Anda di halaman 1dari 24

KONSEP BELAJAR MENURUT UNESCO

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar

Kependidikan pada Jurusan Tarbiyah Prodi Manajemen Pendidikan Islam

Oleh:

KELOMPOK 3 :

ALIYA ARIANTY RUSLY (86231202021018)

SUKMAWATI (862312021006)

PUTRI UTAMI HAMIDA (86232021019)

FAUZAN YUSUF (862312021009)

Dosen Pembimbing:

WAQIAH, S.Pd.,M.Pd

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


TAHUN 2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT.Karena atas berkat rahmat

dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep

belajar menurut UNESCO”. Dan tak lupa pula kita kirimkan salawat serta salam

kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad SAW. Nabi yang menjadi suri

tauladan ummat manusia di persada bumi ini. Serta kami menghanturkan terima

kasih kepada Ibu Waqiah,S.Pd.,M.Pd selaku dosen mata kuliah dasar-dasar

kependidikan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kamiberharap semoga dengan adanya makalah ini mampu menambah

pengetahuan dan wawasan kita. Serta kami menyadari bahwa dalam penyusunan

dalam makalah ini jauh dari kata sempurna,baik dari segi penyusunan,bahasa

ataupun penulisannya.Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan

kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Watampone, 09 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFATAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAAN.............................................................................

A. Latar belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan masalah................................................................................. 2

C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................

A. Empat Pilar Utama Pendidikan Menurut UNESCO............................. 3

B. Makna pilar pendidikan UNESCO dan aplikasinya............................. 7

BAB III PENUTUP.........................................................................................

A. Kesimpulan........................................................................................... 19

B. Saran..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dipandang suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya

pendidikan, manusia dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan,

mengembangkan keterampilan hidup, dan menjadi manusia yang semakin

bermartabat. Pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 20

tahun 2003 adalah sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kualitas suatu bangsa dapat dinilai dari berbagai indikator, salah satunya

adalah pendidikan. Proses pendidikan yang berjalan dengan baik akan membawa

hal-hal baru yang dapat digunakan untuk menghadirkan sumber daya manusia

yang semakin berkualitas. Perkembangan dunia yang begitu pesat apalagi di era

yang semakin modern ini menuntut adanya persaingan yang sangat kompetitif.

Pelaksanaan pendidikan di setiap negara di dunia tentu saja berbeda-beda.

Namun dari perbedaan itu ada satu garis kesamaan yaitu output berupa hasil dari

proses pendidikan tersebut. Berangkat dari hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) melalui lembaganya yang bernama UNESCO mencetuskan empat pilar

utama pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan

learning to live together.

1
Pelaksanaan pendidikan dilaksanakan dengan proses belajar. Proses belajar

tentu saja melibatkan berbagai unsur seperti orang, materi belajar, dan

lingkungan. Salah satu pihak yang berkaitan langsung dalam proses belajar adalah

seorang pengajar atau guru. Seorang pengajar dalam melaksanakan tugas

pengajarannya tentu saja tidak dapat bekerja secara sembarangan karena berkaitan

langsung dengan siswa sebagai penerima belajar.

B. Rumusan masalah

1. Deskripsi empat pilar utama pendidikan menurut UNESCO

2. Makna pilar pendidikan UNESCO dan aplikasinya

C. Tujuan

1. Mengetahui empat pilar pendidikan menurut UNESCO

2. Mengetahui makna pilar pendidikan UNESCO dan aplikasinya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Empat Pilar Utama Pendidikan Menurut UNESCO

UNESCO merupakan kependekan dari United Nations Educational,

Scientific, and Cultural Organization atau dalam bahasa Indonesia berarti

organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. UNESCO merupakan

badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB yang didirikan pada

tahun 1945. UNESCO memiliki tujuan unruk mendukung perdamaian dan

keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan,

ilmu pengetahuan, dan budaya. UNESCO memandang penting adanya perubahan

paradigma pendidikan sebagai sebuah instrumen menjadi paradigma sebagai

pengembangan manusia seutuhnya. Berdasarkan hal tersebut, UNESCO

merumuskan empat pilar utama pendidikan, yaitu learning to know, learning to

do, learning to be, dan learning to live together.

1. Learning To Know (Belajar untuk mengetahui)

Learning To Know merupakan proses pembelajaran yang memungkinkan

siswa sebagai orang yang belajar untuk menguasai teknik-teknik dalam

memperoleh ilmu pengetahuan. Mudyahardjo (2001) mengatakan bahwa belajar

untuk mengetahui dilakukan dengan cara memadukan penguasaan terhadap suatu

pengetahuan umum yang luas dengan kesempatan untuk bekerja secara mendalam

pada sejumlah mata pelajaran. Memperoleh ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas

mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan

mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya, sesuai dengan petunjuk-

3
petunjuk yang telah diberikan, namun juga kemampuan dalam memahami makna

di balik materi ajar yang telah diterimanya.

Learning to know secara tidak langsung memiliki makna sebagai sebuah

proses belajar yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Makna ini berangkat

dari keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia itu

masih hidup dan tidak terbatas pada tempat tertentu. Berkaitan dengan belajar

sebagai proses yang berlangsung sepanjang hidup, Salam (1997) mendorong

masing-masing orang sebagai subyek belajar yang bertanggung jawab atas

pendidikan diri sendiri untuk menyadari bahwa:

a. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam

kandungan hingga manusia meninggal.

b. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau

terlalu dini untuk belajar.

c. Belajar/mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian

integral/totalitas kehidupan.

Menurut Isjoni (2008), guru adalah orang yang identik dengan pihak yang

memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Dengan

kata lain, seorang guru merupakan pihak yang sangat memberi pengaruh akan

lahirnya generasi terdidik. Dalam kaitannya dengan pilar belajar untuk

mengetahui, ada beberapa peranan guru dalam menentukan kuantitas dan kualitas

pengajaran yang dilaksanakannya. Konsep belajar untuk mengetahui menyiratkan

makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut (Fakhrudin, 2010).

4
a. Guru sebagai sumber belajar

Peranan ini memiliki kaitan dengan penguasaan sumber belajar atau materi

belajar yang akan disampaikan kepada siswa. Guru yang baik adalah mereka

yang mampu menguasai materi pembelajaran secara komprehensif.

b. Guru sebagai fasilitator

Guru sebagai fasilitator adalah peran dimana seorang guru menghadirkan

dirinya sebagai orang yang memberikan pelayanan kepada siswa dalam

proses pembelajaran.

c. Guru sebagai pengelola

Guru memiliki peran untuk menghadirkan suasana belajar yang kondusif atau

positif. Artinya bahwa siswa mendapat jaminan untuk dapat belajar dengan

nyaman dan tanpa tekanan.

d. Guru sebagai demonstrator

Guru berperan menunjukkan kepada siswa mengenai segala sesuatu yang

dapat membuat siswa menjadi lebih mengeri dan memahami setiap materi

yang disampaikan.

e. Guru sebagai pembimbing

Guru berperan untuk membimbing setiap siswa dengan penuh kesabaran. Hal

ini terkait dengan pandangan bahwa siswa sebagai pribadi yang unik. Artinya

bahwa setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda dimana hal itu akan

berpengaruh ketika proses belajar berlangsung.

f. Guru sebagai mediator

Guru selalu dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai media pendidikan

5
dan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media

dengan baik.

g. Guru sebagai evaluator

Guru berperan sebagai penilai hasil belajar siswa.

2. Learning To Do (Belajar untuk melakukan)

Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know. Siswa harus

mampu menghasilkan karya dari potensi yang dimilikinya. Proses belajar sebagai

sarana untuk mempersiapkan siswa dapat hidup di masyarakat, terjun ke dunia

kerja, dan menghasilkan sesuatu melalui kreativitasnya. Sasaran tembak dari pilar

yang kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda. Kelemahan pengajaran

yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong doang” (teori), dan kurang

menuntun siswa untuk “berbuat” (praktek).

Learning to do ingin mengajak siswa untuk belajar melakukan sesuatu yang

konkret yang tidak terpaku pada penguasaan keterampilan mekanistis, melainkan

juga keterampilan dalam berkomunikasi, kerja sama, dan mengelola konflik.

Mudyahardjo (2001) mengatakan bahwa belajar untuk berbuat tidak hanya tertuju

pada penguasaan suatu keterampilan bekerja, tetapi juga secara lebih luas

berkenaan dengan kompetensi yang berhubungan dengan banyak orang dan situasi

dan bekerja dalam tim.

3. Learning To Be (Belajar untuk menjadi)

Pilar ini menuntut siswa untuk belajar mandiri menjadi pribadi yang

bertanggung jawab atas hidupnya. Learning to be mengandung pengertian bahwa

proses belajar yang berlangsung mendorong siswa untuk menjadi dirinya sendiri.

6
Mudyahardjo (2001) menyebutkan bahwa pilar ini dilaksanakan dengan

mengembangkan kepribadian dan kemandirian siswa. Belajar dalam konteks ini

bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri siswa berdasarkan

potensi yang dimilikinya. Siswa yang mampu untuk memahami potensi dalam

dirinya akan lebih mudah untuk mengaktualisasikan dirinya. Poin penting pada

pilar ini adalah perlu ditekankan sebuah skema untuk mendorong siswa mampu

memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

4. Learning To Live Together (Belajar untuk hidup bersama)

Belajar untuk hidup bersama didasari karena selain sebagai makhluk

individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang hidup berdampingan

dengan orang lain. Dalam konteks belajar, pilar ini mendorong siswa untuk

memberantas sikap egoisme dan membiasakan diri untuk hidup bersama dan

saling menghargai. Learning to live together memiliki orientasi kerja sama yang

menuntun manusia untuk hidup bermasyarakat dan menjadi orang berpendidikan

yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

B. Makna pilar pendidikan dan aplikasinya

1. Learning toKnow (belajar untuk menguasai)

Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya

berorientasi pada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi

pada proses belajar. Dalam proses belajar, peserta didik bukan hanya

menyadari apa yang harus di pelajari tetapi juga diharapkan menyadari

bagaimana cara mempelajari apa yang seharusnya dipelajari. Kesadaran

tersebut, memungkinkan proses belajar tidak terbatas di sekolah saja,

7
akantetapi memungkinkan peserta didik untuk belajar secara

berkesinambungan. Inilah hakekat dari semboyan "belajar sepanjang hayat".

Apabila hal ini dimiliki peserta didik, maka masyarakat belajar (learning

society) sebagai salah satu tuntutan global saat ini akan terbentuk. Oleh sebab

itu belajar untuk mengetahui juga dapat bermakna belajar berpikir karena

setiap individu akan terus belajar sehingga dalam dirinya akan tumbuh

kemauan dan kemampuan untuk berpikir. Learning to know, dengan

memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan keseempatan untuk

mempelajari secara mendalam pada sejumlkah kecil mata pelajaran. Pilar ini

juga berarti learning to learn (belajar untuk belajar), sehingga memperoleh

keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang disediakan

sepanjang hayat.

Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik

memperoleh pengetahuan tersebut.Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak

generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang

tinggi.Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat

(Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas

keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup,

baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan

seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk

mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban

kodrati manusia.

Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka

8
kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab

atas pedidikan diri sendiri menyadari, bahwa:

a. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam

kandungan hingga manusia meninggal.

b. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat

atau terlalu dini untuk belajar.

c. Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/

totalitas kehidupan (Burhannudin Salam, 1997:207).

Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik dengan

pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi

bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuk sikap dan

moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri

ini di masa yang akan datang.

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan

kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus

memikirkan dan membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan

kemampuan belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya.

Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas,

penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan

karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar. Guru bisa

dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan kompetensi

individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain.

Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus

9
mampu berperan sebagai berikut:

a. Guru berperan sebagai sumber belajar

Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran.

Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran

dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi

anak didiknya.

b. Guru sebagai Fasilitator

Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan

proses pembelajaran.

c. Guru sebagai pengelola

Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat

belajar secara nyaman.

Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan

pembelajaran, yaitu:

- Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.

- Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.

-Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan

tahapan kegiatan diberikan reinforcement.

- Penguasaan secara penuh.

- Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk

belajar.

d. Guru sebagai demonstrator

Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang

10
dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang

disampaikan.

e. Guru sebagai pembimbing

Siswa adalah individu yang unik.Keunikan itu bisa dilihat dari adanya

setiap perbedaan.Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan

sebagai pembimbing.

f. Guru sebagai mediator

Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media

pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan

media dengan baik.

g. Guru sebagai Evaluator

Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa.Dengan penilaian tersebut,

guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa

terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar

(Fakhruddin, 2010:49-61).

Kiat-kiat Agar Menjadi Guru Favorit menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu:

a. Sabar

b. Bisa menjadi sahabat

c. Konsisten dan komitmen dalam bersikap

d. Bisa menjadi pendengar dan penengah

e. Visioner dan misioner

f. Rendah hati

g. Menyenangi kegiatan mengajar

11
h. Memaknai mengajar sebagai pelayanan

i. Bahasa cinta dan kasih sayang

j. Menghargai proses

2. Learning to do (belajar untuk menerapkan)

Learnning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar

mendengar dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi

belajar dengan dan untuk melakukan sesuatu aktivitas dengan tujuan akhir

untuk menguasai kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan

kehidupan. Kompetensi akan dapat dimiliki oleh pesrta didik apabila

diberikan kesempatan untuk belajar dengan melakukan apa yang harus

dipelajarinya secara langsung. Dengan demikian learning to do juga berarti

proses pembelajaran berorientasi pada pengalaman langsung (learning by

experience). Learning to do, untuk memperoleh bukan hanya suatu

keterampilan kerja tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan

dengan banyak situasi dan bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam

konteks pengalaman kaum muda dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan

yang mungkin bersifat informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional,

atau bersifat formal melibatkan kursus-kursus, program bergantian antara

belajar dan bekerja.

Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi

lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga

menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.Sasaran dari pilar kedua

ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki

12
ekonomi industry (Soedijarto, 2010).Dalam masyarakat industri tuntutan tidak

lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan

kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling,

monitoring, designing, organizing”.Peserta didik diajarkan untuk melakukan

sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan

ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi,

bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu

konflik.Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi

muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk

berinovasi.

Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi

siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan

minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah

kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan

pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Meskipun

bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan

berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan .

Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan social

Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan

tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa

tersebut.Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar

13
ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.

b. Lingkungan nonsosial

Factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah

dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat

belajar, dan keadaan cuaca.Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan

tingkat keberhasilan belajar siswa (Muhibbin Syah, 2004:138).

Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa

berbuat sesuatu begitu penting.Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat

aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.Tujuannya adalah agar peserta

didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik

terlatih untuk memecahkan masalah.

3. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)

Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama melalui proses

bekerjasama.Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan

dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun

secara kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri atau mengasingkan diri

dari masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini termasuk juga pembentukan

masyarakat demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya

perbedaan pandangan antar individu. Learning to live together, learning to live

with others , dengan jalan mengembangkan pengertian akan orang lain dan

apresiasi atas interdependensi—melaksanakan proyek-proyek bersama dan

belajar memenej konflik—dalam semangat menghormati nilai-nilai

kemajemukan, saling memahami dan perdamaian.

14
Dari keempat pilar pendidikan di atas terlihat bahwa pilar learning to live

together, learning to live with others, dalam konteks kemajemukan merupakan

suatu pilar yang sangat penting. Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar

pentingnya pendidikan multikultur yang berupaya untuk mengkondisikan

supaya peserta didik mempunyai kemampuan untuk bersikap toleran terhadap

orang lain, menghargai orang lain, menghormati orang lain dan sekaligus yang

bersangkutan mempunyai tanggunga jawab terhadap dirinya serta orang lain.

Sehingga bila proses pembelajaran di sekolah diarahkan tidak hanya pada

learning to know, lerning to do dan leraning to be, tetapi juga diarahkan ke

learning to live together, masalah kemajemukan akan dapat teratasi dengan

melakukan manajemen konflik dan dengan demikian akan juga diikuti oleh

tumbuhnya kebudayaan nasional yang tidak melupakan kebudayaan daerah,

tumbuhnya bahasa nasuonal dengan tidak melupakan bahasa daerah,

tumbuhnya sistem politik nasional dengan tanpa mengabaikan sistem politik

daerah, (pemerintahan daerah).

Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia

menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang

selalu mewarnai sejarah umat manusia.Di zaman yang semakin kompleks ini,

berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik

antar agama.Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh

ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu

perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda

15
untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah,

melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda

dengan penuh toleransi, dan pengertian.

Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan

dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam

keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live

together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa

perdamaian.

4. Learning to be (belajar untuk menjadi)

Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses untuk

membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri.Oleh karena itu,

pendidik harus berusaha memfasilitasi peserta didik agar bealajar

mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu yang berkepribadian utuh

dan bertanggung jawab sebagai individu sekaligus sebagai anggota

masyarakat. Dalam pengertian ini terkandung makna bahwa kesadaran diri

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yakni makhluk hidup yang memiliki

tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari akan segala kekurangan dan

kelemahannya. Learning to be, sehingga dapat mengembangkan kepribadian

lebih baik dan mampu bertindak mandiri, membuat pertimbangan dan rasa

tanggung jawab pribadi yang semakin besar, ingatan, penalaran, rasa estetika,

kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi.

Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu

mencari informasi dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu

16
melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama,

bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil

dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-

masing peserta didik.

Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk

melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi.Kepercayaan

merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses

menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri

diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar

berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,

belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses

pencapain aktualisasi diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal

(2007:101) yaitu:

a. Motivasi

Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang

yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu

tujuan/ kebutuhan

b. Sikap

Sikap yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis

tindakan pada situasi yang tepat.

c. Minat

17
d. Kebiasaan belajar

Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai

kolerasi positif dengan kebiasaan atau study habit. Kebiasan merupakan cara

bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada

akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.

e. Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang

menyangkut perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh

terhadap orang lain.

Makna pilar ke empat ini adalah muara akhir dari tiga pilar pendidikan

diatas. Dengan pilar ini , peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang

berkepribadian mantap dan mandiri .

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

UNESCO sebagai badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang

bekerja dalam bidang pendidikan dan kebudayaan mencetuskan empat pilar utama

pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to

live togather. Sebuah pedoman yang dibuat untuk meningkatkan kualitas

pendidikan bangsa-bangsa yang ada di dunia termasuk di Indonesia. Adanya

perubahan paradigma dari proses belajar yang berorientasi pada Guru menjadi

proses belajar berorientasi pada siswa.

MDGs dan SDGs merupakan tujuan bersama yang telah disepakati dan

ingin diwujudkan oleh negara-negara yang bernaung dalam Perserikatan Bangsa-

Bangsa. Pada tahun 2019 ini, tujuan yang sedang berupaya dicapai adalah SDGs

(2016-2030). Dalam tujuan yang disepakati, terdapat tujuan yang berkaitan

dengan peningkatan kualitas pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa MDGs dan

SDGs menjadi sebuah kesepakatan yang dapat menjamin ketercapaian

peningkatan kualitas pendidikan seperti yang diharapkan oleh UNCESCO. NAEP

dan PISA sebagai sebuah instrumen untuk menilai pelaksanaan proses

pembelajaran.

B. Saran

Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat

bagi penyusun, khususnya bagi pembaca umumnya.Penusun menyadari bahwa

19
makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan saran.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin.(2011). UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization).

Dahar, R.W. (2006). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Daryanto dan Purwanto, D. (2014).Pengembangan Perangkat Pembelajaran

(Silabus, RPP, PHB, Bahan Ajar). Yoyakarta: Gava Media

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar

Departemen Pendidikan Nasional Direktur Jendral Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan SMA

Duit, R. et.al.(2012). The Model of Educational Reconstruction – A Framework

For Improving Teaching And Learning Science.Sci. Educ. Res. and

Pract.in Europe: Retrospective and Prospective.

20

Anda mungkin juga menyukai