Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEDUDUKAN AS-SUNNAH SEBAGAI HADIST DAN FUNGSI


AS-SUNNAH ATAU HADIST

Disusun Oleh

Nama kelompok:
1. Atika Widya Ningrum (4218024)
2. Agung Saputra (4218017)
Mata Kuliah : Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu : Ria Jayati, M.Pd.

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
STKIP - PGRI LUBUKLINGGAU
201
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis mohonkan kepada Allah
SWT kerena atas berkah dan rahmat-Nya penulis telah dapat menyelesaikan
makalah dengan judul  “PENGERTIAN, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI
HADIST” . Makalah ini  penulis buat  berisikan  pembahasan ayat-ayat Al-
Qur’an dan Hadits tentang pendidikan. Dalam penyusunan makalah ini,  penulis
banyak mengambil materi dari buku-buku yang berkaitan dengan masalah-
masalah pendidikan dalam Islam, terutama yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan
Hadits.
Penulisan dan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini sehingga penulis  dapat
menyelesaikan makalah ini.
Demikian makalah ini penulis  buat semoga  dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang menggunakan akal
kita untuk berpikir. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaannya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak
demi kesempurnaan makalah ini.
                                                                 
Lubuklinggau,  September  2021
Penulis

 
Kelompok 2
 
 
 
 
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4

A. Pengertian As-Sunnah.............................................................................4
B. Kedudukan As-Sunnah ...........................................................................6
C. Fungsi As-Sunnah....................................................................................7
D. Hubungan As-Sunnah dengan Al-Quran.................................................8

BAB III PENUTUP.........................................................................................15

A. Kesimpulan............................................................................................15
B. Saran......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an.
Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat
perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara mutawatir
dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sehingga mulai dari sinilah timbul
berbagai pendapat dalam menilai kualitas hadits. Sekaligus sumber perdebatan
dalam kancah ilmiah, atau bahkan dalam kancah-kancah non ilmiah. Akibatnya
bukan kesepakatan yang didapatkan, akan tetapi sebaliknya perpecahan yang
terjadi.
Oleh karena itu timbul sebuah pertanyaan apakah hadist dapat dijadikan
sebuah hujjah atau tidak..?? maka penulis mencoba membahas beberapa hal yang
terkait dengan al-hadits sebagaimana terangkum dalam rumusan masalah sebagai
berikut.
 
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian As-sunnah?
2. Jelaskan Kedudukan As-sunnah?
3. Jelaskan Fungsi As-sunnah?
4. Jelaskan Hubungan dengan Al-Qur’an?
 
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pada as-sunah atau hadist.
2. Untuk mengetahui kedudukan As-sunnah atau hadist sebagai hujjah/dalil.
3. Untuk mengetahui fungsi dari As-sunnah.
4. Untuk mengeetahui hubungan As-sunnah dengan al-quran.
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Al-Hadits
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik
itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan. Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu
hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam berbagai tujuan dan
persuaian (situasi). Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad
SAW, seperti  pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan
rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya
mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh. Hadits
Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh
Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar
itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik
terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila
seseorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan
dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang
itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya,
maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat
dilakukan pada dua bentuk:
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan
dilarang oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa
pelaku berketerusan melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu.
Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut
boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui berketerusannya si
pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang itu. Diamnya Nabi
dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak
diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya
adalah meniadakan keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu
dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya,
berarti Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari
kesalahan.

B. Kedudukan Hadits
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas
hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang
ditentukan Allah dalam Al-Quran. Kedudukan Hadits sebagai bayani atau
menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan
dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan
Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan
sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan
ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang
menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh
karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber lain. Jumhur ulama berpendapat
bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran
dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam.
Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan
kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang
tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :artinya : Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), Bahkan dalam tempat lain Al-Quran
mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana
tersebut dalam surat An-Nisa : 80: Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,
Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka. Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah
mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana
tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan
hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh
dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan keduadari segi kekuatan
penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits
mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari tiga tingkat,
yaitu: mutawatir, masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang
meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari sahabat
dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini kebenarannya bahwa hadits itu
benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir ini tidak banyak namun
mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan Al-Qur’an. Khabar
mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan dan menghasilkan
kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran
yang muncul dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa
khabar mutawatir menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat
dalam menetapkan cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan
pembuktian atau memerlukan pembuktian kebenarannya. Untuk sampainya
khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di
antaranya syarat-syarat itu disepakati oleh ulama dan syarat lainnya
diperselisihkan. Syarat-syarat yang disepakati ada yang menyangkut pembawa
berita

C. Fungsi Hadits
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar
ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara
amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan
demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini
telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu. Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli
bagi hukum fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya
sebagai bayani  dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi
senagai berikut :
1. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an
atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti
mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :“ Dan dirikanlah sholat dan
tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi yang artinya :“ Islam
itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat.
a. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an
b. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
c. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
d. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
e. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat
yang masih samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a
sebagaimana yang biasa dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi
melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri dari ucapan dan pebuatan
secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir dengan salam.
Sesudah itu Nabi bersabda :inilah shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana
kamu melihat saya mengerjakan shalat.
2. Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat
dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan
sendiri hukumyang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam
bentuk ini disebut itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas
bahwa apa yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan
terhadap apa yang disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang
disebutkan Al-Qur’an secara terbatas. Umpamanya Allah SWT
mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging babi. Larangan Nabi ini
menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hhukum baru yang ditetapkan oleh
Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi
itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah memakan
sesuatu yang kotor.
 
D. Hubungan Hadits dengan Al-Qur’an
Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum
dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah
SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam
pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan. Tetapi pengalaman hukum
Allah diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian bertujuan supaya hukum-
hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat
dilaksanakan oleh umat.
Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa
sebagian besar ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar
yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits.
Dengan demikian keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah
berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut
sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka hadits disebut sebagai bayani. Dalam
kedudukannya sebagai bayani maka dalam hubungannya dengan Al-Qur’an,
Hadits menjalankan fungsi sebagai berikut :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur’an
atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti
mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an.
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam
hal :
3. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
4. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar
5. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
6. Memperluas maksud dari suatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh Hadits yang merinci ayat Al-Qur’an yang masih garis besar,
umpamanya tentang waktu-waktu shalat yang masih secara garis besar disebutkan
dalam surat An-Nisa : 103
Artinya : sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.
Contoh hadits yang membatasi maksud ayat Al-Qur’an yang adatang dalam
bentuk umum, umpamanya hak kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan
dalam surat An-Nisa :11:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan.
Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada anak-anak yang ia bukan penyebab
kematian ayahnya.
Contoh Hadits memperluas apa yang dimaksud oleh Al-Qur’an,
umpamanya firman Allah yang melarang seorang laki-laki memadu dua orang
wanita yang bersaudara dalam surat An-Nisa ayat 23 yang artinya :
“ dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau”. (Q.S An-Nisa :23)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahawa:
1. Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang
lain.
2. Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah
penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
3. Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau
dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat Islam.
4. Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an
5. Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-
hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di
atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk
diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan.
 
B. SARAN
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Syarifudin, Amir, Haji, Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1997
Drs, Mudasir,Haji, Ilmu Hadis- Cet. 1. Bandung : Pustaka Setia, 1999
Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5. Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2002
Abu Zahroh, Ushul Fiqh,  Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1999
 

Anda mungkin juga menyukai