DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 11
ULFA MAISURA
200209080
NOLA ERVINA
200209081
2020
LATAR BELAKANG
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “Metode Tafsir Al-Quran” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Quran. Penulis berharap agar makalah ini dapat
M.A. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan
dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat
lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
)38(. ين
-َ ِصا ِدق ِ م ِم ْن د-ُْأَ ْم يَقُولُونَ ا ْفتَ َراهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُو َر ٍة ِم ْثلِ ِه َوا ْدعُوا َم ِن ا ْستَطَ ْعت
َ ُون هَّللا ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم
Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah:
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya
dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika
kamu orang-orang yang benar."(Q.S. Yunus : 38).
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Laksana samudera yang keajaiban dan
keunikannya tidak pernah sirna di telan masa, sehingga lahirlah bermacam-macam tafisr
dengan metode yang beraneka ragam. Para ulama telah menulis dan mempersembahkan
karya-karya mereka dibidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh
masing-masing tokoh penafsir, metode-metode yang dimaksud adalah metode tahliliy, ijmali,
muqaran, dan maudhu’i.
Empat metode ini dalam menafsirkan Al. Quran membantu dan memudahkan
mempelajari dan memahami ayat Al-Quran itu sendiri. Dan mengingat empat metode tersebut
telah menjadi pilihan banyak mufassir (ulama tafsir) dalam karyanya.
B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan mencari materi yang akan dijelaskan dalam makalah ini, kami
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan metode tafsir?
2. Apa yang dimaksud dengan penafsiran Al-Quran?
3. Apa saja macam metode tafsir?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian metode tafsir.
2. Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian penafsiran Al-Quran.
3. Agar pembaca mengetahui dan memahami empat macam metode yang umum
digunakan dalam tafsir.
BAB II
PEMBAHASAN
“Masuklah kamu ke dalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS.
Al-Nahl : 32)
“Tidak akan masuk seorang pun diantara kamu ke dalam surga disebabkan
perbuatannya” (HR. Tirmidzi)
Antara ayat al-Qur’an dan hadits tersebut di atas terkesan ada pertentangan.
Untuk menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara :
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah hadits, yaitu bahwa orang-
orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan dan
rahmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya, amal
perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan
kata lain, posisi seseorang di dalam surga ditentukan amal perbuatannya.
Pengertian ini sejalan dengan hadits lain, yaitu :
“Sesungguhnya ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di
dalamnya berdasarkan keutamaan perbuatannya”. (HR. Tirmidzi)
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda
konotasinya dengan yang ada pada hadits tersebut. Pada ayat berarti imbalan,
sedangkan pada hadits berarti sebab.
4) Membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir.
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama salaf maupun ulama
khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, baik yang bersifat manqul (al-
tafsir al-ma’tsur) maupun yang bersifat ra’yu (al-tafsir bi al-ra’yi).
Manfaat yang dapat diambil dari metode tafsir ini adalah : 1) membuktikan
ketelitian al-Qur’an; 2) membuktikan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Qur’an yang
kontradiktif; 3) memperjelas makna ayat; dan 4) tidak menggugurkan suatu hadits
yang berkualitas sahih.
Dari definisi yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode muqarrin
adalah:
1) Membandingkan teks ayat-ayat al-qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan
redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus
yang sama.
2) Membandingkan ayat-ayat al-qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat
bertentangan.
3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan.
b. Contoh kitab tafsir yang menggunakan metode Muqarrin
1) Durrah at-Tanzîl wa Ghurrah at-Tanwil, karya al-Iskafi (yang terbatas pada
perbandingan antara ayat dengan ayat).
2) Al-Jami’ li Ahkam al-Quran, karya al-Qurthubiy (yang membandingkan penafsiran
para mufassir).
3) Rawa’i al-Bayan fî Tafsir Ayat al-Ahkam, karya ‘Ali ash-Shabuniy
4) Qur’an and its Interpreters (salah satu karya tafsir yang lahir di zaman modern ini),
karya Profesor Mahmud Ayyoub.
c. Kelebihan
1) Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain amat
berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
2) Mendorong mufassir untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta
pendapat-pendapat para mufassir yang lain.
3) Membuktikan ketelitian al-Quran.
4) Meyakinkan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Quran yang kontradiktif.
5) Memperjelas ma’na ayat tidak menggugurkan suatu hadits hadits yang berkualitas
shahih.
d. Kekurangan
1) Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para
pemula.
2) Metode muqarrin kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial
yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini lebih
mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.
3) Metode muqarrin terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang
pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.
Sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.
4. Metode Maudhu’i/ Tematik
a. Pengertian
Yaitu, metode penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan cara memilih topik
tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam al-Quran yang berhubungan
dengan topik tersebut, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain
bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman
mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu.
