Anda di halaman 1dari 18

BOOK REPORT

DEMOKRASI PENDIDIKAN ISLAM


NILAI-NILAI INSTRINSIK DAN INSTRUMENTAL
(PENDIDIKAN NILAI)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen :
Dr. Imam Mawardi, M.Ag

Di Susun Oleh :

SUSAN SA’ADAH
NIM : 20121010070

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER STUDI ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012

1
A. Deskripsi Buku
Nama Pengarang : Dr. Al Rasyidin, M.Ag
Judul Buku : Demokrasi Pendidikan Islam ;
Nilai-Nilai Instrinsik dan Instrumental
Tempat Terbit : Bandung
Penerbit : Citapustaka Media Perintis
Tahun Terbit : 2011
Jumlah halaman : 166 halaman
Tebal Buku : 16 x 24,5 cm
ISBN : 978-602-8826-37-2

Daftar Isi Buku :


Pengantar Penulis
Bab I : Pendahuluan
a. Islam dan Demokrasi
b. Realitas Praktik Demokrasi di Indonesia
c. Peran Pendidikan dalam Mengembangkan Nilai dan Kultur
Demokrasi
d. Sekilas Potret Pembelajaran pada Lembaga-Lembaga Pendidikan
Islam.
Bab II : Makna, Sumber, Kategori, Dan Indikator Penunjuk Nilai
a. Makna Nilai
b. Sumber Nilai
c. Kategorisasi Nilai
d. Indikator Penunjuk Nilai
Bab III: Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam
a. Makna Demokrasi
b. Makna Demokrasi dalam Pendidikan
c. Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan dalam Prespektif Islam
1. Nilai-Nilai Demokrasi dalam Al-Qur‟an
2. Nilai-Nilai Demokrasi dalam Hadis Rasul

2
3. Nilai-Nilai Demokrasi dalam Konstitusi Madinah
d. Nilai-Nilai Instrumental Demokrasi Pendidikan Islam dalam
Pembelajaran.
e. Urgensi Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam bagi Peserta
Didik.
Bab IV: Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam Dalam
Pembelajaran
a. Proses Pembelajaran Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam
b. Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam yang Dipraktikkan Guru
dalam Pembelajaran di Madrasah
c. Respon Guru, Dosen, dan Mahasiswa terhadap Nilai-Nilai yang
Ditemukan.
d. Analisis Terhadap Pembelajaran dan Nilai-Nilai Demokrasi
Pendidikan Islam yang Dikembangkan Melalui Inkuiri.
e. Analisis Reflektif terhadap Pengembangan Nilai-Nilai Demokrasi
Pendidikan Islam Melalui Pembelajaran IPI dengan Pendekatan
Inkuiri.
f. Implikasi Teoretikal dan Praktikal
Bab V : Penutup
Dafar Pustaka
Tentang Penulis

B. Interpretasi
1. Bab I
Pada bab I dengan judul besar pendahuluan, membahas tentang
demokrasi dalam pandangan Islam dan sebuah realitas praktiknya di
Indonesia. Pendahuluan ini dibuka dengan kalimat awal bahwa Islam
merupakan agama paripurna yang ajarannya memberi panduan nilai atau
prinsip-prinsip etik berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan para
pemeluknya. Penulis buku memberikan kata kunci yaitu Islam adalah
agama paripurna, yang memiliki pengertian tentang kesempurnaan Islam

3
yang ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia terkhusus
para pemeluknya. Panduan nilai atau prinsip-prinsip etik, bukan hanya
mengajarkan nilai kehidupan secara personal atau pribadi saja, tetapi juga
sosial kemasyarakatan, bahkan dalam lingkup besar yaitu pemerintahan
dan kenegaraan. Prinsip-prinsip etik itu antara lain adalah keadilan,
kebebasan, musyawarah, toleransi dan lain-lain dalam rangka menata
kehidupan sosial yang damai, harmoni, bahagia, dan sejahtera.
Dalam Al-Qur‟an dan Hadits, kata pemerintahan demokratis
tidak pernah dijumpai secara jelas. Namun, jika dicermati sumber hukum
Islam ini memuat prinsip-prinsip etik yang nilainya signifikan dengan
esensi dan karakteristik masyarakat atau pemerintahan yang demokratis.
Implentasinya dapat dilihat dari praktik nabi Muhammad SAW saat
membangun dan memimpin pemerintahan Islam di Madinah, dan
dilanjutkan oleh para khulafa‟al-Rasyidin.
Bagaimana praktik demokrasi di Indonesia? penulis
menjelaskan suatu realitas yang dijumpai dalam praktiknya yaitu
pelaksanaan demokrasi Indonesia mengalami pasang surut atau fluktuasi,
yang dimulai dari demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, sampai
pada demokrasi Pancasila. Ketiga sistem demokrasi ini telah
dipraktekkan dengan cara yang berbeda-beda.
Pelaksanaan pemerintahan demokrasi pada awalnya membawa
sejumlah kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Namun, saat para penguasa merubah strateginya dengan tujuan utama
untuk melanggengkan kekuasaannya, maka hal ini akan mengakibatkan
mati surinya sebuah demokrasi. Alasan ini menjadikan peran pendidikan
sangat besar dan berpengaruh dalam mengembangkan nilai dan kultur
demokrasi di Indonesia.
Dalam presfektif demokrasi, terdapat dua tokoh utama yang
dapat mengembangkan nilai dan kultur demokrasi, yang pertama adalah
partai-partai politik yang bertugas mendidik masyarakat agar memahami,
menghayati, dan mengaplikasikan nilai-nilai budaya demokrasi dalam

