Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEDUDUKAN HADITS (AS-SUNNAH) TERHADAP AL-QURAN

Disusun Oleh :

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


PASCASARJANA UIN AR-RANIRY
BANDA ACEH
2017

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sampai saat ini
masih memberikan kekuatan dan ketabahan bagi hamba-Nya dalam menuntut
ilmu. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya yang
setia sampai akhir zaman.
Makalah dengan judul, Kedudukan Hadis (As-sunnah) Terhadap Al-
Quran disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Ulumul Hadits di
Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dalam penyusunan makalah ini penulis
banyak mendapat bantuan dan sumbangan pemikiran, serta dorongan dari
berbagai pihak, tetapi tidak luput dari kendala yang begitu banyak.
Akhirul kalam, semoga makalah yang sangat singkat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua terutama bagi penulis. Amin yarabbal alamiin.
Banda Aceh, 30 September 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 1
C. Tujuan Penulisan................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hadis (As-Sunnah) Terhadap Al-Quran.......... 2
B. Fungsi Hadis (As-Sunnah) Terhadap Al-Quran.................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 14
B. Saran................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam telah sepakat menempatkat Al-Quran sebagai sumber ajaran
Islam yang pertama dalam beragama. Melalui perantaraan malaikat Jibril, ia
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur, kemudian
disampaikan kepada umat. Oleh karena itu, untuk memahami satu ayat
membutuhkan kepada suatu ayat yang lain, satu surah memerlukan suatu surah
yang lainnya.
Selain Al-Quran sebagai pegangan pertama dalam ajaran Islam, agama
juga menuntut umat Islam untuk berpedoman kepada Hadis. Karena untuk bisa
memahami kandungan-kandungan ajaran agama Islam Hadis menduduki posisi
kedua sebagai petunjuk yang dapat memafhumi maksud dan tujuan dari Al-Quran.
Oleh sebab demikian, seyogiyanya bagi umat yang beragama Islam
menyelaraskan kedua sumber ajaran tersebut untuk dijadikan pedoman dalam
beragama.
Al-Quran dan Hadis merupakan pondasi utama untuk dijadikan kompas
dalam ajaran Islam. Keduanya saling keterkaitan sekaligus mempunyai peranan
yang sama meski berbeda kedudukannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan Hadis (As-Sunnah) terhadap Al-Quran?
2. Apa fungsi Hadis (As-Sunnah) terhadap Al-Quran?

C. Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui kedudukan Hadis (As-Sunnah) terhadap Al-Quran
2. Untuk mengethaui fungsi Hadis (As-Sunnah) terhadap Al-Quran

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadis (As-Sunnah) Terhadap Al-Quran


Kedudukan Hadis dari segi statusnya sebagai dalil dan sumber ajaran
Islam, menurut jumhur Ulama, adalah menempati posisi kedua setelah Al-Quran.
Hal tersebut terutama ditinjau dari segi wurud atau tsubutnya adalah bersifat
qath. Sedangkan kedudukan hadis kecuali yang berkedudukan mutawatir,
sifatnya adalah zhanni al-wurud. Oleh karenanya yang bersifat qath (pasti)
didahulukan dari pada yang zhanni (relatif).
Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan argument yang dikemukan
oleh Ulama tentang posisi hadis terhadap Al-Qurn tersebut:
a. Al-Qurn dengan sifatnya qathI al-wurud (keberadaannya yang pasti
dan diyakini, baik secara ayat perayat maupun secara keseluruhan.
Sudah seharusnyalah kedudukannya lebih tinggi dari pada hadis yang
statusnya secara hadis perhadis, kecuali yang berstatus mutawatir,
adalah bersifat zhanni al-wurud.
b. Hadis berfungsi sebagai penjelas dan penjabar (bayan) terhadap Al-
Quran. Ini berarti bahwa yang dijelaskan (al-mubayyan) yakni Al-
Quran, kedudukannya adalah lebih tinggi dari pada penjelasan (al-
bayan) yakni hadis.
c. Sikap para Sahabat yang merujuk kepada Al-Quran terlebih dahulu
apabila mereka bermaksud mencari jalan keluar atas suatu masalah,
dan jika di dalam Al-Quran tidak ditemui penjelasannya mereka
merujuk kepada Al-Sunnah yang mereka ketahui, atau menanyakan
hadis kepada Sahabat yang lain.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa kedudukan hadis Nabi saw, berada
pada peringkat kedua setelah Al-Quran. Meskipun demikian hal tersebut tidaklah
mengurangi nilai hadis, karena keduanya yaitu Al-Quran dan Hadis pada
hakikatnya sama-sama berasal dari Allah SWT.1

