Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Quran dan Sunnah merupakan sumber yang utama dalam Islam. Dan
tentunya kedudukan sunnah sebagai sumber hukum Islam di bawah dari Al-
Quran. fungsi sunnah sendiri ialah sebagai penjelas terhadap Al-Quran dari
fungsi inilah Al-Quran dan As-sunnah tak dapat dipisahkan.
Beragama tidak mungkin bisa sempurna tanpa sunnah, sebagaimana
syar’iyah tidak mungkin sempurna tanpa di dasarkan kepada sunnah. Namun
permasalahannya adalah ada sebagian individu dna bahkan kelompok yang
mengingkari sunnah sebagai sumber hukum Islam, karena menurut mereka
sunnah hanyalah merupakan berisi dugaan-dugaan saja, tidak pasti. Dan mereka
berpendapat bahwa beragama hanya dengan Al-Quran saja sudah cukup, karena
Al-Quran sudah lengkap dan pasti kebenarannya. Maka dari permasalahan inilah
penulis mencoba mengkaji dalam makalah ini tentang para pengingkar sunnah
tersebut dan argumentasi yang mereka pakai serta penulis juga akan
memaparkan tentang bantahan-bantahan dari argumentasi yang mereka
kemukakan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu ingkar sunnah?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan ingkar sunnah?
3. Apa-apa saja argumentasi para pelaku ingkar sunnah?
4. Apa-apa saja argumen bantahan terhadap argumentasi pelaku ingkar sunnah?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menjelaskan tentang definisi ingkar sunnah
2. Untuk memaparkan tentang sejarah ingkar sunnah
3. Untuk mengetahui argumentasi pelaku ingkar sunnah
4. Untuk memparkan bantahan terhadap argumentasi ingkar sunnah

1
BAB I
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN INGKAR SUNNAH


Kata ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu “ingkar” dan “sunnah”.
َ ‫ أَ ْنك ََر يُ ْن ِك ُر إِ ْنك‬yang mempunyai arti
Kata ingkar berasal dari akar kata bahasa arab ‫َارا‬
tidak mengakui dan tidak menerima baik dilisan dan dihati, bodoh atau tidak
mengetahui sesuatu. Secara lengkapnya ingkar yaitu menolak, tidak mengakui
dan tidak menerima sesuatu , baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang
dilatarbelakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain, misal seperti
kesombongan, keyakinan dll.1sedangkan sunnah ialah segala sesuatu yang
datang dari Nabi Saw. dalam bentuk apaapun. Jadi bisa disimpulkan bahwa
ingkar sunnah ialah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasulullah Saw.
baik sebagian maupun keseluruhan.
B. SEJARAH INGKAR SUNNAH
Sejarah perkembangan ingkar sunnah hanya terjadi pada dua masa, yaitu
masa klasik dan modern. Menurut Prof. Dr. M. Mushthafa Al-Azhami, sejarah
ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Asy-Syafi’i pada abad ke-2 H/7 M.
Kemudian hilang peredarannya selama kurang lebih 11 abad. Kemudian pada
abad modern ingkar sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 13
H/19 M sampai pada masa sekarang. Sedang pada masa pertengahan ingkar
sunnah tidak muncul kembali, kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya
ke negara-negara Islam dengan menaburkan fitnah dan mencoreng-mencoreng
citra agama Islam.2
1. Ingkar Sunnah Klasik
Pada masa sahabat, seperti yang dituturkan oleh Imam Al-Hasan Al-
Bashri, ada sahabat yang kurang begitu memperhatikan kedudukan sunnah
Nabi Saw. yaitu ketika sahabat Nabi Saw. ‘Imran bin Hushain sedang
mengajarkan hadis. Tiba-tiba ada seorang yang meminta agar ia tidak usah
mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan Al-Quran saja. Lalu ‘Imran
menjawab “ tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda hanya
memakali Al-Quran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa
shalaf dzuhur itu empat rakaat, sahalat ashar empat rakaat dan shalat
maghrib tiga rakaat? Apabila anda hanya memakai Al-Quran, dari mana
anda tahu bahwa tawaf dan sa’i antara shafa dan marwa itu tujuh kali?”
mendengar jawaban itu, orang tersebut berkata, “ anda telah menyadarkan
saya. Mudah-mudahan, Allah selalu menyadarkan anda.” Akhirnya, sebelum
wafat orang itu menjadi ahli fiqh.

