR.Bukhari)

Hadits tersebut mengkhususkan keumuman QS. An-Nisa:11 yaitu:

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu,


bagian anak laki-laki sama dengan bagian anak perempuan”. (QS. An-Nisa:11)

3. Bayan Tasyri’

Yakni mengadakan suatu hukum yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an.

Suatu contoh haditnya ialah:

{‫ع‬ ‫صا‬ ‫أو‬ ‫تمر‬ ‫من‬ ‫عا‬ ‫صا‬ ‫س‬ ‫النا‬ ‫على‬ ‫رمضان‬ ‫من‬ ‫الفطر‬ ‫ة‬ ‫كا‬ ‫ز‬ ‫فرض‬ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫هللا‬ ‫رسول‬ ‫أن‬
)‫مسلم‬ ‫(رواه‬ ‫المسلمين‬ ‫من‬ ‫أنثى‬ ‫أو‬ ‫ذكر‬ ‫عبد‬ ‫او‬ ‫خر‬ ‫كل‬ ‫على‬ ‫شعير‬ ‫من‬ ‫ا‬

4
“Bahwasanya rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulsn
ramadhan satu sukat(sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuan muslim”(HR. Muslim)

4. Bayan Nasakh

Secara bahasa, an-naskh bisa berarti al-ibhtal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan),


at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyur (mengubah).

Para ulama’ baik muqaddimin maupun muta’akhirin berbeda pendapat dalam


mendefinisikan bayan an-nasakh, dalam hal ini mereka terbagi dalam tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadits, meskipun


hadits ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn
Hazm serta sebagian besar pengikut Zhahiriah.

Kedua, yang membolehkan me-nnaskh dengan syarat hadits tersebut harus mutawatir.
Pendapat ini diantaranya dipegang oleh mu’tazilah.

Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan hadits masyhur, tanpa harus
mutawatir. Peendapat ini diantaranya dipegang oleh kaum hanafiyah.

Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah sabda Nabi SAW, dari Abu
Umamah Al-Bahili

)‫ا ن ا هلل قد آعطى عل ذ عا حق حقه فال و صية لوا ر ث (روه احمد واآل ربعة اال النسا ء‬

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknyan (masing-masing).


Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris.”(HR. Ahmad dan Al-Arba’ah, kecuali Al-Nasa’i).
Hadits ini dinilai menasakh isi al-Qur’an QS. Al-Baqarah (2):180 yakni:
“Diwajiibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,
jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu, bapak, dan karib kerabatnya
secara ma’ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”.
(QS.Albaqarah:180). 3
3
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarta: STAIN PO Press), h.24

5
C. Pendapat Para Ulama tentang Fungsi Hadits dalam Islam

Seluruh Ulama, baik Ulama Ahl Ra’yi, maupun Ahl al-Atsar sepakat menetapkan bahwa


Al-Hadits (Als-Sunnah) itulah yang mensyarahkan dan menjelaskan al-Qur’an. Akan
tetapi Ahl Ra’yi, sesuai titah al-Qu’an yang khas maudhu’-nya, tidak memerlukan kembali
pada penjelasan As-Sunnah. As-Sunnah yang datangmengenai titah yang khas itu, ditolak,
dihukumi menambah, tidak diterima erkecuali kalau sama kekuatannya dengan ayat itu.

a. Pendapat Ahl ar-Ra’yi

Menurut pendapat Ulama Ahl ar-Ra’yi, penerangan Al-Hadits terhadap al-Qur’an


terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Bayan Taqrir

Yakni keterangan yang diberikan oleh As-Sunnah untuk menambah kokoh apa yang telah
diterangkan oleh al-Qur’an.

2.  Bayan Tafsir

Yakni menerangkan apa yang kira-kira tidak mudah diketahui (tersembunyi pengertiannya)
seperti ayat-ayat yang mujmal dan tarak fihi.