Dalam perkembangan metode maudhu’i ada dua bentuk
penyajian pertama menyajikan kotak berisi pesan-pesan al-Qur’an yang terdapat pada
ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja. Biasanya kandungan pesan tersebut
diisyaratkan oleh nama surat yang dirangkum padanya selama nama tersebut
bersumber dari informasi rasul. Kedua, metode maudhu’i mulai berkembang tahun 60-
an. Bentuk kedua ini menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat tidak hanya
pada satu surah saja.
b. Ciri metode Maudhu’i
Metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak
salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Jadi, mufassir
mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-
Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu
dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas
atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi
penafsiranyang diberikan tidak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an agar
tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala [al-
ra’y al-mahdh]. Oleh karena itu dalam pemakainnya, metode ini tetap menggunakan
kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir.
c. Langkah – langkah metode tematik dapat dirinci sebagai berikut :
1) Menentukan bahasan al-Quran yang akan diteliti secara tematik.
2) Melacak dan mengoleksi ayat-ayat sesuai topic yang diangkat.
3) Menata ayat-ayat tersebut secara kronologis (sebab turunnya), mendahulukan ayat
Makiyyah dan Madaniyyah, disertai pengetahuan tentang latar belakang turunnya
ayat.
4) Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut.
5) Menyusun tema bahsan dalam kerangka yang sistematis
Melengkapi bahsan dengan hadits-hadits terkait.
6) Mempelajari ayat-ayat itu secara tematik dan komprehensif dengan cara mengoleksi
ayat-ayat yang memuat ma’na yang sama, mengkompromikan pengertian yang
umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang tampak
kontradiktif, menjelaskan nasikh dan mansukh sehingga semuanya memadu dalam
satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran
d. Contoh Kitab-kitab Tafsir yang menggunakan metode Maudhu’i
1) Al-Mar’ah fi al-Quran dan Al-Insan fii al-Quran al-Kariim, karya Abbas Mahmud
al-Aqqad.
2) Ar-Ribaa fii al-Quran al-Kariim, karya Abu al-‘A’la al-Maududiy.
3) Rawa’i al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam, karya ‘Ali ash-Shabuniy.
e. Kelebihan
1) Memberikan pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan hidup praktis,
sekaligus memberikan jawaban terhadap tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-
quran hanya mengandung teori-teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.
2) Sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang,
menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran.
3) Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga merupakan jalan
terbaik dalam merasakan fashahah dan balagh Al-Quran.
4) Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan
lebih terbuka.
5) Lebih tuntas dalam membahas masalah
f. Kekurangan
Melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam tidak menafsirkan segala aspek
yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah satu aspek yang menjadi topik
pembahasan saja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode Maudu’i
a. Mufasir dalam penafsirannya tidak terikat dengan susunan ayat dalam mush-
haf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat atau kronologis
kejadian
b. Mufasir tidak membahas segala segi permasalahan yang dikandung oleh satu ayat,
tapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan atau judul yang ditetapkannya
c. Mufasir dalam pembahasannya tidak mencantumkan arti kosakata, sebabnuzul,
munasabah ayat dari segi sistematika perurutan, kecuali dalam batas-batas yang
dibutuhkan oleh pokok bahasannya
d. Mufasir berusaha untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan yang menjadi
pokok bahasannya.
2. Metode Anaisis
a. Mufasir memperhatikan susunan sebagaimana tercantum dalam mush-haf.
b. Mufasir berusaha untuk berbicara menyangkut segala sesuatu yang ditemukannya
dalam setiap ayat.
c. Mufasir biasanya hanya mengamukakan penafsiran ayat-ayat secara berdiri
sendiri, sehingga persoalan yang dibahas menjadi tidak tuntas, karena ayat yang
ditafsirkan seringkali ditemukan kaitannya dalam ayat lain pada bagian lain surat
tersebut, atau dalam surat yang lain.
3. Metode Maudhu’i
Mufasir disamping menghimpun semua ayat yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas, ia juga mencari persamaan-persamaan, serta segala petunjuk yang
dikandungnya selama berkaitan dengan pokok bahasan yang ditetapkan.
4. Metode Komparasi
Mufasir biasanya hanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan
kandungan yang dimaksud oleh masing-masing ayat tersebut atau perbedaan kasus
atau masalah. Misal : Al-Khatib Al-Iskafi dalam kitabnya Durrah Al-Tanzil wa
Ghurrah Al-Ta’wil, (tidak mengarahkan pandangannya kepada petunjuk-petunjuk
yang dikandung oleh ayat-ayat yang dibandingkan)
B. Saran
Hendaklah apabila kita ingin melakukan tafsir kita menggunakan empat metode ini.
Karena metode ini lebih umum dan lebih banyak digunakan ulama’ dalam melakukan
Tafsir.
DAFTAR PUSTAKA