1
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta : AMZAH , 2011), hlm. 28.
2
Ibid, hlm. 30.

2
Hal serupa juga pernah terjadi pada Umayyah bin ‘Abdillah bin
Khalid, ketika ia mencoba mencari semua permasalahan dalam Al-Quran
saja. Karena tidak menemukan jawaban atas masalah yang dihadapinya,
akhirnya ia bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Umar. Ia berkata, “di dalam Al-
Quran, saya hanya menemukan keterangan tentang shalat di rumah dan
shalat dalam peperangan, sedangkan masalah shalat dalam perjalanan
tidak ditemukan.” Abdullah bin ‘Umar menjawab, “wahai kemenakanku,
Allah telah mengutus Nabi Muhammad Saw. kepada kita , sementara kita
tidak mnegtahui apa-apa. Karena itu, kita kerjakan apa saja yang kita lihat
Nabi Saw. mengerjakannya.”
Begitulah, semakin jauh dari masa Nabi Saw., semakin banyak
orang-orang yang mencari pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi
hanya dalam Al-Quran. bahkan tohoh ahli hadis Ayyub As-Sakhtiyani
berkata, “apabila anda mengajarkan hadis kemada seseorang, kemudian ia
berkata, ‘ajarilah kami dengan Al-Quran saja, tidak usah memakai hadis’,
ketahuilah bahwa orang tersebut adalah sesat dan menyesatkan.”3
Gejala-gejala ingkar sunnah di atas masih merupakan sikap-sikap
individual bukan merupakan sikap kelompok atau mazhab. Itulah gejala-
gejala ingkar sunnah yang di kalangan para sahabat. Sementara menejlang
akhir abad kedua hijriah muncul kelompok yang menolak sunnah sebagai
salah satu sumber syaria’at Islam, kelompok-kelompok tersebut antara lain :
a. Khawarij dan sunnah
Kata khawarij merupakan bentuk jamak dari kata kharij yang
berati sesuatu yang keluar. Sementara menurut pengertian terminologis,
khawarij adalah kelompok yang keluar dan tidak loyal kepada pimpinan
yang sah. Dan yang dimaksud khawarij disini adalah golongan tertentu
yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abu Thalib r.a. apakah
khawarij menolak sunnah? Ada sebuah sumber yang menuturkan bahwa
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum kejadian fitnah
(perang saudara antara Ali bin Abu Thalib r.a dan Mu’awiyah r.a)
diterima oleh kelompok khawarij. Dengan alasan bahwa sebelum
kejadian itu para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adli (muslim
yang sudah akil-baligh, tidak suka berbuat maksiat dan selalu menjaga
martabatnya). Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok
khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi Saw. sudah keluar dari Islam.
Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sesudah
kejadian itu ditolak kelompok khawarij. Ini adalah kesimpulan dari

3
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm. 208-209.

3
Musthafa As-Siba’i berdasarkan sumber-sumber yang terdapat dalam
kitab Al-Farq Baina Al-Firaq karya ‘Abd. Al-Qadir Al-Baghdadi.4
b. Syi’ah dan Sunnah
Kata Syi’ah berati para pengikut atau para pendukung. Sementara
menurut pengertian terminologis, syi’ah adalah golongan yang
menganggap bahwa ‘Ali bin Abu Thalib r.a lebih utama dari pada
khalifah sebelumnya dan berpendapat bahwa Ahl-Bait (keluarga Nabi
Saw.) lebih berhak menjadi khalifah dari pada yang lain.
Golongan syi’ah menganggap bahwa bahwa sepeninggal Nabi
Saw., mayoritas para sahabat sudah murtad (keluar dari Islam), kecuali
beberapa orang saja yang menurut mereka masih tetap Muslim. Karena
itu golongan syi’ah menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oelh
mayoritas para sahabat tertentu. Syi’ah hanya menerima hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh ahl-bait saja.5
c. Mu’tazilah dan sunnah
Secara bahasa, mu’tazilah berati sesuatu yang megasingkan diri.
Sementara yang dimaksud disini adalah golongan yang mengasingkan
diri dari mayoritas umat Islam karena mereka berpendapat bahwa
seorang muslim yang fasiq (berbuat maksiat) tidak dapat disebut mukmin
atau kafir. Adapun golongan ahlu sunnah berpendapat bahwa seorang
muslim yang berbuat maksiat tetap sebagai muslim, meskipun ia
berdosa. Pendapat mu’tazilah inii muncul pada masa Hasan Al-Basri dan
dipelopori oleh Washil bin ‘Ata.
Apakah mu’tazilah menolak sunnah? Syeikh Muhammad Al-
Khudri Beik berpendapat bahwa mu’tazilah menolak sunnah. Pendapat
ini berdasarkan diskusi antara Imam Asy-Syafi’i dan kelompok yang
mengingkari sunnah. Sementara kelompok atau aliran yang ada pada
waktu itu di Basrah Irak adalah Mu’tazilah. Diantara ulama mu’tazilah
yang menolak sunnah yaitu Abu Ishaq Ibrahim bin Saiyar, yang populer
dengan sebutan Al-Nadhdham. Ia mengingkari kemukjizatan Al-Quran
dari segi susunan bahasanya, mengingkari mukjizat Nabi Muhammad
Saw..
Namun ada ulama Mu’tazilah lain yang menerima hadis sebagai
sumber syariiat Islam, misalnya Abu Hasan Al-Bashri dalam kitabnya
Al-Mu’tamad. Bahkan, mayoritas ulama Mu’tazilah , misalnya Abu Al-

4
Ibid, hlm. 210.
5
Ibid, hlm. 211-212.

4
Hudzail Al-‘Allaf dan Muhammad bin ‘Abd Al-Wahhab Al-Jubba’i,
justru menilai bahwa Al-Nadhdham telah keluar dari Islam.6
d. Pembela Sunnah
Pada masa klasik, Imam As-Syafi’i telah memainkan perannya
dalam menundukkan kelompok pengingkar sunnah. Seperti telah
disebutkan dalam kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan perdebatannya
dengan orang yang menolak hadis. Setelah melalui perdebatan yang
panjang, rasional dan ilmiah, pengingkar sunnah tersebut akhirnya
tunduk dan menyatakan menerima hadis. Oleh karena itu Imam Asy-
Syafi’i diberi julukan sebagai Nashir As-Sunnah (pembela sunnah).
Begitulah paham ingkar sunnah pada masa klasik. Ia muncul
pada masa sahabat, kemudian berkembang pada abad II H dan akhirnya
lenyap dari pereddaran pada akhir abad III H. Dan baru pada abad XIV
H, paham itu muncul kembali ke permukaan sebagai akibat adanya
kolonialisme yang melanda umat Islam.
Ada berapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar sunnah pada masa
klasik, yaitu bahwa ingkar sunnah pada masa ini diawali akibat konflik
internal umat islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum zindik yang
berkedok pada sekte-sekte dalam Islam, kemudain diikuti oleh para
pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan melempar hadis
pals. Ingkar sunnah pada masa ini kebanyakan masih merupakan pendapat
perorangan dan hal itu muncul akibat ketidaktahuan mereka tentang fungsi
dan kedudukan sunnah dalam Islam. Karena itu, setelah diberi tahu tentang
urgensi sunnah, mereka akhirnya menerima. Sementara lokasi ingkar
sunnah pada masa ini umumnya berada di Irak, khususnya di Basrah.
2. Ingkar Sunnah Pada Masa Modern
Al-Mawdudi yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahi Najasy seorang
Guru Besar Fakultas Tarbiyah Jamiah ummi Al-Qura Thaif, demikian juga
dikutip beberapa ahli hadis juga mengatakan bahwa ingkar sunnah lahir
kembali di India, setelah kelahirannya pertama di Irak pada masa klasik.
Tokoh-tokohnya ialah Sayyid Ahmad Khan, Ciragh Ali, Maulevi Abdullah
Jakralevi, Ahmad Ad-Din Amratserri, Aslam Cirachburri, Gulam Ahmad
Parwez dan Abdul Khaliq Malwadah.
Sebab utama pada awal timbulnya ingkar sunnah pada masa modern
ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal
abad 19 M di dunia Islam, terutama india setelah terjadinya pemberontakan
melawan kolonial inggris 1857 M. Berbagai usaha yang dilakukan kolonial
untuk pendangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah melalui