3. Bayan Tabdil, Bayan Nasakh

Yakni mengganti sesuatu hukum atau menasakhkannya.

Menasakhkan al-Qur’an dengan al-Qur’an menurut Ulama Ahl ar-Ra’yi, boleh. Menasakhan


al-Qur’an dengan as-Sunnah itu boleh jika as-Sunnah itu mutawatir,
masyhur, atau  mustafidh.

b. Pendapat Malik

Malik berpendirian bahwa bayan (penerangan) al-Hadits itu terbagi menjadi lima yaitu:

1. Bayan at-Taqrir

6
Yakni metetapkan dan mengokohkan hokum-hukum al-qur’an, bukan mentaudhihkan, bukan
mentaqyidkan muthlaq dan bukan mentakhsihkan ‘aam.

2. Bayan at-Taudhih (Tafsir)

Yakni menerangkan maksud-maksud ayat, seperti hadits-hadits yng menerangkan maksud


ayat yang dipahami oleh para sahabat berlainan dengan yang dimaksudkan oleh ayat.

3. Bayan at-Tafshil

Yakni menjelaskan mujmal al-Qur’an, sebagai hadits yang men-tafshil-kan kemujmalan.

4. Bayan al-Basthy (Tabsith Bayan Ta’wil)

Yakni memanjangkan keterangan bagi apa yang diringkaskan keterangannya oleh al-Qur’an.

5. Bayan Tasyri’

Yakni mewujudkan suatu hukum yang tidak tersebut dalam al-Qur’an, seperti menghukum
dengan bersandar kepada seorang saksi dan sumpah apabila si mudda’i tidak mempunyai dua
orang saksi, da seperti ridha’ (persusuan).

c. Pendapat Asy-Syafi’y

Asy-Syafi’y di antara Ulama Ahl al-Atsar menetapkan, bahwa penjelasan Al-Hadits terhadap


al-Qur’an dibagi terbagi lima, yaitu:

1. Bayan Tafshil, menjelaskan ayat-ayat yang mujmal.


2. Bayan Takhsish, menentukan sesuatu dari umum ayat.
3. Bayan Ta’yin, menentukan nama yang dimaksud dari dua      tiga perkara yang
mungkin dimaksudkan.
4. Bayan Tasyri’, menetapkan suatu hukum yang tidak didapati dalam al-Qur’an.
5. Bayan Nasakh, menentukan mana yang dinasikhkan dan mana yang dimansukhkan
dari ayat-ayat al-Qur’an.4

4
Teungku Muhammad Hasbhi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Imu Hadis, ( Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra), h.135-140.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Hadits sebagai bayan (penjelas) dalam ajaran Islam berfungsi sebagai memperkokoh apa
yang terkandung dalam al-Qur’an (bayan taqrir), sebagai penjelas ayat yang mujmal (bayan
tafsir), mengadakan suatu hukum yang belum ada dalam al-Qur’an (bayan tasyri’), dan juga
sebagai mengganti suatu hukum atau menghapus suatu hukum (bayan nasakh).

·           Pengklasifikasian bayan dibagi menjadi empat yaitu:


1. Bayan Taqrir

Yakni sebagai penjelasan untuk mengokohkan apa yang terkandung dalam Al-Qur’an.

2. Bayan Tafsir

Sebagai penjelasan ayat-ayat yang mujmal (global) dan musytarak (satu lafadz yang memiliki
makna), memberikan persyaratan ayat-ayat yang bersifat mutlak, dan menkhususkan ayat-
ayat yang bersifat umum.
3. Bayan Tasyri’
Yakni mengadakan suatu hukum yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an.
4. Bayan Nasakh
Yakni mengganti suatu hukum atau menghapus suatu hukum.

8
DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Munzier. 2003. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


Hasbi Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra.
Ichwan, M. Nor. 2007. Studi Ilmu Hadis.  Semarang: RaSail.

Anda mungkin juga menyukai