4
kehidupan. Yang kedua adalah institusi pendidikan yang bertugas
mendidik dan melatih masyarakat untuk menjadi warga negara yang aktif
dan bertanggungjwab dalam mempraktikkan demokrasi.
Keberhasilan dunia pendidikan dalam menanamkan nilai
demokrasi pada peserta didiknya akan memberi pengaruh terhadap
kehidupan berbangsa di masa depan dan begitu juga sebaliknya. Karena
itu, penulis memberi pesan bahwa pemerintah tidak boleh mengintervensi
dan memasung kebebasan institusi-institusi pendidikan dalam
mengembangkan sistem dan praktik demokrasi.
Namun sangat dipenulisngkan, karena sejak tahun 1963,
lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia mulai dipengaruhi oleh sistem
demokratis yang berwatak politik, sehingga birokrasilah yang
menentukan segala-galanya dalam dunia pendidikan, dan mengakibatkan
para pendidik berperan hanya sekedar menjadi pelaksana atas apa-apa
yang diputuskan oleh birokrasi. Hal inilah yang menjadi ukuran akan
belum berhasilnya bahkan tidak berhasilnya pendidikan dalam
mengajarkan nilai-nilai demokrasi yang sebenarnya pada para peserta
didik.
Kemudian pembelajaran demokrasi di lembaga-lembaga
pendidikan Islam, dapat dikatakan belum dilaksanakan secara maksimal,
untuk tingkat perguruan tinggi saja masih ditemukan masih jauhnya
interaksi ilmiah antara dosen dan mahasiswa, dan pada tingkat dasar dan
menengah , proses pembelajaran masih mengandalkan aspek kognisi dan
hafalan. Akhirnya proses ini akan menyebabkan rendahnya keatifitas
anak karena hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber
belajar.
Sebagai penutup bab I, penulis menyatakan bahwa proses
pembelajaran yang dipraktikkan telah bersebrangan dengan esensi
pembelajaran yang seharusnya diterima oleh peserta didik yaitu
pembelajaran dengan memberikan peluang dan kesempatan luas pada

5
peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang telah
dianugerahkan Tuhan pada dirinya.
2. Bab II
Melangkah pada bab II, yang mengetengahkan tentang konsep
dasar atau pengertian-pengertian yang berkaitan dengan nilai. Seperti
makna nilai, sumber nilai, kategori nilai, dan indikator penunjuk nilai.
Penulis memaparkan pengertian nilai dari enam orang tokoh,
yaitu : Rokeach berpendapat bahwa nilai adalah suatu keyakinan abadi
yang menjadikan rujukan bagi cara bertingkah laku atau tujuan akhir
eksistensi yang merupakan preferensi tentang konsepsi yang lebih baik
atau konsepsi tentang segala sesuatu yang secara personal dan sosial
dipandang lebih baik. Frankel berpendapat bahwa nilai adalah suatu
gagasan atau konsep tentang segala sesuatu yang diyakini seseorang
penting dalam kehidupan ini. Lemin et.al mendefenisikan nilai sebagai
seluruh keyakinan yang kita perpegangi dalam kehidupan. Shaver dan
Strong menyatakan bahwa nilai adalah sejumlah ukuran dan prinsip-
prinsip yang kita gunakan untuk menentukan keberhargaan sesuatu.
Kemudian Winecoff memaknai nilai sebagai serangkaian sikap yang
menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat untuk
menghasilkan suatu standar atau serangkai prinsip dengan mana suatu
aktivitas dapat diukur. Dan Djahiri memaknai nilai dalam dua arti, yakni
(1) nilai merupakan harga yang di berikan seseorang atau sekelompok
orang terhadap sesuatu yang didasarkan pada tatanan nilai dan tatanan
keyakinan yang ada dalam diri atau kelompok manusia yang
bersangkutan. (2) nilai merupakan isi-pesan, semangat atau jiwa,
kebermaknaan yang tersirat atau dibawakan sesuatu.
Nilai-nilai itu sendiri bersumber pada agama, etika, estetika,
logika, hukum dan budaya. Dan kategori nilai terbagi dua yaitu (1) nilai-
nilai moral, yaitu standar-standar atau prinsip-prinsip yang digunakan
seseorang untuk menilai baik atau buruk, benar atau salah suatu tujuan
atau perilaku, dan (2) nilai-nilai non moral adalah standar atau prinsip-