1
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya), 2001, hal. 62.

2
Hubungan antara Hadis dan Al-Quran sangat integral, keduanya tidak
dapat dipisahkan. Hadis mempunyai peranan utama yakni menjelaskan Al-Quran,
baik secara eksplisit atau implisit. Sehingga tidak ada istilah kontra antara satu
sama lain.2

B. Kedudukan Hadis (As-Sunnah) Terhadap Al-Quran


Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-Quran merupakan kitab pedoman
yang memuat berbagai masalah tentang aqidah, syariat dan konsep etika, tidak
seluruh ayat diturunkan dengan redaksi yang jelas.3 Al-Quran mengandung
kaidah-kaidah mm dan hokum-hukum kully. Al-Quran bersifat demikian agar
menjadi kitabb undang-undang yang kekal dan abadi.
Al-Quran mengandung segala permasalahan secara menyeluruh dan
lengkap, baik yang menyangkut masalah dunia maupun akhirat, tidak ada satu
masalah pun yang tertinggal. Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Al-
Anm ayat 38:


(( al-anm : 38))

Kami tidak berlaku alpa di dalam Kitab tentang suatu apapun.

Akan tetapi, kebanyakan ayat-ayat dalam Al-Quran bersifat global.


Mayoritas hokum-hukumnya bersifat umu dan bukan parsial. Oleh karena itu,
Allah memberikan kepada Rasul-Nya hak untuk menjelaskannya.4

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 44:

Hdgfdsjfdlsklsjgsj insert an-nahl

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran agar kamu menerangkan kepada


umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
2
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008), hal. 21.

3
Ali Umar Al-hasyi, Dua Pusaka Nabi SAW. Alquran dan Ahlulbait, (Jakarta: Pustaka
Zahra, 2002), hal. 127.

4
Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyiqi, Mutiara Ilmu Atsar Kitab Klasifikasi Hadis, (Jakarta:
Akbar, 2008), hal. 117.

3
Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw. Baik itu ucapan, perbuatan
maupun ketetapan yang berhubungan dengan hokum-hukum atau ketentuan-
ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia disebut hadis.

Hadis termasuk salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang
menduduki urutan kedua setelah Al-Quran. Adapun segala uraian yang terkandung
di dalam Hadis berasal dari Al-Quran.

Hadis merupakan penyempurna petunjuk dan penjelas terhadap Al-Quran.


Antara Al-Quran dan Hadis saling berkaitan serta saling menguatkan, dan
keduanya saling melengkapi satu sama lain.

Secara garis besar, fungsi Hadis terhadap Al-Quran terbagi tiga, yaitu:5

1. Bayan At-Taqrir

Yaitu menegaskan kembali keterangan atau perintah yang terdapat di


dalam Al-Quran. Fungsi Hadis dalam hal ini adalah memperkokoh isi kandungan
Al-Quran.6 Seperti keterangan Rasulullah saw mengenai shalat, puasa, zakat, haji
dan lainnya dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Jamrah:

Matan hadis7

Dibangun Islam atas lima (fondasi), yaitu: kesaksian bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat,
membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bagi yang
telah mampu.