6
Ibid, hlm. 213.

5
pimpinan-pimpinan umat islam dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori
barat untuk memberikan penilaian terhadap islam. Pada waktu itu ketika
umat islam di India mengumandakngkan komando jihad, kolonial inggris
sadar bahwa komando ini sangat berbahaya bagi mereka. Oleh karena itu,
mereka membuat kelompok ulama muslimin yang memberikan fatwa bahwa
islam tidak mewajibkan jihad dengan pedang dengan cara mencerca hadis-
hadis tentang jihad, diantara ulama-ualam tersebut ialah Ciragh Ali, Mirza
Ghulam Ahmad dan lain-lain.
Di Mesir diawali dari tulisan Dr. Taufiq Shidqi dengan beberapa
artikelnya di Majalah Al-Mannar diantaranya berjudul Al-Islam huw Al-
Quran Wahdah (islam hanyalah Al-Quran saja), kemudian diikuti oleh para
sarjana lain di antaranya Ahmad Amin dengan bukunya Fajr al-Islam ,
Mahmud Abu Rayyah dengan bukunya Adhwa’ ‘ala As-Sunnah Al-
Muhammadiyah, dan lain-lain. Mesir nampak lebih subur dinamika
kontroversi sunnah, karena disamping kondisi kebebasan berfikir sejak masa
pembaharuan Muhammad Abduh, buku-buku orientalis sangat berpengaruh
dalam perkembangan bacaan para pelajar dan sarjana.
Di Malaysia, Kasim Ahmad dengan tulisannya Hadis Satu Penilaian
Semula dan di Indonesia diantaranya Abdul Rahman dan Achmad Sutarto
dengan diktatnya serta pengikut-pengikutnya antara lain Nazwar Syamsu,
Dalimi Lubis dan H. Sanwani. Menurut hasil penelitian MUI buku-buku
yang mereka tulis menyesatkan umat islam dan akan mengganggu stabilitas
nasional, maka Jaksa Agung RI dengan surat keputusannya No. Kep-
169/J.A/1983 melarang beredarnya buku-buku yang ditulis mereka yanggal
30 september 1983.
Harian ibu kota yang terbit 3 oktober 1985 yang dikutip Drs. Zufron
rahman memaparkan buku-buku yang terlarang beredar oelh Jaksa Agung
karena menyesatkan umat islam dan mengingkari sunnah sebagai dasar
hukum islam. Di antaranya buku karangan Dalimi Lubis berjudul Alam
Barzakh dan buku-buku karangan Nazwar Syamsu, yaitu sebagai berikut
Tauhid dan Logika Al-Qruran Dasar Tanya Jawab Ilmiah, Pelengkap
Alquran Dasar Tanya Jawab Ilmiah, Kamus Alquran (Alquran-Indonesia-
inggris), Koreksi Alquran karim Bacaan Mulia, Perbandingan Agama
(Alquran dan Bibel), Alquran tentang Mekah dan Ibadah Haji, Alquran
tentang Manusia dan Masyarakat, Alquran tentang Al-Insan, Alquran
tentang Shalat, Puasa dan Waktu, Alquran Dasar Tanya Jawab Hukum,
Alquran tentang Manusia dan Ekonomi, Alquran tentang Isa dan Venus,
Alquran tentang benda-benda angkasa I dan Alquran tentang benda-benda
angkasa II.7

7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta : AMZAH , 2011), hlm. 33-35.

6
C. ARGUMENTASI INGKAR SUNNAH
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar sunnah baik yang klasik maupun
yang modern memiliki arguman-argumen yang dijadikan pegangan oleh mereka.
Tanpa argumen-argumen itu, barangkali pemikiran itu tidak mempunyai
pengaruh apa-apa. Berikut ialah argumen-argumen ingkar sunnah :
1. Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal
yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai sunnah, berati landasan
agama itu tidak pasti. Al-Quran yang kita jadikan landasan agama itu
bersifat pasti, seperti yang dituturkan dalam ayat-ayat berikut.

َ‫ْب ۛ فِ ْي ِه ۛ ُهدًى ِلِّ ْل ُمت َّ ِقيْن‬ ُ ‫ٰذ ِل َك ْال ِك ٰت‬


َ ‫ب ََل َري‬
“kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi yang
bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 2)

َ ‫ب ُه َو ْال َح ُّق ُم‬


َ ‫ص ِ ِّدقًا ِلِّ َما َبيْنَ َي َد ْي ِۗ ِه ا َِّن ه‬
‫ّٰللا ِب ِع َبادِه‬ ِ ‫ِي ا َ ْو َح ْينَا ْٓ اِلَي َْك ِمنَ ْال ِك ٰت‬
ْْٓ ‫َوالَّذ‬
‫صيْر‬ ِ ‫َل َخ ِبي ٌْۢر َب‬
“dan apa yang telah Kami turunkan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-
Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya.” (QS. Al-Faathur : 31)
Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadis, ia tidak
akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadis- khususnya hadis ahad-
bersifat Dhanni (dugaan yang kuat) dan tidak sampai pada peringkat pasti.
Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadis di samping Al-Quran,
Islam akan bersifat ketidakpastiaan. Dan ini dikecam oleh Allah dalam
firman-Nya,

‫شيْـًٔا‬ ِ ِّ ‫الظ َّن ََل يُ ْغنِ ْي ِمنَ ْال َح‬


َ ‫ق‬ َّ ‫َوا َِّن‬
“sedangkan sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun
terhadap kebenaran” (QS. An-Najm : 28)
Demikian argumen pertama ingkar sunnah, baik yang klasik maupun
yang modern seperti yang diungkapkan oleh Taufiq Sidqi (Mesir) dan
Jami’ah Ahl Al-Quran (Pakistan).
2. Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam tidak ada dalil lain selain Al-Quran, Allah
SWT. Berfirman :

ِ ‫طنَا فِى ْال ِك ٰت‬


َ ‫ب ِم ْن‬
‫ش ْيء‬ ْ ‫ِۗۗ َما فَ َّر‬

7
“tidaklah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab (Al-Quran)” (QS.
Al-An’am : 38)
Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan, berati
kita secara tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang
membahas segala hal secara tuntas. Padahal, ayat diatas membantah AL-
Quran masih mengandung kekurangan. Oleh karena itu, dalam syariat Allah
tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini
dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
3. Al-Quran Tidak Memerlukan Penjelaan
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran
merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah Berfirman :

‫ص ًل‬ َ ‫ِي ا َ ْنزَ َل اِلَ ْي ُك ُم ْال ِك ٰت‬


َّ َ‫ب ُمف‬ ْْٓ ‫َّو ُه َو الَّذ‬
“Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepadamu
dengan terperinci” (QS. Al-An’am : 114)

َ‫ش ْيء َّو ُهدًى َّو َر ْح َمةً َّوبُ ْش ٰرى ِل ْل ُم ْس ِل ِميْن‬ َ ‫علَي َْك ْال ِك ٰت‬
َ ‫ب ِت ْب َيانًا ِلِّ ُك ِِّل‬ َ ‫َون ََّز ْلنَا‬
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri” (QS. An-Nahl : 89)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingkar sunnah, baik dulu maupun
kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan
penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang yang
menolak hadis secara keseluruhan.
D. BANTAHAN TERHADAP INGKAR AS-SUNNAH
1. Bantahan Terhadap Argumen Pertama
Alasan mereka bahwa sunnah itu dhanni (dugaan kuat) sedang kita
diharuskan mengikuti yang pasti, masalahnya tidak demikian. Sebab Al-
Quran sendiri meskipun kebenarannya sudah diyakini sebagai kalamullah,
tidak semua ayat memberikan petunjuk hukum yang pasti sebab banyak ayat
yang pengertiannya masih dhanni. Bahkan orang yang memakai perngertian
ayat seperti ini juga tidak dapat menyakinkan bahwa pengertian ini bersifat
pasti. Dengan demikian berati ia juga tetap mnegalami penegrtian ayat yang
masih bersifat dugaan kuat, adapun firman Allah :

‫شيْـًٔ ِۗا‬ َّ ‫ظنًّ ِۗا ا َِّن‬


ِ ِّ ‫الظ َّن ََل يُ ْغنِ ْي ِمنَ ْال َح‬
َ ‫ق‬ َ ‫َو َما َيت َّ ِب ُع ا َ ْكث َ ُر ُه ْم ا ََِّل‬
“dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu sedikitpun tidak berguna untuk mencapai
kebenaran” (QS. Yunus : 36)

8
Yang dimaksud dengan ‘kebenaran” disini adalah masalah yang
sudah tetap dan pasti. Jadi maksud ayat ini selengkapnya adalah bahwa
dhanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti,
sedangkan dalam hal menerima hadis, maslahnya tidak demikian.
Untuk membantah orang-orang yang menolak hadis ahad, Abu
Husain Al-Bashri Al-Mu’tazili mengatakan “ dalam menerima hadis-
hadis ahad, sebenarnya kita memakai dalil-dalil pasti yang
mengharuskan untuk menerima hadis-hadis itu” jadi sebenarnya kita
tidak memakai dhann yang bertentangan dengan haq , tetapi kita
mengikuti atau memakai dhann yang memang diperintahkan Allah.
Para pengingkar sunnah juga mengktirik Imam Syafi’i yang
menetapkan hukum dengan hadis ahad yang bersifat dhann . mereka
bertanya “apakah ada dalil yang bersifat dhanni yang dapat
menghalalkan suatu masalah yang sudah dharamkan dengan dalil qath’i
(pasti dan yakin)?” Imam Syafi’i menjawab, “ya, ada” mereka bertanya
lagi “apakah itu?” Imam Syafi’i menjawab dengan melontarkan
pertanyaan “ bagaimana perndapatmu terhadap orang membawa harta
yang ada di sebelah saya ini, apakah orang itu haram dibunuh dan
hartanya haram dirampas?” mereka menjawab “ya demikian, haram
dibunuh dan hartanya haram dirampas”, Imam Syafi’i bertanya lagi,
“apabila ternyata ada dua orang saksi yang mengatakan bahwa orang
tersebut baru saja membunuh orang lain dan merampok hartanya,
bagaimana pendapatmu?” mereka menjawab “ ia mesti di qisas dan
hartanya harus di kembalikan kepada ahli waris orang yang terbunuh.”
Imam Syafi’i bertanya lagi, “apakah tidak mungkin dua orang saksi
tersebut bohong atau keliru?” mereka menjawab “ ya, mungkin” kata
Imam Syafi’i selanjutnya, “kamu telah membolehkan membunuh
(mengqisas) dan merampas harta dengan dalil yang dhanni, padahal dua
masalah itu sudah diharamkan dengan dalil yang pasti. “ya”, komentar
mereka lagi “karena kita diperintahkan untuk menerima kesaksian”.
2. Bantahan Terhadap Argumen Kedua dan Ketiga
Kelompok pengingkar sunnah, baik pada masa lalu maupun
belakangan, umumnya kekurangan waktu dalam mempelajari Al-Quran. Hal
itu karena mereka kebanyakan hanya memakai dalil :

