Anda di halaman 1dari 17

METODE TAFSIR AL-QURAN

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 11

ULFA MAISURA

200209080

NOLA ERVINA

200209081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS UIN AR-RANIRY

2020
LATAR BELAKANG

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam

menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan

mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan

kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,

sehingga makalah “Metode Tafsir Al-Quran” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna

memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Quran. Penulis berharap agar makalah ini dapat

menambah wawasan bagi pembaca tentang metode tafsir Alquran.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Irwandi, S.Pd.I.,

M.A. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait

bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang

telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan

dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat

lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan

maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat

bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah


Al-Quran datang ke hadapan kaum Arab kala itu dengan format yang tidak pernah
mereka kenal sebelumnya serta keindahan gaya bahasa yang tak tertandingi oleh para tokoh
dan pakar bahasa waktu itu. Kitab suci ini telah menantang para pujangga dan tokoh-tokoh
penyair Arab untuk membuat tandingan bagi Al-Quran, mulai dari terberat atau membuat
satu saja:

)38(. ‫ين‬
-َ ِ‫صا ِدق‬ ِ ‫م ِم ْن د‬-ُْ‫أَ ْم يَقُولُونَ ا ْفتَ َراهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُو َر ٍة ِم ْثلِ ِه َوا ْدعُوا َم ِن ا ْستَطَ ْعت‬
َ ‫ُون هَّللا ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah:
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya
dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika
kamu orang-orang yang benar."(Q.S. Yunus : 38).
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Laksana samudera yang keajaiban dan
keunikannya tidak pernah sirna di telan masa, sehingga lahirlah bermacam-macam tafisr
dengan metode yang beraneka ragam. Para ulama telah menulis dan mempersembahkan
karya-karya mereka dibidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh
masing-masing tokoh penafsir, metode-metode yang dimaksud adalah metode tahliliy, ijmali,
muqaran, dan maudhu’i.
Empat metode ini dalam menafsirkan Al. Quran membantu dan memudahkan
mempelajari dan memahami ayat Al-Quran itu sendiri. Dan mengingat empat metode tersebut
telah menjadi pilihan banyak mufassir (ulama tafsir) dalam karyanya.

B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan mencari materi yang akan dijelaskan dalam makalah ini, kami
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan metode tafsir?
2. Apa yang dimaksud dengan penafsiran Al-Quran?
3. Apa saja macam metode tafsir?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian metode tafsir.
2. Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian penafsiran Al-Quran.
3. Agar pembaca mengetahui dan memahami empat macam metode yang umum
digunakan dalam tafsir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Tafsir


Kata “Metode” berasal dari Bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan.
Bahasa Inggris (method), dan Bahasa Arab (thariqot dan manhaj). Dalam Bahasa Indonesia,
kata tersebut berarti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam
ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk membuahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan.”
Tafsir yaitu penjelasan tentang maksud–maksud Allah dalam Firman-Nya sesuai dengan
kemampuan manusia. Tersirat dari kata penjelasan adanya sesuatu yang dihidangkan sebagai
penjelasan, serta cara menghidangkan penjelasan itu. Sedang dari kata kemampuan
manusia tersirat keanekaragaman penjelasan dan caranya, di samping mengandung tentang
kedalaman/keluasan atau kedangkalan dan keterbatasannya.(M.Quroisy Shihab,2013:377)
Adapun Metodologi Tafsir ialah ilmu tentang menafsirkan Al Qur’an. Sedangkan  cara
menyajikan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan teknik atau seni penafsiran.
Jadi, metode tafsir merupakan kerangka atau kaidah yang digunakan dalam menafsirkan ayat
-ayat Al Qur’an. Dan seni atau teknik ialah cara yang dipakai ketika menerapkan kaidah yang
tertuang didalam metode.
B. Pengertian  penafsiran Al-Qur’an
Menurut Bahasa, Tafsir berwazan dari kata dasar al-fasr berarti menjelaskan atau
menyingkap makna yang abstrak. Kata tafsir juga diambil dari kata al-tafsir, yaitu ilmu yang
digunakan dokter untuk mengetahui penyakit.
Abu Hayan mendefinisikan tafsir sebagai ilmu yang membahas tentang cara
pengungkapan kata-kata Al Qur’an baik petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik
secara tunggal atau tarkib. Kesempurnaan pnafsiran Al Qur’an membutuhkan ilmu nasakh
dan asbabun nuzul.
Dari pengertian dan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tafsir adalah ilmu
yang digunakan untuk mengungkap kandungan dan rahasia Al Qur’an, baik yang terkandung
dalam dzohir lafadz atau kalimat dengan menggunakan beberapa ilmu yang terkait dalam Al
Qur’an. Yakni dengan mengetahui ilmu nasakh , mengenai:
1. Penghapusan atau pembatalan hukum yang telah ditetapkan dahulu akibat turunnya
ketetapan hukum yang baru datang kemudian.
2. Adanya pengecualian terhadap hukum yang tertentunya bersifat umum oleh hukum
yang bersifat khusus yang diturunkan kemudian.
3. Penjelasan yang datang kemudian untuk ketetapan hokum yang belum jelas yang
datang terdahulu
C. Macam-Macam Metode Tafsir
Secara umum dikenal empat macam metode penafsiran yaitu:
1. Metode Tahlily/Analisis
a. Pengertian
Kata tahlili adalah bentuk masdar dari kata hallala-yuhallilu-tahliilan, yang berasal
dari kata halla-yahullu-halln yang berarti membuka sesuatu. Tidak ada sesuatu pun
yang tertutup darinya. Dari sini dapat difahami bahwa arti kata tahlil berarti membuka
sesuatu yang tertutup atau yang terikat dan mengikat sesuatu yang berserakan agar
tidak terlepas atau tercecer.
Metode Tahlily adalah metode penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan cara
menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai seginya,sesuai dengan pandangan,
kecenderungan, dan keinginan mufasirnya yang dihidangkan secara runtut sesuai
dengan perurutan ayat-ayat Al Qur’an, serta menjelaskan maksud yang terkandung di
dalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi
surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat
lain. Menurut imam Malik bin Nabi, tujuan utama ulama’ menafsirkan Al Qur’an
dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan
kemu’jizatan Al Qur’an.
b. Ciri – ciri dan contoh metode Tahlily
1) Mufassir menafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan
sesuai dengan urutannya dalam mushaf Seorang mufassir berusaha menjelaskan
makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-qur’an secara komprehensif dan
menyeluruh, baik dari segi I’rab, asbabun nuzul dan yang lainnya.
2) Menjelaskan munasabat (kaitan) antara satu ayat dengan yang lain, juga antara
surah dengan surah yang lain.
3) Dalam penafsirannya, seorang mufassir menafsirkan ayat-ayat baik melalui
pendekatan bil-ma’sur maupun bir ra’yi.
c. Kelebihan Tafsir Tahlily
1) Ruang lingkup luas
Dapat dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran sesuai keahlian masing –
masing mufasir. Seperti:
- Ahli Bahasa kitab tafsir Al Nasafi karangan Abu al Su’ud
- Ahli filsafat kitab tafsir Al Fakhr Al Razi
- Ahli sains dan teknologi kitab tafsir Jawahir karangan Al Thanthowi Al
Jauhari
- Ahli qiro’at karangan Abu Hayyan
2) Memuat berbagai ide
Memberi kesempatan mufasir  untuk mencurahkan ide – ide dan gagasannya
dengan mengemukakan pemikiran – pemikirannya maka lahirlah kitab tafsir
berjilid, Seperti:
- Kitab tafsir At Thabroni (15 jilid)
- Kitab tafsir Ruh Al Ma’ani (16 jilid)
- Kitab tafsir Al Fakhr Al Razi (17 jilid)
- Kitab tafsir Al Maroghi (10 jilid)
d. Kekurangan
1) Menjadikan petunjuk parsial atau terpecah – pecah
Al Qur’an terasa tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang
diberikan pada suatu ayat berbeda dengan ayat – ayat lain yang sama.
2) Melahirkan penafsiran subjektif
Sesuai dengan kemauan hawa nafsu mufasir tanpa mengindahkan kaidah-kaidah
dan norma-norma yang berlaku. Bahkan ide-ide jahat dan ekstrim
dikemukakannya sehingga menyimpang dari maksud ayat. Menjadikan metode
ini lemah dan kurang representative, yakni penafsiran yang tidak didukung
argument-argumen yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
e. Langkah-langkah
Dalam menggunakan metode penafsiran tahlili, terdapat langkah-langkah
penafsiran yang pada umumnya digunakan, yaitu:
1) Menerangkan makki dan madani di awal surat
2) Menerangkan asbabun nuzul (jika ada)
3) Menerangkan arti mufrodat (kosa kata), termasuk di dalamnya kajian bahasa
yang mencakup I’rab dan balaghah
4) Menerangkan unsur-unsur fasahah,bayan,dan I’jaz-nya
5) Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya
6) Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas.
2. Metode Ijmali/Global
a. Pengertian
Metode ijmali (global) yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan
dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global(mencangkup bahasa
popular, mudah dimengerti dan enak dibaca) tidak terperinci seperti tafsir tahlili. Para
pakar menganggap bahwa metode ini merupakan metode yang pertama kali hadir
dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir, karena didasarkan pada kenyataan
bahwa era awal-awal Islam, metode ini yang dipakai dalam memahami dan
menafsirkan al-Quran. Realitas sejarah dahulu para sahabat adalah mayoritas orang
Arab yang ahli bahasa Arab dan mengetahui dengan baik latar belakang asbabun
nuzul-nya ayat, bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi
umat Islam ketika ayat-ayat al-Quran turun. Hal ini dapat menyuburkan persemaian
metode global karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi,
tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana.
Dengan metode ini, langkah awal yang dilakukan para mufassir adalah
membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang ada pada mushaf, lalu
mengemukakan arti yang dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Ma’na yang
diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat atau menurut pola-pola yang
diakui jumhur ulama’ dan mudah difaham semua orang.Adapun bahasa, diupayakan
lafadznya mirip bahkan sama dengan lafadz yang digunakan al-Quran sehingga
pembaca bisa merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh berbeda dari gaya bahasa
al-Quran dan terkesan bahwa hal itu benar-benar mempresentasikan pesan al-Quran.
b. Ciri-ciri metode tafsir ijmali
1) Urutannya sesuai dengan urutan mushaf.
2) Mufassir langsung menafsirkan ayat al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa
perbandingan dan penetapan judul.
3) Setiap surat dibagi menjadi kelompok-kelompok ayat, lalu ditafsirkan secara
ringkas dan global.
4) Sebagian lafal dari ayat menjadi pengait antara nash ayat dengan tafsirnya.
5) Lafal dan bahasanya tidak jauh dari nash Al-Quran.
6) Mufassir tidak banyak mengemukakan pendapat dan idenya.
7) Mufassir tidak banyak memberikan penafsiran secara rinci tetapi ringkas dan
umum, meskipun pada beberapa ayat tertentu memberikan penafsiran yang agak
luas, namun tidak pada wilayah analitis.
c. Kelebihan
Dalam kaitan ini metode ijmali (global) dalam penafsiran Al-Qur’an memiliki
kelebiha yaitu :
1) Praktis dan mudah dipahami.
2) Bebas dari penafsiran israilat.
3) Akrab dengan bahasa Al-Qur’an.
f. Kekurangan
1) Menjadikan petunjuk Al-Qur’an  bersifat persial.
2) Tak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai.
g. Contoh metode ijmali
1) Tafsir al-Jalalayn, karya Jalal ad-Din as-Suyuthi dan Jalal ad-Din al-Mahalli.
2) Shafwah al-Bayan Lima’ani al-Qurân, karya Syeikh Hasanain Muhammad
Makhluf.
3) Tafsîr al-Quran al-‘Azhim, karya Ustadz Muhammad Farid Wajdiy.
3. Metode Muqorin/Perbandingan
a. Pengertian
Yaitu, metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan menemukan dan
mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik
dengan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan
memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan
jalan penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu.
Tafsir muqarrin dilakukan dengan membandingkan ayat satu dengan ayat yang
lain, yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah
atau kasus yang berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk
kasus yang sama, atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadis
yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut
penafsiran Al qur’an. Jadi dilihat dari pengertian tersebut dapat dikelompokkan 3
objek kajian tafsir, yaitu:
1) Membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain.
Mufasir membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang
memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang
berbeda; atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus
yang (diduga) sama. Al-Zarkasyi mengemukakan delapan macam variasi redaksi
ayat-ayat Al-Qur’an,sebagai berikut :
a) Perbedaan tata letak kata dalam kalimat
b) Perbedaan dan penambahan huruf
c) Pengawalan dan pengakhiran
d)  Perbedaan nakirah dan ma’rifah
e) Perbedaan bentuk jamak dan tunggal
f) Perbedaan penggunaan huruf kata depan
g) Perbedaan penggunaan kosa kata
h) Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan satu huruf ke huruf lain)
2) Membandingkan ayat dengan hadits Nabi SAW.
3) Mufasir membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits Nabi saw yang
terkesan bertentangan. Dan mufasir berusaha untuk menemukan kompromi antara
keduanya. Contoh perbedaan antara ayat al-Qur’an surat al-Nahl/16 : 32 dengan
hadits riwayat Tirmidzi dibawah ini :

“Masuklah kamu ke dalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS.
Al-Nahl : 32)

“Tidak akan masuk seorang pun diantara kamu ke dalam surga disebabkan
perbuatannya” (HR. Tirmidzi)
Antara ayat al-Qur’an dan hadits tersebut di atas terkesan ada pertentangan.
Untuk menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara :
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah hadits, yaitu bahwa orang-
orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan dan
rahmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya, amal
perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan
kata lain, posisi seseorang di dalam surga ditentukan amal perbuatannya.
Pengertian ini sejalan dengan hadits lain, yaitu :
“Sesungguhnya ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di
dalamnya berdasarkan keutamaan perbuatannya”. (HR. Tirmidzi)
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda
konotasinya dengan yang ada pada hadits tersebut. Pada ayat berarti imbalan,
sedangkan pada hadits berarti sebab.
4) Membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir.
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama salaf maupun ulama
khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, baik yang bersifat manqul (al-
tafsir al-ma’tsur) maupun yang bersifat ra’yu (al-tafsir bi al-ra’yi).
Manfaat yang dapat diambil dari metode tafsir ini adalah : 1) membuktikan
ketelitian al-Qur’an; 2) membuktikan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Qur’an yang
kontradiktif; 3) memperjelas makna ayat; dan 4) tidak menggugurkan suatu hadits
yang berkualitas sahih.
Dari definisi yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode muqarrin
adalah:
1) Membandingkan teks ayat-ayat al-qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan
redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus
yang sama.
2) Membandingkan ayat-ayat al-qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat
bertentangan.
3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan.
b. Contoh kitab tafsir yang menggunakan metode Muqarrin
1) Durrah at-Tanzîl wa Ghurrah at-Tanwil, karya al-Iskafi (yang terbatas pada
perbandingan antara ayat dengan ayat).
2) Al-Jami’ li Ahkam al-Quran, karya al-Qurthubiy (yang membandingkan penafsiran
para mufassir).
3) Rawa’i al-Bayan fî Tafsir Ayat al-Ahkam, karya ‘Ali ash-Shabuniy
4) Qur’an and its Interpreters (salah satu karya tafsir yang lahir di zaman modern ini),
karya Profesor Mahmud Ayyoub.
c. Kelebihan
1) Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain amat
berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
2) Mendorong mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta
pendapat-pendapat para mufassir yang lain.
3) Membuktikan ketelitian al-Quran.
4) Meyakinkan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif.
5) Memperjelas ma’na ayat tidak menggugurkan suatu hadits hadits yang berkualitas
shahih.
d. Kekurangan
1) Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para
pemula.
2) Metode muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial
yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini lebih
mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.
3) Metode muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang
pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.
Sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.
4. Metode Maudhu’i/ Tematik
a. Pengertian
Yaitu, metode penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan cara memilih topik
tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam al-Quran yang berhubungan
dengan topik tersebut, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain
bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman
mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu.
Dalam perkembangan metode maudhu’i ada dua bentuk
penyajian pertama menyajikan  kotak berisi pesan-pesan al-Qur’an yang terdapat pada
ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja. Biasanya  kandungan  pesan  tersebut 
diisyaratkan  oleh  nama  surat  yang dirangkum padanya selama nama tersebut
bersumber dari informasi rasul. Kedua, metode maudhu’i mulai berkembang tahun 60-
an. Bentuk kedua ini menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat tidak hanya
pada satu surah saja.
b. Ciri metode Maudhu’i
Metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak
salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Jadi, mufassir
mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-
Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu
dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas
atau petunjuk yang  termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi
penafsiranyang diberikan tidak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an agar
tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala [al-
ra’y al-mahdh]. Oleh karena itu dalam pemakainnya, metode ini tetap menggunakan
kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir.
c. Langkah – langkah metode tematik dapat dirinci sebagai berikut :
1) Menentukan bahasan al-Quran yang akan diteliti secara tematik.
2) Melacak dan mengoleksi ayat-ayat sesuai topic yang diangkat.
3) Menata ayat-ayat tersebut secara kronologis (sebab turunnya), mendahulukan ayat
Makiyyah dan Madaniyyah, disertai pengetahuan tentang latar belakang turunnya
ayat.
4) Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut.
5) Menyusun tema bahsan dalam kerangka yang sistematis
Melengkapi bahsan dengan hadits-hadits terkait.
6) Mempelajari ayat-ayat itu secara tematik dan komprehensif dengan cara mengoleksi
ayat-ayat yang memuat ma’na yang sama, mengkompromikan pengertian yang
umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang tampak
kontradiktif, menjelaskan nasikh dan mansukh sehingga semuanya memadu dalam
satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran
d. Contoh Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Maudhu’i
1) Al-Mar’ah fi al-Quran dan Al-Insan fii al-Quran al-Kariim, karya Abbas Mahmud
al-Aqqad.
2) Ar-Ribaa fii al-Quran al-Kariim, karya Abu al-‘A’la al-Maududiy.
3) Rawa’i al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam, karya ‘Ali ash-Shabuniy. 
e. Kelebihan
1) Memberikan pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup praktis,
sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-
quran hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.
2) Sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang,
menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran.
3) Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga merupakan jalan
terbaik dalam merasakan fashahah dan balagh Al-Quran.
4) Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan
lebih terbuka.
5) Lebih tuntas dalam membahas masalah
f. Kekurangan
Melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam tidak menafsirkan segala aspek
yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang menjadi topik
pembahasan saja.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Metode Maudu’i
a. Mufasir dalam penafsirannya tidak terikat dengan susunan ayat dalam mush-
haf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat atau kronologis
kejadian
b. Mufasir tidak membahas segala segi permasalahan yang dikandung oleh satu ayat,
tapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan atau judul yang ditetapkannya
c. Mufasir dalam pembahasannya tidak mencantumkan arti kosakata, sebabnuzul,
munasabah ayat dari segi sistematika perurutan, kecuali dalam batas-batas yang
dibutuhkan oleh pokok bahasannya
d. Mufasir berusaha untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan yang menjadi
pokok bahasannya.
2. Metode Anaisis
a. Mufasir memperhatikan susunan sebagaimana tercantum dalam mush-haf.
b. Mufasir berusaha untuk berbicara menyangkut segala sesuatu yang ditemukannya
dalam setiap ayat.
c. Mufasir biasanya hanya mengamukakan penafsiran ayat-ayat secara berdiri
sendiri, sehingga persoalan yang dibahas menjadi tidak tuntas, karena ayat yang
ditafsirkan seringkali ditemukan kaitannya dalam ayat lain pada bagian lain surat
tersebut, atau dalam surat yang lain.
3. Metode Maudhu’i
Mufasir disamping menghimpun semua ayat yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas, ia juga mencari persamaan-persamaan, serta segala petunjuk yang
dikandungnya selama berkaitan dengan pokok bahasan yang ditetapkan.
4. Metode Komparasi
Mufasir biasanya hanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan
kandungan yang dimaksud oleh masing-masing ayat tersebut atau perbedaan kasus
atau masalah. Misal : Al-Khatib Al-Iskafi dalam kitabnya Durrah Al-Tanzil wa
Ghurrah Al-Ta’wil, (tidak mengarahkan pandangannya kepada petunjuk-petunjuk
yang dikandung oleh ayat-ayat yang dibandingkan)
B. Saran
Hendaklah apabila kita ingin melakukan tafsir kita menggunakan empat metode ini.
Karena metode ini lebih umum dan lebih banyak digunakan ulama’ dalam melakukan
Tafsir.
DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nasrudin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Quran. Tangerang : PT. Pustaka Pelajar


outside
Nurhadi, Amari Ma’ruf. 2012. Tafsir untuk kelas XII MA. Kartosuro : PT. Wangsajatra
Lestari
Sihab, M. Quraish. 2013. Kaidah Tafsir.Yogyakarta: Lentera Hati

Anda mungkin juga menyukai