6
prinsip yang digunakan yang sesuai dan dipengaruhi oleh nilai-nilai
estetika atau penampilan.
Sebagai penutup Bab II, penulis menjelaskan tentang indikator
penunjuk nilai dengan merujuk pendapat Frankel, bahwa untuk
menunjukkan suatu nilai yang dianut oleh sesorang bisa bersumber pada
apa yang dikatakannya (what people say) dan apa yang diperbuatnya
(what people do). Maka dengan melihat indikator ini, semakin jelas nilai
apa yang dianut oleh seseorang manakala sesuai apa yang dikatakannya
dengan apa yang diperbuatnya, atau sebaliknya.
3. Bab III
Pada bab III, penulis masuk kepada wilayah judul buku yaitu
tentang nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam, karena itulah penulis
memulai judul kecilnya dengan makna demokrasi sampai pada Urgensi
Nilai-Nilai Demokrasi Pendidikan Islam bagi Peserta Didik.
Makna demokrasi terbagi dua, yaitu ; (1) secara etimilogi,
berasal dari bahasa Latin, demos artinya rakyat dan cratos artinya
kekuasaan. Maka pengertian demokrasi adalah kekuasaan yang
dilaksanakan oleh rakyat. (2) Secara istilah, demokrasi adalah prinsip-
prinsip yang dijadikan landasan dalam menata system pemerintahan
negara yang terus berproses ke arah yang lebih baik, di mana rakyat
diberi peran penting dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal
yang menyangkut kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dan negara.
Kemudian bagaimana makna demokrasi dalam dunia pendidikan ?,
penulis menjawab. Demokrasi pendidikan bisa dimaknai sebagai suatu
tatanan di mana nilai-nilai demokrasi, seperti keadilan, musyawarah,
persamaan, kebebasan, kemajemukan, dan toleransi, dijadikan sebagai
landasan atau asas dalam seluruh program dan praktik pendidikan. Dan
bagaimana prespektif Islam memandang nilai-nilai Demokrasi ?. Untuk
menjawab ini penulis buku memberikan keterangan dari beberapa
sumber, yaitu :

7
1) Al-Qur‟an : Al-Qur‟an merupakan kalam Allah yang diwahyukan
kepada Muhammad SAW yang berisikan bimbingan dan panduan
tentang seluruh aspek kehidupan Muslim, di dalam Al-Qur‟an
terdapat prinsip-prinsip umum atau nilai-nilai inti demokrasi, seperti
nilai-nilai keadilan ; menegakkan keadilan (QS 4: 129,135)
menegakkan kebenaran (QS.5:8), menegakkan hukum dengan adil
(QS.4:58), dan lain-lain. Nilai-nilai kebebasan ; kebebasan berfikir
(QS.2:44,76.24:61,36:62), kebebasan melakukan segala sesuatu
(QS.41:40), kebebasan beragama (QS.2:256), dan lain-lain. Nilai-
nilai persamaan (QS.2:213,49:13). Nilai-nilai musyawarah
(QS.3:159). Nilai-nilai kemajemukan (QS.49:13, 30:22, 5:48). Dan
Nilai-Nilai Toleransi (QS.2:256, 6:108, 18:29, dan 109:6).
Penulis menjelaskan dalam konteks pendidikan berkaitang
dengan kebebasan dalam berfikir dan bertindak, Al-Qur‟an
mengajarkan empat hal, yaitu : (1) pendidikan haruslah merupakan
penciptaan situasi dan kondisi yang benar-benar kondusif bagi
pengembangan „aql atau daya nalar dan jism atau kemampuan
berbuat peserta didik, (2) dalam setiap pembelajaran, peserta didik
diberi kebebasan untuk berfikir kritis dan anlitis mengenai berbagai
hal, (3) peserta didik diberi kebebasan dalam berkreasi dan berbuat
sesuai dengan tujuan pembelajarannya, dan (4) peserta didik diberi
kebebasan dalam mengkomukasikan ide, pemikiran atau
pandangannya tentang sesuatu. Kemudian kaitannya dengan
kebebasan beragama adalah semua peserta didik diberi kebebasan
untuk mengambil ide, pikiran, pendapat atau pandangan yang
dinilainya terbaik dari berbagai ide, pikiran, pendapat atau
pandangan yang ada sesuai dengan kemampuan pemahaman dan
penalarannya. Selanjutnya dalam bidang persamaan adalah
menghapuskan semua hambatan yang memungkinkan seseorang
tidak bisa mengaktualisasikan diri dan potensi yan dimilikinya. Nilai
berikutnya yaitu musyawarah, menurut penulis ada tujuh point

8
implikasi prinsip musyawah dalam pendidikan, yaitu ; (1) kesediaan
untuk mendiskusikan berbagai persoalan, (2) kesediaan
mengemukakan pendapat, (3) kesediaan mendengarkan pendapat
orang lain, (4) kesadaran dan kesediaan yang tulus untuk saling
menerima dan menghormati perbedaan pendapat (5) kesediaan atau
kedewasaan untuk menerima kenyataan bahwa pendapat kita ditolak
oleh peserta musyawarah (6) kerelaan untuk menerima kompromi,
(7) kesiapan dan kedewaaan untuk menerima hasil musyawarah dan
melaksanakannya secara tanggungjawab. Kemudian nilai-nilai
kemajemukan mengajarkan untuk berkompetisi secara positif
menuju kebaikan, dan dalam toleransi mengandung nilai tidak boleh
memaksakan kehendak terkhusus dalam keyakinan, tidak boleh
mencerca Tuhan, dilarang mengklaim kebenaran, dan melaksanakan
ajaran agamanya sendiri dan memberikan hak yang sama pada orang
yang beragama lain.
2) Hadits : Nilai-nilai demokrasi yang telah dipraktikkan Nabi
Muhammad SAW dengan berlaku adil terhadap sesama dan tidak
pernah membedakan golongan dalam masyarakat. Sabda Rasululllah
: Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah disebabkan
mereka tidak melaksanakan keadilan, yaitu jika orang yang mulia
mencuri tidak dihukum, sebaliknya jika yang lemah dihukum; Demi
Allah jika seandainya Fahimah binti Muhammad mencuri, tentu
akan aku potong tangannya. (HR. Bukhari). Nilai-nilai kebebasan,
Rasulullah bersabda : Berbuatlah kamu untuk duniamu seolah-oleh
engkau hidup selamanya, namun beramallah kamu untuk akhiratmu
seakan-akan kamu mati besok. (HR. Ibnu Qutaibah ). Nilai-Nilai
persamaan. Rasulullah bersabda : Hai manusia, ingatlah bahwa
sesungguhnya Tuhan kalian itu satu, bapak kalian satu. Ingatlah,
orang Arab tidak lebih utama dari orang ‘Ajam, dan demikian
sebaliknya, orang A’jam tidak lebih utama dari orang Arab, orang
kulit berwarna tidak lebih utama dari orang kulit hitam, dan

9
sebaliknya, orang kulit hitam tidak lebih utama dari orang kulit
berwarna, kecuali karena taqwanya. (HR.Imam Ahmad). Nilai-nilai
musyawarah. Rasulullah bersabda: Suatu bangsa yang melaksanakan
musyawarah tentu Allah akan memberikan petunjuk-Nya karena
kelebihan kehadiran mereka. (HR.Imam Ahmad). Nilai-nilai
kemajemukan. Rasulullah bersabda : Perumpamaan orang-orang
yang beriman dalam bersaudara adalah ibarat sesosok tubuh,
apabila satu bagian tubuh itu sakit, maka bagian lainnya akan turut
merasakannya dengan demam dan panas. (HR. Bukhari).
3) Nilai-nilai demokrasi dalam konstitusi Madinah yang terdiri dari 47
pasal, yang di dalamnya memuat aturan dan menata kehidupan
masyarakat majemuk di Madinah. Prinsip dan nilai yang
dikandungnya adalah pengakuan akan kebhinnekaan dalam kesatuan,
persaudaraan muslim, kerjasama atau saling bantu, jaminan terhadap
perlindungan dan hak yang sama, keadilan dan persamaan,
musyawarah, dan toleransi.
Selanjutnya penulis menjelaskan tentang nilai-nilai instrumental
demokrasi pendidikan dalam pembelajaran, ia menawarkan rumusan
nilai-nilai instrumental yang bisa disusun oleh pendidik, yaitu ;
1) Nilai keadilan : memberikan perlakuan yang sama terhadap semua
siswa sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, memberi
keputusan dari kebenaran, memberi penghargaan, memberi saksi
dengan adil, melangsungkan pola hubungan yang setara, seimbang,
tidak memihak, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
2) Nilai kebebasan : mengembangkan suasana pembelajaran yang
kondusif, mengakomodasi kebebasan berfikir kritis dan anlitis,
mengakomodasi kebebasan dalam berkreasi, mengakomodasi
kebebasan dalam mengkomunikasikan ide, pikiran, atau pendapat,
dll.
3) Nilai persamaan : penghormatan terhadap harkat dan martabat
manusia, menghindari dan meminimalisasi factor-faktor yang

10
menghambat proses pengembangan potensi dan aktulisasi diri siswa,
memberi perlakuan yang sama kepada semua siswa, memberi
peluang yang sama untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi
diri.
4) Nilai musyawarah : menciptakan dan mengakomodasi keinginan
untuk menyelesaikan suatu masalah secara damai, terbuka dan
dialogis, kesediaan mengemukakan pendapat untuk mencari
kebenaran, kesediaan mendengarkan atau menerima pendapat orang
lain, kesediaan untuk menerima dan menghormati perbedaan, dll.
5) Nilai kemajemukan : mengembangkan sikap menghargai
kemajemukan, kesediaan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
komunitas yang majemuk, menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban
dalam berkompetisi dengan sesame, dan lain-lain.
6) Nilai toleransi : tidak memaksakan kehendak, pikiran, atau pendapat,
tidak merendahkan pikiran, pendapat, atau keyakinan orang lain,
meyakini bahwa kebenaran bersifat relative, dan lain-lain.
Sebagai penutup, penulis menjelaskan urgensi nilai-nilai demokrasi
pendidikan Islam bagi peserta didik, yang dibagi kepada empat point,
yaitu (1) demokrasi merupakan asas yang digunakan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (2) menciptakan warga negara
yang demokratis merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh
pendidikan nasional, (3) demokrasi merupakan salah satu prinsip dasar
dalam general education, (4) demokrasi merupakan salah satu prinsip
asasi dalam kehidupa masyarakat Islam, dan (5) demokrasi diperlukan
dalam rangka merespon berbagai fenomena sosial yang terjadi dan
sedang berkembang di Indonesia dan dunia Internasional.
4. Bab IV
Pada bab IV, penulis menjelaskan tentang implementasi dan
pengembangan nilai-nilai demokrasi pendidikan dalam pembelajaran.
Bab ini menguraikan tentang suatu prosedur ataupun langkah-langkah
penelitian yang diawali studi pendahuluan yang bertujuan untuk

11
merumuskan model konseptual pendekatan inkuiri dalam pembelajaran
IPI. Setelah dilakukan studi pendahuluan kemudian divalidasi dan
direvisi untuk menghasilkan model hipotetik pendekatan inkuiri yang
kemudian dilakukan uji coba secara terbatas. Hasil dari uji coba,
dilakukan revisi terhadap model, kemudian disempurnakan. Langkah
selanjutnya model yang sudah dihasilkan lalu diaplikasikan dalam
beberapa siklus pembelajaran, kemudian dilakukan refleksi dan revisi
pada siklus berikutnya. Hasil akhirnya adalah jika seluruh siklus
dianalisa dan dirumuskan temuan untuk menarik kesimpulan yang tepat.
Pada bab ini juga menerangkan tentang cara pendidik dalam
menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran, baik di madrasah
maupun universitas. Dan memaparkan hasil pengamatan mahasiswa
terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru MAN sekota Medan
dengan mewawancarai para guru tersebut, serta memaparkan nilai dan
perilaku yang dikembangkan mahasiswa dalam keseluruhan
pembelajaran, baik selama inkuiri lapangan, sampai pada berlangsungnya
perkuliahan di kelas. Yang menarik adalah penulis menguraikan
beberapa respon terhadap nilai-nilai yang di temukan, seperti respon
guru. Penulis menuliskan menurut para guru, seorang pendidik wajib
mengamalkan seluruh nilai-nilai tersebut dalam melaksanakan tugas-
tugasnya. Sedangkan para dosen mengatakan mengimplementasikan
nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan, dapat disamakan dengan
penegakan syari‟at Islam sebagaimana yang digariskan oleh al-Qur‟an
dan Hadits. Dan pendapat ini tidak berbeda jauh dengan mahasiswa yang
menyampaikan respon positif tentang nilai-nilai demokrasi pendidikan
Islam yang mereka temukan dari praktik pembelajaran yang ditampilkan
guru masdrasah. Mahasiswa berpendapat bahwa di dalam
membelajarkan, guru tampak mengimplementasikan nilai-nilai
demokrasi pendidikan Islam, seperti keadilan, kebebasan, persamaan,
musyawarah, kemajemukan, dan toleransi, baik dalam membuka
pelajaran atau mengakhiri pertemuan.

12
Dalam bab ini, bukan hanya memaparkan tentang prosedur, cara
pendidik dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran,
hasil pengamatan siswa atau respon tentang hasil temuan penerapan nilai-
nilai demokrasi, bahkan lebih dari itu penulis menguraikan analisis
terhadap pembelajaran dan nilai-nilai demokrasi Islam yang
dikembangkan melalui pendekatan inkuiri lapangan, disebutkan bahwa
ketika mahasiswa melakukan inkuri lapangan, berlangsung komunikasi
dan interaksi edukatif yang menyebabkan terjadinya persentuhan antara
nilai-nilai yang dipedomani dan diyakininya dengan nilai-nilai yang
dipedomani dan dianut oleh orang lain. Proses ini memberikan
kesempatan luas bagi mahasiswa untuk mempraktikkan dan
mengembangkan nilai-nilai berlansung semakin intens ketika mereka
dibimbing dan diarahkan dosen untuk mendiskusikan atau membahas
hasil-hasil inkuiri dan topic pembelajaran IPI. Akhirnya keseluruhan
nilai dan perilaku yang ditampilkan menurut penulis adalah merupakan
aktualisasi konkrit dari nilai-nilai demokrasi pendidikan Islam yang
dikembangkan mahasiswa selama berlangsungnya pembelajaran.
Kemudian bagaimana analisis reduktifnya ? jawaban penulis
adalah telah terjadi perubahan budaya belajar di kalangan mahasiswa.
Perubahan ini dapat dilihat dari tiga aspek : (1) persepsi terhadap
pembelajaran, karena pandangan semula yang menganggap bahwa
perkuliahan hanya sekadar proses tranmisi atau suplay pengetahuan
melalui pengajaran, berubah menjadi upaya menciptakan pengalaman
belajar yang variatif untuk mencari, menemukan, mengkrontruksi, dan
mengembangka pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental dengan
penekanan pada maksimalisasi peran mahasiswa dalam pencapaian
tujuan pembelajaran (2) sikap dan kebiasaan dalam pembelajaran, yang
semula tradisi belajar mahasiswa lebih banyak dilakukan dengan
membaca buku, mendengar ceramah, diskusi, berubah menjadikan
mahasiswa tidak hanya berinterkasi dengan textbooks dan pengalaman
belajar di kelas saja, tetapi diberikan bimbingan dan pengarahan untuk

13
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang variatif dan bersentuhan
langsung dengan sejumlah fenomena empiric pembelajaran di
madrasah untuk menganalisis relevansi teori-teori yang dipelajari dengan
kenyataan empiric di lapangan, (3) komitmen terhadap peningkatan
kualitas pembelajaran. Dengan dua perubahan sebelumnya pada akhirnya
memberikan semangat pada mahasiswa untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, hal ini ditandai dengan adanya motivasi dan keinginan
kuat untuk menggali dan mendapatkan infromasi yang dibutuhkan. Dan
perubahan ini memberi dampak positif bagi tumbuhnya kemandirian dan
kebersamaan dikalangan mahasiswa dalam melakukan seluruh aktivitas
pembelajaran. Kemudian perubahan selanjutnya yaitu pada kemampuan
mahasiswa untuk memecahkan masalah yang tidak hanya bersifat
theoretical oriented, tetapi juga berorientasi pada pengalaman yang
pernah dilalui dan fakta-fakta empiric yang terjadi di lapangan.
Perubahan terakhir adalah berbagi tanggungjwab dalam menciptakan
atmosfir atau suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, dan produktif.
Kemudian, penulis menjelaskan tentang implikasi Teorikal dan
Praktikal dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi. Yang pertama
penulis membahas implikasi terhadap IPI, pembahasan ini focus kepada
pembelajaran, bahwa implikasi ini akan mengarah pada keidealan seluruh
materi pembelajaran baik konsep, teori, dan nilai-nilai seharusnya
dikembangkan berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, serta investigasi atau
penyelidikan empirik. Dan dalam konteks proses pembelajarannya, perlu
menyeimbangkan pola perkualiahan yang terlalu dominan teori dengan
pola pembelajaran yang memungkin mahasiswa untuk berpartisipasi
secara aktif dan bersentuhan secara langsung dengan berbagai kenyataan
ampirik pendidikan Islam di lapangan. Lalu implikasi terhadap General
Education, ada dua hal utama yang berkaitan dengannya yaitu (1)
pembentukan kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang
paripurna, dan (2) nilai-nilai yang merupakan pembendaharaan makna

14
yang harus ditranformasi dan dikembangkan ke dalam diri peserta didik
melalui pelaksanaan General Education.
Pada akhir bab ini, penulis mengatakan bahwa implikasi nilai-
nilai demokrasi hanya dapat dipahami, dicerna, dan dipraktikkan oleh
seseorang setelah ia memiliki kepekaan nilai (sensitivity of values), dan
kepekaan nilai hanya dimiliki oleh seseorang yang terlibat atau
berinteraksi langsung dengan kehidupan empiric. Dan setiap peserta
didik haruslah memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nilai-nilai
demokrasi pendidikan terkhusus pendidikan Islam.
5. Bab V
Penutup. Bab ini sebagai penutup atas rangkaian pembahasan
sebelumnya yang telah membahas secara rinci tentang demokrasi
pendidikan Islam. Penulis mengatakan bahwa salah satu kritik tajam
yang selalu dialamatkan kepada institusi pendidikan formal adalah
kegagalannya dalam mendidikkan dan mengembangkan nilai-nilai ke
dalam diri dan kepribadian peserta didik. Fenomena ini semakin
diperparah dengan adanya penemuan kekerasan dalam dunia pendidikan
dan proses pembelajaran. Hal ini merupakan kondisi yang
memprihatinkan jika pendidikan dianggap gagal dalam mendidik dan
mengembangkan nilai-nilai ke dalam diri dan kepribadian peserta didik.
Dan solusi terhadap masalah ini adalah dengan kembali menghidupkan
fungsi pendidikan sebagai lembaga ilmu yang memiliki tugas utama
sebagai tempat untuk mengembangkan dan mendidikkan nilai-nilai
demokrasi ke dalam diri anak sehingga menjadi berwujud menjadi
kepribadiannya.
Pendidikan Islam sendiri tidak hanya mengajarkan nilai sebatas
kognitif saja, dan terbatas hanya selebar ruangan kelas. Tetapi juga
menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan peluang dan
kesempatan besar pada peserta didik untuk bersentuhan secara langsung
dengan berbagai fenomena nilai dalam kehidupan empirik.

15
C. Evaluasi
Setelah penulis membaca dan menguraikan penjelasan penulis
tentang buku yang berjudul “ Demokrasi Pendidikan Islam ; Nilai-nilai
Instrinsik dan Instrumental “. Penulis memberi pendapat bahwa buku ini
sangat baik, dengan alasan penulis memberikan wacana pemikiran yang
berbeda tentang sebuah penggunaan makna demokrasi. Selama ini, secara
umum masyarakat selalu menghubungkan demokrasi itu hanya pada masalah
sistem pemerintahan saja. Tetapi, tidak dengan penulis. Ia berusaha merubah
dogma terhadap penggunaan demokrasi ke dalam dunia pendidikan terkhusus
Islam. Karena jika ditinjau dari segi pemahaman, tidak semua penganutnya
sepakat bahwa ada “ Demokrasi” di dalam ajaran Islam, tetapi penulis
menguraikan secara lengkap tentang nilai-nilai inti yang terdapat dalam
demokrasi telah dimiliki oleh Islam, hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah
ayat dalam Al-Qur‟an, Hadits Rasulullah, dan perjalanan sejarah Islam.
Yang menarik adalah, penulis membuat judul demokrasi
pendidikan Islam. Menurut penulis, penulis ingin menyampaikan sebuah
pesan kekecewaan dalam bentuk karya, pesan ini penulis tangkap melalui
pernyataan pada halaman 10 yang berbunyi “ Karenanya, pemerintah tidak
boleh mengintervensi dan „memasung‟ kebebasan intitusi-institusi pendidikan
dalam mengembangkan system dan praktik demokrasi “. Berikutnya penulis
setuju dengan pernyataan ini, salah satu alasannya adalah karena pendapat ini
didukung oleh data yang disampaikan oleh penulis pada halaman selanjutnya
yaitu, bahwa politik telah mulai memasuki „dapur‟ pendidikan sejak tahun
1963, dan tahun 1978 muncul suasana yang sangat restriktif bahwa yang
boleh berfikir hanya birokrasi pendidikan saja. Sementara para guru dan
petugas pendidikan hanya menjadi pelaksana atas seluruh keputusan birokrasi
saja. Mungkin inilah yang harus memotivasi lahirnya sebuah demokrasi
dalam dunia pendidikan.
Kemudian berdasarkan fenomena yang terjadi saat ini, penulis
mengatakan dalam bab penutup bahwa lembaga pendidikan cenderung
mendapat kritikan keras dari berbagai kalangan, karena dianggap “gagal”

16
dalam mendidik dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi pada pribadi
peserta didik. Maka pendapat penulis bahwa seperti mengaplikasikan sebuah
nilai musyawarah, apa yang disampaikan oleh orang lain, secara besar hati
harus diterima. Mungkin benar kritikan itu adalah suatu kekurangan yang
harus segera kita benahi. Namun, permasalahannya adalah apakah semua
unsur yang terkait dengan dunia pendidikan mau bekerja sama, saling
membahu untuk menyelesaikan permasalahan ini ? Apakah pembenahan itu
hanya cukup sekedar mengenalkan nilai-nilai, mendidikkannya, kemudian
mengembangkannya menjadi kepribadian ?.
Ada dua hal pokok yang penulis simpulkan dari buku ini, dalam
rangka mewujudkan demokrasi pendidikan Islam. Yang pertama pemerintah
harus „memerdekakan pendidikan‟ dari pengaruh politik, yang kedua para
pendidik harus berbenah menjadi pendidik yang professional, menguasai
teknologi, dan harus bisa menjadi standar ukuran indikator penunjuk nilai,
yaitu harus sesuai apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.
Sedikit ada masukan terhadap buku ini, walaupun penulis sebagai
pembaca sudah memahami bahwa yang dimaksudkan penulis mungkin
kritikan terhadap dunia pendidikan itu adalah secara umum, walaupun secara
khusus tidak tertutup kemungkinan ada perbaikan dan kemajuan pada
lembaga pendidikan secara personal. Namun, penulis khawatir ada pembaca
lain yang mungkin memerlukan penjelasan. Hal ini berkaitan dengan masalah
hasil pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap guru-guru MAN
se-kota Medan, di sana dituliskan bahwa banyak respon positif dari beberapa
kalangan pendidikan, bahkan secara analisis terjadi perubahan terhadap
pribadi mahasiswa. Ini berarti bahwa demokrasi pendidikan membawa
dampak positif, dan sudah tentu yang mengaplikasikan ini adalah para
pendidik. Menurut penulis informasi ini sangat berharga. Namun, terjadi
pertentangan yang besar terhadap informasi yang berbeda yaitu pada
pembahasan potret pembelajaran pada lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang mengatakan bahwa proses pembelajaran yang dipraktekkan para guru
umumnya menempatkan peserta didik sebagai „penerima informasi‟

17
pengetahuan bahkan guru menempatkan diri sebagai „satu-satunya‟ sumber
belajar, dan kesan ini semakin negatif dengan pesan penutup bahwa
pendidikan seakan-akan dinilai „gagal‟ dalam mendidikkan dan
mengembangkan nilai-nilai dalam diri dan pribadi peserta didik. Akhirnya
masukan penulis adalah sebaiknya pada bagian penutup, penulis juga
memberikan apresiasi kepada lembaga pendidikan yang sudah mencoba
berbenah, walaupun secara umum pendidikan memiliki tugas untuk secara
kolektif memperbaiki diri.

D. Rekomendasi
Melihat dan membaca isi buku ini secara mendalam, penulis sangat
menyarankan agar buku ini dibaca dan dapat menjadi rujukan terhadap
permasalah demokrasi. Buku ini mengandung banyak ilmu dan motivasi,
serta menguraikan berbagai hasil penelitian yang dapat dipertanggungjwab-
kan. Penulisan bukupun disampaikan dengan santun, serta tidak ada kalimat
yang tidak bisa kita fahami. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh riwayat
pendidikan penulis yang banyak menimba ilmu di lembaga pendidikan Islam.
Penulis terkesan dengan pernyataan penulis di kulit belakang buku
ini, yaitu karena nilai adalah sesuatu yang diperoleh seseorang melalui proses
pembelajaran, maka idealnya peserta didik dalam pendidikan Islam diberikan
kesempatan yang luas untuk mengkonstruksi dan mengembangkan nilai-nilai,
baik secara individual maupun kelompok, sehingga mereka dapat memahami,
menghayati, melakoni, dan mengalami sendiri nilai-nilai tersebut.
Akhirnya, saat penulis merasa bahwa buku ini menambah wawasan
keilmuan bagi penulis, maka penulis juga berharap kepada pembaca lain
untuk mengambil manfaat yang sama bagi motivasi dan perubahan, yang
akan melahirkan demokrasi dalam dunia pendidikan Islam.

18

Anda mungkin juga menyukai