Hadis yang di atas berfungsi untuk menegaskan (men-taqrir) ayat-ayat berikut:

Surat Al-Baqarah, ayat 83;

5
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis , hal. 70.

6
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 58.

7
Zaki Al-Din bd Al-Azhim Al-Munziri, Ringkasan Shahih Muslim, (Bandung: Mizan,
2008), hal 1.

4
insert surat al-baqarah

Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.

Surat Al-Baqarah, ayat 183;

insert surat al-baqarah

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa .

Adapun contoh lain , terdapat dalam Hadis yang diriwayatkan dari Abi Mushb
bin Sad:

insert surat hadis8

Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Allah tidak menerima shalat tanpa
bersuci.

Hadis di atas men-taqrir surat Al-Maidah, ayat 6mengenai keharusan berwudhu


ketika seseorang hendak mendirikan shalat, yaitu:

Insert almaidah ayat 6

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat,


maka basuhlah muka dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kaki sampai mata kakimu.

Dengan kata lain, Hadis dalam hal ini dapat mengungkapkan kembali apa
yang telah dimuat dan terdapat dalam Al-Quran, tanpa menambah ata menjelaskan
apa yang termuat di dalam ayat-ayat tersebut.

Menurut sebagian Ulama, bayan At-Taqrir disebut juga dengan bayan Al-
Muwafiq lin nash Al-Kitab Al-Karim. Hal ini karena munculnya hadis-hadis yang
sesuai dan mempeerkokoh nash Al-Quran.9

8
Zaki Al-Din bd Al-Azhim Al-Munziri, Ringkasan Shahih , hal 80.

9
Abdul Wahid, Pengantar Ulumul Hadis, (Banda Aceh: PeNa, 2012), hal. 28.

5
2. Bayan At-Taqrir

Yaitu menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang datang secara


mujmal, m, dan muthlaq.

a. Menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang mujmal (bersifat global).

Sunnah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang besifat mujmal (global),


baik itu dalam hal ibadah maupun hukum-hukum Islam. Seperti perintah
Allah kepada orang-orang mukmin untuk melaksanakan shalat, tetapi Allah
tidak menjelaskan waktu, rukun dan jumlah rakaatnya. Dalam hal ini
Rasulullah menjelaskan serta mempraktikkan tentang tata cara pelaksanaan
shalat.10

Sebagaimana dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari:

Shallu kama raitumi ushally (rawahul bukhari)11

Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.

Hadis di atas menjelaskan bagaimana mendirikan shalat, karena dalam Al-Quran


tidak dijelaskan secara rinci. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah, ayat 43:

Inssert albaqarah ayat 43

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama oranag-orang


yang rukuk.

b. Mengkhususkan ayat-ayat Al-Quran yang bersifat amm (umum).

Seperti firman Allah SWT yang terkandung dalam surat An-Nisa, ayat 11:

Inssert annisa ayat 43

10
Muhammad jjaj Al-Khatib, Ushulul Hadis, (Beirut: Darul Fikr, 1989), hal. 47.

11
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, (Jakarta:
Pustaka Azzam, cetakan ke-IV, 2007), hal. 466.

6
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua
orang anak perempuan.

Rasulullah saw dalam salah satu Hadisnya yang diriwayatkan Abu Usamah,
mengkhuskan ayat tersebut di atas:

Inssert hadis pada fhoto hal 6

Diriwayatkan dari Abu Usamah bin Zaid r.a, Nabi saw bersabda: Orang
muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang
muslim.

c. Memberi batasan (taqyid) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang bersifat muthlaq

Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah, ayat38:

Insert almaidah ayat 38

Adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan


keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan.

Dalam hal ini, potong tangan belum di-taqyid-kan secara khusus. Ayat tersebut
masih bersifat muthlaq, apakah tangan yang harus dipotong itu batasannya
sampai telapak tangan, lengan atau siku. Dalam Hadis Nabi saw menerangkan
masalah ini, bahwa batasan yang harus dipotong adalah sampai pergelangan
tangan.

Insert hadis pada gamabar hal 712

Rasulullah saw didatangi oleh seseorang dengan membawa pencuri, maka


Rasul memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangannya.

3. Bayan At-Tasyri

12
Imam Muhammad bin Ismail, Subulu As-Salam, (Beirut: Maktabatul Hayah, jilid 4,
1989), hal. 35.

7
Yaitu menetapkan hukum-hukum atau ajaran-ajaran yang tidak terdapat
dalam Al-Quran, atau dalam Al-Quran hanya terdapat pokok-pokoknya
saja.

Seperti Hadis Rasulullah saw tentang perintah mengeluarkan zakat


sebelum mengerjakan shalat Id:

Insert hadis gambar hal 713

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, Rasullah saw


memerintahkan agar zakat fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang
keluar untuk mengerjakan shalat Id.

Jika ada nash dalam Al-Quran mengenai suatu hukum, maka nash
tersebut harus diikuti. Tetapi suatu hukum tidak dijumpai dalam nash,
maka perkara tersebut harus dikembalikan kepada As-Sunnah. Apabila
dalam Sunnah didapati hukum yang telah ditentukan, maka Sunnah
tersebut harus dipegang (diikuti).14

13
Zaki Al-Din bd Al-Azhim Al-Munziri, Ringkasan Shahih , hal 297.

14
Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi saw, Sebagai Sumber Hukum Islam, Jawaban
Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995), hal. 109

8
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Quran dan Hadis (As-Sunnah) merupakan pedoman hidup yang
dijadikan sebagai sumber dasar hukum dalam ajaran Islam. Keduanya merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lainnya. Al-Quran
sebagai sumber pertama dan utama mengandung ajaran-ajaran yang bersifat
umum atau global. Kehadiran Hadis sebagai sumber ajaran kedua sebagai sumber
ajaran Islam menjelaskan keumuman Al-Quran.
Kedudukan Hadis sangat erat berkaitan dengan Al-Quran dalam ajaran
Islam yang membuat amalan seseorang sempurna tatkala berpegang teguh kepada
kedua sumber tersebut. Umat Islam wajib mengikuti Kitabullah (Al-Quran) dan
Sunnah Rasulullah saw (Hadis) merupakan bentuk realisasi ketaatan kepadaNya
dan juga sebagai konsekuensi dari pernyataan kalimah syahadat.

B. Saran
Sebagai umat islam, sudah selayaknyalah kita mematuhi apa yang
perintahkan Allah, termasuk untuk mematuhi dan mengamalkan apa yang Nabi
sampaikan kepada umatnya, dan tidak mengingkari apa yang telah di ajarkan
Rasul terhadap kita melalui Hadis, serta meletakkannya sebagai sumber hukum
islam dengan memasangkannya pada kedua sumber hukum ajaran Islam, yakni;
Al-Quran dan Hadis (As-Sunnah).

9
10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2008.

Ali Umar Al-hasyi, Dua Pusaka Nabi SAW. Alquran dan Ahlulbait, Jakarta:
Pustaka Zahra, 2002.

Abdul Wahid, Pengantar Ulumul Hadis, Banda Aceh: PeNa, 2012.

Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyiqi, Mutiara Ilmu Atsar Kitab Klasifikasi Hadis,


Jakarta: Akbar, 2008.

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari,


Jakarta: Pustaka Azzam, cetakan ke-IV, 2007.

Imam Muhammad bin Ismail, Subulu As-Salam, Beirut: Maktabatul Hayah,


jilid 4, 1989.

Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Muhammad jjaj Al-Khatib, Ushulul Hadis, Beirut: Darul Fikr, 1989.

Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.
Zaki Al-Din bd Al-Azhim Al-Munziri, Ringkasan Shahih Muslim, Bandung:
Mizan, 2008.
Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi saw, Sebagai Sumber Hukum Islam,
Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu
Jaya, 1995.

11

Anda mungkin juga menyukai