َ‫ش ْيء َّو ُهدًى َّو َر ْح َمةً َّوبُ ْش ٰرى ِل ْل ُم ْس ِل ِميْن‬ َ ‫علَي َْك ْال ِك ٰت‬
َ ‫ب تِ ْبيَانًا ِلِّ ُك ِِّل‬ َ ‫َون ََّز ْلنَا‬
“dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Padahal dalam ayat 44 surah An-Nahl itu juga, Allah berfirman :

9
ِ َّ‫َوا َ ْنزَ ْلنَا ْٓ اِلَي َْك ال ِذِّ ْك َر ِلت ُ َب ِيِّنَ ِللن‬
َ‫اس َما نُ ِ ِّز َل اِلَ ْي ِه ْم َو َل َعلَّ ُه ْم َيتَفَ َّك ُر ْون‬
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl : 44)
Apabila Allah sendiri yang menurunkan Al-Quran itu sudah
membebankan kepada Nabi-nya agar ia menerangkan isi Al-Qur’an,
dapatkah dibenarkan seorang muslim menolak keterangan atau penjelasan
tentang isi Al-Quran tersebut dan memakai Al-Quran sesuai pemahamannya
sendiri seraya tidak mau memakai penjelasan-penjelasan yang berasal dari
Nabi Saw. apakah ini tidak berati percaya kepada sejumlah ayat Al-Quran
dan tidak percaya kepada Ayat-ayat yang lain?. Allah berfirman :

‫ب َوتَ ْكفُ ُر ْونَ ِببَ ْعض فَ َما َجزَ ۤا ُء َم ْن يَّ ْف َع ُل ٰذ ِل َك ِم ْن ُك ْم ا ََِّل ِخ ْز‬ ِ ‫ض ْال ِك ٰت‬ ِ ‫اَفَتُؤْ ِمنُ ْونَ بِ َب ْع‬
َ‫ّٰللاُ ِبغَافِل َع َّما ت َ ْع َملُ ْون‬‫ب َو َما ه‬ َ َ ‫ي فِى ْال َح ٰيوةِ ال ُّد ْنيَا َو َي ْو َم ْال ِق ٰي َم ِة ي َُرد ُّْونَ ا ِٰلْٓى ا‬
ِ ِۗ ‫ش ِ ِّد ْالعَ َذا‬
“apakah kamu beriman pada sebagian Al-Kitab dan ingkar kepada
sebagian yang lain? Tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian di
antara kamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada
hari kiamat mereka dikembalikan pada siksa yang sangat keras. Allah
tidak lengah dari yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah : 85)
Sedangkan argumen mereka dengan ayat 38 surah Al-An’am,

ِ ‫طنَا ِفى ْال ِك ٰت‬


َ ‫ب ِم ْن‬
‫ش ْيء‬ ْ ‫َما فَ َّر‬
“tidaklah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab (Al-Quran)” (QS.
Al-An’am : 38)
Hal ini tidak pada tempatnya sebab Allah juga menyuruh kita untuk
memakai apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. seperti dalam
firman Allah,

‫س ْو ُل فَ ُخذُ ْوهُ َو َما نَهٰ ى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُه ْوا‬ َّ ‫َو َما ْٓ ٰا ٰتى ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
“...apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...” (QS. Al-Hasyr : 7)

‫س ْولُ ْٓه ا َ ْم ًرا ا َ ْن يَّ ُك ْونَ لَ ُه ُم ْال ِخ َي َرة ُ ِم ْن‬ ُ ‫ّٰللاُ َو َر‬
‫ضى ه‬ َ َ‫َو َما َكانَ ِل ُمؤْ ِمن َّو ََل ُمؤْ ِمنَة اِ َذا ق‬
‫ض ٰل ًل ُّم ِب ْينً ِۗا‬
َ ‫ض َّل‬ َ ‫س ْولَه فَقَ ْد‬
ُ ‫ّٰللا َو َر‬
َ‫ص ه‬ ِ ‫ا َ ْم ِر ِه ْم َِۗو َم ْن َّي ْع‬
“dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan muslimah apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan mereka mempunyai pilihan lain tentang urusan mereka.
Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka

10
sesungguhnya dia telah sesat dengan sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab
: 36)
Berdasarkan teks Al-Quran, Rasulullah Saw. sajalah yang diberi
tugas untuk menjelaskan kandungan Al-Quran, sedangkan kita diwajibkan
untuk menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa
perintah maupun larangan. Semua ini bersumber dari Al-Quran. kita tidak
memasukkan unsur lain ke dalam Al-Quran sehingga masih dianggap
memiliki kekurangan. Hal ini tak ubahnya seperti seorang yang diberi istana
yang megah yang lengkap dengan segala fasilitasnya. Akan tetapi, ia tidak
mau memakai lampu sehingga pada malam hari, istana itu gelap. Sebab
menurut dia istana itu sudah paling lengkap dan tidak perlu hal-hal lain.
Apabila istana itu dipasang lampu-lampu dan lain-lain, berati ia masih
memerlukan masalah lain sebab kabel-kabel lampu mesti disambung dengan
pembangkit tenaga listrik diluar. Akhirnya, ia menganggap bahwa gelap
yang terdapat dalam istana itu sebenarnya sudah merupakan cahaya.8

8
M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm. 219-226.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ingkar sunnah ialah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasulullah
Saw. baik sebagian maupun keseluruhan. Ingkar sunnah pada masa klasik
kebanyakan masih merupakan pendapat perorangan dan hal itu muncul akibat
ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan kedudukan sunnah dalam Islam.
Karena itu, setelah diberi tahu tentang urgensi sunnah, mereka akhirnya
menerima. Sementara lokasi ingkar sunnah pada masa ini umumnya berada di
Irak, khususnya di Basrah. Sedang Sebab utama pada awal timbulnya ingkar
sunnah pada masa modern ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin
dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama india setelah terjadinya
pemberontakan melawan kolonial inggris 1857 M.
Para pengingkar sunnah memberikan argumen-argumennya, antara lain
bahwa agama tu konkret dan pasti, Al-Quran itu sudah lengkap dan Al-Quran
tidak memerlukan penjelasan. Mereka berargumen dari mengutip sebagian ayat-
ayat Al-Quran, namun ternyata argumen mereka ini ternyata sangat lemah,
karena dalamAl-Quran pun banyak ayat-ayat yang membantah argumen-
argumen yang mereka ajukan tersebut.
B. SARAN
Apa-apa yang telah Allah tetapkan dalam Al-Quran wajib kita patuhi dan
apa-apa yang telah Rasulullah kita tidak boleh menolaknya. Karena Allah
memerintahkan kita untuk taat juga kepada Rasulullah. Maka dari itu terrimalah
sunnah-sunnah Rasulullah dan jangan mengingkari apalagi mencela. Karena
mengingkari sunnah Rasulullah sama saja dengan melanggar perintah Allah
tentang taat kepada Rasulullah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta : AMZAH , 2011.


M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung : Pustaka Setia, 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai