Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

POINT OF VIEW DALAM MEMAHAMI ISLAM

KELOMPOK 1

Disusun oleh:

1.Fadilla Putri Arisya 202311075


2.Valliant PrihasTio 202311076
3.Dimas Febrianto 202311077
4.Syarifatul Ulfa 202311078

Dosen Pemangampu :

Ahmad Nilnal Munachifdlilula S.Pd.I,M.Pd.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT,atas limpahan rahmat


serta karunia-nya sehingga makalah yang dibuat untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah pendidikan agama bisa terselesaikan dengan mudah tanpa halangan
yang berarti.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini,ialah
bapak Ahmad Nilnal Munachifdlil Ula,S.Pd.I, M.Pd. yang sudah membimbing
kami dalam penugasan makalah ini.

Terimaksih kepada sahabat yang telah membaca makalah ini mudah-


mudahan dengan terdapatnya makalah ini bisa meningkatkan ilmu dan wawasan
tentang agama Islam.Dengan kesadaran penuh jika makalah ini belum sempurna,
sehingga masih butuh penyempurnaan,masukan serta kritik terhadap makalah ini
sangat berarti dan sangat kami terima agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Islam ialah agama yang sangat dirahmati Allah


SWT.Islam ialah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Nabi
SAW sebagai utusannya. Islam sendiri diwahyukan kepada Nabi Muhammad
pada tahun 610 M yang ditandai oleh turunnya Al-Qur’an dikota
Makkah.setelah kejadian tersebut, ajaran islam menyebar ke seluruh penjuru
dunia khusunya didaerah Jazirah Arab.
Islam mempunyai dasar hukum yang utama yaitu Al-quran sebagai
sumber utama dan Hadist sebagai penjelas,Sementara itu dalam memahami
islam tentu saja dibutuhkan pemahaman yang kuat dalam mempelajari pokok
pokok agama Islam.Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah segala
sesuatu yang dijadikan dasar,acuan, atau pedoman syariat
Islam.Padaumumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama
hukum Islam adalahAlquran dan hadist.Dalam sabdanya Rasulullah SAW
bersabda,
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan
tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah
(Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi) dan disamping itu pula
para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasarhukum Islam,
setelah Alquran dan hadist.
Semakin kuat pemahaman islam tentu saja semakin tebal iman kita
dalam hal ketaaatan dalam beribadah sesuai dengan ajaran islam, seperti
sholat,puasa, sedekah,haji,dan lain sebagainya.Semoga makalah ini dapat
memberikan pemahaman yang baik kepada para pembaca dan pembicara yang
menyampaikan ide-ide dari makalah ini..Besar harapan kami dapat memahami
akan pentingnya memahami nilai islam sehingga tidak melenceng dari
kebiasaan norma-norma Islami yang baik dan menjadi pribadi yang baik di
lingkungan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiamana Hukum Islam Primer dan Sekunder

2. Apa Pengertian dari Sunnah dan Bid’ah

3. Kaidah dalam Ibadah dan Mu’amallah

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami hukum Islam Primer dan Sekunder

2. Mengetahui arti Sunnah dan Bid’ah

3. Memahami kaidah dalam ibadah dan mua’mallah


BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Sumber Ajaran Islam Primer

1. Al Qur’an Secara etimologis,kata qara'a, yaqra'u, qiraa'atan, atau


qur'aanan berasal dari kata "qur'aanan",yang berarti mengumpulkan (al-
jam'u) dan menghimpun (al-dlammu).Karena Al-Qur'an mengandung dasar
dari semua kitabullah dan ilmu pengetahuan,huruf-huruf dan kata-kata dari
satu bagian ke bagian lain disebut sebagai "Al-Qur'an."

Secara terminologi,Alquran adalah Kalam Allah ta'ala yang


diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir melalui
perantaraan malaikat Jibril dan dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Naas.Para ulama berpendapat bahwa Alquran adalah
mukjizat, diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya adalah ibadah.

Al-Quran terdiri dari tiga komponen utama hukum, yaitu

1.) Hukum I’tiqadiah, yang mencakup hukum yang mengatur


hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT, serta hal-hal yang
berkaitan dengan iman atau akidah.Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin,
atau Ilmu Kalam adalah istilah untuk ilmu yang mempelajari hukum
ini.

2) Hukum amaliah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia


dengan Allah SWT, satu sama lain, dan lingkungannya. Hukum
amaliah ini ditemukan dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara
atau syariat, dan ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fikih.

3) Hukum khuluqiyah, konsep Ihsan mencerminkan hukum


Khuluqiah, yang merupakan hukum yang berkaitan dengan perilaku
normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individu
maupun makhluk sosial. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Akhlaq atau Tasawuf.

Sedangkan khusus hukum syara,dapat dibagi menjadi dua


kelompok,yakni:

1) Hukum ibadah, hukum ibadah mencakup hubungan vertikal, atau


hablum minallah, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
SWT, seperti salat, puasa, zakat, haji, dan kurban.

2) Hukum muamalat, atau hukum yang mengatur bagaimana


seseorang berinteraksi dengan orang lain dan dengan lingkungannya,
pada dasarnya dapat disebut sebagai Hablum Minannas.

2. As-Sunnah atau Al-Hadits

Secara bahasa, kata "Sunnah" dan "Hadis" memiliki arti yang


berbeda.Hadis berarti ucapan, pernyataan, atau sesuatu yang baru,
sedangkan Sunnah berarti cara, tradisi, atau perjalanan. As-Sunnah juga
berarti cara hidup biasa, baik atau buruk, terpuji atau tercela. Meskipun ada
beberapa istilah yang membedakan, Jumhurul Ulama mengartikan Al-Hadis,
Al-Sunnah, Al-Khabar, dan Al-Atsar dengan cara yang sama.Sunnah adalah
sesuatu yang dibiasakan atau dilakukan lebih dari pada ditinggalkan.Di sisi
lain, Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, tetapi jarang
dilakukan.Selanjutnya, sahabat memiliki ucapan, perbuatan, dan keputusan,
sedangkan tabi'in memiliki Atsar.

Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi :

1) memperkuat hukum-hukum yang ditentukan oleh Al-Qur'an,


sehingga kedua-duanya (Al-Qur'an dan Al-Hadits) berfungsi sebagai
sumber hukum, seperti ayat-ayat Al-Qur'an tentang iman kemudian
dikuatkan oleh sunnah Rasul.
2) Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an
yang masih bersifat global.Misalnya ayat Al Qur’an yang
memerintahkan shalat, membayar zakat,dan menunaikan
haji,semuanya itu bersifat garis besar, Tetapi semua itu telah
dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya.

3) Mengkhususkan atau menberi pengecualian terhadap pernyataan


Al-Qur’an yang bersifat umum (takhsish al-‘amm).Misalnya, Al-
Qur’an mengharamkan bangkai dan darah “diharamkan bagimu
(memekan) bangkai, darah dan daging babi...”kemudian sunnah
memberikan pengecualian “dihalalkan kepada kita dua bangkai dan
dua macam darah.Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang,dan
dua darah adalah hati dan limpa.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan
Baihaqi).

4) Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam Al-


Qur’an. Misalnya cara mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan
membasuh tujuh kali, salah satu dicampur dengan tanah, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW : “Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing,
sebanyak tujuh kali, salah satunya menyucikan dicampur dengan
tanah.” (H.R. Muslim Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).

2.2 Sumber Ajaran Islam Sekunder

1.Ijtihad

Ijtihad secara bahasa berasal dari kata “jahada” yang berarti


“mengerahkan segala kemampuan”.Sedangkan Ijtihad secara terminologi
berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil dalil syara,yaitu Alquran dan
hadist.Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid.
Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan
hadist.Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya
tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist,maka dapat dilakukan
ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada
Alquran dan hadist

Macam-macam Ijtihad yang dikenal dalam syariat islam, yaitu

1) Ijma’
Yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau
sependapat.Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli
ijtihad umat Nabi Muhammad SAW. sesudah beliau wafat pada suatu
masa,tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah.Hasil
dari Ijma’ adalah fatwa,yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli
agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2) Qiyas
Yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan
menyamakannya.Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai
suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain
yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama.Contohnya adalah pada surat Al-isra ayat 23 dikatakan bahwa
perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan
karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai
memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
3) Istihsan
Yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas
lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang
dapat diterima untuk mencegah kemudharatan,atau dapat diartikan
pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat
dibenarkan.Contohnya,menurut aturan syarak,kita dilarang
mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi
akad.Akan tetapi menurut Istihsan,syarak memberikan rukhsah
(kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan
system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4) Mushalat Murshalah
Yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum.Adapun
menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi
kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al-Quran maupun Hadist
tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat
Al Quran.Akan tetapi,hal ini dilakukan oleh umat Islam demi
kemaslahatan umat.
5) Sududz Dzariah
Yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan,sedangkan menurut
istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat.Contohnya adalah adanya
larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk,padahal
minum seteguk tidak memabukan.Larangan seperti ini untuk menjaga
agar janngan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk
bahkan menjadi kebiasaan.
6) Istishab
Yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan
hukum tersebut. Contohnya,seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah
berwudhu atau belum. Di saat seperti ini,ia harus berpegang atau
yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu
kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
7) Urf
Yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat),baik
berupa perkataan maupun perbuatan.Contohnya adalah dalam hal jual
beli.Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang
yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga
telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Sedangkan Fungsi Ijtihad, antara lain sebagai berikut:

1) Memberikan kebebasan berpikir kepada manusia untuk


memecahkan beragam persoalan yang dihadapi dengan akal pikiran
yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam;

2) Memberikan kebebasan berpikir kepada umat Islam untuk kembali


mengkaji hukum-hukum Islam yang telah lalu sehingga hukum
tersebut tetap dapat digunakan untuk masa kini;

3) Agar tidak terjadi kemandekan cara berpikir umat islam dan


menghindari segala bentuk taklid (mengikuti dengan cara apa adanya);

4) Untuk memberi kejelasan hukum terhadap persoalan-persoalan


yang tidak ada ketentuan hukum sebelumnya.

3.1 Sunnah dan Bid’ah

1. Sunnah

Sunnah Nabi SAW yang selama ini dipahami oleh mayoritas umat Islam
sebagai contoh teladan; berupa perkataan, perbuatan/tindakan dan persetujuan atas
perbuatan orang lain (taqrir) oleh Nabi SAW harus selalu dipahami secara dinamis
dan hidup.Ketika sunnah dipahami sebagai sebuah ijtihad Nabi SAW dalam
menafsirkan dan menerapkan wahyu/firman Allah SWT dalam kehidupan
beragama dan bermasyarakat, maka mengikuti sunnah Nabi SAW menjadi sebuah
kekuatan,besar dalam mendorong terciptanya dinamika kemajuan,inspirasi dan
inovasi.

Namun jika sunnah Nabi dipahami dan diterjemahkan secara harfiyah, maka
sunnah Nabi akan terpasung dalam teks-teks klasik yang membelenggu kemajuan
pola pikir umat Islam.Oleh karena itu, pada kondisi dan situasi kekinian (modern)
saat ini,sunnah Nabi tidak bisa lagi dipahami dan diterapkan secara tekstual
(klasik) dan terpaku pada bentuk produknya,tetapi harus dipahami dan diterapkan
secara modern (kontekstual) mengikuti metodologi dan substansinya. Hal ini
merupakan sebuah keniscayaan,karena kondisi sunnah yang memang berbeda
dengan al-Qur’an.Dengan demikian,maka sunnah Nabi selalu terbuka untuk
dikembangkan, dilengkapi bahkan dimodifikasi, sehingga penerapannya mudah
dan ringan.

As-Sunnah dibagi menjadi empat macam, yakni:

1) Sunnah Qauliyah Yang dimaksud dengan Sunnah Qauliyah adalah


segala yang disandarkan kepada Nabi SAW,yang berupa perkataan
atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan
keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak
maupun yang lainnya. Contonya tentang do’a Rosul SAW dan
bacaan al-Fatihah dalam shalat.
2) Sunnah Fi’liyah
Yang dimaksudkan dengan Sunnah Fi’liyah adalah segala yang
disandarkan kepada Nabi SAW., berupa perbuatannya sampai
kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat dan Haji.
3) Sunnah Taqririyah
Yang dimaksud Sunnah Taqririyah adalah segala hadts yang
berupa ketetapan Nabi SAW. Membiarkan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat,
baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Diantara contoh
hadis Taqriri, ialah sikap Rosul SAW. Membiarkan para sahabat
membakar dan memakan daging biawak.
4) Sunnah Hammiyah
Yang dimaksud dengan Sunnah Hammiyah adalah hadis yang
berupa hasrat Nabi SAW. Yang belum terealisasikan, seperti
halnya hasrat berpuasa tanggal 9 Asyura.

2, Bid’ah

Bid’ah merupakan menciptakan dan memulai sesuatu untuk pertama sekali


yang tidak ada contoh sebelumnya.Itu dapat diartikan sebagai suatu jalan dalam
agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil atau petunjuk) yang dibuat-buat (tanpa
ada dalil atau petunjuk) yang menyerupai syariat (ajaran Islam).Jenis penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan
hadis.Untuk mendapatkan dan mengolah jawaban dari permasalahan yang
dikemukakan,dipaparkan beberapa kajian hadis terkain pandangan ulama tentang
bid’ah.Selajan dengan hal ini,ditemukan bahwa pertama,bid'ah adalah perbuatan
yang dilarang da'am ajaran Islam karena bid'ah merupakan penambah-nambahan
dalam hal aqidah dan ibadah yang tidak terdapat dalam syariat Islam.Kedua,bid'ah
adalah Al-Ikhdas yaitu mengada-adakau sesuatu yang baru dibuat-buat yang tidak
ada contoh sebelumnya.Ketiga, sesuatu yang baru itu disandarkan kepada agama,
maksudnya bahwa sesuatu perbuatan yang diada-adakan itu dihubung-hubungkan
dengan ajaran agama dan pelakunya meyakini akan adanya hal tersebut.Contoh
bid’ah yang banyak orang tidak sadar adalah merayakan peringatan kelahiran
Nabi.Hal tersebut termasuk bid’ah karena Rasulullah tidak pernah
merayakannya,tapi perbuatan tersebut bernilai kebaikan dan tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an dan Hadist.

Jadi dapat diketahui bahwa perbedaan Sunnah dan Bid’ah adalah jika
Sunnah adalah apa yang bersumber dari Rasulullah SAW,baik
perkataan,perbuatan,atau pengakuan beliau.Sementara sunnah menurut ahli
hadits,yakni apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan,
perbuatan, pengakuan, sifat, atau sirah beliau

Sedangkan bid'ah adalah menciptakan sesuatu yang baru dan tidak ada
contoh dari nabi sebelumnya baik sebelum nabi diangkat menjadi Rasul maupun
setelah menjadi Rasul, hanya saja diantaranya ada yang baik dan ada yang buruk.

3.2 Kaidah dalam Ibadah dan Mu’amallah

1.Kaidah-Kaidah Ibadah
Ibadah yang benar kepada Allah dibangun di atas dasar-dasar atau kaidah-
kaidah yang kokoh. Ini semua dijelaskan oleh Allah di dalam kitabNya, dan oleh
Nabi n di dalam Sunnahnya, serta oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

1. Ibadah adalah tauqifiyah.

Maknanya, ibadah tidak dilakukan kecuali dengan apa yang


diperintahkan atau dituntunkan wahyu Allah Ta’ala. Karena sesungguhnya
akal semata-mata tidak dapat menjangkau perincian masalah ibadah,
masalah halal-haram, dan masalah-masalah yang dibenci atau dicintai oleh
Allah Ta’ala.Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫َفاْسَتِقْم َك َم ا ُأِم ْر َت َو َم ْن َتاَب َم َع َك َو اَل َتْطَغ ْو ۚا ِإَّنُه ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َبِص يٌر‬

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan


kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah
kamu melampaui batas.Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. [Hud/11:112].Ayat ini dengan tegas menyatakan, beribadah harus
mengikuti perintah Allah dan tidak boleh melewati batas. 2. Ibadah harus
dilakukan dengan ikhlas, bersih dari noda-noda syirik.

Ikhlas secara bahasa artinya memurnikan. Adapun menurut syara’, yang


dimaksud ikhlas adalah memurnikan niat dalam beribadah kepada Allah,
semata-mata mencari ridha Allah, menginginkan wajah Allah, dan
mengharapkan rahmatNya, takut terhadap siksaNya, dan mencari pahala
(keuntungan) akhirat. Serta membersihkan niat dari syirik niat, riya’,
sum’ah, mencari pujian, balasan, dan ucapan terimakasih dari manusia, serta
niat duniawi lainnya.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ِإَّن َهَّللا َال َيْقَبُل ِم َن اْلَع َم َل ِإَّال َم ا َك اَن َلُه َخ اِلًصا َو اْبُتِغ َي ِبِه َو ْج ُهُه‬

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan


kecuali yang murni untukNya dan untuk mencari wajahNya. [HR Nasaa-i,
no. 3140].[5]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
‫َقاَل ُهَّللا َتَباَر َك َو َتَع اَلى َأَنا َأْغ َنى الُّش َر َك اِء َع ِن الِّش ْر ِك َم ْن َع ِمَل َع َم اًل َأْش َر َك ِفيِه َم ِع ي َغْيِر ي‬
‫َتَر ْكُتُه َو ِش ْر َك ُه‬
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Aku paling tidak membutuhkan
sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain
Aku bersamaKu pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR
Muslim no. 2985].
Jika ibadah dicampuri dengan syirik, maka syirik itu menggugurkan ibadah
tersebut, betapa pun banyak ibadah yang telah dilakukan. Allah berfirman:
‫َو َلَقْد ُأوِح َي ِإَلْيَك َو ِإَلى اَّلِذ يَن ِم ْن َقْبِلَك َلِئْن َأْش َر ْك َت َلَيْح َبَطَّن َع َم ُلَك َو َلَتُك وَنَّن‬
‫ِم َن اْلَخ اِس ِريَن‬
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
sebelummu: Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [az
Zumar/39:65].
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as Sa’di rahimahullah, di dalam tafsirnya
mengenai ayat ini, beliau berkata: “Dalam nubuwah seluruh nabi, bahwa
syirik itu melenyapkan amalan, sebagaimana Allah telah berfirman di dalam
surat al An’am”.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah berkata,”Telah
maklum berdasarkan dalil-dalil syar’i dari al Kitab dan as Sunnah, bahwa
seluruh amalan dan perkataan hanyalah sah dan diterima jika muncul dari
aqidah shahihah (yang benar). Jika aqidah tidak shahihah, maka seluruh
amalan dan perkataan yang muncul pun menjadi batal.”
3. Ibadah harus mutaba’ah,
yaitu meneladani Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam .Orang yang telah bersyahadat bahwa Nabi Muhammad n adalah
utusan Allah, maka syahadat tersebut memuat kandungan: meyakini berita
beliau, mentaati perintah beliau, menjauhi larangan beliau, dan beribadah
kepada Allah hanya dengan syari’at beliau.Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفي َر ُسوِل ِهَّللا ُأْس َو ٌة َح َس َنٌة ِلَم ْن َك اَن َيْر ُجو َهَّللا َو اْلَيْو َم اآْل ِخَر‬
‫َو َذ َك َر َهَّللا َك ِثيًرا‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagi kamu (umat Islam, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (pahala) hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. [al Ahzab/33 :
21].
Sehingga, siapapun yang beribadah dengan tidak mengikuti Sunnah (ajaran)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ibadahnya tersebut
tertolak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ْن َأْح َد َث ِفي َأْم ِر َنا َهَذ ا َم ا َلْيَس ِفيِه َفُهَو َر ٌّد‬
Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami ini (agama), apa-
apa yang bukan padanya, maka urusan itu tertolak. [HR Bukhari no. 2697,
Muslim no. 1718]
4. Ibadah yang telah ditetapkan,
meliputi sebabnya, jenisnya, kadarnya, caranya, waktunya, dan
tempatnya, maka wajib dilakukan sebagaimana yang dituntunkan.Tidak
boleh melanggar ketentuan-ketentuan tersebut. Sehingga, barangsiapa
beribadah kepada Allah, namun ibadahnya itu tidak sesuai dengan yang
telah ditetapkan oleh syari’at, maka ibadahnya tersebut tertolak.Contoh:
A,Sebab
Orang yang bertahajjud pada malam 27 Rajab dengan sebab anggapan
bahwa malam itu adalah malam Isra’ Mi’raj. Sebagaimana sudah
diketahui, tahajjud termasuk ibadah sunnah, namun ketika dia
menghubungkan dengan sebab yang tidak benar menurut syari’at,
maka ibadahnya tersebut menjadi bid’ah.
B.Jenis
Ibadah qurban telah ditetapkan jenisnya dengan binatang ternak, yaitu
onta, sapi, atau kambing. Jika ada orang berqurban dengan kuda,
kelinci atau ayam, maka qurban itu tertolak.
C.Kadar/ukuran
Shalat subuh telah ditetapkan dua raka’at. Sehingga barangsiapa
sengaja menambahnya, maka shalatnya tidak sah, karena menyelisihi
kadar yang telah ditetapkan syari’at.
D.Cara.
Barangsiapa mengubah tertib atau cara-cara wudhu’ atau shalat, maka
ibadahnya tersebut tidak sah, karena telah menyelisihi cara yang
ditetapkan syari’at.
E.Waktu
Jika seseorang menyembelih qurban pada bulan Rajab, atau puasa
Ramadhan pada bulan Syawwal, atau wukuf di ‘Arafah pada tanggal 9
Dzul qa’dah, maka itu semua tidak sah, karena menyelisihi waktu
ibadah yang benar.
F.Tempatnya
Orang yang i’tikaf di rumahnya, atau wukuf di Mudzalifah, maka itu
tidak sah, karena menyelisihi tempat ibadah yang telah ditetapkan.[8]
5. Ibadah harus dilakukan dengan dasar kecintaan
mengharapkan rahmat Allah, takut siksaNya dan disertai ketundukan
dan pengangungan kepada Allah.Ketika Allah memuji Nabi Zakaria
sekeluarga, Dia berfirman:
‫ِإَّنُهْم َك اُنوا ُيَس اِر ُع وَن ِفي اْلَخْيَر اِت َو َيْد ُعوَنَنا َر َغًبا َو َر َهًبۖا َو َك اُنوا َلَنا‬
‫َخ اِشِع يَن‬
Sesungguhnya mereka (Nabi Zakaria sekeluarga) adalah orang-orang
yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan takut. Dan
mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. [al Anbiya’/21:
90].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Ibadah,
menggabungkan kesempurnaan (puncak) kecintaan dan kesempurnaan
ketundukan. Orang yang beribadah adalah orang yang mencintai dan
tunduk. (Ini) berbeda dengan orang yang mencintai seseorang, yang ia
tidak tunduk kepadanya, tetapi ia mencintainya karena menjadikannya
sebagai perantara kepada perkara lain yang ia cintai. Dan (juga) berbeda
dengan orang yang tunduk kepada seseorang, yang ia tidak mencintainya,
seperti orang yang tunduk kepada seorang zhalim. Maka keduanya ini
bukanlah ibadah yang murni.”
6. Kewajiban ibadah tidak gugur dari hamba,semenjak baligh sampai
meninggal dunia.
Allah Ta’ala berfirman:
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َتُم وُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُم ْس ِلُم وَن‬
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam. [Ali ‘Imran/3:102].
Manusia yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah ialah Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau berkewajiban
beribadah sampai wafatnya. Maka orang-orang yang derajatnya di bawah
beliau, tentu lebih wajib untuk beribadah kepada Allah sampai matinya.
Allah Ta’ala berfirman:
‫َو اْع ُبْد َر َّبَك َح َّتٰى َيْأِتَيَك اْلَيِقيُن‬
Dan beribadahlah kepada Rabb–mu (Penguasamu) sampai al yaqin
(kematian) datang kepadamu. [al Hijr/15:99]
Para ulama ahli tafsir bersepakat, makna al yaqin dalam ayat ini adalah
kematian. Hal ini, sebagaimana tersebut dalam firman Allah pada ayat
lain, yang memberitakan pertanyaan penduduk surga kepada penduduk
neraka:
‫َم ا َس َلَك ُك ْم ِفي َس َقَر َقاُلوا َلْم َنُك ِم َن اْلُمَص ِّليَنَو َلْم َنُك ُنْطِع ُم اْلِم ْس ِكيَن َو ُكَّنا َنُخ وُض َم َع اْلَخ اِئِض يَنَو ُكَّنا‬
‫ُنَك ِّذ ُب ِبَيْو ِم الِّديِنَح َّتٰى َأَتاَنا اْلَيِقيُن‬
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka
(penduduk neraka) menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan
orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari
pembalasan, hingga datang kepada kami al yaqin (kematian)”. [al
Muddatstsir/74: 42-47].

2.Muamallah
Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai
materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental didalamya, sehingga
akan bernilai ibadah.selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan
muamalah juga sangat konsen terhadap nilai humanisme, diantara prinsip
dasar fiqih muamalah adalah:
A.Hukum asal dalam muamalah adalah mubah (diperbolehkan)
Ulama fiqih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah
adalah diperbolehkan (mubah) kecuali terdapat nash yang
melarangnya.
‫“ االصل في المعا ملة االباحة اال ان يدل دلي««ل علي تحريمها‬hukum asal semua
bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada hal yang
mengharamkannya”
B. Konsep fiqih muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
Fiqih muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan
kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan perselisihan diantara
manusia. Allah swt tidak menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan
untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hambaNya, tidak
bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak
kehidupan manusia.
C. Menetapkan harga yang kompetitif
Masyarakat sangat membutuhkan barang produksi, tidak peduli dia
seorang kaya atau miskin, mereka menginginkan konsumsi barang
kebutuhan dengan harga yang lebih rendah. Harga yang lebih rendah
(kompetitif) tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dengan
menurunkan harga biaya produksi, untuk itu harus dilakukan
pemangkasan biaya produksi yang tidak begitu krusial, serta biaya-
biaya overhead lainnya.
Islam melaknat praktik penimbunan (ikhtikar) karena akan
berpotensi menimbulkan kenaikan harga barang yang ditanggung
oleh konsumen. Disamping itu, Islam juga tidak suka dengan praktik
makelar dan mengutamakan transaksi jual beli (pertukaran) secara
langsung antara produsen dan konsumen tanpa menggunakan jasa
perantara, karena upah makelar pada akhirnya akan dibebankan
kepada konsumen.
D. Meninggalkan intervensi yang dilarang
Islam memberikan tuntutan kepada kaum muslimin untuk
mengimami konsepsi qadla dan qodar Allah swt, apa yang telah
Allah swt tetapkan untuk seorang hamba tidak akan pernah tertukar
dengan hamba lain, dan rizki seorang hamba tidak akan pernah
berpindah tangan kepada orang lain. Perlu disadari bahwa nilai-nilai
solidaritas sosial ataupun ikatan persaudaraan dengan orang lain
lebih penting daripada sekedar nilai materi, untuk itu Rasulullah saw,
melarang untuk menumpangi transaksi yang sedang dilakukan orang
lain, kita tidak diperbolehkan untuk intervensi terhadap akad ataupun
jual beli yang sedang dilakukan orang lain.
Rasulullah bersabda “seseorang tidak boleh melakukan jual beli atas
jual beli yang sedang dilakukan oleh saudaranya”.
E. Menghindari eksploitasi
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk membantu orang-
orang yang membutuhkan,dimana Rasulullah bersabda “sesama
muslim adalah saudara,
tidak mendzalimi satu sama lainnya,barangsiapa mmenuhi
kebutuhan saudaranya, maka Allah akan mencukupi
kebutuhannya,dan barang siapa membantu mengurangi beban
sesame saudaranya, maka Allah swt akan menghilangkan bebannya
di hari kiamat nanti”.Hadis tersebut memebrikan tuntunan untuk
tidak mengeksploitasi sesama saudara muslim yang sedang
membutuhkan sesuatu, dengan cara menaikkan harga atau syarat
tambahan yang memberatkan. f. Memberikan kelenturan dan
toleransi
Toleransi merupakam karakteristik dari ajaran islam yang ingin
direalisasikan dalam setiap dimensi kehidupan. Nilai toleransi ini
biar dipraktekkan dalam kehdiupan politik, ekonomi atau hubungan
kemasyarakatan lain. Khusus dalam transaksi finansial, nilai bias
diwujudkan dengan mempermudah transaksi bisnis tanpa harus
memberatkan pihak yang terkait. Selain itu, kelenturan dan toleransi
itu bias diberikan kepada debitur yang sedang mengalami kesulitan
finansial, karena bisnis yang dijalnkan sedang megalami resesi.
Melakukan re-scheduling piutang yang telah jatuh tempo, disesuaikn
dengan kemapanan finansial yang diproyeksikan dismping itu, tetap
membuka peluang bagi para pembeli yag ingin membatalkan
transaksi jual beli, karena terdapat indikasi ketidak butuhannya
terhadap obyek transaksi.
G. Jujur dan amanah
Kejujuran merupakan bekal utama untuk meraih keberkahan.
Namun, kata jujur tidak semudah mengucapkannya, sangat berat
memegang prinsip ini dalam kehidupan.seseorang bisa meraup
keuntungan berlimpah dengan lisptik kebohongan dalam
bertransaksi.sementara orang jujur harus menahan dorongan
materialisme dari cara-cara yang tidak semestinya.perlu perjuangan
keras untuk membumikan kejujuran dalam setiap langkah
kehidupan.
Maka ada pula yang harus dihindari dalam muamalah yang lebih
dikenal dengan singkatan maghrib, yaitu Maisir, Gharar, Haram,
Riba dan Bathil.
a. Maisir, aaisir sering dikenal dengan perjudian, dalam praktik
perjudian seseorang bisa untung dan bisa rugi.
b. Gharar, Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya
atau tidak berada dalam kuasanya alias diluar jangkauan
termasuk jual beli Gharar, boleh dikatakan bahwa konsep Gharar
berkisar kepada makna ketidakjelasan suatu transaksi
dilaksanakan.
c. Haram, Ketika obyek yang diperjualbelikan ini haram, maka
transaksinya menjadi tidak sah.
d. Riba, Yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah, antara
lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan.
e. Bathil, dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus
dijunjung adalah tidak ada kedzaliman yang dirasa pihakpihak
yang terlibat, semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai
takarannya. maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan
merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat. Kecurangan
ketidakjujuran,menutupi cacat barang,mengurang timbangan
tidak dibenarkan, atau hal-hal kecil seperti penggunaan barang
tanpa izin
BAB 3
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam memahami suatu agama janganlah sepotong-potong atau tidak lengkap


karena akan mengakibatkan ajaran agama itu dipahami secara keliru oleh
masyarakat banyak. Oleh karena itu, kita mempelajari sebuah metodologi dalam
memahami islam itu sangat penting agar kita dapat mengetahui atau memahami
suatu agama itu dengan benar dan tidak akan keliru.

Untuk dapat memahami suatu agama secara benar dan tidak keliru kita dapat
mengkaji sumber aslinya,begitupula dengan ajaran agama islam apabila kita ingin
mengetahui atau memahaminya dengan benar dan tidak keliru kita harus mengkaji
al-qur'an dalam perkembangan sejarah islam. Untuk memahami kedua sumber ters
harus dikaji secara komprehensin

4.2 Saran

Menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna,kami akan lebih
focus dan mendalami dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang dapat diambil. Selebihnya mohon dimaafkan dan
penulis mengharapkan saran dari dosen pembimbing,teman-teman agar
kedepannya dapat menghasilkan makalah dan tugas-tugas yang lebih baik lag
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai